1: Tidak Cukup Orang!
“Tidak cukup orang!” Kanie Seiya berteriak ke ruang konferensi. Itu adalah minggu pertama bulan April.
Yang lain berkumpul di sekeliling meja murahan adalah para anggota pemeran terpenting Amagi Brilliant Park. Mereka juga tidak semuanya pria tua dalam kostum. Banyak dari mereka yang adalah makhluk aneh, setinggi tiga kepala : hewan pengerat bertubuh boneka, makhluk aneh mirip dinosaurus dengan sisik dan tanduk—jajaran makhluk fantastis dari berbagai tempat, semua berekspresi muram. Mereka adalah maskot “asli” yang semuanya datang dari satu atau lain alam magis untuk bekerja di taman hiburan manusia ini.
“Kita tidak punya cukup orang,” ulang Seiya.
“Sebenarnya, ada banyak sekali yang kita tidak cukup miliki, tapi tenaga kerja harus segera ditangani. Pemeliharaan, penyiapan makanan, pembersihan… Kita perlu meningkatkan jumlah staf di bidang-bidang itu !”
Sementara Seiya merasa kesal dan mengepalkan tangannya dengan erat, yang lain yang hadir di pertemuan itu semuanya tampak agak acuh tak acuh.
“Kupikir kita punya cukup staf…” Sento Isuzu yang berpakaian merah tua bergumam.
Isuzu adalah anggota dari pengawal kerajaan alam magis bernama Maple Land. Dia telah diberi gelar resmi “Kepala Departemen Kesekretariatan” mulai April.
“Kita tidak ! Ayo kita ambil contoh. Sento, kau punya gelar ‘Kepala Departemen Kesekretariatan’ yang terdengar mulia itu, benar ? Tapi berapa banyak orang di departemen itu ? Katakan !”
“Satu.”
“Ya, satu ! Kita… yah, kita mungkin tidak butuh sekretaris lebih, tapi… Intinya, kita punya terlalu banyak departemen yang hanya dikelola oleh satu orang saja ! Dan lagi… Kepala Keamanan Okuro !”
“Ah, ya ?” Okuro, sang penjaga keamanan, mengangkat tangannya saat dipanggil. Ia hanya manusia biasa, bukan dari alam magis mana pun. Ada penjaga keamanan tua lainnya yang mengurus shift malam, dan umumnya, staf keamanan semuanya manusia.
“Berapa banyak orang di tim keamanan ?” Seiya menuntut.
“Empat,” Okuro menjawabnya,
“walaupun dua dari mereka adalah pekerja paruh waktu…” Dalam sistem tiga shift[1], itu artinya akan selalu ada persis satu orang di pusat keamanan setiap saat.
“Tepat ! Dan itu semua orang yang kita miliki untuk memberi keamanan pada wilayah seluas 500,000 meter persegi ? Itu gila ! Bagaimana kalau orang gila dengan pisau dapur mengamuk di atas panggung ? Apa kau cukup untuk menghentikannya, Okuro ?!”
“Nah, jangan khawatir, Kanie-san,” ucap sang penjaga keamanan meyakinkan.
“Aku akan mengorbankan nyawaku untuk menghentikan penjahat mana pun.”
“Kau akan mengorbankan nyawamu, kan ?” Seiya membalas.
“Dan apa yang terjadi setelah itu ? Sementara kau tengkurap dalam lautan darah dengan selusin luka tusuk, ia akan berpindah ke tamu lain ! Bodoh !”
“Ah, cukup adil !” Okuro duduk, menjulurkan lidahnya (isyarat yang dua kali lipat lebih menyebalkan) dan menggosok bagian belakang kepalanya dengan malu.
“Tidak perlu khawatir, Seiya. Aku akan dengan senang hati membunuh penjahat mana pun yang menggangguku, fumo,” ucap Moffle, sang pemimpin pemeran.
Moffle adalah karakter bintang AmaBuri. Ia bertubuh pendek, gemuk, dan lembut seperti seekor wombat atau tikus, dan mengenakan topi serta dasi kupu-kupu bergaya.
“Kau akan membunuh mereka ? Benarkah ? Bisa kau bayangkan berita utama di hari berikutnya ?” Seiya menasihati.
“‘Bintang Utama Amagi Brilliant Park Membunuh Penjahat dengan Kekuatan Berlebih.’ Kau sungguh berpikir itu akan mendatangkan para tamu ?”
“Tentu saja, fumo,” balas Moffle.
“Aku akan jadi pahlawan.”
“Pekerjaanmu adalah untuk membuat para tamu bahagia, bukan membunuh orang !”
“Kalau kau bersikeras, fumo…” Moffle tidak tampak yakin, tapi Seiya memutuskan untuk tetap melanjutkan.
“Bukan hanya keamanan,” ia melanjutkan.
“Kita kekurangan tenaga di setiap pekerjaan kita. Pemeran atas panggung sudah bekerja menggantikan di tempat di mana mereka bisa, tapi beban negatif mempengaruhi kinerja mereka. Ini tidak bisa diteruskan.”
“…Maksudmu kita harus mempekerjakan lebih banyak orang ?” Isuzu menanyainya.
“Ya.”
“Meskipun kita tidak punya uang ?” dia mendesak.
“Aku juga mengusahakan itu,” ia memberitahunya.
“…Ada apa dengan tatapan itu ? Berhentilah khawatir. Aku benar-benar mengusahakannya.”
Kenyataannya, rencana yang dimilikinya masih samar, tapi penting baginya untuk menunjukkan kepercayaan diri saat ini.
“Bagaimanapun,” Seiya melanjutkan,
“aku sudah memasang iklan untuk para pekerja paruh waktu, dan aku sudah mendapat beberapa gigitan. Wawancara akan dimulai minggu depan, jadi bersiaplah untuk itu!” ia menyatakan dengan tegas.
“Apa kau benar-benar berpikir kita akan mendapat pelamar yang layak ?” Isuzu berbisik. Itu adalah pertanyaan serius tanpa sarkasme sama sekali di baliknya.
“Aku tidak tahu apakah kita akan mendapatkannya atau tidak,” ucapnya tegas,
“tapi kita tetap harus mencoba.”
“Yah, sepertinya begitu…”
Saat itulah kepala departemen PR, Tricen, angkat bicara.
“Kanie-san cukup benar, Isuzu-san. Kita mungkin akan dibanjiri oleh orang-orang yang penuh talenta ! Seperti wanita cantik, atau wanita cantik, atau bahkan wanita cantik ! Taman akan menjadi seperti dunia game PC, dan para pemeran pria pasti akan membungkuk mengapresiasi.”
“Hentikan itu,” ucap Seiya dengan geraman.
“Dan jangan satukan semua game PC bersama-sama. Sebagai seorang pemain game Barat, itu menyinggungku.”
“Oh, astaga ! Apa kau salah satu dari mereka, Kanie-san… ?” Tricen bersemangat.
“Aku berasumsi kau adalah tipe yang diam-diam. Bertingkah seolah sangat berdedikasi, pergi ke Akiba hanya untuk Trader Chaos[2] atau toko suku cadang PC… lalu diam-diam membeli game 18+ dari Amazon.”
“Sayangnya, kupikir aku tahu tipe orang yang kaubicarakan…” Seiya bergumam.
“Tapi aku masih SMA. Aku tidak memainkan hal-hal 18+.”
“Saya mohon maaf,” Tricen meminta maaf.
“…Tapi maksudku adalah bahwa kita bahkan mungkin mendapat pelamar yang bisa mengancam posisi Isuzu-san sebagai sekretaris cantik Kanie-san.”
“Konyol. Hei, Sento. Katakan sesuatu padanya,” Seiya menatap Isuzu dengan jengkel.
Dia menurunkan pandangannya, berpikir sejenak, dan kemudian berkata :
“…Yah, kalau orang itu lebih mampu daripada diriku, maka dengan senang hati aku akan menyerahkan posisiku saat ini.” Tanggapannya dengan segera menjatuhkan suasana di ruang konferensi.
Tidak ada yang tahu apa yang harus dikatakan untuk balasan serius semacam itu.
Seiya berpikir untuk menyadarkannya, tapi ia memutuskan untuk menyerah saja. Sento Isuzu adalah tipe orang yang seperti ini: dia tidak bisa mengurai humor. Dia tidak bisa menerima situasi buruk, atau memberi sebaik yang dia dapatkan.
Ia mendengar bahwa dia adalah anggota dari pengawal kerajaan untuk Maple Land, kerajaan magis yang membangun AmaBuri. Ia tidak tahu banyak tentang seperti apa rasanya di sana, tapi ia mendapatkan kesan bahwa dia semacam prajurit elit yang sangat terlatih. Tapi, meski memperhitungkan itu, ada beberapa hal tentang perilakunya yang tetap tidak bisa dimengerti…
“Yah, bagaimanapun,” ia berkata dengan cepat,
“Ayo lanjut ke subjek berikutnya…”
Toh, AmaBuri menghadapi segunung masalah. Topik Seiya yang berikutnya adalah masalah anggaran mereka yang sangat penting (tapi juga sangat membosankan).
Tidak ada yang aneh tentang perilaku Isuzu selama sisa pertemuan.
Malam setelah konferensi, Sento Isuzu bermimpi aneh. Mereka mewawancarai para pelamar paruh waktu, dan setiap dari mereka adalah wanita cantik. Pewawancaranya adalah Isuzu dan Seiya—untuk beberapa alasan, hanya mereka.
Pelamar pertama adalah seorang mahasiswi. Dia lebih tinggi dari Isuzu, dengan senyum keibuan dan tubuh yang menggairahkan.
“Posisi yang saya inginkan adalah menjadi sekretaris Anda,” ucap sang wanita dengan manis pada Seiya.
“Terlepas dari kesan yang diberikan penampilan saya, saya sudah melewati tes kecakapan sekretaris tingkat dua. Saya pasti bisa berguna bagi Anda dalam banyak hal…”
Kanie Seiya mencondongkan tubuhnya ke depan, matanya bersinar tertarik.
“Aku paham, aku paham. Kau diterima, kalau begitu. Pesona ‘kakak perempuan’ milikmu akan menghiburku di saat-saat tergelapku.”
Isuzu berusaha memarahi Seiya karena keputusannya yang sembrono, tapi dia tidak bisa. Dia hanya mengirapkan mulutnya dengan sia-sia karena tidak ada suara yang keluar dari tenggorokannya. Seolah-olah dia mencoba berbicara di ruang hampa udara.
Seiya mencap “Diterima” pada resume-nya. Lalu, bukannya meninggalkan ruang wawancara, sang wanita mengitari meja dan menggantungkan dirinya ke bahu kiri Seiya.
“Hmm, bagus,” ia mengomentari.
“Aku menikmati tekanan dari dadamu di bahuku. Rasanya enak. Sungguh wawancara bertekanan tinggi ! Bwahahaha !”
“Anda luar biasa, Kanie-san,” dia meringis.
“Sungguh cerdas !”
“Hentikan, kau membuatku malu. Bwahahaha !” Ia tampaknya memperhatikan tatapan memarahi Isuzu, tapi ia menepisnya dengan sebuah seringai.
“Apa yang kau pandangi, Sento ? Teruskan, panggil yang berikutnya.”
Dengan enggan, dia menuntun pelamar selanjutnya menuju ruang wawancara.
Yang berikutnya adalah siswi SMA yang tampak bersemangat. Dia memiliki rambut pendek berwarna cokelat kemerahan, mata besar dan wajah nakal. Dia memiliki tubuh atletis dan—hampir wajib—dada yang besar.
“Um… terima kasih atas kesempatannya ! Posisi yang kuinginkan adalah menjadi sekretarismu !” dia menyatakannya dengan berani, terlepas dari ekspresi gugupnya.
“A-Aku sabuk hitam tingkat pertama dalam sertifikasi sekretaris ! Aku yakin aku akan berguna !”
Sejak kapan sertifikasi sekretaris punya tingkatan sabuk ? Isuzu yang bermimpi bertanya-tanya.
Alis Isuzu mengkerut saat Seiya memberi resume sang siswi SMA sebuah cap.
“Diterima ! Nah, kemarilah. Ayo beri dada itu rumah baru yang bagus ! Bwahahaha !”
“Y-Ya Pak…” Dia berlari cepat mengitari meja dan menggantungkan dirinya ke sisi kanan Seiya.
“Wawancara bertekanan tinggi ganda !” ia terkekeh.
“Kau sangat mengagumkan, Kanie-san,” semburnya.
“Sungguh cerdas !” gadis pertama menimpali lagi.
Apa yang sedang terjadi ? Isuzu bertanya-tanya. Aku ingin mereka semua mati. Aku ingin pulang.
Seiya, di sisi lain, hanya tertawa terbahak-bahak, lalu memerintahkan Isuzu untuk memanggil pelamar berikutnya.
Pelamar berikutnya adalah seorang gadis sekolah dasar. Dia memiliki rambut hitam panjang serta kaki dan lengan yang ramping. Terlepas dari penampilannya yang kerubian, bagaimanapun, matanya bersinar dengan kecerdasan.
“Posisi yang kuinginkan adalah menjadi sekretarismu,” ucapnya, memandang rendah Seiya dan yang lainnya dengan tatapan yang agak sadis.
“Aku bisa merevitalisasi taman ini dengan cara yang tidak bisa kalian impikan. Mengerti ? Jadi pekerjakan aku sekarang.”
“Ya, kau diterima !” ia memberitahunya.
“Sekarang, duduklah di pangkuanku !”
“Kalau aku harus… tapi hanya kali ini.” Dia, juga, mengitari meja untuk duduk di pangkuan Seiya.
“Aku suka berat bagian bawahmu itu !” ia melirik.
“Wawancara bertekanan tinggi rangkap tiga!”
“Kau sangat mengagumkan, Kanie-san !” gadis kedua memberitahunya.
“Sungguh cerdas !” tambah yang pertama.
“Sungguh… bodohnya dirimu…” caci gadis baru itu.
[1] sistem tiga shift = shift kerja dibagi menjadi 8 jam per hari, dengan pergantian orang di tiap shift
[2] Trader Chaos= online shop yang menjual game di Jepang (trader-chaos.jp)
Seiya tertawa terbahak-bahak berdampingan dengan para sekretaris barunya. Isuzu mencoba mengucapkan sesuatu tentang situasi aneh ini, tapi suaranya masih tidak mau keluar. Sementara mulutnya masih mengirap dengan sia-sia, Seiya dan ketiga gadis berbalik menatapnya dengan dingin.
“Oh, Sento. Kau masih di sini ?” tanyanya.
“Seperti yang kaulihat, pelayananmu tidak lagi dibutuhkan. Tolong segera pergi. Jadilah pelayan untuk putrimu itu, Latifah—seperti dirimu yang seorang figuran tanpa karakteristik.”
Ini tak tertahankan, Isuzu menggerutu.
Beraninya kau—
Suara tembakan yang menembus langit-langit membuatnya membuka matanya. Di tangannya ada musket gading dengan garis hiasan emas. Di atasnya ada lubang peluru hitam di langit-langit.
Dia berada di kamar tidurnya di asrama karyawan taman. Dia menyipitkan matanya pada plester yang ambruk menimpanya.
Ahh, sebuah mimpi. Tentu saja…
Ketiga pelamar sekretaris cantik itu palsu. Mereka adalah simbol dari hal-hal yang tidak dirinya miliki—dari hal-hal yang tidak akan pernah dia miliki, tidak peduli bagaimanapun perjuangannya.
Gambaran bahwa ia akan menyanjung mereka seperti itu juga murni fiksi. Dia tidak pernah melihatnya bertingkah seperti itu, dan dia tahu betul bahwa ia bukanlah pria yang seperti itu. Dan lagi—
“Mm…” Dia terduduk di atas kasur dan menjauhkan musket-nya.
Senapan magis Steinberger, diturunkan dari generasi ke generasi keluarganya, adalah senjata magis yang sudah melebur dengan tubuh dan pikirannya. Senapa itu bisa ditarik keluar atau disimpan di kulit mana pun yang terbuka di tubuhnya. Karena pahanya adalah area terbesarnya, mengambilnya dari sana adalah yang paling efisien, bahkan jika itu artinya terlihat seperti dia menariknya dari roknya.
Tetap saja, dia belum pernah menembakkan senapannya saat tidur sebelumnya, dan bahkan itu terasa lebih menyebalkan lagi ketika tahu dia menembakkannya dengan marah karena sebuah mimpi yang konyol.
Saat itu pukul 6:00 pagi lebih sedikit. Dia merasa terlalu waspada untuk kembali tidur, untuk suatu alasan, jadi dia memutuskan untuk berhenti berusaha. Sebagai gantinya, dia bangun dari tempat tidur dan mandi.
Jika Isuzu tidak mandi tiga kali sehari, dia akan mulai merasa seperti dirinya akan mati. Dia tidak melebih-lebihkan ketika dia mengatakan itu pada Seiya—dia benar-benar mulai merasa akan mati. Tentu saja, dia tidak akan benar-benar mati…
Dia menanggalkan pakaian dalamnya dan membenamkan tubuh telanjangnya di semburan air panas.
