2: Tidak Cukup Uang !
Ada tiga hal yang Latifah Fleuranza nantikan setiap malam. Yang pertama adalah menyiapkan kroket buatan tangannya untuk dijual pada para tamu keesokan harinya. Yang kedua adalah berbicara dengan burung-burung di taman atap. Yang ketiga adalah mandi.
Dia menikmati air panasnya, yang direndam dengan herba harum dari taman, dan uap samar yang berbau sedap… Terlepas dari kebutaannya, dia tidak membutuhkan bantuan siapa pun; dia tahu di mana letak semua benda yang ada di kamar mandi. Meski dia sudah kehilangan ingatan tentang segalanya sampai bulan lalu, tubuhnya ingat.
Tapi minggu lalu, Latifah sudah berhenti mandi seperti ini. Kemewahan dari membasahi tubuh telanjangnya dalam bak berisi air panas adalah sesuatu yang tidak bisa lagi mereka bayar—itu akan menyebabkan tagihan gas dan air mereka melonjak. Latifah telah mendengar bahwa asrama karyawan bahkan mengatur jadwal kapan air panas akan tersedia.
Sebagai gantinya, dia merebus air panas di dapur, mengangkat ceret menuju kamar mandi, menuangkannya ke baskom, dan mencampurnya dengan air dingin untuk mencapai suhu yang pas. Kemudian dia bertelanjang, menyabuni dirinya sendiri dengan handuk dan sabun batangan, dan kemudian membilas dirinya sendiri dengan air yang tersisa di baskom. Dia hanya diperbolehkan mencuci rambutnya sekali setiap tiga hari, tapi dia tidak akan membiarkan dirinya mengeluh.
“……”
Dia menggigil. Dia bergegas ke ruang ganti, dan kemudian mengeringkan dirinya dengan handuk. Dia merasa kedinginan dan rapuh, dan dia merindukan bak mandi beraroma miliknya… Tapi itu adalah pengorbanan sepele, katanya dalam hati.
Semuanya bekerja sangat keras, pikirnya.
Pasti, ia akan membuat keajaiban lainnya terjadi…
“…Achoo !” Latifah bersin kecil, lalu meraba-raba mencari pakaian dalamnya.
Sento Isuzu menggunakan pemandian umum terdekat. Dia tidak bisa menggunakan kamar mandinya di asrama, dan dia hampir tidak bisa membenarkan kemanjaan pribadi ketika dia tahu penghinaan apa yang diderita oleh Putri Latifah.
Pemandian umum yang dia datangi telah beroperasi selama 50 tahun. Itu adalah tipikal pemandian dari zamannya : lukisan dinding Gunung Fuji yang menyalahi zaman; lantai dan dinding berubin putih… Sebuah kipas angin kuno berputar bolak-balik di ruang ganti, dan kulkas berselimut kaca memuat botol berisi kopi susu.
Sebagai seorang prajurit pengawal kerajaan yang hanya pernah mandi di kamar mandi pribadinya sejak datang ke dunia manusia, kunjungan pertamanya ke pemandian umum telah membawa sejumlah kejutan.
“Um, Isuzu-san…” Pendampingnya, Peri Air, Muse, berbicara dengan ragu-ragu. (Isuzu bilang, “Ini pertama kalinya aku pergi ke sana. Maukah kau mengantarku berkeliling?” dan menyeretnya.)
“Kau sudah menatap baskom ‘keroyon’ itu untuk waktu yang lama. Kupikir kau tidak akan menemukan apa pun di sana…”
“……”
Telanjang bulat dan berlutut dengan satu kaki, Isuzu menatap baskom, bergumam tertarik.
“Apa mereka menjual baskom-baskom ini ?” tanyanya.
“Pemandiannya ? Kurasa tidak,” jawab Muse.
“Aku melihat mereka menjualnya di Tokyu Hands… apa kau benar-benar menyukainya ?”
“Tidak. Aku hanya bertanya-tanya apakah baskom adalah bentuk iklan yang efektif. Kalau cukup murah, mungkin patut dicoba…”
Bisakah aku mencetak “Amagi Brilliant Park” di bagian bawah baskom kuning sederhana, Isuzu bertanya-tanya,
dan mandi umum di sana-sini untuk menyimpannya ?
Mungkin mereka bisa memasukkan ilustrasi dari kepala maskot mereka, Moffle…
“Kau selalu memikirkan pekerjaan, huh ?” Muse iseng berkomentar.
“…tapi kudengar itu butuh banyak perawatan spesial untuk menjaga pesannya agar tidak terkelupas dari baskom-baskom itu, kau tahu ? Mungkin harganya jauh lebih tinggi daripada yang kau kira.”
“Begitu…”
Ke mana pun dia pergi masalahnya selalu harga, harga, harga. Ide lain yang menjanjikan, hancur sejak awal. Tertekan, Isuzu mengembalikan baskom itu ke tempat dia mendapatkannya, lalu melangkah menuju bak mandi. Dia melemparkan lap mandinya ke air tanpa basa-basi, dan baru akan masuk ketika—
“Oh… Isuzu-san ! Isuzu-san !” Muse memanggil dengan mendesak.
“Ada apa ?”
Muse meraih lengan Isuzu dan mengeluarkan handuk itu dari air.
“Kau tidak bisa membawa lap mandimu ke bak mandi ! Kau perlu melipatnya dengan rapi dan meletakkannya di atas kepalamu. Itu dan membasuh dirimu sendiri sebelum masuk adalah dua hukum yang mengekang di pemandian ! Orang lain perlu menggunakannya, jadi itu sedikit menjijikkan kalau kau tidak membasuh dirimu terlebih dahulu, kan ?”
“Menjijikkan…”
Memang benar bahwa, karena masalah anggaran taman, Isuzu belum mandi hampir seharian. Setelah menghabiskan 22 jam dan 32 menit tak terbilas, dia sulit menyangkal bahwa dia memang ‘menjijikkan.’ Tanpa mandi setiap delapan jam, dia mulai ingin mati, tapi dia memaksa dirinya untuk tersenyum lebar dan menahannya—meskipun dia merasa terkuras secara fisik dan mental, dan bahkan bergerak terasa seperti sebuah tugas. Tapi dianggap ‘menjijikkan’… Bagaimana dia bisa menghapuskan penghinaan seperti itu ?
“Aw, hei, ini tidak seburuk itu !” Muse memberitahunya.
“Kita hanya perlu membasuh diri kita dulu. Ayo, ke sini.”
“……”
Tapi aku hanya ingin segera masuk ke bak mandi, pikir Isuzu.
Masih sedih, dia mengikuti arahan Muse dan duduk di depan cermin yang ditunjuk, di mana dia membuat busa dengan lap mandi dan sabun. Jadi agar tidak tersinggung lagi, Isuzu memperhatikan apa yang Muse lakukan dengan sangat hati-hati, sehingga dia bisa menirunya sendiri.
Begitu… kau mulai dengan membasuh kaki kananmu, kemudian kau berpindah ke pinggul dan pinggangmu… Lalu kau berpindah dengan hati-hati ke ujung jari-jari kaki kirimu, menggosok dengan melingkar…
“A-Ada apa ?” Muse membeku saat dia menyadari tatapan tajam Isuzu.
“Tidak ada. Tolong lanjutkan.”
“Tapi ketika kau menatapku seperti itu… Isuzu-san, apa kau tipe ‘yuri’ ?” Muse tersipu dan menggeliat di hadapan keheningan Isuzu.
“A-Apa itu alasan kenapa kau mengajakku ke sini ? Aku tersanjung, tapi aku sungguh berpikir kita tidak seharusnya… aku… aku… ketika aku merasa kau menatapku, telanjang seperti di hari aku dilahirkan, aku… aku…”
“……”
Isuzu menunggunya untuk menyelesaikan.
“Yah, aku tidak berpikir… aku hanya tidak tertarik pada hal semacam itu…” ucap Muse dengan suara senetral yang bisa dia atur.
Dia terdengar persis seperti seorang gadis SMA yang, setelah permainan kasar di kamar mandi menjadi terlalu intim, tersadar dan berkata,
“kalau kita melanjutkan lebih jauh, kita tidak akan berteman lagi.”
Tapi tatapan Isuzu tidak goyah.
“…Begitu. Aku tidak sepenuhnya mengerti apa maksudmu, tapi aku harus memintamu untuk melanjutkan. Ini sangat penting agar aku memandu sebagaimana mestinya ke dalam budaya pemandian.”
“Oh. Itukah maksud dari semua ini… ? Maafkan aku,” Muse meminta maaf.
“Tapi hal-hal di sini sebenarnya tidak sekaku itu. Kau hanya perlu membasuh seperti biasa, oke ?”
“Dimengerti. Aku akan membasuh dengan cara standarku, kalau begitu,” ucap Isuzu, yang segera mulai menggosok tubuhnya. Untuk dirinya, dia berpikir:
Aku ingin berendam di bak mandi sesegera mungkin.
Muse hanya mendesah pada awalnya, tapi setelah beberapa saat, dia berbisik padanya lagi :
“Tapi Isuzu-san… Terlepas dari apa yang kukatakan, pada waktu adegan seperti ini, kita mungkin harus melakukan hal-hal yang menciptakan suasana ‘yuri.’ Kau tahu, untuk meningkatkan penjualan ?” Muse mengusulkan, untuk suatu alasan bisnis yang tidak bisa dipahami dan mendobrak dinding ke empat[1].
“…Suasana yuri apa, tepatnya ?” Isuzu bertanya.
“Kau tahu. Menjadi gugup, seperti aku tadi,” Muse menjelaskan.
“‘Oh, Isuzu-san, kulit wajahmu sangat cerah’ dan ‘Oh ? Kau membuatku ingin menggodamu sedikit juga. Terima ini !’ dan lain-lain. Dan kemudian kita menjerit dan terkekeh-kekeh dan semacamnya…”
Isuzu berhenti menyabuni dan menatap Muse dengan ketidakacuhan tanpa ampun. “Kau mampu mengucapkan beberapa hal yang sangat mengganggu.”
“Oh, ayolah !” Muse memprotes.
“Jangan mengkhianatiku !”
“Aku tidak terlalu tahu apa yang kau bicarakan, tapi keriuhan yang berlebihan akan mengganggu orang-orang di sekitar kita,” Isuzu memberitahunya dengan sopan. “Bagaimanapun, kita akan melanjutkan diskusi ini di tempat mandi.”
“Itu tidak adil. Aku—”
“Cukup.”
Isuzu melambaikan tangannya acuh tak acuh, dan kemudian menuju bak mandi. Hanya untuk memastikan, dia memeriksa reaksi dari orang-orang di sekitarnya : kali ini, tak ada orang yang tampak kesal dengan pemikiran tentang dia yang memasuki air panas. Dia juga meletakkan handuk basah di atas kepalanya, sesuai instruksi.
“Ahh…”
Rasanya luar biasa. Kata ‘meresap’ pastilah dimaksudkan untuk saat-saat seperti ini. Membenamkan tubuhnya ke dalam air memenuhinya dengan perasaan yang mencakup semua kebahagiaan.
Isuzu ingat mendengar bahwa garis keturunannya memiliki darah kappa di dalamnya. Mungkin itulah kenapa rasanya sangat enak ketika menaruh handuk basah di kepalanya ? Apa itu juga alasan kenapa dia sangat menyukai mentimun ?
Ah, tapi lupakan itu. Ini adalah surga.
“Tapi kita tidak bisa selamanya pergi ke pemandian umum, kau tahu ?” ucap Muse, memotong lamunan Isuzu saat dia menurunkan tubuh putih bersih miliknya ke dalam bak mandi.
“Tempat ini membutuhkan uang, meski hanya sedikit. Dan… aku tidak berpikir para pemeran bisa selamanya berhemat. Kita perlu mencari cara untuk mengumpulkan uang agar orang-orang bisa mandi kapan pun dan berapa lama pun yang mereka mau.”
“Ya, kau benar…” Isuzu berbisik, menatap langit-langit.
“Kita tidak punya uang. Kalau keadaan tidak segera berubah…”
Sementara semua orang di taman berhemat dengan susah payah—Isuzu dan Muse menghabiskan uang saku mereka di pemandian umum; Latifah bersin saat dia membasuh tubuhnya dengan air dingin—Moffle, Macaron, dan Tiramii sedang menikmati pijatan di spa termewah di Kota Amagi.
“Ahh, ya ! Ya ! Di sana, fumo !”
“Ya… berusahalah lebih keras, ron ! Lagi, lagi… ya, ya, ya !”
“Hei, hei, nyonya ! Kau punya tubuh yang bagus, mii ! Bisa aku mendapat surelmu ?”
Ketiga maskot bulat-gemuk dan setinggi dua kepala sedang berbaring di meja pijat, mengerang bahagia. Selain biaya masuk pokok seharga 2,500 yen, pijat selama satu jam seharga 7,000 yen; itu adalah kesenangan pada tingkat yang bahkan akan membuat pegawai yang baik berpikir dua kali.
“Oh, sudahlah ! Kau lelaki konyol. Jangan menggoda wanita tua !”
Sang wanita paruh baya menusukkan sikunya ke punggung Tiramii sambil tertawa, pipinya merah. Dia memang memiliki tubuh yang bagus—cukup bagus sehingga dia bisa muncul di salah satu iklan untuk produk diet palsu itu. Dia mungkin telah bekerja sangat keras untuk mempertahankan bentuk tubuhnya.
“Aw, itu tidak benar, mii ! Berikan padaku alamatmu. Aku akan menerima LINE-mu juga, mii.”
“Berhati-hatilah, nyonya. Ia lebih buruk daripada sampah, ron.”