Air mengalir di kulitnya yang memerah dan terjatuh darinya dalam bentuk tetesan. Saat dia menatap riak yang dibentuk oleh tetesan-tetesan di bawah bak mandi, dia berpikir sendiri :
Aku penasaran dari mana datangnya mimpi itu…
Jawabannya meliuk di belakang pikirannya.
Mimpi semacam ini biasanya adalah cerminan dari kegelisahanmu, katanya.
Apa yang kucemaskan, kekuranganku sendiri ?
dia bertanya-tanya. Mungkin saja.
Aku diutus ke taman ini tahun lalu untuk membalikkan keadaan, namun aku sama sekali tidak mencapai apa pun dalam waktu yang kumiliki. Aku bertingkah seperti seorang prajurit angkuh, yang mana tidak menghasilkan apa pun selain membuat para pemeran membenciku. Pada akhirnya, Kanie Seiya-lah, manusia yang terpilih oleh ramalan, yang menyelamatkan taman… dan sementara aku senang karena itu, itu memang berbalik padaku dengan buruk.
Meski, dia sendiri tidak keberatan dengan hal itu…
Aku sepenuhnya siap untuk dibebastugaskan dan dipanggil kembali ke Maple Land. Lagi pula, aku sudah terbukti tidak mencukupi untuk tugas itu.
Meringkuk di bak mandi dan bermandikan air panas dari kepala shower, Isuzu lanjut berpikir.
Kurasa perasaan kekuranganku tidak akan cukup untuk mewujudkan mimpi seperti itu… Mungkinkah aku iri pada Kanie Seiya, kalau begitu ? Terlepas dari bagaimana ia melakukannya, hanya dalam dua minggu ia mendatangkan sejumlah tamu yang dulu kami pikir mustahil. Apa aku iri dengan kemampuannya ?
Tidak, itu juga tidak benar…
Sejujurnya, hal utama yang dia rasakan pada kemampuan Kanie Seiya adalah rasa kagum. Jika saja dia tidak terlalu nyaman dengan dirinya sendiri, dia mungkin sudah menariknya ke pelukannya dan berterima kasih sedalam-dalamnya padanya, dengan air mata mengalir dari matanya.
Tapi dia belum melakukannya. Dia tidak bisa.
Kenapa ?
dia merenungkannya.
Kalau aku tidak iri…
Maka pastilah—
Tidak, tidak, tidak…
Dia menyingkirkan jawaban yang mucul dengan sendirinya, sedikit menggelengkan kepalanya, lalu mematikan shower.
Aku pasti sudah gila, kata Isuzu dalam hati. Aku tidak mungkin punya perasaan seperti itu. Itu tidak mungkin.
Untuk satu hal, ia akan menertawakanku. Semua orang di taman akan menertawakanku,
ulangnya dalam hati, sembari mengeringkan diri dengan handuk bersih.
Lalu, seperti yang biasa dilakukannya, dia memakai stokingnya lebih dulu. Pakaian dalamnya dipakai setelah itu. Ini hanya caranya melakukannya sejak dia kecil; tidak ada alasan khusus untuk itu.
Itu mengingatkannya akan insiden di apartemen Seiya. Dia keluar dari kamar mandi dan berpakaian seperti yang dilakukannya saat ini, ketika ia kebetulan masuk ke ruang ganti.
Pada saat itu, dia menerapkan apa yang dia yakini dikenal di dunia manusia sebagai “poker face.” Apa lagi yang bisa dilakukannya ?
Isuzu berpura-pura sangat tenang, tapi tentu saja, dia tidak. Dia hanya memiliki kepribadian yang memungkinkannya untuk tampil lebih berkepala dingin semakin genting keadaan darurat yang dialaminya. Bahkan jika bom meledak di dekatnya, dia akan selalu menjadi gambaran sempurna dari ketenangan.
Setelah mengenakan pakaian dalamnya dan menggunakan pengering pada rambut berkilaunya, dia menyikat gigi, dan kemudian mengintip ke cermin. Dia mencoba tersenyum, lalu mencoba menangis.
Ada gerakan kecil di sekitar sudut mata dan mulutnya, tapi secara umum, wajahnya mempertahankan ketidakpeduliannya yang biasa. Isuzu selalu mengalami kesulitan dalam berekspresi, meski hanya sedikit emosi.
Dia memakai lip gloss-nya yang kurang lebih wajib, lalu mencoba mengerutkan bibirnya; kali ini berhasil. Ada sesuatu yang agak seksi tentang itu.
Isuzu mencoba melakukannya lagi, mengerahkan semua usahanya, tapi kali ini dia gagal. Bibirnya hanya berputar dengan canggung, lalu berakhir dengan cemberut.
Makanan yang disajikan di kafetaria karyawan AmaBuri, AM, sangat buruk.
Tidak ada yang tahu kenapa kafetaria dikenal sebagai AM. Kafetaria menawarkan tiga hidangan spesial—yang belum berubah sekali pun selama tiga tahun dia di sana—seperti gyudon berbau busuk, spaghetti napolitan kering, dan kari ayam.
Kari ayam adalah yang terburuk dari semuanya. Penuh dengan wortel dan bawang keras; ayamnya tidak dimasak hingga matang; dan, mungkin karena mereka memakai bubuk kari murah, baunya menjadi aneh dan apek.
Sejujurnya sulit untuk membuat kari yang rasanya tidak enak, namun seolah-olah melewati semacam keajaiban, AM telah sampai pada kari mengerikan ini. Isuzu terkadang ingin tahu jika menjualnya di atas panggung dan mengiklankannya sebagai “Amagi Brilliant Park menyajikan kari terburuk di dunia” mungkin akan menarik.
Pagi itu, sebagai hukuman karena mengizinkan dirinya sendiri bermimpi sekonyol itu dan kehilangan kendalinya, Isuzu membeli tiket untuk kari ayam itu. (Setidaknya, itulah yang dia katakan pada dirinya sendiri—faktanya, harga 240 yen yang rendah mungkin akan lebih berpengaruh.)
“Wow, seseorang sungguh membeli kari, ron.”
Saat dia mengambil kembalian 260 yen dari mesin tiket, Isuzu mendengar suara dari belakangnya.
Dia adalah Peri Musik, Macaron.
Dia adalah maskot domba putih, lembut, dan menggemaskan yang tingginya 2.5 kepala. Dia adalah anggota pemeran lama, dan ia menjalankan Teater Musik Macaron, sebuah atraksi di area Bukit Penyihir AmaBuri.
“Selamat pagi, Macaron,” dia menyapanya.
“Pagi, ron. Isuzu-chan, Aku harus bertanya… apa kau sungguh akan memakan karinya di sini, ron ?”
“…Ini murah,” balasnya.
“Juga ada alasan filosofis di baliknya.”
“Be… Begitu. Tapi hati-hati, ron. Wanipii memakannya sekali dan ia meletus… dari kedua ujungnya, kalau kau tahu apa maksudku. Ia akhirnya menghabiskan beberapa hari di Rumah Sakit Amagi, mendapatkan kembali cairannya lewat IV[1].”
Isuzu bertanya-tanya :
Kalau benar-benar seburuk itu, kenapa rumah sakit tidak mencoba untuk mencari tahu sumbernya ?
Tapi bukannya menanggapi, dia hanya berjalan menjauhi mesin tiket.
Dia menukarkan tiketnya untuk kari yang disebutkan, menaruhnya di atas nampan, dan kemudian pergi untuk duduk. Saat itu pagi hari, jadi hampir semua kursi sudah ditempati, kebanyakan oleh anggota pemeran yang tinggal di asrama taman.
Isuzu tinggal di asrama perempuan, jadi dia makan di sini dua kali sehari, pagi dan sore hari. Macaron pasti tinggal di asrama laki-laki juga, kalau begitu, dia menyadari. Meski rekan sebangsanya yang biasa, seperti Moffle dan Tiramii, cenderung menyewa apartemen murah di luar taman.
Semua orang di taman memiliki situasinya masing-masing, bagaimanapun. Dia tidak melihat adanya alasan untuk mencampuri urusan pribadinya.
“Boleh aku duduk di sini, ron ?” Macaron berjalan ke kursi di depan Isuzu. Itu tampak wajar, mengingat kurangnya kursi di sekitar mereka, jadi dia mengangguk.
Macaron memilih ikan bakar spesial, yang adalah salah satu pilihan yang lebih bisa dimakan yang ditawarkan oleh kafetaria. Jika bukan karena mimpi konyol itu pagi ini, dia mungkin juga akan memilih ikan. Meskipun harga 480 yen-nya, melawan kari 240 yen, adalah inspirasi lebih lanjut baginya untuk memilih yang terakhir.
Menyedihkan, pikirnya.
Bagi seorang anggota pengawal kerajaan elit dari Alam Magis Maple Land untuk memilih antara kari 240 yen dan ikan 480 yen dengan serius…
“Ini adalah pertama kalinya kita bicara saat sarapan, ron,” ucap Macaron.
“Begitu,” ucap Isuzu.
“Kau selalu makan sendirian. Kau punya aura tidak mudah didekati yang nyata, ron.”
“Ah.”
“Yah, itu cukup masuk akal, mengingat posisimu, ron.”
“Kau mungkin benar,” Isuzu setuju.
Tahun lalu, posisi Isuzu di AmaBuri adalah sesuatu yang mendekati manajer pelaksana. Sebelum itu, dia adalah seorang prajurit di pengawal kerajaan Maple Land. Sedikit banyak, dia seperti tipikal birokrat muda elit yang dikeluarkan dari kantor pusat dan dikirim ke pos terpencil. Dia belum diterima di sini, dan sulit untuk mendapatkan hasil.
Persahabatan di antara staf AmaBuri ternyata sangat kuat, mengingat betapa buruknya taman itu sendiri, namun Isuzu tetap terisolasi di atara mereka.
“Apa aku mengganggumu ? Maaf kalau iya, ron.”
Tanggapan Isuzu tetap acuh tak acuh, jadi Macaron berhenti mencoba terlibat dan kembali makan, memakan filet amberjack-nya dan menyeruput sup miso-nya.
Isuzu tidak berusaha bersikap dingin padanya; dia hanya tidak pernah yakin bagaimana menanggapi komentar seperti miliknya, atau bagaimana cara memperkaya percakapan. Juga seperti itu di pengawal Maple Land.
Dia tidak berusaha untuk mengusir orang lain, tapi itu tampaknya selalu menjadi hasil akhirnya, bagaimanapun juga. Wanita yang dingin, kaku, dan pendominasi yang akan dengan senang hati menggunakan kekerasan pada yang lain untuk mendapat apa yang diinginkannya—begitulah tampaknya bagaimana setiap orang melihatnya, dan orang-orang di sini tidak ada bedanya.
Dia selalu berharap dirinya bisa menangani semuanya sedikit lebih baik, tapi keadaan sepertinya tidak pernah membaik.
Dalam diam, dia membawa sesendok kari ke mulutnya. Seperti yang diharapkan, itu kurang matang, ada sisa rasa, dan mengerikan dari semua sisi.
“Isuzu-chan,” ucap Macaron.
“Kalau itu menjijikkan, kau harus mengatakannya, ron. Kejujuran itu baik untuk jiwa.”
Dia seharusnya mengakuinya, tapi sebaliknya, dengan ekspresinya yang terkunci pada ketidakacuhan, dia hanya berbisik :
“Mungkin.”
“Kau melakukannya lagi, ron.” Macaron mengembik rendah dan dalam.
“Aku dulu berpikir kau tidak ramah karena kau adalah manajer pelaksana kami… apa itu gangguan komunikasi ? Apa kau punya gangguan komunikasi, ron ?”
Dia dikejutkan oleh pertanyaannya yang bersifat pribadi. Sebelum dia bisa membalas, bagaimanapun, ia menusukkan kukunya ke depan untuk menghentikannya.
“Sudah kuduga kau adalah tipe yang berpikir terlalu keras hingga akhirnya kau lupa bicara, ron. Kau sungguh harus memperbaiki itu, ron.”
“……” Isuzu bingung apakah harus memberitahunya untuk mengurus urusannya sendiri atau tidak; sarannya cukup masuk akal, tapi itu bukanlah hal pertama yang ingin didengarnya di pagi hari.
Dia dan Macaron juga tidak terlalu dekat. Di sisi lain, dia merenung, mungkin ia hanya mencoba untuk mencari perhatian ? Tidak bijaksana menolak kebaikannya dan menguras hubungan kerjanya lebih jauh. Dipikir-pikir lagi, jika dia membiarkan ini sekarang, bukankah itu hanya akan memberinya izin untuk menganggap Isuzu lebih dari itu ?
Karena tidak ada respons yang lebih baik, dia akhirnya hanya berkata :
“Kurasa begitu.”
Macaron tampak jelas kecewa dengan reaksi acuh tak acuh lainnya.
“Itu tidak baik, ron. Aku hanya mengatakan ini karena aku mengkhawatirkanmu. …Hei, itu Kanie-kun.”
“……?” Terdorong oleh kata-katanya, Isuzu memandang ke arah pintu kafetaria. Tidak ada siapa pun di sana; itu hanya seorang anggota pemeran tak dikenal yang sedang berjalan keluar.
Dia kembali ke Macaron. Untuk suatu alasan, ia duduk sangat tegak, melihat ke kejauhan, bersiul polos.
“Salahku, ron.”
“…Begitu.” Meski meragukan tingkah anehnya, dia membawa sesendok kari menjijikkan lainnya ke mulutnya. Giginya mengunyah sesuatu yang keras, tapi mengasumsikan itu adalah nasi kering, dia memutuskan untuk menelannya. Dia melanjutkannya dengan minum air, lalu melanjutkan siksaannya di bawah pengamatan cermat Macaron.
Apa yang tidak bisa dilihatnya adalah, di bawah meja, Macaron mengepalkan kukunya dengan penuh kemenangan saat ia mengucapkan “ya !” dengan sangat pelan.
Hari itu hari kerja, jadi pemberhentian Isuzu yang berikutnya adalah SMA Amagi, di kota. Dia awalnya dipindahkan ke sekolah itu untuk merekrut Kanie Seiya, jadi kiranya, tugasnya sudah selesai. Tapi wanita itu, Latifah Fleuranza, manajer AmaBuri, mengatakan ini padanya :
“Kanie Seiya-sama adalah penyelamat kita. Adalah tugas kita untuk memastikan bahwa ia tak menginginkan apa pun, bahkan dalam pendidikannya. Mulai saat ini, kau harus tetap di sisinya untuk sepanjang harimu.”
Latifah kehilangan ingatannya di akhir tahun sekolah, jadi dia secara pribadi tidak mungkin tahu tentang perjuangan yang Seiya lalui di bulan Maret. Tapi ketika putri kerajaan Maple Land menyuruhnya melakukan sesuatu, Isuzu nyaris tidak bisa menolak. Dengan demikian, dia dengan enggan melanjutkan kehadirannya di SMA Amagi, kali ini sebagai siswi tahun kedua.
Keanehan pertama dimulai ketika seorang gadis dari kelasnya menyapanya di lorong: “Pagi, Sento-san. Kau kelihatan cukup murung.”
Isuzu sudah berbicara dengan orang ini beberapa kali sejak semester baru dimulai. Dia sedikit berkarakter pemimpin di antara para gadis, dan bahkan mengawasi siswa yang tidak terlalu cocok. Dia menyapa Isuzu adalah sambungan dari peran itu.
Biasanya, Isuzu hanya akan berkata “Kurasa tidak,” dan mengakhiri percakapanya. Tapi pagi ini, balasannya datang dengan segera :
“Ya, aku murung. Aku bermimpi buruk, aku memakan kari yang mengerikan, dan aku harus menahan saran dari rekan kerja yang tidak kuminta. Tidak ada yang berjalan baik dalam kerja, semua pemeran malas, dan aku tidak bisa berhenti cemas jika kami tidak akan mencapai kuota kedatangan kami tahun ini.” Dia sampai sejauh itu, kemudian menutup paksa mulutnya.
Gadis itu menatap tak percaya pada logorrhea[2] Isuzu yang tiba-tiba dan tidak disengaja. “Oh… begitu. Kedengarannya berat.”
“Memang berat. Penggantiku, Kanie-kun, adalah orang yang cemerlang entah baik atau buruk hasilnya. Aku tidak iri dengan kemampuannya, tentu saja, tapi aku dalam posisi di mana aku seharusnya mendukungnya, dan aku tidak yakin aku melakukan apa yang diharapkan dariku. Aku juga tidak punya kepercayaan pada diriku sendiri. Jadi—” Isuzu menjepitkan tangannya di mulutnya untuk menghentikan paksa aliran kata-kata yang tumpah.
Apa yang kukatakan ? dia terheran-heran.