“Ya, fumo. Kau tidak ingin kehilangan keluargamu, kan ?”
Setelah masing-masing dari ketiganya menimpali, seluruh tempat meledak tertawa.
Sayangnya, sang wanita memiliki seorang suami yang dicintainya dan dua anak seusia SMA, dan dia tidak memiliki niatan untuk memulai hubungan semacam itu dengan Tiramii. Tetap saja, dia tampak menikmati godaan itu. Dua ahli pijat paruh baya lainnya tertawa terbahak-bahak, dan semua maskot meninggalkan panti pijat setelah menikmati diri mereka.
“…Ahh, aku merasa lebih baik. Apa selanjutnya, ron ?”
“Hmm. Kita sudah menikmati sauna dan pijat, fumo. Selanjutnya…”
“Bir dan barbekyu ! Kalbi[2] ! Kalbi !”
“Kalbi ! Kalbi !”
“Kalbi ! Kalbi !”
Mereka bertiga meraung keras, lalu masuk ke restoran barbekyu kelas tinggi di dalam gedung spa.
Secara kebetulan, uang untuk semua kemewahan ini berasal dari tiket pacuan kuda Satsuki Sho dengan pembayaran 100-1. Tiramii sudah mendapat tip, Macaron sudah menelitinya, dan Moffle sudah menyediakan uangnya. Setelah banyak berdiskusi, ketiganya akhirnya memutuskan bahwa membaginya menjadi tiga akan lebih mudah—dan pembayarannya cukup hingga bahkan barbekyu kalbi seharga 300 yen per potongan terasa sepele.
“Ahh, senang bisa hidup. Aku belum memanjakan diriku seperti ini untuk waktu yang lama,” ucap Macaron, setelah menenggak birnya dan mendesah gembira.
“Yah, kesenangan itu menyenangkan, tapi… aku merasa sedikit bersalah, fumo.”
“Mii ? Kenapa begitu ?”
“Semua hal yang kita lakukan untuk meningkatkan kedatangan kita di bulan Maret sudah membuat AmaBuri terlilit hutang, fumo. Anggaran kita dalam masalah serius…” Posisi tanggung jawabnya membuat Moffle kesulitan untuk sepenuhnya menikmati situasi mereka saat ini.
“Bagaimana kau bisa memikirkan pekerjaan saat ini ? Ingatlah di mana kau berada, ron !”
“Untuk saat ini, nikmati kalbinya, mii !”
“Yah… kurasa kalian benar, fumo.”
Ketiganya mulai tertawa terbahak-bahak lagi, mendentingkan gelas mereka dan bersulang, serta sepenuhnya menikmati rasa dari daging barbekyu. Mereka tidak memikirkan tentang situasi mandi tidak menyenangkan yang dialami oleh Latifah, Isuzu, Muse, dan yang lainnya.
“Ahh, ini hebat, mii !”
“Aku sangat menikmati ini ! Ini sangat menyenangkan, ron !”
Pekan berikutnya, di ruang konferensi gedung No. 1—
“Tampaknya kesenangan sudah berakhir,” ucap Kanie Seiya dengan suara suram.
“Kita tidak punya cukup dana untuk menjalankan taman. Kita melakukan semua yang kita bisa untuk mendapatkan pembiayaan baru, tapi jika terus seperti ini, kita bahkan tidak akan sanggup untuk memberikan gaji untuk bulan ini…”
Isuzu dan sebagian besar pemeran merosot pasrah.
Hanya tiga anggota pemeran yang duduk di satu sudut—Moffle, Macaron, dan Tiramii—yang bangkit dari kursi mereka dengan dentuman keterkejutan. Sebenarnya, Macaron dan Tiramii yang melakukan itu—Moffle hanya menyilangkan tangan bonekanya, menutup matanya dan menggumamkan “Mofu” seakan ia sudah menduga hal ini.
“Kau tidak akan membayar kami ?! Apa kau bilang kau tidak akan membayar kami, ron ?!”
“Kau tidak bisa melakukan ini, mii ! Ini mengerikan, mi i!”
Keduanya menjadi sangat pucat dan berteriak dengan sangat keras.
“Diam. Kau tidak bisa mendapatkan uang dariku,” Seiya menggerutu dengan sangat jengkel.
“Tapi, tapi… aku punya semua jenis tagihan jatuh tempo ! Ponselku, uang sewaku, kartu kreditku… gaji bulan ini adalah harapan terakhirku, mii !”
“Aku juga, ron ! Aku sudah harus hidup dengan 500 yen sehari hingga hari gajian… apa yang akan kulakukan, ron ?!”
Saat mereka berdua mengoceh satu sama lain, Moffle merengut.
“Apa yang kalian bicarakan, fumo ? Kita menerima gaji besar itu minggu lalu.”
“Gaji ? Apa yang kaubicarakan ?”
“Kita memenangkan sebuah tiket 100-1 di pacuan Satsuki Sho, fumo. Kita membaginya menjadi tiga, jadi masing-masing dari kita mendapat 150,000. Kita bahkan mendapat malam kecil yang menyenangkan di samping itu, fumo.”
Anggota pemeran lainnya mencondongkan tubuh ke depan dalam kegembiraan : “Wow, beruntung !” dan “Bagaimana caramu mendapatkan jackpot ?” dan “Biarkan aku ikut dalam kegiatan itu lain kali !” mereka mendengung.
“……”
Seiya, sementara itu, merosot sedih. Para maskot yang semestinya membawa impian pada anak-anak bertaruh di pacuan kuda dan menghambur-hamburkan uangnya ? Itu semua sangat kotor dan hina.
“Macaron, Tiramii. Kenapa kalian sangat kesal ? Bahkan setelah malam kecil kita, kalian seharusnya masih punya banyak sisa, fumo.”
Tubuh boneka imut mereka kempis karena malu.
“Aku kehilangan semuanya di pachinko, ron…”
“Aku menghabiskan setiap malam di lingerie pub, mii…”
Kalian berdua adalah sampah yang sesungguhnya, semua mata di ruangan itu tampak berkata seperti itu. Sebagai balasan, mereka meledak dengan alasan :
“Tapi aku menang pada awalnya, ron ! Kupikir aku sedang beruntung setelah tiket 100-1! Aku berpikir, ‘Aku harus mendapat jackpot kali ini,’ ron !”
“Aku h-hanya merasa kasihan pada satu gadis lingerie pub ini, mii ! Tidak ada yang memilihnya dan dia terlihat sangat sedih dan… Aku mau membantunya, mii !”
“Itu cukup,”
Isuzu memerintah mereka.
“Tolong tenang.”
“Baik…” kedua maskot bersungut, tapi ancaman dari musket Isuzu dengan cepat membungkam keduanya.
“…Bagaimanapun, kembali ke titik asal : kita hampir bangkrut. Dan begitu kita mulai mendapat cek kosong atau gagal membayar para karyawan, itu adalah hitungan mundur menuju kebangkrutan. Kita harus melakukan beberapa hal cerdik untuk membuat biaya tenaga kerja kita dibayar… tapi mungkin saja kita akan terlambat membayar, atau mencicilnya,” Seiya menjelaskan.
Ashe, kepala departemen akuntansi, menimpali.
“Tapi Pak, kita juga akan merekrut pekerja paruh waktu baru bulan ini. Bagaimana kita bisa membenarkan hal itu pada seluruh pemeran ? Mempekerjakan orang baru sementara bayaran mereka sendiri terlambat…”
“Kita perlu karyawan-karyawan baru itu apa pun yang terjadi.” Seiya berkata, tegas. “Kalau kita bisa mengatasi rintangan ini dan menjaga taman tetap hidup… kita akan membutuhkan mereka. Ini adalah satu hal yang tidak bisa kuserahkan.”
“Tapi kita tidak punya cukup uang. Kita tidak bisa terlambat membayar karyawan kita. Seseorang akan berlari ke Kantor Inspeksi Standar Ketenagakerjaan, dan sisanya akan menjadi seperti tikus yang melarikan diri dari kapal yang tenggelam… ah, maafkan aku. Aku tidak berusaha menyiratkan bahwa kau akan melarikan diri, Moffle-san,”
Ashe meminta maaf, saat dia menyadari Moffle mencebikkan muka.
“…Maafkan aku. Tampaknya kita seharusnya menyimpan ini untuk diri kita sendiri. Jika rumor tersebar, itu akan membuat keadaan menjadi lebih buruk.”
Ashe benar. Bahkan jika ini adalah taman hiburan yang setengah-setengah dan gagal, taman ini tidak bisa terlambat dalam membayar karyawannya. Bahkan rumor tentang hal itu terjadi akan menjadi tamparan besar; mereka akan tamat. Itu akan menghapuskan semua kerja keras yang sudah mereka lakukan di bulan Maret.
“Baiklah, aku mendengarmu,” Seiya mengaku.
“Tapi kita tidak bisa mengembalikan jin ke dalam botol. Anggap ini sebagai masalah yang sangat rahasia yang kami percayakan pada kalian untuk kalian simpan untuk diri kalian sendiri. Paham ?”
“……”
Mendengar kata-kata Seiya, kelompok itu terdiam. Mungkin frasa itu—“kami percaya pada kalian”—telah menyatukan mereka dengan sendirinya.
“Jadi aku mau membicarakan ini dengan semua orang di sini,” Seiya melanjutkan.
“Apa yang kita butuhkan adalah 25 juta yen, dan kita butuh itu dalam dua minggu berikutnya. Aku akan menerima gagasan apa pun yang kalian miliki.”
Mendengar jumlah persisnya menyebabkan kelompok itu tenggelam lebih berat lagi. Itu jauh melampaui apa pun yang bisa mereka dapatkan dengan pacuan kuda atau jackpot pachinko.
“Ide apa saja. Kalau kau memikirkan sesuatu, kemukakan saja di sana.”
Macaron ragu-ragu mengangkat kukunya.
“Um… kita semua bisa bermain pachinko.”
“Tidak. Yang lain ?”
“Mii. Kita semua bisa bertaruh pada kuda.”
“Tidak. Singkirkan judi. Yang lain ?”
“Mofu. Kita semua bisa merampok toserba.”
“Tidak,” Seiya mencibir.
“Kalaupun kita mencuri 50,000 dari masing-masing, kita masih harus merampok 500 toko.”
“Kalau begitu bagaimana dengan merampok bank ?” Moffle menanyakan.
“Tidak. Hindari perampokan.”
“Mofu. Skema piramida[3] ?”
“Ayolah,” ucap Seiya dengan putus asa,
“tanpa hal ilegal. Yang lain ?”
“Kita bisa membuka taman bermain dewasa!”
“Melanggar hukum bisnis hiburan dewasa. Yang lain ?”
“Doujin seksi ?”
“Hanya sedikit dari kita yang bisa menjualnya, dan kita tidak bisa menghasilkan 25 juta dari itu.”
“Figurin seksi ?”
“Apa kau tidak dengar apa yang kukatakan?”
“Bantal peluk ?”
“Singkirkan barang seks.”
“Temu sapa ?”
“Kau pikir ada orang yang akan mau bertemu atau menyapamu ?”
Mereka menghabiskan sekitar satu jam seperti itu, melemparkan ide-ide setengah hati, tapi tidak ada yang berakal yang muncul.
“Seiya… tidak ada yang akan menemukan cara untuk mendapatkan 25 juta yen dengan serta-merta, fumo.” Moffle berkata dengan ekspresi kelelahan.
“Hmm… Yah, aku tahu kalian tidak akan menemukannya.” Seiya membalas dengan sembrono.
Seluruh kelompok mengerang.
“Lalu kenapa kau bertanya, mii ?! Aku buruk dalam hal keuangan, mii !”
“Bukankah itu tugasmu untuk menemukan hal-hal ini, Kanie-san ?!” Ashe menuntut.
“Berikan saja kami keajaiban luar biasa seperti bulan lalu !”
Mereka meneriakinya satu demi satu. Ekspresi Seiya mengerut karena kesombongan mereka. Apa yang mereka harapkan dari seorang siswa SMA yang menghasilkan 850 yen per jam ? Sambil lalu, 850 sejam adalah upah minimum Kota Tokyo. Seiya akan senang bekerja bukan untuk apa pun, tapi sebagai dasar pegangan, ia merasa setidaknya dirinya harus menerima sebanyak itu. Ia ingin menghardik mereka karena itu, tapi ia memilih untuk tidak melakukannya—Jika dirinya berkata pada mereka “jangan terlalu menekan bocah sepertiku” sekarang, tidak ada yang akan pernah mendengarkannya lagi.
“Kanie-kun.”
Isuzu duduk di sampingnya, menarik lengan bajunya dan berbisik di telinganya.
“Apa ?” ia balik berbisik.
“Tidakkah kau harus memberitahu mereka tentang hal Malmart itu ?”
“Sebaiknya tidak,” ia membalas dengan tenang.
“Aku memang benar-benar menginginkan ide apa pun yang bisa kudapat dari mereka, dan aku juga mau mereka merasa bertanggung jawab atas apa yang terjadi.”
“Aku mengerti…” Isuzu menggumam. Dia bergerak menjauh dan kembali mengetikkan catatan di laptopnya.
“Ah ! Benar juga, ron !” Macaron tiba-tiba berdiri, memukul meja dengan kukunya.
“gua Dornell ! Gua Dornell !”
“Ahh… Aku lupa tentang itu, fumo.”
Moffle memiringkan kepalanya seakan mengingat sesuatu. Kelihatannya tidak ada orang lain di ruang konferensi yang tahu apa yang sedang mereka bicarakan.
“Apa itu ?” Seiya bertanya.
“Itu adalah sebuah gua di taman kedua. Sebagian besar sudah terlupakan, tapi kami para veteran taman masih menceritakan beberapa legenda tentang itu, fumo.”
Taman kedua adalah sebidang tanah luas di sebelah selatan jalan raya, terpisah dari taman yang saat ini Seiya kelola. Ketika gelembung pecah di awal tahun 90-an, sudah ada rencana untuk membangun taman kedua di sana, tapi masalah keuangan menyebabkan rencana itu ditangguhkan. Tanahnya masih di sana, tapi sebagian besar tidak tersentuh.
Yang ada di dalamnya hanyalah stadium besar yang mereka gunakan bulan lalu. Dengan kata lain, “taman kedua” hanyalah sebuah nama taman saja, namun para pemeran sudah terbiasa menyebut wilayah selatan seperti itu.
“Jadi, gua apa ini ?” Seiya ingin tahu.
“Semacam atraksi ?”
“Itu bukan atraksi, fumo. Ada sebuah terowongan jauh di dalam hutan di sana. Konon itu sudah ada di sana sejak lama… itu bahkan lebih tua daripada zaman ‘Lapangan Permainan Amagi,’ kurasa.”
“Lapangan Permainan Amagi” adalah pendahulu taman saat ini : Dibangun pada Periode Taisho dan dinikmati oleh orang-orang di sekitar Tama Ward, tempat itu sudah ditutup pada awal tahun 1970-an. Lalu selama tahun 1980-an, Maple Land mendanai renovasi dan pembukaan kembali, dan tempat itu menjadi Amagi Brilliant Park, yang tetap ada hingga hari ini.
“Apa hubungannya gua ini dengan masalah keuangan kita ?” Isuzu bertanya.
Tatapan Moffle menjauh.
“Beberapa waktu lalu—ini lebih dari sepuluh tahun lalu, fumo—kami punya seorang Peri Bunga bernama〈Dornell〉 dalam pemeran kami—”
“Itu nama yang kasar… Itu terdengar seperti sebuah senjata yang praktis.”
Dan ia juga akan memasukkannya ke dalam kurung, seperti〈Arbalest〉 atau 〈Laevatein〉.
“Jangan menyela, fumo ! …Nah, suatu malam musim panas, 〈Dornell〉 mabuk dan menjelajah ke taman kedua, fumo. Tidak ada motif jahat di balik itu; hanya semacam uji nyali, aku yakin… Ia mengajak beberapa maskot dengannya, dan mereka menuju gua yang jauh di dalam tanah.”
“Kebetulan, Dornell adalah Peri Bunga dari dua generasi sebelum aku, mii.”
“Kuhargai catatan kakinya, fumo. Tapi ketika mereka pergi ke gua untuk uji nyali mereka—”
“Bisakah kau langsung ke intinya,” Seiya mendesaknya.
“Nah, tunggu, fumo. Ini akan terdengar seperti cerita yang dibuat-buat kecuali aku memberi pembangunan suasana bertahap yang tepat untuk—”
“Langsung saja ke intinya,” Seiya menuntut.
Dengan kesal, Moffle berkata,
“…Tampaknya ada harta karun jauh di dalam sistem gua, fumo.”
Moffle dan Macaron lanjut menjelaskan sisanya : Gua itu terletak di antara dua bukit, jauh di dalam hutan perawan di ujung selatan taman kedua (yang direncanakan). Semua orang selalu beranggapan bahwa itu adalah tempat perlindungan bom dari Perang Dunia II.
Suatu malam musim panas, subjek gua muncul dalam diskusi antara leluhur Tiramii yang telah dihapus sejak dua generasi, Peri Bunga Dornell, dan beberapa anggota pemeran lainnya : ketika kau benar-benar berhenti dan memikirkannya, mereka menyadari, aneh rasanya jika berasumsi bahwa tempat itu adalah tempat berlindung. Kenapa ada orang yang membutuhkan tempat seperti itu di sini di pegunungan di mana tak ada yang menempati ? Mungkinkah gua itu bukanlah sebuah tempat berlindung, tapi reruntuhan dari suatu fasilitas lain ? Dornell dan yang lainnya kemudian mendapat ide untuk pergi menjelajah, dan mereka menuju gua di taman kedua malam itu juga.
“Kami tahu pasti sebanyak itu, fumo, karena Macaron dan aku berada di pesta minum di mana itu terjadi. Tapi, yah… kami ingin berlatih untuk parade keesokan harinya, jadi kami memilih untuk tidak ikut dengan mereka, fumo. Dipikir-pikir lagi sekarang… kami seharusnya menghentikan mereka,” lantun Moffle, sungguh-sungguh.
“Jadi, apa yang terjadi setelah itu ?” Seiya ingin tahu.
“Dornell tidak pernah kembali, ron,” ucap Macaron, dengan rasa sakit di matanya.
Rupanya dua maskot yang masuk bersama Dornell ditemukan dua hari setelahnya di sudut taman kedua, setengah mati. Mereka babak belur, tertutup lumpur, dan sangat kelelahan hingga mereka nyaris tidak bisa berkomunikasi.
Setelah mereka pulih, mereka berdua bersaksi bahwa mereka menemukan sebuah labirin besar di dalam gua. Mereka masuk, masih mabuk, lalu tersesat dalam kegelapan. Tidak mampu menemukan jalan keluar, mereka maju dan bertemu dengan semua jenis jebakan dan monster aneh.
Mereka menghabiskan sehari penuh berlarian, setengah gila dan menyeruput genangan air untuk menghilangkan dahaga mereka, sebelum mendatangi lantai terdalam labirin. Di sana, mereka melihat timbunan harta karun yang menyilaukan yang dilindungi oleh seekor naga besar dengan mata marah dan napas panas yang berapi-api.
“Seekor naga ?” Seiya bertanya dengan skeptis.
“Ya, seekor naga. Sisik dan sebagainya.”
“Lebih banyak dongeng panjang…” Seiya mengerutkan alisnya dengan sangat tidak percaya.
Moffle membersut sebagai balasan.
“Aku sendiri tidak sepenuhnya percaya, fumo… Itu hanya apa yang dikatakan dua orang yang berhasil kembali.”
“Dan ?”
“Mereka bilang Dornell diculik oleh naga itu dan ditelan seutuhnya, fumo. Dua lainnya melarikan diri untuk hidup mereka, menghabiskan sehari penuh lagi berkeliaran di labirin… dan akhirnya berhasil sampai ke permukaan, fumo.”
Karyawan taman segera membentuk kelompok penyelamatan untuk mencari Dornell yang hilang. Mereka menuju gua yang dimaksud, tapi mereka hanya masuk beberapa meter sebelum mereka menemui jalan buntu.
“Nah, itu adalah sebuah gua tua dan itu sudah pasti, tapi tidak ada tanda-tanda keruntuhan. Terowongannya hanya mencapai ujung alaminya di lereng gunung. Mereka mencari di sekitar, tapi mereka tidak bisa menemukan jalan kembali ke labirin, fumo.”
“Tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada Dornell. Dan itu membawa kita ke hari ini, ron.”
Itu adalah keseluruhan kisahnya.
“…Um, jadi biar kuluruskan ini : sepasang peminum memberitahumu suatu cerita gila tentang harta karun terpendam ? Itu sebabnya kau memaksaku untuk mendengarkan cerita panjang dengan akhir yang sengaja dibuat sia-sia itu ?”
Kepala Seiya mulai terasa sakit.
“Aku bisa mengerti kenapa kau berpikir seperti itu, fumo. Tapi—”
“Mii. Aku membawanya, seperti yang kau minta, mii !”
Tiramii sudah meninggalkan kursinya setelah sepatah kata sunyi dari Macaron, tapi ia kini menerobos masuk ke ruang konferensi lagi, terengah-engah. Ia membawa sebuah kotak kayu kecil, tua dan mulai gelap karena usia.
“Apa itu ?” Seiya bertanya.
“Kami sudah menyimpannya di museum perusahaan, fumo. Itu adalah tempat untuk berbagai piala dan gambar yang diambil selama 30 tahun sejarah taman. Tidak ada satu pun yang berharga, tentu saja… kecuali ini. Ini berasal dari insiden ‘gua Dornell’…”
Moffle mengambil kotak itu dan membukanya.
“Salah satu dari dua yang kembali hidup-hidup mencengkeram koin ini ketika ia diselamatkan, fumo.”
Di dalam kotak itu ada sebuah koin emas besar. Itu sedikit lebih besar dari sebuah koin 500 yen, dicap dengan desain yang belum pernah Seiya sebelumnya, dan kata-kata dalam bahasa yang tidak ia kenali.
“Ini berasal dari salah satu alam magis, Kekaisaran Schubert, ron. Ini adalah koin peringatan dari sekitar 100 tahun lalu, dan nilainya setara dengan 100,000 yen Jepang..”
“Wow…”
Seiya mengambilnya menggunakan saputangan dan menelitinya dengan cermat. Sementara itu, Tiramii menjerit karena terkejut saat disebutkan nilainya.
“100,000 yen ?! Kenapa kau tidak memberitahuku, mii ?! Aku akan kabur bersama koin itu kalau aku tahu !”
“Dan itulah sebabnya kami tidak memberitahumu, fumo. Nah, Seiya, kembalikan.”
“Hrm…”
Moffle mengambil koin itu dari Seiya, lalu dengan hati-hati memasukkannya kembali ke kotak dan menutup penutupnya.
“Ia bilang ada segunung koin emas seperti ini, ron… jadi kalau cerita itu benar, seluruh harta itu bisa bernilai miliaran. Itu akan membereskan masalah keuangan taman, kan ?”
“Kalau itu benar. Tentu saja, tidak satu pun dari kita yang tahu pasti, fumo…”
Itu adalah akhir dari pembicaraan mengenai harta karun itu, dan konferensinya berakhir segera setelah itu tanpa ada rencana yang jelas untuk mengurus kesulitan finansial mereka.
Keesokan harinya, sambil menyusuri jalan menuju taman kedua, Isuzu memanggil Seiya :
“Kanie-kun. …Kau tidak benar-benar mempercayai cerita itu, kan ?”
Saat itu baru siang hari. Mentari musim semi bersinar terang, dan burung penyanyi berkicau di pepohonan di sekitar mereka. Mereka berjalan menyusuri jalan dengan santai seolah mereka sedang piknik.
“Aku tidak akan berkata aku mempercayainya… tapi koin itu nyata,” ia mengakui. “Sebanyak itu yang kita ketahui, kan ?”
“Itu benar. Aku bukan seorang juru taksir, tapi tulisan yang tertulis di atasnya meyakinkan.”
“Aku tidak percaya ada harta karun sungguhan, tentu saja… tapi aku penasaran dengan koin itu. Dan kisah seorang anggota pemeran yang menghilang membuat resah… pokoknya, aku merasa seperti aku harus melihat gua mereka ini.”
Saat itu juga, Isuzu berbalik untuk menatap wajah Seiya. Itu adalah tatapan yang aneh, sebagian mencermati, sebagian penuh harap.
“Apa yang kau lihat ?” tanyanya.
“…Tidak ada,” ucapnya.
“Aku teringat lain waktu ketika kau mendatangi taman kedua untuk alasan yang sama tidak jelasnya… untuk melihat stadion.”
“Tinggalkan aku sendiri. Aku tidak mengejar perubahan ajaib lain seperti itu.”
“Yah… Aku tahu itu.”
“Kekhawatiranku sebagian besar tentang taman kedua itu sendiri,” ucapnya tegas. “Masalah apa pun bisa menyulitkan apa yang seharusnya menjadi perjanjian yang tak terbatalkan. Itulah sebabnya aku perlu memeriksanya sebelum pertemuan hari ini.”
Seiya punya negosiasi penting pukul 4:00. Itu sangat rahasia; selain Isuzu, hanya Ashe dan beberapa lainnya yang tahu tentang hal itu—dan ia baru memberitahu Ashe tentang hal itu kemarin. Untuk membuat perjanjian itu berhasil, Seiya harus menghabiskan lebih dari dua minggu membolos sekolah dan pergi ke banyak tempat serta melakukan banyak hal di kota.
“Apa kau benar-benar berpikir ini akan disetujui ?” Isuzu bertanya padanya.
“Itu seharusnya tidak mungkin runtuh… Satu-satunya hal yang bisa sepenuhnya meruntuhkannya adalah sebuah cacat besar di area itu sendiri,” Seiya menegaskan.
“Itulah satu-satunya kekhawatiranku di sini. Sekarang, berhenti mencari tahu di tempat yang tidak perlu.”
“…Baiklah.”
Dia segera terdiam, dan keduanya terus berjalan menyusuri jalan hutan.
Seiya mengenakan jeans, baju tebal, sarung tangan kerja, dan sepatu mendaki. Itu semua adalah barang yang ia tidak keberatan untuk dikotori, kalau-kalau ia mungkin perlu menggali tanah atau pergi merangkak melalui ruang sempit. Sementara itu, Isuzu mengenakan baju safari, hot pants, dan sepatu bot hutan kokoh. Dia juga membawa sebuah ransel besar; secara keseluruhan, dia lebih tampak seperti dia sedang berada dalam sebuah ekspedisi di suatu wilayah Amerika Selatan atau Afrika yang terpencil daripada mencari properti komersial.
Saat itu, mungkin karena ia sendirian di dalam hutan bersama Isuzu, Seiya merasa sedikit gelisah. Keadaan masih tidak jelas setelah kejadian di sekitar wawancara baru-baru ini, dan ia tidak bisa berhenti memperhatikan garis-garis indah kakinya yang tersingkap oleh hot pants miliknya. Ia awalnya berkata, “Aku akan pergi sendiri,” tapi dia membalas, “Aku akan menyertaimu, sebagai sekretarismu,” dan akhirnya ikut. Ia masih tidak bisa mengerti apa tujuannya.