Mengoceh tentang masalah kerjaku pada seseorang yang nyaris tidak kukenal… Aku belum pernah melakukan hal semacam ini sebelumnya.
“Um, aku tidak terlalu tahu apa yang kaubicarakan, tapi…”
“Kau adalah manusia, tentu saja, jadi ini bukan urusanmu. Tolong, lupakan semua yang kukatakan. Kalau tidak, aku harus menggunakan senapan Steinberger magisku untuk—mmph !” Isuzu meraih rahangnya yang tak terkendali dengan kedua tangan dan menahannya paksa agar tertutup.
“U-Um ? Sento-san ?” gadis itu memberanikan diri.
“Mm… ah. Maaf,” Isuzu berhasil menahannya paksa, kemudian melakukan putaran balik dan melarikan diri.
“Ngomong-ngomong, Macaron,” ucap Tiramii, saat mereka beristirahat dari latihan menari pagi.
“Bagaimana dengan kacang kebenaran yang kuberikan padamu, mii ?”
Mereka berada di belakang panggung di Gedung No. 2. Ini adalah struktur tiga babak[3] yang biasa digunakan untuk parade dan latihan tari pertunjukan. Ruangan tempat mereka berlatih saat ini kira-kira seukuran sebuah ruang kelas sekolah, serta mempunyai satu dinding yang ditutupi banyak cermin.
Tiramii dan Macaron beristirahat sejenak, sementara Moffle memberikan tips pertunjukan pada para penari latar pria dan wanita yang mereka sewa dari perusahaan teater lokal.
“Satu, dua ! Satu, dua ! Oke, sekarang berputar, fumo !” Moffle menepukkan tangan hewannya sembari membentakkan petunjuk pada para penari.
“Satu, dua ! Satu, dua ! Kau, di sana ! Kau terlambat lagi ! Kenapa kau selalu terlambat ? Kau akan mengecewakan para penonton, fumo !”
Tidak cukup orang dan tidak cukup pendanaan. Sebagai akibat dari masalah ini, Moffle telah melakukan tugas ganda sebagai koreografer AmaBuri dan produser panggung untuk sementara ini. Itu adalah jenis situasi yang biasanya akan menjadi sebab dari kecelakaan cepat dan kebakaran, tapi Moffle secara mengejutkan telah membuktikan dirinya mampu dalam pekerjaan khusus ini.
“Mengerti, fumo ?! Saat satu tiba, kalian harus sudah bersiap untuk dua. Ayo kita lakukan dengan perlahan. Satu… sekarang, dua… Kalian mengerti sekarang ? Ayo kita coba sekali lagi, fumo. Berbalik… oke, satu ! Sekarang di tanah… sekarang, dua !”
Para penari bergerak dengan canggung, tapi serentak.
“Ya, ya, ya ! Jauh lebih baik, fumo ! Sekarang, ayo kita percepat, sedikit demi sedikit. Oke, satu, dua… Ya, oke ! Satu, dua ! …Ya, hebat, fumo !”
Melihat Moffle dan para penari berlatih dari jauh, Tiramii dan Macaron terkekeh.
“Apa Moffle sudah… berubah, mii ?”
“Yah… ia tampaknya memang sedikit lebih baik dalam pengajarannya daripada sebelumnya, ron.”
Di masa lalu, ia jauh kurang ramah.
“Kenapa kau tidak bisa melakukannya dengan benar, fumo ?! Kalian semua membosankan, fumo !” ia akan berteriak, melimpahkan caci maki pada para penari yang disewa dan membunuh suasana seluruh teater.
Tapi sekarang hidup taman sudah diperpanjang setahun lagi, ia mungkin bisa santai dan mampu menjadi lebih baik pada para penari.
“Bagaimanapun, kembali ke topik pembicaraan, mii. Macaron, apa yang kaulakukan pada kacang kebenarannya, mii ?” tanya Tiramii lagi.
Macaron mengembik dalam, menatap ke kejauhan.
“Ahh, kacang kebenaran ? Aku mencoba satu pagi ini, ron.”
“Oh-ho…” Tiramii terkekeh.
“Aku takut mencobanya sendiri,” Macaron mengaku,
“jadi kuselipkan satu ke kari Isuzu-chan.”
“Betapa jahatnya dirimu, mii.” Tiramii tersenyum lebar. Ia tahu betul apa efeknya.
Kacang kebenaran adalah jenis kacang magis yang misterius yang tumbuh di pegunungan di belakang rumah masa kecil Tiramii. Kacang-kacangan itu menyebabkan siapa pun yang memakannya segera menjawab pertanyaan apa pun dengan kebenaran yang lengkap dan tidak ditutup-tutupi. Berapa lama efeknya berlangsung akan bervariasi tergantung individu, tapi kisarannya adalah dari beberapa jam hingga setengah hari. Kebetulan, kacang-kacangan itu memiliki rasa yang sangat istimewa, dan bisa menjadi lezat ketika direbus dengan ayam, bawang, gula, dan kecap (meski tidak dianjurkan untuk memakan hidangan ini dengan orang yang tidak akrab denganmu).
“Tidak perlu cemas, ron. Kacang-kacangan kebenaran legal.”
“…Macaron. Aku memberimu kacang-kacang itu agar kau bisa mendengar bagaimana perasaan mantan istri dan putrimu yang sesungguhnya padamu, mii. Aku tidak memberinya padamu untuk memainkan lelucon kejam pada Isuzu-chan, mii.”
“Aku tahu ! Aku hanya mau menguji keefektifannya, ron. Sayangnya, Isuzu-chan malah akhirnya pergi ke sekolah…”
“Sayang sekali, mii. Aku akan bertanya berapa kali dia jasterboot dalam seminggu.”
“Jasterboot” adalah istilah Maple Land untuk suatu tindakan tertentu. Kami tidak akan memberikan penjelasan terperinci di sini, tapi itu bukanlah sesuatu yang akan kau diskusikan di perusahaan yang beradab. Itu terkait dengan hinaan tertentu Maple Land—“pergi puff dirimu sendiri!”—tapi kami juga akan meninggalkan rincian apa tepatnya artinya.
“Kalau kau menanyainya itu, dia pasti akan membunuhmu nanti, ron.”
“Tidak perlu cemas,” datang sebuah suara.
“Aku akan membunuh kalian sekarang juga.”
Mereka berbalik untuk melihat Isuzu berdiri di sana. Dia mengenakan seragam SMA Amagi-nya, dengan musket-nya yang biasa di tangan. Ekspresinya tampak kosong, pada awalnya, tapi matanya menyala terang dengan amarah.
“Ohh…” keduanya meratap.
Dia mulai menembak. Keduanya diserang, lagi dan lagi, dengan rasa sakit empat kali lipat lebih buruk dari menyandungkan jari kelingkingmu ke meja rias.
Kanie Seiya tidak pergi ke sekolah hari itu, jadi ia berada di kantornya di AmaBuri sejak pagi itu.
Ia mengadakan pertemuan yang mengecewakan dengan Ashe, kepala departemen akuntansi. Ia telah mendengar laporan terus terang mengenai keuangan mereka yang mengering (dan juga menyebabkan putus asa) dan sekarang ia dengan sabar terlibat dalam diskusi dengannya tentang bagaimana menyeimbangkan rekening mulai saat ini.
“Singkatnya… Pak,” ucap Ashe.
Selain telinga runcing, tanduk, kulit cokelat, dan sedikit sifat kejam, dia terlihat seperti gadis biasa berumur dua puluhan, dengan banyak lekuk tubuh yang tertahan kaku di tempatnya di balik setelan yang agak biasa. Seiya sudah mendengar bahwa dia datang dari alam magis selain Maple Land, tapi hanya itu yang ia ketahui tentangnya—itu, dan fakta bahwa ia dia nyaris membunuh Tiramii setelah ia melecehkannya secara seksual (dalam suatu insiden yang bahkan meyakinkan maskot yang tidak bisa diperbaiki itu untuk akhirnya diberhentikan).
Ia juga tahu bahwa dia sudah bertanggung jawab atas rekening AmaBuri selama bertahun-tahun. Fakta bahwa tempat itu tetap bertahan selama ini membuatnya jelas bahwa dia adalah salah satu pahlawan rahasia taman.
“Kampanye 30 yen bulan lalu adalah gebrakan yang buruk,” dia melanjutkan.
“Kita berhasil melewati masalah kedatangan, tapi anggaran kita dalam kondisi buruk. Jika tidak ada perubahan, kita akan mulai mengalami masalah dengan arus kas kita.”
“Yah… itu sudah jelas,” Seiya bergumam dengan suram.
“Kita berada di ambang cek kosong,” dia mengakui.
“Satu-satunya jalan untuk bertahan adalah membebaskan dana dengan PHK besar-besaran.”
“Tidak mungkin,” Seiya mendesah.
“Kita sudah kekurangan tenaga. Bisakah kita meminta jaminan pada Bank Maple ?”
Bank Maple adalah bank dari alam magis Maple Land. Itu adalah salah satu organisasi yang berkepentingan untuk menjaga taman tetap buka—cukup alami, karena kelangsungan hidup putri mereka, Latifah, bergantung pada kelangsungan hidup taman…
“Tidak, mereka tidak bisa,” Ashe mendesah.
“Kenapa tidak ?”
“Efek dari strategi pelonggaran kuantitatif Jepang, secara politis memotivasi reformasi personil di pengadilan Maple Land, kebijakan baru Federal Reserve Amerika mengawasi bank-bank alam magis dengan keras… ini cukup rumit, haruskah aku melanjutkan ?”
“Tidak, kau akan membuat para pembaca bosan.”
“Baiklah. Intinya adalah, kita tidak bisa meminta pada bank.”
“Oke.” Seiya mengambil kata-katanya.
“Bagaimanapun, cobalah untuk membantu kami melewati bulan ini, setidaknya. Aku mempersiapkan metode terakhir untuk mengumpulkan dana.”
“Apa kau akan merampok bank kali ini ?” tanyanya.
Seiya menatap Ashe dengan tajam karena itu. Dia adalah orang yang cerdas, ia menyadari. Dia pasti sudah tahu apa penyebab kebakaran di Stadion Kajinomoto bulan lalu; fakta bahwa dia mengatakan “kali ini” adalah buktinya.
“Aku tidak bermaksud mengkritik,” ucapnya, seolah dia memilah kata-katanya dengan hati-hati.
“Aku ingin menjaga taman ini tetap beroperasi sebanyak dirimu. Tapi aku tidak ingin kau melakukan sesuatu yang terlalu gegabah.”
“…Kuhargai kepekaanmu,” ucap Seiya pada akhirnya,
“tapi aku tidak bisa menjanjikan apa pun. Walaupun perampokan bank bukanlah pilihan, setidaknya.”
“Aku senang mendengarnya,” Ashe memberitahunya.
Saat itu juga, telepon di mejanya berdering. Seiya mengangkatnya; itu adalah kepala keamanan mereka, Okuro.
“Ada apa?” Seiya bertanya.
“Oh, Kanie-san,” ucap Okuro.
“Em, sebenarnya, yah… baru saja di Gedung No. 2, Sento-san, Macaron-san, dan Tiramii-san bertengkar hebat…”
“Mereka bertiga ?”
“Yah, itu lebih seperti Macaron dan Tiramii berlari ketakutan ketika Sento-san mencoba membunuh mereka,” Okuro mengaku.
“Apa kau pikir kau bisa menghentikannya ?”
Seiya berlari ke Gedung No. 2, tapi kekacauan sudah selesai pada saat ia sampai.
Macaron dan Tiramii sudah mati.
Yah, mereka tidak benar-benar mati, tapi mereka tampak cukup dekat dengan kematian : Macaron tidak bergerak, retakan radial muncul dari tempat di mana kepalanya menembus cermin. Tiramii terbaring tengkurap di tanah, setelah menulis “pembunuhnya adalah monster berpayudara” dengan darah di lantai di sebelahnya.
Isuzu berdiri di tengah area latihan, bahunya naik-turun, dan bernapas dengan kasar. Para penari yang disewa meringkuk di sudut ruangan, gemetaran.
“…Kupikir kau berlatih untuk parade,” ucap Seiya menuduh.
“Di mana Moffle?”
“Aku tidak tahu pasti. Aku diberitahu ia melihat keributannya dan mencoba menghentikannya, tapi… ah, aku melihatnya. Di sana,” ucap kepala keamanan Okuro, saat ia melirik ke luar jendela yang rusak. Moffle menggantung dari dahan salah satu pohon ceri di luar, dan tampaknya tak sadarkan diri.
[1] IV= Intravenous therapy, terapi yang menghantarkan cairan langsung ke vena (Wikipedia)
**Mulai dari sini sampai seterusnya, kantin taman → kafetaria taman
[2] logorrhea= gangguan komunikasi yang menyebabkan kepanjang-lebaran perkataan dan pengulangan (Wikipedia)
[3] struktur tiga babak= pembagian cerita ke dalam tiga bagian utama: Awal (Setup/Babak I), Tengah (Confrontation/Babak II), dan Akhir (Resolution/Babak III)
“…… Jadi, apa yang terjadi di sini ?” tanya Seiya, tahu betul bahwa mereka bertiga pasti menggoda Isuzu lagi.
“Pembalasan…” datang balasan cepat Isuzu.
“Mereka memberiku kacang kebenaran, dan mereka berencana untuk menanyaiku pertanyaan vulgar…”
“Pertanyaan vulgar ?” ia bertanya.
“Seperti berapa kali dalam seminggu aku jaster—hmmmmmmmgh !!” Isuzu menutup mulutnya dan mencubit hidungnya. Dia tampak seperti sedang mencoba meletupkan telinganya.
“Sento… ?” Seiya tampak khawatir.
“A-Aku baik-baik saja…” dia menghela napas.
“Aku pergi ke sekolah hari ini. Meski tampaknya tidak ada gunanya berangkat tanpa dirimu, aku memutuskan bahwa aku setidaknya harus mendapatkan beberapa hari kehadiran. Dan aku merasa canggung melihatmu setelah mimpi aneh yang ku—hmmmmmmmgh !”
“……? Oke, terserahlah. Aku senang kekacauan ini tetap di belakang panggung,” Seiya memberitahunya.
“Akan jadi bencana jika para tamu melihatnya. Sekarang, bangunkan para idiot itu, lalu pergi ke gedung administrasi. Wawancara dimulai pukul 1:00 siang.”
“W-Wawancara ?!” Isuzu menjadi sangat kaku, matanya melebar.
“Apa, kau punya masalah dengan itu ?”
“Ya, aku punya masalah dengan itu,” Isuzu berkata tanpa berpikir.
“Aku meluapkan semua yang ada di pikiranku, saat ini. Aku tidak tahu apa yang mungkin kukatakan selama wawancara. Aku mungkin mengungkapkan masalah keuangan taman, atau kondisi kerjanya yang mengerikan, atau sejumlah hal lain yang akan mencegah para pelamar untuk mendaftar. Dan kemudian ada perasaan aneh yang tampaknya timbul untuk—hmmmmmmgh !” Suaranya mengecil menjadi sebuah erangan aneh saat dia menutup rapat hidung dan mulutnya lagi dengan seluruh tenaganya.
“…Apa kau baik-baik saja ?” tanya Seiya, setelah beberapa saat.
“Tidak, aku tidak baik-baik saja,” Isuzu berhasil berkata.
“Aku butuh cuti sakit. Aku perlu pulang dan tidur. Aku akan berakhir menyebabkan masalah bagimu jika tidak. Bukan sebagai manusia yang dipilih oleh ramalan, tapi sebagai seseorang yang ku—hmmmmmmgh !”
“Ada apa dengan ‘hmmgh’ yang terus kaulakukan itu ?” ia ingin tahu.
“Kuberitahu padamu, kacang kebenaran—hmmmmgh !!”
Ini omong kosong, pikir Seiya. Menyimpulkan itu pasti suatu bentuk alergi serbuk bunga, ia berbalik, lalu mulai berjalan menjauh.
“Aku tidak akan memberimu cuti sakit untuk sebuah amukan kecil di belakang panggung. Jangan terlambat, oke ?”
“Tapi kau harus membiarkanku pulang—” Isuzu memprotes.
“Tidak,” ucapnya tegas.
“Lagi pula, kaulah yang menyaring para pelamar. Kami tidak bisa melakukan wawancara tanpamu.”
“Tapi—”
“Cukup ! Kau harus ada di sana ! Kalau kau mencoba melarikan diri, kau dipecat !” ia menggerutu.
“Dipecat !” Seiya berjalan cepat keluar pintu.
Bahkan selama istirahat singkat seperti ini, Seiya terus memantau keadaan taman : Minggu lalu, ia mengalihkan saluran dari kamera keamanan untuk ditampilkan di laptop miliknya via LAN. Kru pusat keamanan secara keseluruhan gagap teknologi, jadi Seiya harus menangani pengaturan akses dan semacamnya sendiri. Ia berharap menemukan cara untuk mengakses kamera dari mana saja—seperti, di sekolah dan dari rumah—tapi upayanya terus berakhir dengan kesalahan aneh yang tidak bisa ia perbaiki, dan setelah menyadari ia tidak bisa rmenjamin keamanan di browser smartphone-nya, ia akhirnya menyerah. Seiya berharap ia bisa memiliki satu saja insinyur untuk menangani tugas-tugas mendasar seperti ini, tapi tentu saja, mereka tidak memiliki dana untuk mempekerjakan satu.