“Hei, Sento.”
“Ya ?”
“Apa kau…”
Apa kau mencari kesempatan untuk berduaan denganku ? Seiya bertanya-tanya. Haruskah ia menanyakannya dengan wajah serius ? Seperti itu adalah sebuah lelucon ? Seperti ia bertanya tentang cuaca esok hari ? Ia menjalankan berbagai simulasi di dalam pikirannya, tapi tak satu pun tampak bisa diterapkan.
“…Tidak, lupakan.”
“Begitu,” balasnya.
“Kalau kau tidak memerlukan apa pun, bisakah kau tidak berbicara padaku ?”
Lalu ada ini. Bahkan lebih sulit dipahami.
“Kita seharusnya hampir sampai,” Isuzu memberitahukan.
“…Itu dia.”
Mereka sudah menyelidiki hamparan luas tanah, bagaimanapun juga, mereka sedang berada di tanah taman hiburan. Mereka butuh sekitar sepuluh menit untuk sampai di tempat tujuan mereka.
Terselip di tanah, di antara perbukitan yang tertutupi oleh pepohonan, ada semacam lubang. Sebuah pagar tua didirikan di depan lubang itu. Tanda memudar yang digantungkan di sana bertuliskan “Hanya Personel yang Berwenang.”
“Apa itu tempatnya ?” Seiya bertanya.
“Tapi, tunggu…”
Tiga maskot familier berjongkok di depan pagar.
“Cukup lama bagi kalian, fumo.”
“Kami sudah menunggu seharian, ron.”
“Ayo mulai bergerak, mii.”
Moffle, Macaron, dan Tiramii. Tiga serangkai AmaBuri yang biasa berbicara dengan sangat geram. Ada puntung-puntung rokok di kaki mereka; botol plastik kosong dan kotak makan siang toserba berserakan di tanah di sekitar mereka. Kelakuan yang benar-benar nakal—ia harus membuat mereka membersihkannya nanti.
“Apa yang kalian lakukan di sini ?” Seiya menuntut.
“Hari ini adalah hari kerja standar. Aku tidak ingat memberi kalian izin untuk bermalas-malasan.”
Ketiganya segera merengut sebagai balasan.
“Dengarkan dirinya, fumo. Sang manajer pelaksana yang hebat !”
“Ini tidak seperti kami tidak punya hal yang lebih baik untuk dilakukan, ron. Tapi Isuzu-chan meminta kami…”
“…Jadi kami datang ke sini untuk membantu, mii. Kami akan bekerja dengan penuh semangat di pencariannya, mii.”
Seiya menatap Isuzu.
“Sento. Maukah kau menjelaskan ini ?”
“Ini hanya tindakan pencegahan. Kau dengar apa yang terjadi pada Dornell, kan ? Bagaimana kalau kita salah belok dan tersesat dalam suatu labirin aneh ? Kami akan butuh dukungan. Kami tidak bisa kehilangan dirimu, kau tahu,” ucap Isuzu, nada bicaranya sungguh-sungguh.
“Begini… kau tahu aku sebenarnya tidak datang ke sini mencari harta karun. Aku hanya tidak mau setiap tempat yang dipertanyakan di taman kedua tidak dilaporkan, jadi aku mau menemukannya. Lagi pula, kalaupun kita memang menemui masalah, kau mengharapkan mereka untuk menjadi bantuan ? Orang-orang ini ? Mereka sangat tidak bisa diandalkan. Mereka pada dasarnya adalah parasit.”
Ketiganya membersut mendengar kritik terus terang ini.
“Itu mengerikan, mii !”
“Kelancangan masa muda, ron…”
“Yah, yah. Jadi kau masih belum mengakui kebolehanku sebagai murid terakhir Cus D’Amato dan mantan anggota regu pengintai serangan Maple Land… Seiya, kau benar-benar bodoh, fumo.”
Ketiganya berbicara bergantian.
Kesal, Seiya hanya melambaikan tangannya seolah mengatakan Baik, terserah.
“Kita berada di jadwal yang padat,” ia mengomeli mereka dengan tegas.
“…Lagi pula, ini hanya tampak seperti lubang kecil di lereng bukit. Jadi berhenti menunggu seperti orang bodoh dan ayo pergi.”
Mereka akan menyelidiki gua kecil itu, tidak menemukan apa pun, dan selesai. Lalu, ia akan memberi rombongan yang kecewa itu sebuah ceramah panjang dalam perjalanan kembali ke taman. Masa depan tampak terbentang di depan mata Seiya.
“Ayolah, ayo pergi. Buka saja.”
Isuzu mengangguk dan memasukkan kunci ke gembok di pagar.
Setelah mendorong terbuka gerbang yang berderit, mereka berlima—Seiya, Isuzu, Moffle, Macaron, dan Tiramii—meneruskan masuk ke dalam lubang.
“Demi apa…” Seiya berkomentar dengan kasar.
“Ini akan memakan waktu lima menit. Kenapa kita butuh semua orang ini ?”
Memang, ada sebuah gua di sana. Jalan masuknya tersembunyi oleh rumput liar yang tinggi. Itu menuntun mereka pada sebuah terowongan, yang memanjang ke dalam sekitar sepuluh meter sebelum menemui jalan buntu.
“Oke, lihat ?” ia melanjutkan.
“Tidak ada apa pun di sini. Jelas, ini hanyalah tempat perlindungan serangan udara. Mungkin orang-orang yang hilang mencoba menyalakan api di sini. Mungkin mereka pingsan karena kekurangan oksigen, atau mulai berhalusinasi—”
Senter di tangan, Moffle dan yang lainnya mulai memeriksa dinding.
“Ada sakelar tersembunyi, mii !” Tiramii mengumumkan.
“Uh ?” Seiya berkedip.
“Batu kecil ini,” Tiramii menjelaskan.
“Lihat ?”
Memang, ada sebuah batu bundar seukuran koin 100 yen tertanam di dinding batu. Tiramii mendekatakan telinganya ke dinding, kemudian dengan hati-hati memindahkan batunya.
“Hmm… ini disamarkan, tapi pastinya ada sebuah tombol dan tuas, mii. Ayo kita coba atas, atas, bawah, bawah, kiri, kanan, kiri, kanan, B, A.”
“Hanya orang di atas tiga puluh tahun yang akan mengerti lelucon itu, ron.”
“Ah, aku mengerti, mii !”
Seketika, dinding jalan buntu itu bergemuruh dan mulai bergeser terbuka : itu adalah pintu tersembunyi.
“Ini konyol !” ucap Seiya, tercengang, saat ketiga maskot memekik gembira.
“Itulah Tiramii yang kukenal. Kau sungguh tahu apa yang kau lakukan, fumo.”
“Ayo kita dengarkan dari pria yang dijebloskan ke penjara karena membobol brankas Bank Maple, ron !”
“Hee hee… Aku tersipu, mii.”
Apa-apaan ? Ia punya catatan krminal ? pikir Seiya.
Ia ingin menggali topik ini lebih dalam, tapi saat ini, ia lebih terganggu oleh lorong panjang yang membentang melewati pintu tersembunyi. Koridor di depan sedikit melengkung saat menghilang ke dalam kegelapan.
“Ini adalah labirin bawah tanah, ron ! Legendanya benar !”
Ini menjadi rumit. Mungkinkah kisah yang mengelilingi hilangnya Dornell bukan sepenuhnya angan-angan yang khayal ? Bahkan jika ia mengabaikan kemungkinan adanya harta karun sungguhan, ia tidak bisa kembali sekarang, berpura-pura seakan lorong ini tidak ada.
Kita mungkin lebih baik memeriksanya… adalah pendapat bersama dari rombongan itu, jadi mereka dengan berhati-hati melanjutkan memasuki lorong. Lorong itu gelap gulita, tapi mereka semua memiliki senter, yang berfungsi dengan baik sebagai penerangan.
“Aneh,” Isuzu berbisik saat dia berlutut di tengah lorong.
“Apanya ?” Seiya bertanya.
“Hampir tidak ada debu yang terkumpul di sini. Setiap sudut dan celah bersih. Tidak mungkin tidak ada yang datang ke sini dalam sepuluh tahun.”
“Hmm…” Pikiran Seiya terganggu oleh suara gaduh di belakang mereka. Mereka berbalik pada waktunya untuk melihat pintunya menutup.
“……!”
Tiramii adalah yang terdekat dari pintu. Ia melompat ke sana, tapi ia terlambat. Jalan keluar ditutup oleh dinding batu tebal.
“Kita terjebak, mii !”
“Apa-apaan !” Seiya marah-marah.
“Kita sudah kehilangan jalan keluar kita !”
“Yah, ini adalah motif umum dalam film horor dan petualangan, ron. Meski aku berharap ini adalah yang terakhir dan bukan yang pertama…”
“Mm. Kalau ini adalah film horor, kita akan mati, fumo.”
“Kau terdengar sangat tenang tentang semua ini,” Seiya memperhatikan.
“…Hei, Tiramii ! Bisa kau buka pintu itu ?!”
Tiramii mencari sakelar tersembunyi lainnya, tapi tampaknya ia tidak bisa menemukan satu kali ini.
“Hmm. Tidak bisa, mii. Ini pasti benda satu arah.”
“Grrr…”
Aku seharusnya meninggalkan salah satu dari mereka di luar, pikir Seiya.
Sekarang, mereka tidak bisa meminta bantuan. Jika mereka tidak berhati-hati, mereka akan berakhir seperti rombongan Dornell.
“Yah, tampaknya kita tidak punya pilihan. Ayo teruskan,” ucap Isuzu, mengeluarkan musket-nya yang biasa. Seiya ingin bertanya kenapa benda itu dipasangi rel Picatinny yang menjalankan lampu taktis yang sejajar dengan laras, tapi karena ini bukan waktu yang tepat baginya untuk mengomentari barang pribadi pendampingnya, ia hanya mengikuti tanpa sepatah kata.
Setelah melanjutkan sebentar melalui lorong gelap, mereka tiba di sebuah aula besar: itu seukuran ruang kelas sekolah, dengan langit-langit setinggi dua lantai.
“Jalan buntu ?” Seiya bertanya-tanya.
“Tidak, lihat lebih dekat. Ada sebuah pintu besar di sana, fumo.”
Ia tidak memperhatikannya dalam kegelapan, tapi memang ada sebuah pintu batu besar di depan. Pintu itu dihiasi dengan motif seram dan tulisan tak dikenal, dan di tengahnya ada ukiran wajah yang mengingatkan pada oni atau iblis.
“Aku belum pernah melihat tokoh ini sebelumnya…” Seiya berkomentar.
“Ini menyerupai reruntuhan yang pernah kulihat di Kekaisaran Schubert,” Isuzu membalas.
“Aku yakin ukiran di tengah itu adalah salah satu dewa mereka.”
Kekaisaran Schubert adalah salah satu alam magis, berbeda dari yang Isuzu dan Moffle sebut rumah. Seiya dengar itu adalah kesatuan induk dari Cosmic Studios di Osaka.
“Schubert… Aku kenal namanya, setidaknya,” ucapnya.
“Apa mereka jahat, atau sesuatu ?”
Dengan nama seperti itu, sulit untuk tidak membayangkan mereka sebagai semacam kediktatoran novel isekai.
“Nah, mereka seperti orang lain. Mereka punya kepekaan desain yang berlebihan, tapi itu saja, fumo. Industri utama mereka adalah kehutanan dan pertanian, dan mereka pembuat tempura jamur maitake yang hebat.”
“…Mereka menyebut diri mereka kekaisaran, dan hal itu yang membuat mereka dikenal ?”
Seiya keberatan dengan tidak percaya.
“Mereka mungkin lebih baik menjadi Mata Air Panas Yuzawa.”
“Kita tidak akan bisa melanjutkan sampai kita membuka pintu ini,” Isuzu meninjau. “Pasti ada sakelar tersembunyi di suatu tempat…”
Isuzu baru maju beberapa langkah, ketika tiba-tiba, tawa mulai bergema di seluruh aula. Itu adalah suara yang teredam dan tidak menyenangkan yang sepertinya bergema ke atas dari tanah—sebuah tawa mengejek yang bisa mendinginkan darah siapa pun yang mendengarnya.
“A-Apa-apa… ?!”
“Aku takut, mii ! Aku takut, mii !”
“Aku ketakutan, ron… ini hampir seperti… hampir seperti Alien Baltan !”
“Cukup,” ucap Seiya.
Di hadapan rombongan yang ketakutan, mata bengis milik pintu iblis menyorot dengan cahaya putih. 《Aku adalah Sang Penjaga Pintu!》 pintu itu bergemuruh, suaranya penuh dengan kehormatan. 《Aku sekarang berbicara dengan para petualang yang, dengan bodohnya, menantang labirin kami ! Bahaya menanti kalian di balik pintu ini ! Bila kalian tidak gentar akan kemurkaanku, maupun akan akhir bencana besar… maka berdirilah kalian di depan peti mati batu ini !》
Saat itu juga, potongan batu ubin besar mulai tertarik mundur, dan tujuh peti mati batu bangkit di depan pintu.
“Manis sekali, mii ! Dengarkan gemuruh itu !”
“Bisa ditarik kembali, eh ? Itu presentasi yang bergaya, fumo.”
“Aku mau perlengkapan seperti itu, ron.”
“Bagaimana kalian semua bisa sangat tenang tentang semua ini ?” Seiya menuntut.
Masing-masing peti mati memiliki simbol berbeda yang terukir di atasnya, melambangkan, dari kanan ke kiri: “Api,” “Angin,” “Logam,” “Tanah,” “Bunga,” “Air,” dan “Kilat.”
《Jadikan ini sebagai cermin diri kalian ! Ikuti hatimu menuju peti mati pilihanmu, dan terimalah senjata yang akan membunuh monster di depan !》
Rombongan itu berdiri sejenak, kaget.
“Huh ? Tunggu dulu… maksudmu kami masing-masing memilih sebuah peti mati, dan kami mendapat semacam senjata darinya, mii ?”
“Itulah penafsiran maksudnya secara dangkal…” ucap Seiya dengan bijak.
“Api, angin, logam, tanah, bunga, air, dan kilat… pilihan yang menarik, fumo. Bukankah hal-hal ini biasanya menggunakan lima elemen ?”
“Ini lebih seperti Ninja Captor.”
“Referensi purba lainnya…”
《Ikuti hatimu menuju peti mati pilihanmu !》 tuntut pintu itu lagi. Mereka mendapat kesan bahwa ia berusaha mendorong mereka, dengan sangat ragu-ragu, mereka masing-masing menempatkan diri di depan salah satu peti mati.
Seiya berakhir di depan peti mati “Tanah” di tengah, sementara Isuzu berakhir di “Air.”
Moffle mengambil “Kilat” di ujung, sementara Macaron memilih “Logam”… dan, meski menjadi seorang Peri Bunga, pilihan Tiramii sendiri adalah “Api.”
Itu meninggalkan “Bunga” dan “Angin” tidak terambil, tapi hanya dengan lima dari mereka yang hadir, pasti ada dua yang tertinggal.
《Sekarang, ambil sejata takdir kalian !》 perintah pintu itu.
Penutup peti mati bergeser dengan gemuruh. Di dalam masing-masing ada senjata: “Kilat” Moffle membuahkan stun gun; “Logam” Macaron adalah sebuah pemukul logam, dan “Api” Tiramii kelihatannya mewakili koktail Molotov.
“100,000 volt, eh ? Sangat kuat, fumo.”
“Kau bisa membunuh seorang pria dengan cukup mudah menggunakan pemukul logam, ron.”
“Sebuah koktail Molotov bisa memancing keluar seluruh pasukan polisi anti huru-hara, mii !”
Secara mengejutkan mereka semua tampak senang dengan senjata mereka.
“Dengan semua pembangunan suasana bertahap itu, kupikir kita akan mendapat pedang ajaib atau sesuatu… Kenapa aku merasa seperti kalian akan ditangkap karena kumpulan pelanggar hukum bersenjata ?” pikiran Seiya dikeluarkan keras-keras. Rasanya meresahkan, seperti ia berurusan dengan kerumunan penjahat.
“Kata-kata yang bagus datang dari seorang pria yang memegang sekop, fumo.”
“Karena aku memilih ‘Tanah,’ kurasa…” Seiya meratapi.
“Mungkin aku seharusnya sedikit memikirkannya.”
“Isuzu-chan ! Apa senjatamu, mii ?”
“Yah…”
Isuzu, yang memilih “Air,” mengangkat botol seukuran telapak tangan dengan cemberut.
“Tampaknya ada semacam cairan di dalamnya… juga sebuah label. ‘KY[4]’ ? Apa ini semacam ramuan, barangkali ?”
“……” Para maskot mendadak terdiam, sunyi senyap.
“Kenapa kalian diam saja ?” Isuzu menuntut untuk tahu.
“Apa kalian tahu apa ini ?”
“Um, em…”
“Aku tidak begitu paham, ron. Aku tidak tahu bagaimana itu bisa menjadi senjata…”
“Itu bisa menjadi semacam senjata, tergantung bagaimana kau menggunakannya, mii…”
Mereka berkomentar saling mengelak.
“… ? Aku tidak mengerti,” Isuzu keberatan.
“Yah, cari saja di Google kalau kau penasaran, ron…”
“Sungguh labirin rendahan yang menjijikkan, mii…”
Seiya mengerutkan kening, sama tidak tahunya seperti Isuzu.
“Apa yang terus kalian bicarakan ? Apa itu racun ? Ramuan penyembuh ? Katakan saja se—”
Sebelum ia bisa menyelesaikan, ia dipotong lagi.
Pintu di depan mereka mulai menganga terbuka sementara peti mati batu tertarik kembali ke lantai. Seperti mengatakan “Majulah !”
《Teruskan sekarang, para petualang ! Biarkan senjata-senjata itu membersihkan jalan di depan kalian !》lantun pintu itu. Di baliknya ada beberapa lorong batu ubin besar yang bercabang, saat labirin terus menjauh ke kejauhan.
“Apa yang harus kita lakukan, Kanie-kun ?” Isuzu bertanya.
“Bagaimana mungkin aku tahu ?” balasnya.
“Tapi kita tampaknya tidak punya banyak pilihan… Ayo pergi.”
Toh, mereka tidak bisa kembali sekarang. Tetap saja, Seiya tidak bisa mengibaskan kekhawatiran yang mengganggu bahwa mereka berjalan menuju situasi yang akan membutuhkan senjata.
Seiya dan yang lainnya melanjutkan melalui labirin. Setiap persimpangan jalan mengakibatkan banyak perdebatan mengenai apakah mereka harus ke kiri atau ke kanan. Karena mereka tidak pernah bisa setuju, mereka memutuskan untuk mengikuti saran Isuzu dengan membiarkan sebuah tongkat jatuh ke satu arah atau lainnya untuk memilihkan jalan bagi mereka.
“Ini menunjukkan ke kanan,” dia mengumumkan.
“Kanan, kalau begitu, fumo. Yah, ayo kita pergi, dan bergegaslah. Aku berharap bisa tepat waktu untuk melihat pertandingan Giants dengan bir ketika aku sampai rumah, fumo. Cepat, cepat.”
“Hei, jangan mendorongku !” Seiya berteriak.
“Aku tidak benar-benar bisa melihat di mana aku berjalan, ron… ew, aku baru saja menginjak sesuatu yang lengket.”
“Juga ada bau yang aneh, mii… Seperti cumi-cumi atau sesuatu…”
Saat itu juga… Dengan suara sring nyaring, sebuah mata pisau melesat keluar dari dinding. Mata pisau itu bergerak ke samping dalam sekejap setinggi kepala Seiya.
“!!”
Seperti sabit malaikat maut, mata pisau itu memotong membentuk lengkungan untuk Macaron dan Tiramii. Mata pisau itu menyerempet bagian atas kepala mereka, kemudian kembali menghilang ke dalam dinding.
“Wow…”
Seandainya mereka setinggi manusia, mereka pasti sudah terpenggal. Keseluruhan rombongan berdiri di sana, tercengang karena kejadian yang mendadak. Macaron dan Tiramii terbelalak, menganga, dari tempat mereka sekarang duduk di lantai.
[1] mendobrak dinding ke empat= pemeran seolah bisa berinteraksi pada audiens (yang seharusnya tidak bisa) karena terhalang oleh dinding ke empat (dinding yang menghadap ke arah audiens) (Inggris: breaking the fourth wall). Contoh: film Deadpool. (Aplikasi Google digunakan untuk mendalami istilah dalam pentas)
[2] Kalbi= daging iga sapi yang dipotong pendek-pendek. Masakan Korea. (Wikipedia)
[3] skema piramida= atau skema Ponzi, adalah suatu bentuk penipuan di mana klien yang sudah berinvestasi diminta untuk menarik klien lain agar berinvestasi di perusahaan itu juga. (Aplikasi Google ada untuk meningkatkan pemahaman mengenai cara-cara penipuan)
[4] KY= it is a lubricant. Google it.
“A-Apa… itu ?” Seiya berbisik lemah.
Moffle dengan hati-hati menyelidiki dinding.
“Tampaknya sebuah jebakan, fumo. Sesuatu dipasang untuk keluar ketika kau menginjak batu tertentu.”
“Aku tahu itu !” ucap Seiya.
“Tapi itu… itu bisa saja membunuh mereka !”
“Ya. Itu menyerempet sangat dekat, fumo.” Suara Moffle tetap tenang.
Dikatakan bahwa tentara yang terlatih sebaiknya tetap tenang dalam proporsi langsung dengan urgensi situasi mereka, dan Seiya melihat demonstrasi langsung dari itu saat ini. Kalau saja ia bukanlah maskot pengerat chibi…
“Mofu… kita harus melanjutkan dengan kewaspadaaan, fumo. …Tiramii ?”
“M-Mii ?”
“Kau adalah pointman[1] kami, fumo. Awasi jebakan. Begitu kau melihat sesuatu, peringatkan kami dan lucuti.”
“O-Oke. Aku akan melakukan yang terbaik, mii.”
“Macaron, kau adalah tail gunner[2] kami. Lindungi bagian belakang kami, fumo.”
“…Dimengerti, ron.”
“Isuzu, kau tetap di tengah, fumo. Jaga bebannya.”
“Ya Pak, Jenderal, Pak.”
Isuzu mengeluarkan musket-nya, memegang bahu Seiya dan menariknya ke arahnya.
Sementara sedikit bingung dengan perubahan mendadak Moffle menjadi militan, Seiya menemukan kesadaran untuk berkeberatan.
“Tunggu sebentar, sekarang. Atur peringkat kalau kau mau, tapi apa maksudmu dengan ‘bebannya’ ? Apa itu seharusnya menjadi rujukan untukku ?”
“Berhenti merengek dan lakukan apa yang kukatakan, fumo,”
Moffle menggerutu karena kesal.
“Tidak, aku tidak akan membiarkan itu ! Kanie Seiya yang cemerlang, memiliki banyak bakat, serta tampan tidak akan disebut sebagai ‘bebannya’ ! Terutama tidak oleh pengerat aneh dan kasar sepertimu !”
“Geh… ‘pengerat aneh,’ fumo ? Aku berusaha menjagamu tetap aman karena kami membutuhkanmu untuk mengoperasikan taman, fumo ! Meski kau adalah anak nakal yang angkuh !”
“Aku bisa menjaga diriku tetap aman ! Aku hanya gerah dengan kau yang selalu meremehkan—”
Seiya maju selangkah dengan marah, lalu mendengar sesuatu berbunyi klak di bawah kakinya.
“Em… apa tadi bunyi klak ?”
Di suatu tempat yang tak terlihat, mekanisme mulai meraung hidup. Sebuah mesin besar telah diaktifkan dalam kegelapan terowongan di luar.
“Apa kau menginjak sesuatu, mii ? Kanie-kun, apa kau menginjak sesuatu, mii ?!”
“Y-Yah, aku… mungkin sudah menginjaknya, tapi aku—”
Gemuruh bergema melalui koridor. Seluruh rombongan ngeri. Lalu, keluar dari terowongan dari mana mereka datang, sebuah batu besar mulai berguling ke arah mereka, dalam perjalanan untuk meremukkan mereka semua.
“Syukurlah, ron ! Ini adalah kisah petualangan ! Lihat ?”
“Sekarang bukan saatnya !” Seiya berteriak.
“Lari, fumo !”
“W-Wahh ! Waaaah !”
Yang mereka lakukan selama beberapa menit berikutnya hanyalah menjerit. Tidak ada gunanya membentuk formasi; mereka berlima hanya lari dan lari, tanpa berpikir. Dan, dalam pelarian mereka dari batu besar yang mengejar, mereka mengaktifkan sakelar demi sakelar.
Sejumlah besar panah melesat keluar dari dinding.
“Miiii !”
Lubang terbuka di lantai.
“Rooooon !”
Langit-langit menimpa mereka.
“Mofu ! Mooooooffu !”
Tidak ada rasa koordinasi atau kerja sama. Mereka semua hanya berlari, mengelak, membuat kesalahan, dan menghindari berbagai jebakan dengan pemilihan waktu yang benar-benar menakjubkan.
“Kanie-kun. Aku akan menyarankan agar kita berhenti sejenak,” ucap Isuzu pada Seiya, yang melompat dan merunduk untuk menghindari banyak jebakan yang menyerbunya.
“Berdiam diri ?! Jangan konyol ! Bagaimana kita bisa berdiam diri ketika ada jebakan di seki—apa ?!”
Sebuah gergaji bundar membuat garis lurus di antara Isuzu dan Seiya. Setelah nyaris mengelak, Seiya sempoyongan, kemudian akhirnya jatuh ke dinding di belakangnya. Itu menggerakkan sebuah bola berduri raksasa yang menderu melalui udara tepat ke arahnya.
“Gwaaah !”
Tidak ada yang bisa ia lakukan. Itu akan menabraknya. Ngeri, Seiya menyerahkan diri pada takdirnya. Tapi tepat sebelum bola itu menghantam, Isuzu melompat dari samping dan mendorong Seiya keluar dari jalan.
“Sento ?!”
Mereka berhasil menghindari tabrakan langsung karenanya, tapi salah satu duri menarik jaket Isuzu dan melemparnya ke depan dengan kasar, membuatnya berguling tak berdaya di sepanjang lantai batu.
“……”
Dia berguling tepat menuju lubang perangkap yang baru saja terbuka. Tanpa ada kesempatan untuk menghentikan dirinya sendiri—atau bahkan cukup waktu untuk berteriak—Isuzu jatuh ke dalam lubang.
“Sento ?!”
Lubang tertutup. Hujan panah lain melesat ke arahnya. Seiya mencoba melompat ke lantai tempat dia jatuh, tapi Moffle meraihnya dan menariknya kembali.
“Lepaskan aku !” Seiya berteriak.
“Sento…”
“Simpan itu !” Moffle memberitahunya.