Hari itu adalah hari kerja, jadi kamera menampilkan taman yang nyaris sepi. Ini bisa dimengerti, tentu saja—setiap taman hiburan di Jepang menghadapi kemerosotan di masa-masa ini di bulan April—tapi para pemeran juga tampak bermalas-malasan. Ia harus melakukan sesuatu tentang ini segera. Dalam beberapa hari ke depan, jika memungkinkan…
“Kupikir menarik perhatian para orang tua adalah pilihan yang bagus,” Seiya menggumam pada Moffle setelah makan siang selesai. Mereka bertemu satu sama lain di aula di gedung administrasi, dan memulai percakapan.
“Mofu. Yah… Aku tidak bisa bilang kau salah, fumo.”
Walaupun ia tersingkir selama perkelahian sebelumnya, luka-luka Moffle tampaknya hanya sedikit. Ia beristirahat di pusat kesehatan selama tiga puluh menit. Lalu, setelah memakan beberapa camilan kroket (makanan favoritnya), ia bangkit seperti seekor Phoenix dan bergegas menuju gedung administrasi untuk membantu di panel wawancara.
“Memang benar tamu kita akhir-akhir ini hanya orang tua, fumo,” Moffle mengaku dalam bisikan tak senang.
Selama periode ini—tepat setelah semester sekolah baru dimulai tapi sebelum Golden Week dimulai—para siswa dan pekerja sebagian besar terfokus pada penyesuaian dengan jadwal baru mereka. Tidak banyak dari mereka yang bisa keluar bersama teman dan keluarga, khususnya jika itu artinya mengacau keadaan dengan mengambil hari libur untuk bermain-main. Karenanya, pengunjung hari kerja yang paling mungkin untuk waktu-waktu ini adalah orang yang tidak suka mengantre. (Kebetulan, kau bahkan bisa naik atraksi arkeolog pemegang cambuk tertentu dengan menunggu kurang dari lima menit selama periode ini—meski beberapa mengatakan hal ini belum terjadi belakangan ini, jadi berhati-hatilah.)
Karena hal ini, Seiya memutuskan untuk mengincar para orang tua; orang-orang yang paling tidak terkekang oleh belenggu tahun fiskal baru.
Bulan lalu—tepat setelah ia memutuskan untuk tetap menjadi manajer pelaksana, sesudah semua kejadian di bulan Maret—Seiya mulai menekan pelayanan mereka ke pusat lansia dan panti jompo. Ia membagikan kupon, menetapkan pembelian kolektif, dan membuat kios makanan ringan menyiapkan rasa bola nasi ringan, sup miso[1], warabimochi[2] dan houjicha[3].
Hasilnya, AmaBuri mempertahankan angka yang lebih tinggi daripada biasanya selama periode kurang produktif pada bulan April, meski itu tidak mendekati jumlah yang mereka peroleh selama kampanye 30 yen mereka di bulan Maret.
“Orang tua tetaplah tamu,” ucap Seiya dengan tegas.
“Berhenti menggerutu dan bersyukurlah.”
“Aku tahu aku harus bersyukur, fumo,” Moffle mengaku.
“Tapi, hanya saja… sangat sulit untuk bicara dengan mereka.”
“Ya…” Seiya tentu bisa bersimpati pada pernyataannya.
Tahun lalu, selama liburan musim panas, ia sudah melakukan perjalanan seorang diri ke Gunma untuk berkelana. Di halte bus di kota sumber air panas yang tidak jelas, ia terlibat percakapan dengan seorang wanita tua yang benar-benar tak ada hasilnya. Ia berkata
“Aku datang dari Tokyo,” dan dia berkata
“Oh, sungguh pekerjaan yang bagus.” Ia berkata
“Kudengar desa ini akan terendam ketika mereka membangun bendungan,” dan dia berkata, dengan malu-malu,
“Oh, dasar genit…” Mereka hanya berbicara satu sama lain. Kenapa sangat sulit bagi pemuda dan yang tua untuk mencapai pemahaman ?
“Itu wajar kalau hanya masalah komunikasi. Mereka juga banyak mengeluh, fumo. Mereka tersandung sekali di sebuah atraksi, dan berkata ‘Aku nyaris mati; kau akan membayar untuk ini.’ Kami punya beberapa tuntutan hukum yang diajukan karena keseleo ringan, fumo.”
“Hmm…” Seiya merenungkan teka-teki itu.
“Lalu, ada orang tua mesum yang melihat Muse menari-nari dengan kostum miliknya, mengatakan padanya untuk datang dan mulai menggodanya, fumo. Mereka membuang puntung rokok mereka di tanah; mereka memotong antrean. Para orang tua zaman sekarang di luar kendali, fumo.”
“Oh, benarkah?” Seiya tertarik meskipun tidak bermaksud untuk tertarik.
“Saat ini, ada juga orang tua yang sopan di luar sana, fumo. Tapi aku memberitahumu dari pengalaman: orang tua zaman sekarang tidak baik. Terutama para baby boomer[4] itu—”
“Baiklah, sudah cukup. Berhenti sekarang.” Seiya melambaikan tangannya, menghentikan Moffle sebelum ia bisa mengatakan sesuatu yang terlalu kontroversial.
“Baiklah, fumo. …Jadi ? Departemen apa yang kita wawancara untuk hari ini ?”
“Semuanya.”
“Mofu ?”
“Aku memasang iklan dicari di setiap sektor, tapi aku mendapat pelamar lebih sedikit dari yang kuharapkan,” jelas Seiya.
“Jadi meski aku berencana untuk melakukan wawancara selama tiga hari… kita hanya mendapat cukup pelamar untuk diwawancarai selama sehari.”
“Itu mengecewakan, fumo.”
“Ayolah, jangan biarkan hal itu menjatuhkanmu,” ucap Seiya.
“Kita juga akan mempertahankan iklan dicari sampai minggu depan.”
Wawancara akan diadakan di ruang konferensi ketiga di lantai tiga gedung administrasi. Seiya dan Moffle mengambil tempat duduk mereka menghadap jauh dari jendela, kemudian menyebar salinan resume yang Isuzu kirimkan pada mereka. Isuzu masuk beberapa saat kemudian; dia mengenakan jas abu-abu gelap polos dengan rok ketat.
“Kau terlambat, Sento,” ucap Seiya.
“Aku mandi dan mengganti pakaianku. Aku memutuskan bahwa aku harus memakai sesuatu yang kesekretariatan, dan aku menghabiskan sepuluh menit mendebatkan apa itu. Lebih spesifik, aku tidak yakin apakah aku harus memakai celana, atau haruskah aku memamerkan kakiku dengan rok mini yang ketat. Aku memutuskan untuk memilih rok mini; bukan untuk para pelamar, tapi untuk mengundang—hmmmmmgh !!!” Isuzu menutup mulutnya dengan tangan dan tersentak ke depan.
“Mengulangi ‘hmmgh’ itu lagi,” tinjaunya.
“Serius, ada apa denganmu hari ini ?”
“K-Kanie-kun. Apa kau sungguh akan bermain peran karakter tidak peka yang dicint—hmmmmgh !!”
“…? Ah, lupakan. Lakukan saja sesukamu.” Seiya melihat jam tangannya, kemudian menepukkan tangannya.
“Oke, ayo kita mulai. Panggil pelamar pertama.”
Seorang anggota pemeran departemen urusan umum yang menunggu mengangguk dan meninggalkan ruang konferensi.
Seiya, Moffle, dan Isuzu—dua siswa SMA dan satu maskot—adalah orang-orang yang memimpin wawancara. Itu menghasilkan kombinasi juri yang tampak aneh, tapi mereka tidak punya banyak pilihan. Mereka sungguh tokoh taman yang paling utama.
“Itu mengingatkanku…” Seiya membuka percakapan.
“Moffle ?”
“Ya ?” sang maskot membalas.
“Di mana benda Lalapatch milikmu itu ?”
“Ah… aku lupa, fumo.”
“Hei !”
“Aku meninggalkannya di lokerku, fumo. Haruskah aku pergi dan mengambilnya ?”
Amulet Lalapatch adalah item magis misterius yang diberikan kepada para pegawai AmaBuri. Itu adalah sebuah jimat perak yang kira-kira seukuran koin 500 yen, dengan ukiran pinggang ke atas seorang dewi. Saat penduduk alam magis memakainya, orang-orang di sekitar mereka akan melihat mereka sebagai manusia biasa. Meskipun terdengar luar biasa, itu sebenarnya bukanlah artefak yang langka dan sulit dicari; itu adalah barang dasar konsumen, biasa dijual di toserba alam magis. Yang termurah harganya setara dengan 980 yen, tapi ini diproduksi di alam magis Tiongkok (apa pun maksudnya itu) dan memiliki kecenderungan untuk meledak dari waktu ke waktu. Mereka disarankan untuk tidak menggunakannya.
“Kita seharusnya memimpin wawancara,” ucap Seiya jengkel.
“Bagaimana mereka akan menganggap kita serius jika kita adalah dua siswa SMA dan pria aneh berkostum ?”
“Ah, yah, aku tidak akan cemas, fumo. Mereka akan terbiasa.”
“Hmm, kurasa begitu, tapi…”
“Lagi pula, kita tidak punya waktu. Ayo lanjutkan saja, fumo.”
“Kuharap ini akan baik-baik saja…” Seiya khawatir.
Sementara mereka masih berbicara, pintu ruang konferensi terbuka; orang yang masuk adalah seorang mahasiswa dengan aura santai di sekelilingnya.
“Terima kasih atas kesempatannya.” Sang wanita membungkuk santun, lalu duduk di kursi lipat seperti yang diarahkan.
Dia memiliki rambut panjang dan mata yang agak sayu di sudut-sudutnya, Seiya mengamati. Dia mengenakan setelan yang agak tidak pas yang mungkin tidak sering dikenakannya; dia memilih jaket yang satu ukuran terlalu besar untuk menutupi dada besarnya, yang menghasilkan kerutan aneh di sekitar pinggang dan lengannya.
Dia tidak tampak gugup, dan memiliki senyuman ramah yang tenang. Plus dua poin, pikir Seiya.
Dia tampaknya juga tidak terlalu terganggu dengan salah satu pewawancaranya yang adalah sebuah makhluk berkostum boneka. Sama sekali tidak dapat terganggu ? Plus satu poin, ia memutuskan lagi.
Moffle melipat tangannya dan bersandar. Isuzu melihat ke arah lantai untuk suatu alasan dan berkedip dengan cepat, seolah dia sudah menerima kejutan besar. Seiya mendengarnya membisikkan sesuatu seperti
“Apa mimpiku jadi kenyataan ?” tapi ia tidak tahu apa yang dibicarakannya, jadi ia hanya membiarkannya saja.
“Jadi, ah… Adachi Eiko-san,” ucap Seiya, melihat kembali resume miliknya. Tampaknya dirinya yang akan menangani sebagian besar tanya-jawab.
“Terima kasih telah melamar menjadi bagian dari pemeran kami.”
“Oh, tidak sama sekali,” balasnya.
“Akulah yang berterima kasih.”
Setelah basa-basi yang sedikit konyol ini, Seiya melihat bagaimana dia mengisi departemen pilihannya.
“Jadi… pilihan pertamamu adalah pemeran atraksi, begitu, dan pilihan keduamu adalah pemeran pintu masuk. Keduanya merupakan pos penting yang banyak berinteraksi dengan tamu. Pernahkah kau melakukan pekerjaan seperti ini sebelumnya ?”
“Ya,” dia menegaskan.
“Aku bersama dengan agensi bakat hingga bulan lalu.”
“Oh ? Dan agensi apa itu ?”
“Aku yakin kau belum mendengar tentang mereka… mereka bernama Quattro Productions,” jelas Eiko.
Dia benar; ia belum pernah mendengarnya. Tentu saja, ada ratusan agensi bakat di luar sana; itu mungkin semacam layanan pendamping atau model. Agensinya gagal mencarikan kerja bagus untuknya, atau dia tidak mendapat cukup permintaan dan mereka tidak memperbarui kontraknya. Yang mana pun, dia kembali menjadi orang biasa. Itu adalah situasi yang cukup umum.
Meski jika dia merasa sedikit tersinggung tentang hal itu, ada peluang dia mungkin terlibat perkelahian dengan rekan kerjanya. Minus satu poin, Seiya memutuskan.
“Em, yah, sepertinya kau belum pernah mendengarnya,” ucap Eiko-san dengan tawa kecil. Itu tidak terdengar seperti tawa merendahkan diri; dia hanya tampak mencoba untuk memperbaiki keadaan setelah melihat ia tidak yakin bagaimana caranya menanggapi. Dia perhatian, kalau begitu. Plus dua poin lainnya, pikirnya, meningkatkan skornya.
“Ah, maafkan aku. Aku tidak berpendidikan di bidang itu,” Seiya meminta maaf.
“Agensi seperti apa mereka ? Pemodelan, layanan pendamping…”
“Ah. Mereka memproduksi video, sebenarnya,” Eiko memberitahunya.
“Oh ?” tanyanya.
“Video, ya ? Jenis apa ?”
Dengan senyum sopan, dia membalas :
“AV.”
“…………apa ?”
“…………em ?”
“…………fumo ?”
“AV,” ucap Eiko.
Ada keheningan panjang. Ketiga pewawancara serempak bergerak mundur, kursi mereka berderak karena kekuatannya. Eiko-san tetap tenang seperti biasa.
“Um…” Seiya tergagap.
“I-I-Itu adalah… p-p-pekerjaan y-yang mengesankan… s-s-sangat… mengesankan…”
“Terima kasih,” ucap Eiko dengan senyum berseri-seri.
“Y-Y-Yah… em…” ia kebingungan,
“H-h-hanya untuk memastikan, k-kau bilang… AV ?”
“Ya,” tegasnya.
“Aku membuat sekitar sepuluh.”
“Se-Sepuluh ?!” Meski memiliki sejarah panjang sebagai seorang aktor, Seiya tidak bisa menahan mulutnya untuk tidak menganga, maupun agar suaranya tidak pecah. Apa ? pikirnya tidak percaya. Apa dia serius ?
AV ? Bukan “advanced vehicles (kendaraan canggih),” kan ? Wanita muda dan manis ini, dengan aura misteriusnya yang bahkan membuat aku merasa tenteram dan nyaman di dalam ? Tipe “tetangga kakak perempuan” yang terhormat dan elegan ini yang sudah diimpikan setiap pria setidaknya sekali dalam hidupnya ? Tidak mungkin, pikir Seiya.
Wanita seperti dirinya. Membuat video semacam itu ?
Tidak mungkin, katanya dalam hati.
Itu tidak mungkin. Apa yang salah dengan alam semesta ini ?! Seiya bisa merasakan pandangannya pada dunia hancur berkeping-keping di sekelilingnya.
Isuzu membeku, matanya selebar lepek, sementara Moffle mencolek samping Seiya dengan tangan hewannya dan mendesis dalam bisikan pelan :
“Seiya… Seiya !”
“A-Apa ?” Seiya balik berbisik.
“Tanya nama panggungnya, fumo. Aku ingin tahu, fumo.”
“Aku tidak bisa menanyainya itu !” Seiya membalas dengan suara tercekik. Ia lalu mulai berpikir rasional lagi dan memberi Eiko-san sebuah senyuman kaku.
“Y-Ya, um… maafkan aku. I-Itu adalah sejarah y-yang cukup tidak biasa… itu s-s-sedikit m-mengejutkanku…”
“Begitu,” ucapnya seolah menyesali.
“Aku cukup sering mendengar itu…” Kali ini, ada sedikit kesedihan di dalam senyumannya. Ekspresi itu adalah masalah; ada sesuatu yang samar-samar erotis tentang kerentanan yang diperlihatkannya. Itu membangkitkan keinginan samar untuk melindunginya, dan kemudian meminta berbagai hal sebagai gantinya.
“Oh, tapi tak perlu kuatir… aku sudah terbiasa.”
“T-Terima kasih,” Seiya membalas.
Lalu ia mendengar Moffle berbisik di telinganya lagi :
“Seiya.”
“A-Apa ?!”
“Kendalikan dirimu, fumo. Kau adalah pewawancaranya. Jangan berterima kasih padanya, fumo !”
“T-Tapi…” Seiya mencoba membela diri.
“Kau harus menekannya dalam hal ini, fumo,” Moffle menasihatinya dengan sangat. “Segera dapatkan nama dan karya debutnya, fumo!”