“Dia jatuh ! Aku harus membantu—”
“Apa yang perlu kita lakukan adalah lari, fumo !” Seiya diseret oleh Moffle.
Setelah semuanya akhirnya sedikit tenang, mereka bisa melihat bahwa ada tiga dari mereka di mana yang sebelumnya ada lima. Seiya, Moffle, dan Tiramii adalah yang tersisa.
“Kapan kita kehilangan Macaron, mii ?” Tiramii bertanya, terengah-engah.
“Mereka benar-benar memojokkan kita, fumo. Aku bahkan tidak tahu dari mana kita datang…” Moffle meludah.
“Sento…”
Seiya tidak melakukan apa pun selain membisikkan namanya. Ketika jebakan bola berduri menargetkannya, Isuzu menempatkan dirinya sendiri dalam risiko untuk mendorong Seiya keluar dari jalan. Lalu, karena itu, dia—
“Ayo simpan kecemasan kita untuk minggu depan, fumo,” ucap Moffle.
“Prioritas pertama kita adalah keluar dari labirin ini. Setelah kita memanggil bantuan, kita bisa menggunakan alat berat untuk menghancurkan tempat ini sepenuhnya, fumo.”
“Aku tahu itu. Aku tahu itu, tapi…” Seiya berbisik, berputus asa.
Sementara itu, Tiramii melihat sekeliling.
“Tampaknya tidak ada jebakan di sini, mii. Kurasa kita semakin dekat dengan pusat labirin.”
“Apa yang membuatmu mengatakan itu, fumo ?”
“Aku mendapat titisan tentang pemikiran siapa pun yang merancang labirin ini, mii. Kurasa ia mau menjaga pemeliharaan dan kerja keras seminimal mungkin. Itulah sebabnya tidak ada jebakan seperti gas beracun atau bom yang akan butuh waktu lama untuk diatur ulang, mii.”
“Hrm…” Biasanya, Tiramii tidak melakukan apa pun selain menyemburkan kebodohan, tapi untuk sekali ini, ia tampak berada dalam zonanya. Seiya mulai percaya bahwa ia pernah menjadi seorang perampok bank, pada suatu waktu.
“Mereka memasang jebakan yang besar dan mencolok di labirin luar untuk tujuan mengintimidasi kita, mii. Kau memakai jebakan otomatis untuk menyingkirkan yang terlemah dari kawanan, tapi untuk itu mereka tidak bisa berhenti…” Tiramii bergumam, cemberut, dan memiringkan kepalanya.
“…mereka akan berhenti memakai jebakan, dan datang untuk menghabisi mereka secara pribadi.”
“Secara pribadi ?” Seiya bertanya.
Saat itu juga, suara raungan mulai bergema melalui labirin. Lorong tempat mereka beristirahat—sebenarnya, itu lebih seperti bilik besar daripada lorong—segera dipenuhi dengan orc.
Orc… Itulah satu-satunya cara Seiya bisa menggambarkan mereka: demihuman yang tampak buas dengan kepala babi dan tubuh manusia. Mengenakan zirah kulit serta menggenggam pentungan dan parang, mereka tampak seolah mereka keluar langsung dari RPG. Mereka menatap tajam ke arah rombongan Seiya, meneteskan liur dan mengedutkan hidung babi mereka.
“Tampaknya ini waktunya menampar monster, mii. Kau lihat cara berdiri yang mengancam itu ? Mereka tidak berminat untuk melakukan diskusi, mii.”
“Yah, itu masuk akal. Ini adalah labirin bawah tanah, fumo. Ini datang bersama wilayahnya…”
Moffle dan Tiramii sama-sama menyiapkan senjata mereka.
“Bagaimana kau bisa sangat tenang ?!” Seiya memekik.
“Mereka di sini untuk membunuh kita ! Dan saat ini kita bertiga melawan segerombolan mereka !”
“Tetap saja, kita harus melakukannya, mii.”
“Simpan komentar pengecutmu untuk nanti, fumo !”
“Ngh…”
Saat setiap maskot bicara, ia memasuki sikap bertempur. Lalu, sebelum Seiya bisa berdebat dengan Moffle, para orc mengangkat senjata mereka dan menimpa mereka, air liur beterbangan. Pertempuran dimulai.
“Incoming !”
Moffle maju dengan cepat dengan teriakan perang. Menggunakan langkah ringan dan pukulan, ia menjatuhkan para orc. Dua, tiga, empat—satu demi satu, mereka tumbang.
“Terima ini, mii !”
Tiramii melempar sebuah koktail Molotov. Apinya menyebar dengan cepat, mengirim para orc ke dalam kekacauan. Kemudian, sementara mereka teralihkan, Tiramii menghantarkan serangkaian serangan penyelesaian dari belakang. Jika ini adalah MMO, ia akan menjadi penyerang DPS.
“Sial ! Bagaimana kita berakhir dalam situasi ini ?” Seiya berteriak, saat ia memakai sekopnya untuk memukul musuh yang telah Moffle dan Tiramii hamburkan.
“Oh-ho. Sama sekali tidak buruk, fumo,” Moffle bergumam saat ia menyelesaikan sebuah KO dari kumpulan musuh lainnya.
“Dan kau cukup santai untuk seekor tikus !” Seiya mengembalikan pujiannya.
“Juga, bukankah kau punya stun gun ?!”
“Hmph, stun gun ? Itu senjata perlindungan diri wanita, fumo. Kau pikir itu bisa mengalahkan tinju kebenaranku ?”
“B… Begitu…” Seiya menjawab lemah.
“Majulah, mii ! Makan koktail Molotov, mii! Hari ini adalah hari kalian mati, mii !” Tiramii berteriak, tapi meski pernyataan itu mungkin terdengar berani jika diucapkan oleh orang lain, ada sesuatu yang terasa tidak menyenangkan tentang mendengar itu diteriakkan oleh maskot boneka yang meniru anjing mainan yang menggemaskan.
Mereka bertarung dan mereka bertarung, tapi musuh terus berdatangan. Semula itu hanya orc, tapi segera, monster yang semakin kuat bermunculan : troll dan golem; slime dan roper[3]. Semuanya sangat—
“Ini semua sangat retro dan sangat sulit !” Seiya meraung.
Lengan Seiya mulai lelah karena mengayunkan sekop. Si roper, tidak akan mengabaikan celah dari seorang pria muda yang kelelahan, langsung menimpanya dengan tentakel. Moffle berhasil meninju monster itu tepat waktu dengan pukulan lurus dengan tangan kanan, nyaris menghindari adegan fetish tentakel.
“Permainan tentakel pada pria ? Siapa yang akan menikmati itu, fumo ?!”
“Tapi kita akan mendapat keuntungan kalau Isuzu-chan di sini, mii… Bayangkan dia terikat oleh roper, meneriakkan ‘tidaaaak~~~’…”
“Tapi situasi ini…”
Seiya meninjau dengan kelelahan.
“Sepertinya sedikit cepat meningkat, kan ?”
“Lebih banyak yang datang, fumo !”
Sekarang, mereka menghadapi jenis musuh baru : wyvern[4] seperti burung yang tampak seperti burung unta raksasa; wyvern putih tanpa mata yang menggunakan serangan petir; dan bahkan wyvern cepat yang tampak seperti kucing hitam raksasa.
Ini buruk. Ini sangat, sangat buruk.
“Lari !”
Tiramii mengeluh.
“Kalau kita melawan orang-orang ini terlalu lama dan mereka akhirnya membuat ilustrasi tentang ini—”
“Mundur ! Mundur, fumo !”
Mereka berlari, tanpa akal sehat, keluar dari area.
Setelah jatuh ke dalam lubang perangkap, Sento Isuzu meluncur menuruni lereng yang bolak-balik menyentaknya dalam kegelapan sebelum menempatkannya di suatu ruangan acak. Kesadarannya kabur.
Dia mendorong Seiya keluar dari jalan dengan sangat kasar. Apa ia baik-baik saja ? Dalam suasana kalut seperti itu, sulit untuk mengetahui apakah aku membuat keputusan yang benar. Kuharap ia baik-baik saja… apa yang akan kami lakukan jika sesuatu terjadi padanya ? Ia penting bagi taman, dan penting bagik—
“Uhh…”
Sementara dia berbaring di sana dengan linglung, dia merasakan sesuatu dengan jumlah besar memasuki ruangan. Mereka mengelilingi Isuzu, saling berbisik.
“Seorang manusia ! Sudah lama sekali, mog…”
“Tunggu, mog. Dia dari Maple Land…”
“Dari mana pun asalnya, kita tidak bisa membiarkannya pergi begitu saja…”
Dia merasa dirinya ditempatkan di atas sesuatu seperti tandu dan bergerak. Bayangan-bayangan bungkuk bisa terlihat diproyeksikan di dinding labirin. Seukuran anak-anak, makhluk-makhluk itu saling berbisik dalam kata-kata yang tidak bisa dia mengerti saat mereka menggotongnya.
Dia kembali tak sadarkan diri. Dia pasti sudah pingsan selama sekitar lima belas menit, karena ketika dia bangun, dia berbaring di atas ranjang polos.
“Di mana aku ?” dia bertanya.
Tampaknya itu adalah ruangan yang kecil dan gelap dengan dinding batu dan pintu jeruji besi yang kokoh. Dia berada di penjara.
“Isuzu-chan ? Apa kau sudah bangun sekarang, ron ?”
Dia mendongak untuk melihat Macaron duduk di dekatnya, punggungnya menempel ke dinding penjara.
“Aku jatuh ke dalam lubang perangkap juga, ron. Tampaknya mereka membawaku ke sini selagi aku pingsan.”
“Mereka ?” dia meminta keterangan.
“Mereka siapa ?”
“Tidak tahu, ron. Mereka kecil, terlihat seperti tikus mondok… Kurasa setidaknya ada lima dari mereka. Aku belum pernah melihat yang seperti mereka di pemeran AmaBuri.”
“Mereka tampaknya bukan warga negara Maple Land.”
Dia duduk di ranjang dan menggelengkan kepalanya. Dia tidak terluka parah—hanya sedikit memar—tapi dia sangat ingin mandi. Selnya berdebu dan berbau jamur; itu membuatnya mual.
“Ini adalah labirin bawah tanah yang tak tersentuh selama lebih dari sepuluh tahun,” dia mengomentari.
“Kenapa ada orang yang tinggal di sini ?”
“Pertanyaan bagus. Sudah jelas bahwa suatu alam magis harus menciptakan labirin bawah tanah ini… tapi kita berada di bawah taman kedua, ron.”
Saat ia berbicara, Macaron mengeluarkan sebatang rokok entah dari mana dan menyalakannya dengan Zippo. Mereknya Marlboro, seperti biasa.
“…Setidaknya bisa kau meminta izin padaku sebelum merokok ?” Isuzu keberatan.
“Oh, permisi, gadis kecil. Boleh aku merokok, ron?”
“Tidak,” balasnya singkat.
“Ahh. Maaf aku menyinggungmu, ron.”
Tapi, terlepas dari permintaan maafnya, Macaron terus merokok. Ia tampaknya tidak berniat untuk mematikan rokoknya sama sekali.
Isuzu sudah berada di AmaBuri selama setahun, tapi dia masih belum mengenal Macaron dengan baik. Dia tahu bahwa ia menghabiskan sebagian besar waktunya dengan Moffle dan Tiramii, dan bahwa ia adalah orang bodoh yang tak tertahankan yang selalu melakukan hal-hal bodoh, tapi dari waktu ke waktu ia menunjukkan sisi yang bermartabat (meski ia kekurangan wawasan tajam milik Moffle). Ada banyak anggota pemeran yang terintimidasi oleh kepribadian Isuzu, tapi Macaron sepertinya menikmati menggodanya.
Ia tampaknya juga tidak takut seorang wanita membencinya…
Apa karena itu ? dia bertanya-tanya.
Apa itu kepercayaan diri dari seorang pria dengan seorang anak dan seorang mantan istri… kepercayaan diri dari orang dewasa yang matang ?
Masih tersenyum lebar dengan caranya yang sarkastis, Macaron menikmati beberapa isapan rokoknya lagi, lalu mematikannya dengan gerakan santai. Itu akan terlihat cukup bergaya jika dilakukan oleh seorang pria tua tampan, tapi bagi sang maskot domba berbulu, semua itu tampak sedikit aneh.
“Yah, bagaimanapun… kita tidak bisa tetap terkunci dalam sel ini selamanya, ron,” Macaron berjalan ke jeruji.
“Kunci ini—ini tampaknya gembok yang sederhana, ron. Kalau saja Tiramii di sini. Ia akan membukanya dengan cukup mudah…”
“Apa kau punya apa pun yang bisa kau gunakan untuk membobolnya ?”
“Tidak ada. Yang kupunya hanya dompetku, kunci rumahku, smartphone-ku dan—”
Sementara Macaron berkomat-kamit pada dirinya sendiri, Isuzu mengeluarkan musket-nya dari pahanya dan meledakkan gembok itu. Suara tembakan bergema di penjara.
“Apa itu cukup ?” dia bertanya.
Tertegun, Macaron bersiul mengapresiasi.
“Itulah gadisku, ron. Ayo kita pergi.”
Bahkan ketika mereka keluar dari sel, tidak ada tanda-tanda penjaga mendatangi mereka. Mengejutkan, karena suara tembakannya cukup keras…
“Aneh…” dia mengamati.
“Mungkin Moffle dan yang lainnya membuat masalah di luar sana, ron. Mereka harus mengalihkan seluruh pasukan mereka ke tempat lain…”
“Meski begitu, orang akan mengira itu akan memicu alarm, setidaknya,” Isuzu memperingati.