“Kau diamlah !” Meski begitu, Seiya tidak tahu apa yang harus ditanyakan padanya selanjutnya; apa pun yang ia perlu tahu untuk pekerjaan bisa dengan mudah diartikan sebagai pelecehan seksual. Misalnya…
Contoh satu:
“Jadi kau sedang kuliah sekarang, benar ?”
→ “Dan apa yang teman sekelasmu pikirkan tentangmu, eh ? Aku bertaruh mereka selalu menelanjangimu dengan mata mereka… Heh heh heh…”
Contoh dua:
“Upahmu dimulai dari 750 yen selagi kau berlatih, apakah itu tidak apa-apa ?”
→ “Aku tahu ini terdengar rendah, tapi aku yakin kau bisa mendapatkan beberapa bonus di sana-sini… Heh heh heh…”
Contoh tiga:
“Apa kau menikmati menunggang kuda ?”
→ “Ya, sayang. Aku yakin kau suka ‘menunggang,’ benar ? Aku sendiri adalah kuda jantan. Mau mencoba denganku kapan-kapan ? Heh heh heh.”
Sialan ! pikirnya. Aku benar-benar terkunci ! Sebutir keringat menuruni pelipis Seiya.
Eiko-san terus menunggu, dengan tenang, pertanyaan berikutnya. Waktu berlalu dalam keheningan canggung.
Apa yang harus kulakukan ? Aku—Aku tahu, aku akan membiarkan Sento Isuzu menangani ini, Seiya memustuskan.
Dia seorang wanita, dia selalu tenang, dan dia akan mengajukan semua pertanyaan yang tepat untuk menentang pria bodoh di sekitarnya. Ia menoleh ke arah Isuzu.
“…………” Wajahnya pucat, tangannya menutup mulutnya, bahunya gemetar.
“S-Sento ?” ia bicara dengan hati-hati.
“…hmmmmgh !” Dia memandang ke atas, menyingkirkan tangannya, membuka lebar mulutnya seakan berbicara… lalu menutup matanya rapat-rapat, menarik telinga Seiya, dan menariknya dengan kasar ke arahnya.
“Aw !” tolaknya.
“Hei, apa yang kau—”
Bibirnya cukup dekat untuk menggigit cupingnya, dan ia bisa merasakan napasnya di lehernya saat dia berbisik padanya, dengan sungguh-sungguh:
“Kanie-kun. Jangan meminta bantuanku. Aku berjuang lebih darimu saat ini, untuk tiga alasan ini : Satu, dia terlihat persis seperti pelamar yang kulihat di dalam mimpiku pagi ini. Dua, kau tampak sangat menyukainya. Tiga, ketika dia menyampaikan riwayatnya, kau terguncang lebih parah daripada yang pernah kulihat sebelumnya!”
“A-Apa ?” ia balik berbisik.
“Aku lebih baik tidak mengatakan lebih dari itu, tapi aku sepertinya masih berada di bawah pengaruh kacang kebenaran, jadi tampaknya aku harus. Aku menganggapmu sebagai seorang pria kompeten yang tidak mudah terguncang, dan melihatmu menjadi tidak berdaya di depan tipe kakak perempuan berdada besar dengan segala kesopanan dan pengalaman hidup yang tidak kumiliki, juga riwayat seksual sekelas kapal tempur superdreadnought[5], membuatku sangat marah. Ya, aku bilang marah. Kau akan menerimanya sebagai sekretarismu sementara aku—” Dia tiba-tiba mencubit hidungnya dan mengerang lagi.
“Hmmmmmmmgh !!”
“S-Sento ?” Seiya kembali terkejut.
Dia terengah-engah, sikunya ditempatkan di meja panjang dan kepalanya tertunduk sementara mereka semua memandang dengan prihatin.
“Kenapa tidak tanya… alasannya melamar ?” akhirnya dia berbisik dengan suaranya yang habis.
“Y-Ya… Ya, ide bagus.”
Ya, tanya alasannya melamar, ucap Seiya dalam hati.
Itu tidak mungkin menjadi pelecehan seksual.
“Mofu. Segera tanyakan nama panggungnya !”
“Tutup mulutmu !” Seiya berdeham keras, kemudian kembali ke Eiko-san.
“Ah… maafkan aku tentang itu, Adachi Eiko-san.”
“Tentu,” dia membalas dengan ketenangan yang teguh.
“Aku tahu ini pengalaman yang agak sulit,” Seiya meminta maaf lagi,
“tapi satu pertanyaan terakhir… bisakah aku bertanya kenapa kau mau bekerja di taman ini ?”
Ya, itu adalah satu hal yang tidak bisa ia mengerti. Kenapa wanita dengan riwayat sepertinya, yang bisa menghasilkan sekumpulan uang di kehidupan malam jika dia mau, memilih bekerja untuk taman hiburan jelek ini ?
“Ah. Coba kulihat…” Eiko-san tampak mempertimbangkan pertanyaannya. Dia meletakkan jari di bibir indahnya dan memandang langit-langit; ada sesuatu yang sangat menggoda tentang tingkah laku ini.
Apa yang dipikirkannya ? Ia bertanya-tanya apakah ia harus menggunakan sihirnya. Sihir yang ia peroleh dari putri kerajaan Maple Land, untuk membaca pikiran seseorang sekali saja…
Tidak… Ini bukan waktunya, ia memutuskan. Kalau mereka merekrutnya, dan dia mulai bekerja dengan mereka, akan lebih baik menyimpannya untuk waktu yang lebih menguntungkan. Sebut saja licik jika kau ingin, tapi Kanie Seiya bukanlah seorang pria yang membuang granatnya.
“…erhh,” ia berbisik. Isuzu menatap ke arahnya dengan cemberut. Bisakah dia tahu apa yang ia pikirkan ? Tidak, tidak, dia setanggap itu…
Beberapa waktu kemudian, Eiko-san kembali berbicara :
“…Aku hanya tidak berpikir pekerjaan terakhirku adalah untukku. Aku memang menikmatinya, tentu saja, tapi aku ingin melihat senyum orang-orang yang kuhibur. Itulah kenapa aku melamar di sini.”
“Ah… hahh,” ucap Seiya tidak pasti.
“Apa itu tidak cukup ?” Eiko ingin tahu.
“Yah, U-um…” Ia merasakan air mata terbentuk di matanya, tapi ia menahannya. Wanita yang bisa memberi jawaban yang begitu jelas… bagaimana, kapan, kenapa ? Dunia menjadi semakin tidak dapat dimengerti. Frasa “Aku menikmatinya, tentu saja” adalah serangan paling traumatis dari semuanya—dia mengenakan busana sehari-hari ketika mengatakan itu. Untuk suatu alasan, itu hanya membuatnya merasa lebih sengsara. Sungguh, ia bertanya pada dirinya sendiri dalam hati, bagaimana ini mungkin ? Sialan…
Pokoknya, tenang saja.
Seiya menarik napas dalam-dalam, dan teringat untuk mengatakan:
“Terima kasih banyak. Kami akan segera memberitahumu tentang keputusan kami.”
Setelah Eiko-san meninggalkan ruang konferensi, Moffle segera mengecam Seiya. “Kenapa kau tidak menanyakan nama panggungnya, fumo ?! Kau adalah manajer terburuk yang pernah kulihat ! Aku sangat kecewa ! Aku kehilangan harapan karena kau mau menjadi seorang ‘lelaki terhormat’ !”
“Aku tidak bisa menanyakannya !” Seiya membalas.
“Dan kalau kau begitu kecewa, pergi gantung dirimu !”
“Hah ! Lihat tubuhku, fumo. Kau tidak bisa membunuhku dengan hukuman gantung,” Moffle membalas dengan menghina.
“Aku hanya akan menjuntai di sana terlihat seperti teru-teru bozu !”
“Kau menyombongkan diri atau menghina dirimu sendiri ?” Seiya ingin tahu.
“Mofu…” Moffle mengabaikannya, lalu memotret resume Adachi Eiko dengan ponselnya dan mengirimnya ke suatu tempat, disertai dengan sebuah pesan singkat.
“Bisakah kau tidak memotret resume miliknya ?” pinta Seiya dengan tajam.
“Lagipula, ke mana kau mengirimnya ?”
“Ke Tricen. Aku bertanya apa ia mengenalinya, fumo. Ia tahu banyak tentang AV.”
Lebih banyak hal yang tidak ingin Seiya ketahui. Jadi karakter triceratops chibi itu tahu banyak tentang AV, ya ? Menjijikkan.
“Begini, kau…”
“Sekarang aku hanya menunggu balasan, fumo.”
Tidak mungkin ia bisa mengenalinya dari foto kecil di mana dia menghadap kamera tanpa riasan, bagaimanapun. Lagi pula, semua wanita cantik cenderung terlihat sama.
Seakan membaca pikiran Seiya, Isuzu menatapnya lagi.
“Kau tidak akan menegurnya, kan? Kau sungguh ingin tahu, kan ? Itu menjijikkan.”
“Hei !” Seiya keberatan.
“Sungguh hal yang kasar untuk dikatakan.”
“Meski begitu, aku tidak sepenuhnya marah,” dia termenung.
“Mengetahui bahwa kau juga punya ketertarikan pada hal-hal semacam itu… Kalau kau suka, aku bisa menunjukkan padamu—hmmmmmgh !!!” Isuzu mendekapkan tangannya ke wajahnya dengan semua kekuatan yang bisa dikerahkannya, lalu membenturkan dahinya ke meja.
Seiya mundur dengan cepat, merasa terganggu oleh perilakunya.
“S-Sento ?”
“Jangan… khawatir…” ucap Isuzu lemah.
Dia benar-benar bertingkah aneh hari ini, pikir Seiya curiga. Dia biasanya sangat tenang dan menyendiri—ini sepertinya tidak seperti penyakit fisik dan lebih seperti gangguan emosional.
Tepat saat itu, ponsel Moffle berdengung.
“Sudah ada balasan dari Tricen, fumo. Hmm… Ya, aku paham… fumo, fumo…” Moffle menatap lekat-lekat layar LCD dan mengangguk tajam. Kemudian ia menghela napas panjang dan menatap ke kejauhan.
“…Yah, panggil yang berikutnya, fumo,” ia menyatakannya sembari menyimpan ponselnya.
“…Apa ia mengenalinya ?” tanya Seiya.
“Mengenali siapa ?” tanya Moffle polos.
“Yah… Eiko-san.”
“Ya, ia tahu nama panggunganya, fumo. Jadi ?”
“Y-Yah…”
“Ia tahu label dan karyanya yang paling terkenal.” Moffle berucap dengan apresiatif. “Tricen itu, fumo. Ia selalu berpengetahuan luas dan cepat bertindak ! Nah, ke pelamar berikutnya.” Saat Moffle membalik resume pelamar berikutnya, Seiya menangkapi sudut mulutnya melengkung ke atas.
Dasar bajingan. Ia tahu dan ia tidak berencana untuk memberitahuku, Seiya tersadar.
Ia tahu aku tidak bisa menyatakan diri begitu saja dan bertanya padanya ! Dan terlebih lagi, ia langsung berpindah ke pelamar selanjutnya ! Maskot itu benar-benar busuk !
“Para lelaki dan aku mungkin akan mampir ke kedai penyewaan malam ini, menjadi sedikit mabuk dan waswas, fumo,” Moffle berkomentar pada entah siapa secara khusus. “Ahh, itu akan menyenangkan. Aku tidak sabar, fumo.”
“Ngh…” Seiya mengerang.
“Mau tahu, fumo ? Mau tahu, fumo?”
“Guh… tentu tidak ! Panggil pelamar berikutnya !” Seiya memerintah sang pegawai urusan umum, mengulurkan tangan kanannya seperti seorang kapten kapal tempur luar angkasa tertentu.
Saat itu juga, Isuzu mengucapkan sesuatu yang luar biasa.
“Aku ingin tahu. Tuan Moffle, beritahu ak—hmmmmmmmgh !”
“S-Sento ?” Seiya terkejut.
Mata Moffle bersinar dengan keingintahuan.
“Oh-ho ? Pengawal kerajaan kita menyatakan ketertarikan pada hal yang paling tidak mungkin. Aku ingin tahu kenapa, fumo.”
“J-Jelas, untuk melihat apakah mempekerjakannya akan membawa keluhan tentang taman kita… Maksudku, untuk mempelajari rahasia bagaimana dia memikat pria begitu mudahny—hmmmmmgh !” Untuk kesekian kalinya sekarang, dia mencubit hidungnya dan membenturkan kepalanya ke meja.
Mungkin dia benar-benar tidak enak badan ? Dia mengatakan dirinya merasa sakit selama kekacauan sebelumnya… Seiya mulai merasa sangat khawatir.
“Hei… apa kau baik-baik saja ?”
[1] sup miso= sup Jepang berbahan dasar dashi dengan isi sup berupa seafood atau sayuran, serta diberi miso sebagai perasa (Wikipedia)
[2] permen mirip jeli dari pati Bracken dan dilapisi kinako (Wikipedia)
[3] houjicha= teh hijau Jepang yang dipanggang dalam pot porselen di atas arang (Wikipedia)
[4] baby boomer= generasi yang lahir antara pertengahan 1940-pertengahan 1960 (pasca PDII)
[5] superdreadnought= kapal-kapal tempur yang telah dikembangkan hingga melampaui dreadnought. (Dalam konteks ini, maksudnya Isuzu tidak punya riwayat seksual sebanyak Eiko)
“Aku sama sekali tidak baik-baik saja.” Isuzu menatapnya, tangannya menekan dahinya yang terluka. Ada air mata di matanya.
“Aku belum pernah merasa seperti ini sejak masih TK, harus pergi ke kamar mandi tapi tidak bisa mengatakannya dan dengan putus asa harus mengencangkan—hmmmgh !”
Seiya baru mulai berpikir ia harus memanggil ambulans ketika ada ketukan di pintu.
“Permisi ! Maaf aku terlambat !” Pelamar kedua masuk.
Dia adalah gadis seusia SMA, dengan rambut berwarna cokelat kemerahan dan mata besar yang berbinar. Gerakannya lincah dan energik.
Wajahnya memerah dan dia terengah-engah saat dia berjalan ke meja pewawancara. “Aku Bando Biino ! Senang bertemu denganmu !”
Dia menyatakan dirinya dengan jelas dan gamblang. Plus dua poin untuk itu, pikir Seiya.
Isuzu membisikkan sesuatu tentang sebuah mimpi lagi, tapi Seiya mengabaikannya. Ia memutuskan lebih baik tidak berpikir terlalu keras mengenai apa pun yang ia ucapkan hari ini.
Bando Biino mengenakan seragam sekolah, sebuah kardigan berwarna kuning kecokelatan di atas model pelaut kuno. Berdasarkan resume miliknya, dia adalah siswi tahun pertama di SMA di kota yang sama tempat Seiya tinggal.
Dia ceria dan imut, dengan lekuk tubuh yang bagus, dan sebuah aura yang mungkin akan disukai oleh para tamu. Plus satu poin.
Masalah utamanya adalah—
“Um… Bando Biino-san. Sebelum kita mulai, bisakah aku mengajukan satu pertanyaan ?”
“Tentu!”
“…Ada apa dengan noda darah itu ?”
Ada sebuah petak merah kecil yang membentang dari sisi kiri hingga pinggulnya. Tunggu—itu bukan noda darah. Itu adalah warna gemerlap darah segar yang berkilau. Itu terus merembes, saat ia mengamati, lebih jauh ke dalam kain kardigannya.
Minus 200 poin.
“Ooh, maaf ! Aku hanya terburu-buru…” Biino mencoba menutup pinggangnya yang ternodai oleh darah, dengan malu-malu.
“Malu-malu” adalah reaksi yang tak terduga… Dan apa hubungannya terburu-buru dengan itu ?
“A-Apa kau melukai dirimu sendiri ?”
“Ah ! Aku baik-baik saja, aku baik ! Ini bukan apa-apa, sungguh !” Biino melambaikan tangannya cepat-cepat. Tetesan darah jatuh dari ujung jarinya, membuat bintik merah tidak menyenangkan di lantai ruang konferensi.
Seiya tersentak, Isuzu mengerutkan alisnya, dan Moffle memiringkan kepalanya dengan serius.
“Em… apa kau yakin kau baik-baik saja ?” tanya Seiya.
Terpikir olehnya bahwa Biino tidak bersemangat seperti yang ia pikir sebelumnya. Napasnya tidak teratur, kakinya sedikit gemetar, dan dia semakin pucat seiring waktu.
Pelamar sebelumnya, Eiko-san, tentu meninggalkan sebuah kesan—tapi Biino-san menghancurkanya dalam arti yang benar-benar berbeda.
“Kalau kau tidak keberatan… menjelaskan bagaimana kau bisa terluka ?”
“O-Oh, tidak perlu ! Aku tidak mau membuat… alasan… kenapa aku terlambat ! Tolong… hahh… hahh… lanjutkan wawancaranya !”
Itu adalah waktu yang bodoh untuk mulai berlagak seperti pahlawan di manga shonen. “Aku tidak akan membuat alasan” adalah sikap yang mengagumkan untuk dimiliki, tapi pendarahan yang masih berlanjut semacam menariknya keluar dari alam itu.
Ia beralih ke Isuzu dan berbisik,
“Bagaimana menurutmu ?”
(Aku tidak yakin. Kupikir dia mencoba menggunakan efek jembatan gantung[1] untuk membuatmu peduli padan—hmmmmgh !)
Dan dia melanjutkan ritual anehnya lagi (rincian dihilangkan untuk kenyamanan).
Ya, benar, pikir Seiya. Lupakan saja.
Kemudian ia berbisik ke Moffle,
“Bagaimana menurutmu ?”
(Bagiku itu terlihat seperti luka tusuk. Dia mungkin kehilangan sekitar satu liter darah. Mempertimbangkan tubuhnya, dia kemungkinan akan tetap sadar dan menjawab pertanyaan selama sekitar sepuluh menit.) Komentarnya praktis namun anehnya tidak membantu.
“A-Ayo panggil ambulans untukmu…”
“Tidak, jangan !” Biino bersikeras.
“Aku tidak mau menyebabkan masalah karena luka kecil bodoh. Hi… hi… Hidupku bergantung pada wawancara ini !”
Oh, demi apa… Bagaimana mungkin hidupnya bergantung pada taman hiburan jelek ini ?
(Dia tentu bergairah, fumo. Apa kaupikir ini… kagebara ?) Moffle berbisik dengan gemetar.
Kagebara adalah sebuah tindakan di mana seorang samurai akan memperingatkan tuannya dengan menggorok perutnya sendiri, meminta pertemuan dengan seorang pembesar, dan kemudian sekarat di depan matanya.
Itu bukanlah sesuatu yang akan kau lakukan di wawancara kerja paruh waktu. Bahkan kalaupun kau mendapat pekerjaannya, kau akan mati.
(Aku yakin… itu bukan kagebara.)
(Yah, kupikir juga tidak… Hmm ?) Saat itu juga, suara panggilan masuk berbunyi dari smartphone Moffle, yang ia letakkan di atas meja. (Ini dari pusat keamanan, fumo. Tunggu sebentar.)
Ia menyodorkan satu tangan hewan untuk membungkam Seiya, lalu mulai terlibat dalam sebuah percakapan sunyi. Sementara itu, Biino membungkuk dan memohon pada Seiya.
“Tolong. Tolong… ngh… wawancaranya… Blugh…” Darah segar mengalir dari sudut bibir indahnya.
(Kelihatannya dia mengalami pendarahan dalam, fumo. Lebih baik bergegas,) ucap Moffle, memotong sebentar panggilan teleponnya untuk memperingatkannya.
(B-Bergegas ?!)
“Cepatlah ! A-Ajukan pertanyaan padaku… tolong ! Selagi aku masih sadar !”
“B-Benar…” Takut dengan kegilaan iblis di mata Biino-san, Seiya mendapati dirinya menurut. Ia berbisik ke Isuzu,
“panggil ambulans,” lalu memulai wawancara yang sepenuhnya sepintas.
“Jadi, um… untuk waktu kerja pilihanmu, k-kau bilang setelah pukul 4:00 sore di hari kerja, benar ? Kau terutama akan bekerja pada shift penutupan—”
“Blugh !”
“Um ?”
“Blugh… khlugh… Aku b-bisa bekerja… setelah pukul 4:00 !” dia membenarkan melalui jari-jari bernoda darah yang menutupi mulutnya.
“Ku-Kurasa aku harus bergegas. Pekerjaan yang kau lamar… kontrol tamu dan berdagang. Kenapa kau menginginkan posisi itu ?”
Kontrol tamu sebagian besar berarti mengarahkan dan membimbing para tamu, sementara berdagang berarti bekerja di toko. Keduanya merupakan pekerjaan dengan banyak kontak manusia.
“Ya… huff… huff… Aku mau melihat… hurgh… para pelanggan… blugh ! Tersenyum…” Butir-butir keringat menempel di wajah pucatnya saat dia membuka giginya dengan putus asa.
Wajah seperti itu tidak akan membuat siapa pun tersenyum—kecuali mungkin musuh bebuyutannya.
“Kau juga menanyakan tentang penitipan anak. Masa percobaan untuk yang satu itu lamanya dua kali lipat dari standar… apa itu tidak apa-apa ?”
“T-Tentu… Aku… hlugh… Aku suka melihat… hng… anak-anak… guh… yang bahagia !”
Ekspresinya benar-benar mengerikan. Dedikasinya mengagumkan, tapi melihat wajah Biino saat ini akan membuat 100% dari anak-anak menangis, pasti.
“Di-Dimengerti.” Bahkan untuk memperpanjang percakapannya, ia tidak bisa memikirkan apa pun untuk ditanyakan yang akan memberitahunya lebih dari yang sudah ia ketahui. Ia sungguh berharap ambulans akan segera tiba.
“Kami akan memberitahumu jika kau mendapatkan pekerjaannya atau tidak dalam beberapa hari. Untuk saat ini, tolong dapatkan pengobatan !”
“A-Aku tidak bisa !”
“Dapatkan pengobatan, sialan !”
“M-Maafkan aku… Aku masih punya sangat banyak hal… uhuk ! Untuk diceritakan… blugh ! Tentang diriku !”
“Uh…”
Biino memegang lututnya, gemetar, bahunya naik-turun. Saat itulah Moffle menyelesaikan panggilannya dengan pusat keamanan dan menepuk bahu Seiya.
(Apa ?)
(Menurut keamanan, ada insiden penusukan di Stasiun Amagi sebelumnya. Orang gila menikam seorang gadis SMA di depan stasiun…)
(Apa-apaan !)
(Penyerangnya tampaknya sudah ditahan, tapi gadis yang ditikamnya hanya mengatakan ‘Aku baik-baik saja’ berulang kali, lalu mengendarai sepeda kumbangnya, fumo.)
(Be… Begitu…)
(Ini tampaknya ada di berita saat ini, fumo. Itulah kenapa keamanan menjadi khawatir dan meneleponku…)
Ah, itu menjelaskan semuanya.
Seiya bisa mengagumi keberanian yang diperlukan untuk mengebut menuju sebuah wawancara, bahkan setelah diserang oleh seorang pembunuh. Plus satu poin. Tapi dia bisa sedikit mempertimbangkan tentang posisi di mana dia menempatkan mereka. Minus 100 poin.
Pokoknya, untuk saat ini, mereka hanya perlu berurusan dengan situasi aneh di mana mereka berada.
“Um… Bando Biino-san. Kami paham bahwa kau bersemangat tentang pekerjaannya. K-Kami tidak bisa menjamin kami akan mempekerjakanmu, tapi kau bisa merasa optimis tentang kesempatanmu.”
“Te-Terima… hnn… kasih… gluh !”
“Jadi, tolong naiklah ambulans sekarang juga. Maafkan praduga kami, tapi kami sudah menelepon 119. Ayolah. Jangan terlalu memaksakan dirimu. Ah… jangan menatapku dengan mata hampa itu, itu akan menghantui mimpi burukku. Oh, ayolah…”
Tidak bisa terus berbicara dengannya dari meja pewawancara, Seiya berdiri. Ia nyaris tidak berhasil menangkap Biino saat dia terjatuh dari kursi lipat.
“Maaf… maaf…” Biino mengulanginya dalam lengan Seiya yang berlumuran darah.
“Apa ambulans itu sudah di sini ? Ayo bawa dia keluar. Hei, Moffle, tinggalkan teleponnya dan bantu aku !” ia meneriaki Moffle, yang sedang berbicara di smartphone-nya sekali lagi.
“Tunggu, fumo. Aku mendapat telepon lain dari pusat keamanan…”
“Oh, ayolah !”
“Aku tidak… hrr… mau… terlambat…”
“Ya, kau s-sangat mulia…”
“Tapi aku harus meminta maaf… untuk satu hal lagi…”
Saat itu juga, pintu ruang konferensi terbanting membuka.
Orang yang masuk adalah seorang pria setengah telanjang yang membawa pisau dapur.
“Huh ? Apa ?”
“Fiuh… fiuh…”
Ia terengah-engah. Pisaunya berlumuran darah. Ia tidak mengenakan apa pun selain pakaian dalam dan stoking yang menutupi wajahnya. Ia adalah, untuk lebih mudahnya, orang mesum—dan bukan jenis orang mesum yang halus.
Inikah pelamar mereka yang berikutnya ? Tidak, tentunya tak ada seorang pun yang akan datang untuk wawancara berpakaian seperti ini… Apa-apaan—
“Seiya, Seiya.”
“A-Apa ?”
“Aku mendapat update dari pusat keamanan. Laporan sebelumnya salah. Pria yang menikamnya masih belum ditangkap, fumo.”
“A-Apa ?”
“Dan juga, orang yang mencurigakan baru saja menerobos pintu masuk pegawai, fumo. Yah sebenarnya, penjaganya terlalu takut untuk mengehentikannya…”
Seiya menatap Biino-san. Dia mengangguk lemah.
“Maafkan aku… Ia adalah kakak laki-lakiku…”
“Ka-Kakak laki-laki ?”
“Ia tidak… mau aku punya pekerjaan, jadi…”
Dan karena itu dia menikamnya ? Itu tidak masuk akal, pikir Seiya.
Dan… apa ia memelototiku dari balik stoking itu ? Apa ia mendaftarkanku sebagai musuh karena memegang adik perempuannya ?
“Fiuh… fiuh…” Bahunya naik-turun, pria setengah telanjang maju selangkah.
“Um, oke, tenanglah. Tenanglah, tolong. Bisakah kau tenang ?” Seiya mendesak.
“Fiuh… fiuh…” Pria setengah telanjang mengangkat pisaunya.
“Ah, um, apa kau akan menikamku, kalau begitu ? Menikam aku ? Aku akan memperingatkanmu. Itu akan menjadi kerugian bagi umat manusia… juga aku cukup bagus dalam pertarungan, kau tahu. Yah, aku belum pernah terlibat perkelahian serius, tapi aku alami dalam segala hal yang kucoba. …Aku sangat kuat. Kurasa aku kuat. Aku mungkin kuat. Yah, kau mungkin mau bersiap-siap…”
“Apa kau mengutip lirik Sada Masashi ? Kau pasti percaya diri, fumo.”
“Diamlah ! Ia datang !”
“Fiuuuuh !” Pria itu menyerbu maju, mengayunkan pisau dapurnya. Ia mengincar Seiya.
“Wow, wow, wow !” Dengan Biino yang digendong di satu tangan, ia menggunakan kursi lipat seperti perisai bersama yang lainnya.
Sedetik berikutnya, ia merasakan sebuah benturan kuat.
Pisaunya telah menembus bagian belakang kursi lipat—beberapa sentimeter ke satu sisi dan itu akan menusuk lehernya.
“Kenapa, kau…” Seiya memutar kursi dan menendang sang pria. Pria itu terhuyung beberapa langkah ke belakang, terpaksa melepaskan pisau yang tertancap jauh di kursi.
“Akankah kau melakukan sesuatu ?!”
Merespons teriakan Seiya, Isuzu mengeluarkan musket-nya dan menembakkan empat peluru
“Rasa Sakit dari Menyandungkan Jari Kelingkingmu ke Meja Rias” padanya. Saat orang gila itu meringkuk kesakitan, Moffle dengan cepat menutup jarak di antara mereka. Sebuah rangkaian dua pukulan cepat diikuti dengan sebuah uppercut dihantarkan.
“Fiuh…” Pria itu terlontar sangat tinggi hingga hampir menabrak langit-langit, lalu mendarat hingga benar-benar tak bergerak di lantai di bawahnya. Pada saat itu, Moffle sudah membelakangi pria itu dan menyeka tangan hewannya dengan sapu tangan.
Pria dalam pakaian dalamnya terbaring diam.
“Mofu… ia akan makan melalui sedotan untuk sementara waktu, fumo.” Itu adalah pernyataan dalam daftar “100 pernyataan teratas yang ingin kukatakan suatu hari nanti” setiap pria, dan Moffle mengucapkannya dengan sangat keren.
“Kalian tahu… melihat kalian berdua, terkadang aku berpikir kalian seharusnya keluar dari taman hiburan jelek ini dan mulai bekerja untuk kontraktor militer atau semacamnya…” Seiya mendesah.
Ambulans dan mobil polisi tiba, membuat kantor berada dalam kekacauan selama beberapa waktu.
Seorang detektif Departemen Kepolisian Amagi Police terus menginterogasi mereka; mereka mempertunjukkan ketidakbersalahan yang bisa dipercaya, dan saat semuanya sudah tenang, sudah sekitar pukul 8:00 malam. Taman ditutup untuk hari itu.
“Bagaimana ini bisa terjadi ?” Seiya bertanya saat ia mengepel noda darah yang menggelap yang Bando Biino tinggalkan di lantai.
“Kita seharusnya mewawancara para pekerja paruh waktu hari ini. Sebagai gantinya, kita mendapat satu mantan aktris AV—yang membuat dampak cukup besar, dirinya sendiri—diikuti oleh seorang gadis yang nyaris membuat kita dituduh karena sebuah tindak pidana ! Ini konyol…”
“Itu benar, fumo. Kita adalah korban di sini,” bisik Moffle. Ia juga sibuk menggosok noda darah di dinding.
“Polisi itu mencoba membuatku mengakui niat membunuh, fumo. Aku berulang kali mengatakan itu adalah pertahanan diri!”
“Aku bisa mengerti kenapa ia mengasumsikan pertahanan diri yang berlebihan, mengingat kau mematahkan rahang pria itu… Kurasa ia benar-benar akan minum melalui sedotan untuk sementara waktu.”
“Hm. Yah, mungkin aku bisa menahan diri sedikit lagi, fumo.”
“Kau sangat kuat,” Seiya menuduh.
“Tunjukkan sedikit belas kasihan.”
“Mofu…”
Menurut detektif, pria dalam pakaian dalamnya benar-benar kakak Biino. Seiya tidak tahu gangguan mental apa yang ia miliki, tapi tampaknya ia sangat membatasi gaya hidup Biino, di antara hal lainnya. Ia telah menyebabkan banyak insiden di masa lalu, dengan ini menjadi intensifikasi terakhir. Tidak pantas menertawakan hal itu, tapi pada saat yang sama, apa yang bisa kau lakukan selain tertawa ?
“Sekarang, gadis Biino itu. Apa yang kau pikir akan terjadi padanya, fumo ?”
“Bagaimana mungkin aku tahu ?” Seiya membalas.
“Kuharap aku tidak pernah mendengarnya.”
“Dia benar-benar punya gairah, bagaimanapun juga.”
“Apa, maksudmu kau mau mempekerjakan dia ?”
“Nah, aku tidak bilang begitu, fumo.” Berpura-pura polos, Moffle melanjutkan pembersihan.
“…… Sento, bagaimana menurutmu ?” Seiya bertanya pada Isuzu, yang baru saja kembali dengan seember air.
“Maksudmu, tentang apakah kita harus mempekerjakannya atau tidak ?” Dia mengurangi melakukan hal “Hmmmgh!” itu sekarang, tapi masih ada kewaspadaan dalam nada bicaranya. Dia menjaga tangannya tetap di dekat mulutnya setiap saat.
“Hmmmgh !” yang terus diulangi oleh Isuzu selama tanya-jawab dengan polisi menyebabkan masalah yang rumit, meski mereka berhasil menghapuskannya dengan “dia menjadi panik ketika melihat darah.”
“Ya,” Seiya membenarkan.
“Kaulah yang melakukan penyaringan, kan ? Aku mau mendengar pendapatmu.”
“Aku mengerti…” Isuzu berpikir sejenak.
“…Kebijakan umum adalah bahwa dia tidak bisa dipekerjakan. Di sisi lain, dia bisa menjadi sebuah aset perihal menangani masalah di atas panggung. Bagaimanapun juga… meski ditusuk, dia sanggup mempertahankan senyum dan rasa tanggung jawabnya. Dengan pelatihan yang tepat, gairahnya bisa menjadikannya kekuatan positif yang kuat bagi taman kita.”
“Hmm…” Akhirnya, pikir Seiya, dia masuk akal. Analisis pribadi dan penilaian karakter Isuzu selalu tepat pada saat-saat seperti ini.
“Lagi pula, setelah insiden tidak menyenangkan seperti itu, aku yakin kau tidak akan tertarik padan—hmmmgh !”
Demi Tuhan, tidak lagi. Seiya bertukar pandang dan mengangkat bahu dengan Moffle.
“…Sepertinya aku masih menderita efek samping dari kacang itu,” Isuzu mengaku.
“Kau mungkin tidak seharusnya membuatku bicara…”
“Kacang ?” Seiya meminta keterangan.
Moffle menepukkan tangan hewannya dan mengangguk.
“Ah… aku paham sekarang, fumo. Mereka memberimu kacang kebenaran, kan ? Dan itulah kenapa kau mencoba membunuh Macaron dan Tiramii siang ini, fumo ?”