“Hmm…”
Koridor dijajari dengan sel di kedua sisi. Tampaknya ada lebih dari dua puluh ruangan. Satu jalan langsung mengarah ke jalan buntu, sementara yang lain mengarah ke pintu yang tampak kokoh di kejauhan.
Mereka memutuskan untuk berjalan menuju pintu.
Tapi sebelum mereka mengambil lebih dari beberapa langkah, mereka menyadari bahwa ada tahanan lain yang hadir. Sekitar tiga sel turun dari sel tempat mereka berada, seseorang terbatuk.
“… ?”
Mendapatinya aneh, mereka mengintip ke dalam sel.
Hal pertama yang mereka lihat adalah tiga monitor LCD dengan berbagai ukuran, diikuti oleh desktop PC, Blu-ray recorder, dan berbagai sistem game. Sebuah laptop PC dilemparkan ke atas ranjang dengan asal-asalan, dan meja dipenuhi dengan koleksi besar figur, terdiri dari gadis-gadis serta robot-robot dengan rasio sekitar 30-70. Rak buku penuh dengan manga, DVD, serta game yang berjajar di dinding, dan semua ruang kosong ditempati oleh poster idol dan pegulat pro.
Satu-satunya penghuni ruangan itu menghadap ke monitor, membelakangi mereka. Ia adalah makhluk pendek dan gemuk setinggi tiga kepala. Kursinya terbuat dari apa yang tampak seperti jala berkualitas tinggi, dan memiliki desain ergonomis.
“Ohh… sebuah Kursi Aeron, ron. Seniman manga pro dan para animator menyukai itu. Andai aku punya satu…”
“Apa sekarang benar-benar saatnya untuk merasa iri ?” Isuzu menuntut.
“Apa-apaan yang…”
Tempat itu jelas adalah sel penjara, tapi telah diubah menjadi ruangan yang akan membuat otaku bujangan mana pun iri. Sebaliknya, ketika Isuzu perempuan melihatnya—yah, kalau dia kebetulan menemukan seorang pacar bagi dirinya, dan pergi ke kamarnya mengenakan pakaian dalam terbaiknya dan siap mengambil risiko, ini adalah definisi sebenarnya dari pemandangan yang dia harap tidak akan dilihatnya di dalam.
Dan ah, lihatlah di sana—lantai berserakan dengan botol plastik kosong dan dus Amazon kosong ! Itu adalah puncak dari penyelewengan.
“Apa yang kau bicarakan di luar sana, nell ? Masih terlalu dini untuk makan siang…” Dengan suasana jengkel, sang penghuni ruangan berputar di kursi mahalnya untuk menghadap mereka.
Ia adalah maskot dengan bulu boneka berwarna kuning kecokelatan, yang terlihat seperti seekor cerpelai setinggi tiga kepala. Isuzu merasa seperti dia pernah melihatnya sebelumnya, meski dia tidak cukup mengenalnya.
Tapi Macaron segera berseru :
“Tunggu, bukankah kau… Dornell ?!”
Dornell : ia adalah salah satu dari anggota pemeran yang tersesat di labirin dulu sekali. Mereka yang berhasil kembali bersaksi bahwa ia telah diculik oleh seekor naga dan ditelan seutuhnya.
Dornell menyipitkan mata pada Macaron.
“Hmm? Bukankah kau… Macaron, nell ? Darah baru di Teater Musik ?”
“Aku berstatus baru sudah lama sekali, ron. Aku seorang veteran sekarang.”
“Ahh… benar, aku sudah di sini untuk sementara waktu, nell. Tapi itu tidak apa-apa.” Dornell sedikit duduk dan melambaikan tangan gemuknya.
“Kau… Dornell, kalau begitu ? Apa-apaan yang kau lakukan di sini ?” Isuzu bertanya.
Sebagai tanggapan, Dornell menunjuk ke monitor LCD di belakangnya.
“Seperti apa kelihatannya ? Aku membaca blog, nell. Hal-hal seperti : ‘Kenapa light novel dewasa ini punya nama yang begitu panjang ?’ Dan semacamnya.”
“Bukan itu maksudku,” ucap Isuzu.
“Kau sudah menghilang selama lebih dari sepuluh tahun, kan ? Aku mencoba bertanya apa yang sudah kau lakukan selama ini.”
“Bukannya aku keberatan menjelaskan hal itu… tapi siapa kau, nell ?”
“Aku Sento Isuzu, sekretaris manajer pelaksanan taman. Beritahu aku, kalau begitu : apa persisnya yang sudah kau lakukan di sini selama ini?”
“Apa menurutmu ? Aku menjadi tahanan, nell.”
“Selama lebih dari sepuluh tahun ? Di sini ?!”
Isuzu dan Macaron sama-sama menatapnya.
“Ya. Mereka punya aturan di sini : kalau kau tertangkap, kau harus tetap tinggal sampai teman-temanmu datang untukmu. Teman-temanku tidak pernah datang, jadi aku sudah di sini sepanjang waktu, nell. Kukatakan pada mereka aku bosan, jadi mereka memasangkanku koneksi internet… dan di antara bermain game dan membangun model plastik dan menonton anime… kurasa aku berhasil mengisi waktu dan masih banyak lagi, nell.”
“Kau menghabiskan sepuluh tahun seperti ini ?”
“Yep, itulah sebabnya. …Hei, aku lapar.”
Dornell mengangkat telepon di mejanya.
“…Hei, ini aku. Bisa kau bawa beberapa camilan ? Ya… bagaimana dengan beberapa karamucho[5]. Dan teh oolong. Dan tiga cangkir, nell.”
Ia mengakhiri permintaannya yang tanpa basa-basi, mengembalikan telepon ke tempatnya, lalu berjalan terhuyung-huyung ke jeruji. Ia membuka pintu sel dengan suara berdenting dan mengisyaratkan pada mereka untuk masuk.
“Masuklah, nell. Agak berantakan, tentu, tapi…”
“Ini tidak dikunci, ron ?”
“Ya. Kami semua muak berurusan dengan itu.”
“……”
Apa-apaan yang terjadi di sini ?
Macaron dan Isuzu, yang sudah bersiap untuk melarikan diri beberapa saat lalu, memasuki sel Dornell (?) dengan suasana sepenuhnya tanpa kepercayaan diri. Maskot cerpelai mendorong beberapa dus Amazon kosong ke samping, memperlihatkan dua kursi tatami di mana ia meminta mereka untuk duduk. Dengan gelisah, mereka menerima tawarannya.
“Dornell. Semua orang di taman berpikir kau hilang, ron. Terus terang, kami menganggap kau sudah mati.”
“Ahh. Yah, itu jelas,” ucap Dornell acuh tak acuh.
“Rekan kerjamu khawatir. Dan tidak baik bagi seseorang untuk tinggal di tempat seperti ini begitu lama, ron. Kenapa kau tidak memberi tahu taman kalau kau baik-baik saja, ron ?”
“Oh. Yah awalnya, aku hanya akan menggunakan penahananku sebagai liburan panjang, nell. Tapi aku berhasil membuat lingkungan yang cukup ideal di sini, seperti yang bisa kalian lihat… dan kemudian aku kecanduan MMO ini yang mereka beta test… dan sebelum aku menyadarinya, satu tahun sudah berlalu.”
“Apa itu MMO ?” Isuzu, yang tahu sedikit tentang video game, bertanya.
“Itu adalah game online, ron. Sekarang ia menyebutkannya, dulu ada ledakan di tipe-tipe game pemboros waktu secara besar-besaran kala itu…”
“Rasanya sedikit canggung untuk menghubungi taman setelah setahun penuh, jadi aku hanya menghabiskan waktuku di sini sebagai gantinya… jujur, aku benar-benar terbiasa, nell. Mereka membawakanku semua makanan yang bisa kumakan, dan aku bisa memesan hampir semua hal lain yang kuinginkan secara online…”
Ia sampah, Isuzu menyadari. Dia berada di hadapan sepotong sampah nyata lainnya.
“Ahh, begitu. MMO bisa menjadi masalah, ron. Kudengar Narukawa-san sendiri menghabiskan setahun pada Lineage II, ron.”
“Siapa ?” Dornell menanyai.
“Tapi inilah yang tidak kuketahui, ron. Kau sudah tersembunyi di bawah sini selama bertahun-tahun. Kenapa kau tidak berakhir menghilang karena monos ?”
“Entahlah. Kurasa itu karena aku menjadi populer bermain sebagai seorang gadis saat online.”
“Menggelikan !” Macaron mencibir.
“Bagaimanapun, aku menyukai hidup yang kumiliki saat ini, nell. Kalian bisa minum teh kalian, tapi ketika kalian selesai, kuharap kalian pulang dan meninggalkanku di sini, nell.”
“Pulang ? Kami bisa keluar dari sini ?” Isuzu dan Macaron sama-sama menyambar ungkapan itu.
“Tentu, barangkali,” Dornell mengangkat bahu.
“Tidak pernah mencobanya sendiri, tentu saja.”
“Tapi dari mana tepatnya labirin ini berasal ?” ucap Isuzu, menekannya untuk penjelasan terperinci.
“Kau meminta seseorang membawakan teh sebelumnya, dan seseorang membawakanmu semua sistem game dan komputer itu… Ada begitu banyak yang tidak kumengerti. Apa kau keberatan memberi kami pencerahan ?”
“Ohh, yah—”
Tepat saat ia akan memulai, makhluk lain muncul di sel. Makhluk itu adalah maskot kecil seperti tikus mondok yang membawa nampan dengan sebotol teh oolong, cangkir, dan camilan.
“Tuan Pelanggan, Pak. Kami membawakan tehmu, mog.”
“Terima kasih banyak !”
Dornell membuka pintu sel dan mengambil teh beserta camilan seperti seorang langganan tetap berinteraksi dengan pelayan di ruang karaoke.
Isuzu dan Macaron sama-sama menatap, lalu mendesah serentak :
“…‘Pelanggan’ ?”
Seiya, Moffle, dan Tiramii berada di penjuru labirin, terengah-engah dan berusaha menenangkan diri mereka.
Mereka harus melawan balik musuh-musuh kecil, lari dari bos tingkat menengah, menghindari jebakan aneh, menyelesaikan mini-game puzzle blok dalam batas waktu untuk membuka pintu… Pada akhirnya, mereka semua babak belur dan kelelahan.
Mereka sudah melarikan diri dari musuh mereka untuk saat ini, sepertinya, tapi mereka bisa berakhir dalam pertempuran lagi sewaktu-waktu.
“Hah… Hah… Waktu terakhir aku menggunakan sekop sebanyak ini adalah… tidak pernah, sebenarnya,” Seiya mengerang.
“Kalian mungkin menyukai hal-hal yakuza ini, tapi aku seorang manajer, ingat ?! Seorang pekerja kantoran !”
“Seorang pekerja kantoran, dengan 850 yen per jam ? Menggelikan, fumo. Kau lebih cocok membersihkan parit, fumo.”
Moffle sesak napas. Setangguh dan sekuat apa pun dirinya, bahkan dirinya sekali pun tidak bisa menyembunyikan kelelahannya.
“Membersihkan parit, huh ?” Seiya mencibir sebagai balasan.
“Lebih terdengar seperti sebuah pekerjaan untuk tikus got sepertimu.”
“Hahh… hahh… bisa kalian simpan olok-oloknya untuk waktu yang kurang genting, mii ? Aku benci klise Hollywood, mii…”
Saat ia bicara, Tiramii menggali ke dalam tasnya.
“Berita buruk, mii. Aku kehabisan Molotov. Mungkin aku punya beberapa pupuk kimia di sekitar sini… dengan dasar asam nitrat, aku mungkin bisa membuat sesuatu yang eksplosif…”
“Bisakah Sang Peri Bunga tolong jangan membahas pupuk peledak ?” Seiya meminta.
“Baiklah, mii… Hanya saja, aku selalu mau membuat sebuah ledakan besar dan kemudian mengatakan: ‘heh, kembang api kotor !’”
“Kupikir kau benci klise Hollywood, fumo.”
“B-Bagaimanapun… Kita perlu mencari tahu di mana kita.”
Dengan bantuan sekopnya seperti sebuah tongkat jalan, Seiya bangkit.
Ia memeriksa jam tangannya dan melihat bahwa saat itu sudah lewat pukul 2:30 siang. Ini tidak bagus; hanya ada 90 menit tersisa sampai pertemuan.
Pertemuannya ! Seiya putus asa.
Sangat jauh lebih penting dari terjun ke labirin bodoh ini !
“Aku tidak punya waktu untuk mengingat jalan mana yang kapan kita ambil,” ia mengakui,
“jadi aku tidak tahu di mana kita sekarang. Aku bisa mendapat gambaran tentang arah yang kita tuju, tapi—”
Seiya mengeluarkan smartphone-nya dan memeriksa aplikasi kompas miliknya. Moffle mengintip layar smartphone-nya dari samping.
“Mofu. Jadi jalan ini ke utara, fumo. Maka kurasa kita pasti… uhh, aku tidak tahu.”
“Kalau aku tahu ini akan terjadi, aku akan menginstal aplikasi pedometer[6], tapi… hmm ?” Alis Seiya mengerut.
Jendela Wi-Fi smartphone-nya terbuka dan memintanya untuk memilih jaringan.
Koneksi LAN tersedia ? ia terheran. Sedalam ini di bawah tanah ? Nama jaringan itu adalah “mogmog001” dan “mogmog002.” Itu juga bukan sinyal yang lemah: ia mendapat tiga batang. Sayangnya, kedua jaringan membutuhkan kata sandi.