“Ya,” ucap Isuzu.
“Yah, itu hanya lelucon tak berdosa. Cobalah untuk memaafkan mereka, fumo.”
“Tidak,” dia tidak setuju,
“itu adalah lelucon jahat. Aku tidak akan memaafkan mereka.”
Seiya tidak sepenuhnya yakin, tapi sepertinya perilaku aneh Isuzu hari ini disebabkan oleh ‘kacang’ ini yang Moffle sebutkan.
“Kacang apa yang sedang kalian bicarakan ini ? Apa itu membuatmu menyela dirimu sendiri dan meneriakkan ‘Hmmmgh !’ di tengah-tengah kalimat ?” tanyanya.
Tapi Moffle dan Isuzu hanya mengalihkan pandangan, seolah tidak yakin bagaimana menjelaskannya.
“Emm… Bukan tugasku untuk mengatakannya, fumo.”
“Ini seperti berhasil membubuhi alkohol pada minuman seseorang,” ucap Isuzu.
“Kau tidak perlu khawatir tentang hal ini.”
Mereka tidak tampak ingin menjelaskannya. Jadi, memutuskan bahwa itu akan membuang-buang waktu jika menuntut lebih lanjut, Seiya kembali ke topik asli :
“Yah, oke, terserah. …Aku paham apa yang kau katakan tentang Bando Biino. Bagaimana dengan subjek pertama kita, Adachi Eiko-san ? Apa pendapatmu tentangnya ?”
“Kenapa kau memanggilnya Eiko-san ?” Isuzu menuntut.
“Geh…” Seiya terbatuk.
“Yah, bagaimanapun… aku tidak berpikir ada risiko riwayatnya merusak citra taman,” Isuzu memperkenankan.
“Tidak ada banyak persilangan antara jenis orang yang akan tahu tentang dia dan basis pelanggan kita. Dan… gadis dengan riwayat seperti dirinya seharusnya bisa menghadapi setiap tamu dengan senyuman. Dia juga bisa menjadi kekuatan positif yang kuat di taman.”
“Hmm… semuanya poin yang lumayan,” ucap Seiya.
“Namun,” Isuzu memperingatkannya,
“keduanya juga adalah sumber masalah yang berpotensi. Wanita dengan riwatyat Adachi Eiko bisa menyebabkan perselisihan di tempat kerja. Dan Bando Biino tampaknya tidak memiliki kehidupan rumah yang amat stabil, jadi bahkan kalau insiden hari ini dikurangi, ada kemungkinan dia akan membawa masalah ke taman di masa depan.”
Setelah mendengarkannya, Seiya dan Moffle bergumam terkesan.
“Apa yang kalian gumamkan ?” tanya Isuzu dengan curiga.
“Yah… Aku hanya terkejut karena kau mengatakan sesuatu yang sangat masuk akal,” ucap Seiya.
“Mofu,” Moffle menyetujui.
“Bagaimana bisa seseorang yang sangat pandai dalam menilai orang bisa sangat buruk dalam berkomunikasi sampai-sampai dia harus mengekspresikan dirinya dengan sebuah senapan, fumo ?”
“Itu juga tidak konsekuen dengan waktu kau merekrutku,” Seiya mencatatkan.
“Apa itu semacam kelainan psikologis ?”
Komentar tidak peka mereka memicu tatapan berbahaya dari Isuzu, dan seperti biasa, dia mulai menjangkau ke bawah untuk mengeluarkan musket-nya dari ruang misterius di bawah roknya.
“Kalau itu ejekan, aku akan membuat kalian menyesalinya…”
“Lihat ? Lihat ? Itulah yang kumaksud!”
“Orang benci wanita kasar sekarang, fumoke ?!”
Seiya dan Moffle memprotes sambil bersembunyi di balik pel dan meja masing-masing.
“Ghh…” Reaksi Isuzu menunjukkan bahwa penggunan senapan itu refleksif, dan dia memindahkan tangannya tanpa menariknya.
“…Demi Tuhan. Hari ini membuatku sangat lelah, fumo,” Moffle mendesah.
“Aku akan check-in di Rumah Manisan-ku, lalu pulang. Begitu kau memutuskan jadwal untuk wawancara besok, kirim surel padaku, fumo.”
Semua keributan di sekeliling Biino-san memaksa mereka untuk membatalkan wawancara yang tersisa. Sisa pelamar akan terlihat esok hari, dan seterusnya. Setelah Moffle pergi, Seiya dan Isuzu tetap tinggal, menyelesaikan pembersihan dalam diam.
Sekitar dua menit kemudian, seseorang mengintip ke dalam ruang konferensi.
“Pe-Permisi…”
“…?” Keduanya mendongak.
“Apa ini tempat di mana wawancara dilangsungkan?” tanya sang orang asing. Dia adalah seorang gadis seusia SD dengan rambutnya dikuncir dua serta mata yang bulat dan besar. Pakaiannya cukup modis, tapi dia juga tidak akan terlihat janggal jika memakai ransel bergaya randoseru.
[1] efek jembatan gantung= fenomena psikologis mengenai hubungan antara ketertarikan dan rasa takut. (Aplikasi Google ada untuk menjelaskan lebih lanjut)
“Siapa kau ?” Seiya ingin tahu.
“Chujo Shiina. Aku melamar untuk pekerjaan paruh waktu… tapi aku terlambat untuk wawancaraku…” ucap sang gadis terbata-bata.
“Kami mengalami sebuah insiden; wawancara ditunda hingga esok hari. Lagi pula, kami tidak bisa mempekerjakanmu.”
“A-Apa ?! Kenapa tidak ?”
“Hukum pekerja anak,” jelasnya.
“Kau terlalu muda.”
“T-Tapi aku…”
“Pintu keluar ke sebelah sana. Terima kasih sudah mampir,” Seiya menyatakan secara sembrono. Chujo Shiina pergi, bahunya merosot.
“Mimpiku menjadi kenyataan lagi… tapi tidak persis. Apa-apaan yang terjadi di sini ?” Isuzu bergumam pada dirinya sendiri.
“Apa yang kau bicarakan ?” tanya Seiya.
“…Dan kenapa ada seorang anak datang untuk wawancara ? Kaulah yang menyaring para pelamar, kan ?”
“Menyaring para pelamar… itu benar, akulah orangnya.” Isuzu menepukkan tangannya karena tersadar.
“Kenapa aku tidak menyadarinya sebelumnya ? Aku memimpikan hal itu karena aku sudah memeriksa resume semua orang. Memori itu bekerja di alam bawah sadarku, dan itulah kenapa aku memimpikan hal i—hmmmgh !”
“‘Hmmmgh!’ itu lagi, huh ?” komentarnya.
“Sudah cukup…”
“Hahh… hahh… maafkan aku…” ucap Isuzu, bahunya naik-turun.
“Tapi itu bukanlah kesalahan dalam penyaringan. Dia memang siswi SMA. Dia terlihat seperti anak-anak, tapi dia bersekolah di SMA Amagi, seperti kita. Dia adalah siswi tahun pertama.”
“Apa ? Uhh…” Seiya menjulurkan kepalanya ke lorong, tapi dia sudah pergi.
“Kenapa kau tidak mengatakannya sebelumnya ?!”
“Aku mau saja… tapi aku takut aku akan berbicara terlalu banyak lagi.”
“Demi Tuhan… kita harus mengiriminya surel permintaan maaf nanti,” Seiya menggerutu.
“Aku ragu dia akan melamar lagi setelah caramu memperlakukannya.”
“Ya, tapi itu adalah hal yang pantas untuk dilakukan.”
Isuzu terpana dengan betapa tulusnya dirinya terdengar.
“…Begitu.”
Mereka selesai membersihkan ruang konferensi tidak lama setelah itu. Mereka menyimpan peralatan kebersihan, kemudian menuju kantor mereka, yang terletak di bangunan yang sama, untuk bersiap pulang.
Mereka baru akan pergi dengan tas di tangan mereka ketika tiba-tiba Isuzu angkat bicara.
“Kanie-kun.”
“Hmm ?”
“Kau benar mengenai apa yang kau katakan.”
Itu muncul begitu saja sehingga Seiya tidak tahu apa yang dibicarakannya.
“Apa yang kukatakan tentang apa ?”
“Apa yang kau dan Moffle katakan sebelumnya… bahwa aku punya penglihatan yang bagus terhadap orang-orang, tapi juga memilki masalah berkomunikasi,” Isuzu mengakui dengan kaku.
“Ahh…”
Dia terus berbicara ketika mereka menyusuri lorong yang kosong.
“Aku sendiri tidak sepenuhnya mengerti. Ketika aku bekerja untuk seseorang, menganalisis orang lain, aku bisa tetap tenang. Tapi ketika aku yang bertanggung jawab… aku kehilangan keobjektifanku. Itulah kenapa aku membuat begitu banyak kesalahan. Aku sungguh berada di ambang melakukan kerusakan permanen…”
Seiya teringat bahwa, sebelum kedatangannya, dia adalah manajer pelaksana di sini. Isuzu tampaknya bekerja cukup keras, tapi tidak ada usahanya yang membuahkan hasil. Akibatnya, taman menjadi terdorong menuju ambang penutupan. Pada akhir tahun lalu, mereka mendapati diri mereka berada dalam posisi yang mustahil untuk mendapatkan 100,000 pengunjung ke taman dalam dua minggu. Saat itulah dia meminta pada Seiya, dan ia mencapai keajaibannya (yang curang). Manajer pelaksana saat ini telah membuat hal-hal luar biasa terjadi, sementara mantan manajer pelaksana tidak melakukan apa pun : dan sekarang, dia harus mengabdi sebagai sekretarisnya. Ia tidak bisa membayangkan betapa frustrasinya hal itu baginya.
Sayang sekali ia tidak bisa memakai sihirnya untuk membaca pikirannya.
“Menilai orang dan berinteraksi dengan mereka adalah bakat yang benar-benar berbeda,” ia memberitahunya.
“Kau tidak perlu terlalu khawatir tentang hal itu.” Pernyataan itu tidak terlalu penting; itu seperti memberitahu seorang pemain baseball, ‘melempar dan memukul adalah bakat yang benar-benar berbeda.’
Tapi dia terdiam, dengan mata melebar… dan setelah beberapa saat, dia tersenyum. Itu adalah ekspresi yang belum pernah ia lihat darinya sebelumnya—seolah-olah dia akan menangis karena rasa terima kasih.
“Kanie-kun. Kau benar-benar kejam,” ucapnya.
“Akan jauh lebih mudah jika hanya iri dan membencimu, tapi kau tidak akan membiarkanku melakukannya. Aku sudah berusaha mengatakan pada diriku sendiri bahwa perbedaaan keterampilan di antara kita adalah suatu pemberian, tapi bukan itu yang sebenarnya kurasakan : Aku sangat iri padamu. Aku hanya tidak bisa menerima perasaan itu karena aku—hmmmgh !”
Apa-apaan ? pikir Seiya dengan jengkel.
Kembali lagi ke “hmmmgh” ?
“Hei… sudahlah, kendalikan dirimu.” Seiya menyaksikan, tercengang, ketika Isuzu membenturkan kepalanya ke jendela lorong.
“Kurasa kacang itu masih melakukan pekerjaannya…”
Tepat ketika tampaknya dia berbicara dari hati untuk pertama kalinya, ini terjadi. Tidak mungkin ia bisa menganggapnya serius. Tapi satu hal yang ia ketahui adalah bahwa Sento Isuzu memiliki banyak konflik internal.
Tentu saja, itu bisa dimengerti jika seseorang yang biasa-biasa saja akan berjuang di hadapan seorang pria Renaisans zaman sekarang[1] seperti dirinya…
“Yah, itu wajar kalau kau akan iri dengan talentaku,” ucapnya tidak sopan.
“Itu terjadi setiap saat, jadi jangan biarkan hal itu mengganggumu; itu tidak menggangguku sedikit pun.”
“Kanie-kun… sikap ‘memandang rendah dirimu dari kedudukanku yang agung’ itu cukup kejam…” Isuzu menggumam sendu.
“Bagaimana aku bisa tidak memandang rendah dirimu ?” ia ingin tahu.
“Aku memang benar-benar berada di atasmu.”
“Dewi Libra, bawakan kesengsaraan pada pria ini…” Isuzu mendesah, kemudian mengembalikan tasnya ke bahunya.
Mereka berdiskusi singkat mengenai jadwal mendatang mereka, kemudian berpisah di lorong bawah tanah taman.
Isuzu menuju Kastil Maple, di pusat taman, sementara Seiya menuju pintu masuk pegawai. Seiya masih memiliki cukup banyak pekerjaan untuk dilakukan, tapi sebagian besar adalah mengirim surel, jadi ia memutuskan akan melakukannya setelah sampai di rumah.
Ia melewati pintu masuk menuju parkiran sepeda. Ia mengendarai sepeda ke tempat kerja akhir-akhir ini, karena fakta bahwa ia cenderung bekerja larut malam membuat mengejar bus menjadi tidak nyaman. Untungnya, tempat tinggalnya dekat, jadi meski berjalan dengan santai, tidak butuh waktu lebih dari 30 menit.
“Ah, Kanie-san. Kerja bagus hari ini.” Seorang anggota pemeran, sedang menuju halte bus, menyapanya.
Seiya membalas dengan sebuah “hei,” dan tidak lebih, lalu mulai menaiki sepedanya. Saat itu malam hari di bulan April, jadi masih dingin di luar, dan ia menutup ritsleting jaketnya dengan satu tangan sambil mengayuh sepedanya.
Ia meninggalkan jalan kecil sempit yang digunakan oleh para karyawan menuju jalan utama, dan memotong jalan melalui perbukitan hijau ke arah pusat Kota Amagi.
“Tetap saja, itu benar-benar tampak seperti…” Seiya berbisik, suaranya cukup lirih untuk ditelan oleh angin.
Ia tidak bodoh. Ia juga tidak benar-benar lupa. Ia memiliki gambaran samar tentang apa yang “kacang” itu perbuat pada Isuzu. Ia mendengar apa yang dikatakannya setiap kali sebelum dia menahan dirinya, dan ia ingat. Dan pola hal-hal yang dia hindari untuk dikatakan menunjukkan—
Ia tidak bisa yakin, tapi—
Itu hanya sebuah hipotesis, tapi—
Apa dia tertarik padaku ?
Ia berharap itu hanya obsesinya terhadap dirinya sendiri yang biasa, tapi… Suatu jenis kacang yang aneh memaksa Sento Isuzu—yang biasanya tidak pernah mengekspresikan dirinya dengan cara selain kemarahan—untuk berbicara dari hati, dan dia berusaha untuk mengendalikan dirinya. Itulah kenapa dia bertingkah seperti itu. Jika tidak ada alasan lain, itu hampir pasti bahwa dia memendam semacam perasaan untuknya.
Persoalan yang lebih besar adalah bahwa pada saat ia menyadari hal ini, ia mendapati jantungnya sendiri berdegup sedikit lebih cepat. Ia berharap ia bisa tinggal mengatakan “ya ampun, sungguh suatu perubahan peristiwa yang merepotkan” dan tetap menjadi seseorang yang keren dan di atas segalanya seperti biasa. Tapi ia tidak bisa. Ia bersemangat. Ia bahkan agak menyukai pemikiran itu.
Tetap saja, ia tidak bisa membayangkan beberapa masalah :
Masalah satu: Dia dan aku (masing-masing) masih bos dan karyawan.
Tidak baik bagi seorang bos untuk mengencani seorang karyawan, katannya dalam hati. Itu seperti seorang ketua klub berkencan dengan wakil tim : Emosi mengaburkan penilaian, dan kepercayaan tim hancur.
Seorang manajer (yang bertindak) mengalami ketegangan seksual dengan sekretarisnya benar-benar sulit dipercaya.
Masalah dua: Bagaimana dengan Latifah ?
Yah, bukannya dia dan aku sedang jatuh cinta atau apa, katanya dalam hati dengan rasa bersalah.
Dia memang menciumku karena ‘ramalan’ miliknya itu, dan sejujurnya, dari semua wanita dalam hidupku sejauh ini, dia mungkin adalah wanita yang paling menarik bagiku. Tentu saja, dia melupakan semua itu, tapi itu tidak berarti ketertarikanku padanya terhapuskan… Itu adalah hubungan yang rumit.
Masalah tiga: Bagaimana kalau aku hanya membayangkannya ?
Kurasa tidak, tapi bagaimana kalau suatu kesalahan kecil dalam penilaian namun fatal membawaku pada hipotesis yang salah ? ia termenung.
Bagaimana kalau lidahku terselip membuatnya terdengar seperti aku tertarik, dan Isuzu berkata, “Kelihatannya kau salah paham” atau “Maaf, aku merasa kau sangat tidak menarik” ? Aku tidak pernah bisa kembali. Harga diriku akan hancur selamanya. Ia harus menjatuhkan dirinya sendiri dari Kastil Maple dan mati—dan ia tidak ingin mati.
“Hmm…”
Jalannya menurun dari sini. Sebuah truk lewat di sampingnya, menyibakkan angin dingin.
Di depan ada persimpangan empat arah. Saat lampu berubah menjadi kuning, ia mengerem dan berhenti. Sesaat kemudian, sebuah truk tangki besar merobek penglihatannya, menggetarkan tanah di bawahnya. Truk itu berjalan cukup cepat. Jika ia tidak berhenti di lampu kuning, sesuatu yang buruk bisa saja terjadi padanya.
Apa ini semacam pertanda ? Seiya bertanya-tanya, mencengkeram tuas rem dengan erat.
Oke, ia memutuskan. Itu adalah lampu kuning. Kuning. Kuning artinya hati-hati.
Pura-pura saja kau tidak menyadari apa yang terjadi hari ini, katanya dalam hati.
Aku hanya seorang lelaki yang kasar dan tidak sadar. Aku tidak tahu apa yang kacang aneh itu perbuat. Aku tidak akan berpikir dalam-dalam tentang perkataan Isuzu. Itu seharusnya menunda segalanya untuk sementara.
Telah mengambil keputusan, ia merasa jauh lebih baik. Biasanya ia ingin berbicara dengan seseorang dan menenangkan pikirannya, tapi ia tidak memiliki siapa pun yang bisa ia curahkan isi hatinya padanya : Kanie Seiya adalah pria yang tertutup.
Pada saat itu, ia merasakan smartphone yang tersimpan jauh di saku belakangnya bergetar. Ia baru saja menerima sebuah surel.
“……!”
Itu mungkin sebuah spam, tapi terlepas dari itu, ia mengeluarkan ponselnya dan memeriksanya. Asalnya dari Sento Isuzu. Seiya terkesiap, meski tidak cukup panik—lebih seperti ketegangan.
Ia membuka surel itu.
“……Ya, sudah kuduga.”
Seperti yang ia kira, itu hanya tentang pekerjaan : jadwal wawancara untuk besok, dan seterusnya; recananya untuk berurusan dengan Chujo Shiina, orang yang ia palingkan mukanya darinya sebelumnya; informasi tambahan mengenai Adachi Eiko dan Bando Biino. Dia menjelaskan itu semua secara sederhana dan tanpa tambahan apa pun.
《Aku mengerti. Sampai jumpa lagi》
Ia balik mengetik dengan singkat.
Lampu berubah menjadi hijau. Ia mengebut menyusuri jalan dua jalur satu arah ketika ponselnya kembali bergetar. Ia menghentikan sepedanya dan memeriksa surelnya : itu dari Isuzu.
《Terima kasih untuk semuanya. Aku minta maaf tentang hari ini.》
Sebuah pesan singkat. Bagaimana ia harus mengartikannya ? Seiya menghabiskan sisa malam itu memikirkannya, tapi ia tidak bisa mencapai sebuah kesimpulan.
“Yang Mulia, pengawal kerajaan Yisuzurch Saintlucia hadir untuk memberikan atensi.” Kastil Maple, di pusat taman : Isuzu berlutut di atas batu ubin besar di taman atap.
“Terima kasih sudah datang, seperti biasa, Isuzu-san.” Latifah, yang sedang berbicara dengan seekor burung yang bertengger di cabang Ilex pedunculosa[2], berhenti, dan tersenyum penuh kebahagiaan.
Seperti namanya, taman atap dibangun di lantai teratas kastil. Di bawah bintang-bintang yang indah, pepohonan tumbuh rimbun dan bunga-bunga mekar, dicium oleh angin malam sepoi-sepoi.
Gadis ramping itu berdiri di salah satu sudut taman. Dia berkulit pucat yang tampak tembus cahaya, rambut keemasan yang bergemerlap, serta sebuah long dress yang melayang seperti gelagah dedalu yang ditiup angin.
“Ikutlah denganku,” Latifah—sang gadis ramping—berucap.
“Aku sudah membuat teh.”
“Ahh…” Sento Isuzu, ALIAS Yisuzurch Saintlucia, memiliki hubungan yang rumit dengan Putri Latifah : Latifah Fleuranza adalah putri dari kerajaan magis bernama Maple Land. Tentu saja, dia sudah bersumpah setia padanya, dan dia melayaninya dengan rasa hormat yang besar; itu bukanlah sumber masalahnya.
Masalahnya adalah Latifah tetap berusia empat belas tahun selama lebih dari satu dekade.
Pada usia tiga atau empat tahun, Isuzu bertemu dengan Latifah untuk pertama kalinya di taman kerajaan. Latifah berusia empat belas, kala itu, dan seperti seorang wanita cantik yang lebih tua. Dia berjongkok di depan Isuzu kecil dan berkata,
“Senang bertemu denganmu, Yisuzurch-san.”
Pertemuan mereka yang berikutnya sangat jauh di kemudian hari. Isuzu berusia enam belas, sekarang, dan lebih tinggi dari keduanya. Kali ini, sang putri mendongak melihatnya dan sekali lagi, berkata :
“Senang bertemu denganmu, Yisuzurch-san.”
Kali ini nada bicaranya penuh hormat, seolah dialah yang bertemu dengan wanita luar biasa yang lebih tua…
Tentu saja, hal ini tidak menggoyahkan kesetiaan Isuzu dengan cara apa pun. Itu hanya membuatnya gelisah, bagaimana dirinya tidak bisa memberitahunya bahwa dia seharusnya menghormatinya, atau menyayanginya. Jika mereka punya kesempatan untuk berbicara dengan lebih intim, haruskah dia berbicara dengannya seolah dia lebih tua, atau seolah dia lebih muda ? Isuzu tidak tahu.
Kemudian, hari ini, masalah baru telah muncul.
Yang Mulia… pikir Isuzu.
Saya takut saya harus bertanya pada Anda. Manusia itu, sangat angkuh, namun memiliki semacam kekuatan misterius—Bagaimana perasaan Anda terhadapnya ? Bagaimana perasaan Anda terhadap Kanie Seiya ?
Properti taman : asrama karyawan pertama, Tanah Winchester
Di ruangan Macaron, tempat di mana mereka telah merencanakan pesta menonton hasil kerja Adachi Eiko, suasananya seperti berjaga-jaga. Ketika Tiramii dengan gembira mempersembahkan AV yang sudah ia dapatkan, gambar pada kemasannya tidak tampak seperti Adachi Eiko sama sekali. Manajer PR Tricen sudah memberitahu mereka sebelumnya bahwa dia adalah seorang aktris dewasa bernama Anjo Erina. Tapi “Anjo Erina” adalah seorang wanita lebih tua dengan perut yang cukup besar yang sama sekali tidak mirip dengan Adachi Eiko.
“Pasti… pasti ada suatu kesalahan, ron.” ucap Macaron, tampak kumal.
Ia menghabiskan malam hingga saat itu dengan sekaleng bir di satu tangan, wol putihnya mengembang dalam harapan.
“Mii… Aku melihat-lihat ke semua kedai penyewaan dan toko-toko, tapi ini adalah satu-satunya video yang menampilkan aktris ini, mii…” Tiramii membalas dengan kelelahan. Mata kancingnya hampa, kehilangan kilauannya yang biasa.
“Ah, demi apa… jadi info Tricen adalah sebuah kesalahan, fumo…” Moffle berbisik.
Ia menuangkan segelas air panas dan shochu[3] lainnya untuk dirinya sendiri, membalikkannya dan mengerang.
“Tapi… bagaimana kau mengelirukan gadis dalam foto resume dengan seorang wanita yang terlihat seperti peraih medali Olimpiade open-weight? ! Apa ia buta, ron ?!”
“Yah, begini… kami berbicara di telepon sebelumnya, dan tampaknya gambar yang kukirim padanya sedikit melebar, fumo. Ponselnya tua, serta memakai algoritma aneh ini…”
“Kalau begitu kirim padanya gambar yang pantas ! Katakan pada Tricen untuk—”
“Sudah, fumo. Ia bilang ia menyerah. Tidak bisa menemukannya, fumo.”
“Ron sialan ! Bagaimana ini bisa terjadi ?!” Macaron membanting kaleng birnya ke atas meja.
“Kau bahkan tidak bertemu dengannya secara langsung,” Moffle mengejek.
“Apa yang membuatmu begitu kesal ?”
“Karena kau bertemu dengannya hari ini membuatku kesal, ron ! Dia adalah penghuni dunia yang jauh di mana kita tidak akan pernah menjadi bagiannya ! Mengetahui bahwa dia mengunjungi tempat kerja kita mempertinggi kenyataan dan kepercayaan ! Pastinya kau paham kelezatan dari hal semacam itu, ron ?!”
“Hm, kurasa…”
“Dan sekarang… dan sekarang… sekarang aku hanya terjebak dengan frustrasi seksual, ron ! Kau dan Tricen sama-sama sangat bodoh, ron !”
“Hmm,” Moffle termenung berbahaya.
“Aku tidak yakin aku peduli pada nada bicaramu. Kau bisa menyebut Tricen apa pun yang kau mau, tapi kalau kau menyebutku bodoh…”
Saat suasana mulai berderak di antara mereka berdua, Tiramii menyela, mencoba menenangkan mereka.
“Jangan berkelahi, kalian berdua ! Ayo kita tonton saja, mii ! Ini mungkin keluar dari tempat barang murah dengan harga 480 yen, tapi ini masih ada harganya, kan ?”
“Itu tidak ada harganya, ron ! Tidak ada, ron !”
“Mofu. MILF gemuk adalah jembatan yang terlalu jauh untukku…”
Membalas kecaman mereka, Tiramii hanya memiringkan kepalanya dengan bingung. “Aw, sungguh ? Aku bisa menerimanya…”
“Kau…”
Dua lainnya dikejutkan oleh kisaran libido Tiramii yang tak terbatas.
Pada akhirnya, mereka tidak menonton video yang dibelinya. Malahan, mereka menggali katalog DVD Macaron dan menonton Black Hawk Down.
Kesedihan mereka merasuki tiga puluh menit pertama. Tapi, segera, mereka menikmati diri mereka dengan minuman keras di tangan : Operasi tentara Amerika di Somalia. Masalah yang tak terduga. Baku tembak yang mendebarkan. Macaron memiliki sistem audio 6.1ch yang terpasang di ruangannya, yang mana menambah penjiwaannya.
“Hmm, film ini benar-benar bagus, ron. Ini adalah terobosan dalam genre zombie, ron.”
“Apa ? Tapi ini adalah film perang, fumo.”
“Bukan, ini adalah film zombie. Itulah yang penulis Sato Daisuke katakan, ron—Milisi Somalia terus bermunculan, mereka menyapu habis mereka, tapi tidak pernah berhenti, ron.”
“Oh ! Itu benar-benar seperti sebuah film zombie, mii.”
“Aku selalu menangis saat Gordon dan Shughart mati, ron. Oh, dan juga ! Film ini membuat M14 kembali populer. Senjata itu selalu menjadi senapan yang bagus, kau tahu ? Tapi kaum muda tidak menyukai gagang kayu, jadi diambillah gambar kuno. Tapi mereka menampilkan M14 dengan frame polimer dan rel Picatinny[4], dan dampak realitisnya—”
Dan begitulah mereka mengobrol dan menikmati diri mereka. Kesal dengan adegan pertarungan, menangisi adegan kematian, berbicara dengan penuh semangat tentang penggambaran senjata yang terperinci—Berkat itu, mereka semua lupa tentang AV yang malang.
Properti taman : asrama karyawan kedua, Tanah BT
Malam itu, Sento Isuzu mengirim surel secara langsung pada Adachi Eiko dengan hati-hati:
《Saya adalah sekretaris dari manajer pelaksana. Sebagai referensi, bisakah Anda memberitahu saya nama panggung Anda beserta daftar peran sebelumnya dari perusahaan Anda sebelumnya ? Kami harus memperhitungkan potensi keluhan dari agensi Anda yang sebelumnya dalam keputusan perekrutan kami. Tentu saja, kami tidak akan membagikan informasi tersebut dengan siapa pun.》
Dia bersungguh-sungguh ketika dia bilang tidak akan membagikannya, tapi yang lainnya hanya dalih. Dia tidak bisa berhenti bertanya-tanya tentang hal itu, dan mengingat apa yang terjadi dengan Seiya hari itu, dia ragu dirinya akan tertidur lelap. Jadi, Isuzu menguatkan tekadnya dan bertanya.
Balasannya datang dengan segera. Isinya adalah nama panggung Eiko, jumlah hasil karyanya, dan ucapan terima kasih untuk wawancaranya sebelumnya.
《Terima kasih banyak. Kami akan segera memberitahu Anda jika Anda mendapat pekerjaannya,》 balasnya, kemudian seketika itu juga memutuskan untuk mencari salah satu judul.
Judulnya adalah “Teman-Teman Puting Berkumpul ! Mengisap Sepanjang Malam !”
Tunggu. Apa ?
Teman-Teman Puting ? Mengisap Sepanjang Malam ? Betapa bejatnya. Ini kegilaan ! Seluruh dunia sudah gila ! Isuzu merasakan hawa dingin menusuk tulang punggungnya saat dia mencoba membayangkan manusia macam apa yang bisa memikirkan judul itu.
Pemikiran untuk mengetiknya di keyboard-nya secara langsung membuatnya merasa ngeri, sebagai gantinya, dia mengambil jalan copy-paste. Degan segera, hasil pencarian muncul. Tidak hanya DVD, tapi beberapa video juga tersedia untuk unduhan langsung. Bahkan ada beberapa yang diunggah ke YouTube.
“……?”
Tunggu sebentar. YouTube ? Situs itu tidak mengizinkan konten dewasa, kan ? Bagaimanapun juga, dia harus melihat apa yang ada di dalamnya—dengan jari yang gemetar, dia mengklik.
Gambarnya adalah sebuah peternakan di suatu tempat. BGM aliran musik country (kemungkinan area publik) dimainkan.
Seekor domba muda sedang menyusui induk domba. Gemetaran, domba itu terus mengisap sekeras yang dia bisa.
“Oh, lihat ! Seekor bayi domba ! Lihatlah betapa kerasnya dia mengisap di sana ! Lihatlah dirimu ! Kau mengisap puting Mama, huh ?” Sang narator terdengar tidak asing. Dia adalah Adachi Eiko.
“Bayi domba seperti bayi manusia,” dia terus bercerita.
“Mereka biasanya hanya melahirkan satu bayi pada satu waktu. Laki-laki kecil ini sangat berharga bagi ibunya. Ia akan tumbuh dengan cepat dan penuh energi ! Ia bahkan mungkin bisa segera makan rumput ! Bayi domba sangat menyukai ‘bar susu’ milik mama ! Minumlah yang banyak dan jadilah besar dan kuat, oke ?” Penceritaannya berakhir, tapi videonya terus berganti antara berbagai pemandangan domba menyusui.
Lalu layarnya menjadi gelap.
Itu diikuti oleh sebuah pemandangan anak-anak babi menyusu pada ibu mereka.
“Oh, lihatlah babi-babi itu ! Semua saudara dan saudari itu ! Satu, dua, tiga, empat… oh, ya ampun ! Babi ini punya sepuluh bayi ! Mereka semua memperjuangkan puting mama ! Nah, jangan mendorong ! Isap, isap, isap, isap !”
Berikutnya muncul pemandangan sapi yang sedang menyusui. Eiko-san menarasikan yang itu juga.
Kemudian pemandangan hamster yang sedang menyusui. Eiko-san, sekali lagi, menarasikan yang itu.
Anjing. Kuda. Kucing. Bermacam-macam hewan liar : Gajah, monyet, dan beruang kutub. Bahkan ada beberapa adegan menyusui yang ganjil di sini. Hanya satu mamalia demi satu, demi satu, demi satu…
“Semua bayi mamalia adalah teman-teman puting !” Suara Eiko-san menyeru.
“Mereka akan mengisap bersama-sama sepanjang malam !”
Hanya setelah 20 menit penuh videonya akhirnya berakhir.
Isuzu memandang layar hitam LCD sejenak dengan alis mengkerut dan kepala miring. “AV…” ucapnya pelan.
“‘Animal video ’ ?”
[1] pria Renaisans zaman sekarang= orang yang bisa melakukan banyak hal di berbagai bidang (Inggris: modern-day Renaissance man. Mungkin harusnya nggak di translate, tapi terlanjur)
[2] Ilex pedunculosa= termasuk ke dalam famili Aquifoliaceae (Inggris: longstalk holly) (Aplikasi Google digunakan untuk melihat gambar)
[3] shochu= miras Jepang dengan kandungan alkohol: sake < shochu < wiski. Bahan bakunya berbagai produk pertanian dan umbi (Wikipedia)
[4] rel Picatinny= rel/landasan yang digunakan senjata api untuk dipasangi perlengkapan dengan platform standar mounting picatinny. (Aplikasi Google untuk mencari info mengenai perlengkapan firearm)