Itu tidak masuk akal. Mungkinkah mereka cukup dekat dengan permukaan, dan sebuah koneksi nirkabel kebetulan melewati gua terdekat?
“Aku tidak menemukan gua seperti itu, mii…” ucap Tiramii, selagi menyelidiki dinding di sekitarnya.
Selagi ia melakukan itu, Seiya mencoba sebanyak mungkin kata sandi yang bisa ia pikirkan, tapi tak ada yang berhasil.
“Uhh… kalau saja kita bisa terhubung, kita bisa memeriksa lokasi kita saat ini dan meminta bantuan…”
“Tiramii. Tidak bisakah kau melakukan sesuatu, fumo ?”
“Aku ragu, mii. Ini bukan seperti aku seorang peretas super. Sial !”
Untuk sesaaat, ia pikir ia sudah menemukan jalan keluar dari ini, tapi tampaknya peluang mereka untuk meminta bantuan di internet adalah nol. Ia memeriksa waktunya; ia membuang waktu lima menit untuk bermain-main seperti ini.
“Seiya. Kau sudah berkali-kali mengecek jam, fumo. Apa ada masalah ?”
“…Aku punya pertemuan untuk dihadiri. Aku tidak bisa terlambat.”
“Kita terjebak di labirin bawah tanah, dan kau mencemaskan pekerjaan ? Miish, aku tahu kau adalah penggila kerja, tapi tetap saja…”
Saat itu juga, mereka mendengar suara kerumunan langkah kaki dari koridor di depan. Mereka ditemani oleh suara gesekan logam yang berbahaya, pekikan dan geraman.
Segerombolan musuh sedang menuju ke sini.
“Uhh… mereka mengejar kita lagi,” Seiya mengaduh.
“Aku merasa aku harus mengingatkan kalian kalau aku kehabisan Molotov, mii !”
“Kita tidak punya pilihan. Ayo lari dan masuk lebih dalam, fumo !” Moffle pergi berlari.
“Masuk lebih dalam ?” Seiya meragukan.
“Apa gunanya bagi kita ?!”
“Tidak ada, tapi tetap di sini untuk bertarung akan membuang waktu dan energi, fumo !”
Moffle, tentu saja, benar. Tanpa jalan lain, Seiya dan Tiramii mengejarnya.
Tapi musuh tidak hanya datang dari belakang. Mereka menyerbu ke arah mereka dari depan juga, dan muncul beramai-ramai dari sekitar sudut.
“Masih ada lagi ?!”
“Kita harus menerobos, fumo !”
Mereka menabrak massa musuh, meninju, menendang, melempar—mereka berlari ke kanan, berlari ke kiri, memanjat dan melompat ke bawah. Mereka melakukannya berkali-kali, sampai pada akhirnya mereka keluar ke lorong langsung. Gerombolan musuh kecil tidak berhenti sejenak pun.
“Mereka sangat keras kepala !”
Setengah merangkak, setengah merayap, Seiya dan yang lainnya bergegas menyusuri lorong, menendang sebuah pintu besar dan melompat ke dalam. Musuh menyusul dengan cepat.
“Tutup ! Tutup pintunya !”
Mereka mendorong menutup pintu ganda yang baru saja Moffle dan Tiramii tendang terbuka, dan kemudian Seiya menggunakan sekopnya sebagai palang melalui gagangnya.
“… !”
Mereka tepat pada waktunya. Musuh menghantam pintu di belakang mereka. Pintu berguncang, tapi tidak terbuka. Hantaman itu diikuti oleh gedoran pintu yang terus-menerus, tapi untuk saat ini, pengejar mereka tampaknya terjebak di sisi lain. Mereka mungkin akan menerobos pada akhirnya, tapi itu akan menahan mereka untuk sementara waktu, setidaknya.
“Ayo kita menjauh selagi kita bisa !”
Menyeka keringat yang menetes dari dagunya, Seiya bergegas pergi dari pintu.
Tapi Moffle dan Tiramii tidak bergerak. Mereka menatap lebih dalam ke dalam ruangan itu—Seiya baru menyadari bahwa itu adalah sebuah ruangan—dengan membelakanginya.
“Hei, apa yang kalian lakukan ? Bergegaslah dan—”
Bahkan, tempat itu kurang menyerupai ruangan dan lebih seperti aula perjamuan besar. Ukurannya sekitar setengah dari luas gedung olahraga sekolah, serta setidaknya setinggi tiga lantai. Dinding serta pilar dihiasi dengan ukiran yang tidak menyenangkan, dan anglo yang ditempatkan secara teratur membuat bayangan menakutkan di atas mereka.
Di bagian paling belakang ruangan terbaring seekor naga.
Seekor naga ! Ia seukuran ten-wheeler[7], dengan kaki setebal pohon, dan tertutup seluruhnya dengan sisik berwarna merah tua yang mempesonakan. Di punggungnya ada sayap yang cukup besar untuk melingkupi seluruh ruangan ketika dilebarkan sepenuhnya.
Perlahan, sang naga mengangkat kepalanya yang runcing untuk memandang rendah rombongan yang membatu.
“Oh, ayolah… apa yang harus kita lakukan sekarang, fumo ?” Moffle berbisik lemah.
“Kita terjebak…” Seiya mengakui.
Mereka kelelahan. Mereka kehabisan senjata sungguhan. Dan di belakang mereka, gerombolan besar monster masih berusaha untuk mendobrak pintu. Mengalahkan naga di depan mereka tampaknya adalah satu-satunya cara untuk melanjutkan.
“Bos level”
… Di labirin bawah tanah yang dirancang dengan benar, akan ada ruangan sebelum ini dengan item penyembuhan atau buff, atau setidaknya save point.
Tiramii bicara pada Moffle dengan berbisik ketakutan, bulunya berdiri tegak :
“Hei, Moffle… ini bukan Arkhangelsk yang itu, kan ?”
“Bukan,” Moffle balik berbisik.
“Itu adalah naga kelas badai—jauh lebih besar, dengan sisik hitam dan perak, fumo. Dan lagi, aku mengambil salah satu matanya, dan yang lebih penting…”
Moffle mengepalkan tangan hewannya.
“…Idina membunuh yang itu, fumo.”
“B-Benar, mii…”
Apa yang mereka bicarakan ? Seiya bertanya-tanya. Ia mendapati percakapan mereka benar-benar buram. Sebenarnya, ia memang memiliki gambaran tentang apa yang mereka maksud, tapi ia tidak punya waktu untuk memikirkan itu saat ini.
Sang naga mengeluarkan geraman lirih, lalu bicara.
《Makhluk kecil…》
Tiramii menjerit, “Itu bisa bicara ! Kadal itu bisa bicara, mii !”
Dan anjing chibi yang bisa bicara itu normal ? pikir Seiya masam, tapi ia memilih untuk tidak menyela.
《Makhluk kecil… Mengapa kalian mengganggu tidurku ?》 Suaranya yang penuh keagungan bergema di seluruh ruangan. Setidaknya, ia tampaknya tidak akan langsung menimpa mereka.
《Akulah sang naga merah, Rubrum. Jawab aku. Mengapa kalian mengacaukan tidurku ?》
“Apa yang harus kita lakukan, fumo ?” Moffle berbisik.
“Bagaimana mungkin aku tahu ?” Seiya bertanya secara retoris, juga menjaga suaranya tetap rendah.
“Kita hanya harus bicara padanya.”
“Lakukan itu, mii. Kau negosiatornya, Kanie-kun.”
“Huh ? …Uhh.”
Moffle juga terlihat menatapnya seolah berkata, “segera lakukan sesuatu.” Seiya harus mengakui bahwa ia tidak bisa membayangkan banyak hal baik datang dari menyerahkan negosiasi pada para maskot. Jadi, tanpa pilihan lain, ia maju selangkah dan berdeham.
“Ah… naga merah Rubrum, benar ? Kami sadar bahwa kami membangunkanmu… dan kami minta maaf. Kau lihat, kami tidak memiliki pilhan lain selain melarikan diri ke ruangan ini…”
Sang naga merah menggeram dan menatap lurus ke arah Seiya. Matanya sendiri seukuran semangka.
“…Em, yang mau kukatan adalah… kami tersesat. Kami juga kehilangan dua teman kami. Kami akan senang jika kau membiarkan kami memulihkan mereka, kemudian membantu kami menemukan jalan kembali ke permukaan… yah, lalu kami bisa kembali bekerja, kau bisa kembali tidur… rasanya ini adalah saran yang win-win.”
Sang naga mengeluarkan serangkaian geraman terpisah.
“K-Kau membuatnya marah, mii !”
“Kurasa itu adalah tawa, fumo.”
Kedua maskot bersembunyi di belakang Seiya seperti sebuah tameng huru-hara saat mereka bicara.
《Win-win? Win-win, katamu ? …Jangan membuatku tertawa. Aku tahu siapa kalian, makhluk kecil. Kalian datang ke sini untuk mencuri timbunan hartaku, bukan ?》
“Tentu tidak ! Aku adalah manajer pelaksana taman, kau lihat, dan aku hanya menyelidiki salah satu fasilitas tua milik taman.”
Bahkan ketika ia bicara, Seiya merasa curiga. Naga itu bicara tentang timbunan harta, tapi tidak ada benda yang terlihat seperti harta di ruangan itu. Orang yang selamat dari insiden Dornell mengatakan bahwa naga dan harta berada di ruangan yang sama.
“K-Kau tahu tentang taman hiburan di permukaan, bukan ? Kami adalah anggota stafnya. Aku tidak tahu bagaimana labirin ini sampai di sini, tapi menjalankan labirin bawah tanah di properti kami… ah, itu sedikit ilegal, bukan begitu ? Kalau kau tidak mau bekerja sama, aku harus merujuk masalah ini ke departemen hukum taman !”
“Sekarang ia membawa-bawa departemen hukum…” Moffle bergumam pelan. “Negosiasi macam apa ini, fumo ?”
“Ia harus memperlakukan orang ini seperti operator pasar gelap, mii…”
“Diam !” Seiya mendesis pada mereka berdua.
Sang naga menggeram lagi, kali ini lebih serius.
《Makhluk kecil. Aku tidak percaya ceritamu. Banyak pencuri penyelinap, dalam keputusasaan mereka, membuat alasan yang serupa.》
“Ah, kalau begitu… ini. Ini ! ID taman milikku ! Apa kau percaya padaku sekarang ?!” Seiya mengangkat kartu ID pemeran yang tergantung di lehernya.
《Heh… kau pikir kau bisa menipuku dengan kepingan yang tidak berarti itu ? Aku, makhluk yang lahir pada zaman kuno ? Aku, penjelajah sepuluh alam, dengan pengetahuan untuk melampaui manusia fana ?!》
“Semua itu terdengar sangat mengesankan, tapi kartu ini tetap nyata !”
《Makhluk bodoh… Kau harus membayar kebohonganmu !》 naga itu menggeram.
Pada saat itu juga, pintu di belakang mereka hancur, dan para monster menyerbu masuk. Berteriak dan mengejek dan membenturkan senjata serta perisai mereka, mereka membentuk setengah lingkaran mengelilingi rombongan itu.
“Ini buruk, mii !”
“Mofu ! Kita hanya harus membunuh sebanyak yang kita bisa…”
Tiramii mulai menangis, sementara Moffle menyiapkan tinjunya. Tapi Seiya menghentikan tangan Moffle, beralih ke sang naga, dan mengeraskan suaranya…
“Hei, naga ! Rubrum, atau apa pun ! Kau mengatakan sesuatu tentang ‘pengetahuan untuk melampaui manusia fana,’ kan ? Yah, kurasa itu menggelikan!”
Gerombolan monster pengacau baru akan menyerang, tapi satu geraman dari naga itu dan mereka semua melangkah mundur.
《…Makhluk kecil. Apa yang baru saja kau katakan padaku ?》
“Kurasa kau berbohong tentang seberapa banyak yang kau ketahui,” Seiya menuduh. “Kau hanya seorang NEET yang bersembunyi di gua ! Aku mungkin tahu lebih banyak dari yang kau ketahui !”
“K-Kanie-kun, mungkin kau seharusnya tidak memprovokasinya seperti—mmgh.”
Moffle menghentikan Tiramii sebelum ia bisa menyelesaikan. “Biarkan Seiya menangani ini, fumo.”
“M-Mii…”
Sang naga membuka mulutnya, menyingkap rahang yang lebih lebar dari tinggi Seiya. Taring-taringnya berkilau karena nyala api anglo.
《Hentikan ocehanmu ! Aku akan menelanmu seutuhnya !》
“Ya, ya. Telan aku seutuhnya ! Sungguh kadal yang bodoh… Kau meraung dan kau menggeram dan kau memakan makhluk kecil seutuhnya, tapi aku yakin hanya itu yang bisa kau lakukan.”
Seiya tertawa mengejek. Mata naga itu bersinar karena marah, api menyembur dari lubang hidungnya. Lalu sebuah senyum keji terbentuk di bibirnya, dan ia menatap Seiya.
《Menarik. Lalu mengapa kau tidak membuktikan seberapa banyak yang kau ketahui ?》
“Kedengarannya hebat. Tanyai aku apa saja.”
《Oh ?》
“Teka-teki, hukum alam semesta, kata dalam Bahasa Ukrania untuk ‘kadal bodoh’… Pertanyaan apa saja, asalkan ada jawabannya. Tapi kalau aku menjawab benar, kau harus membiarkan kami pergi dan membebaskan teman kami. Apa itu bisa diterima ?”
《Hmph… baiklah. Tapi sebagai penebusan dosa atas bualanmu yang menyedihkan, jika kau tidak bisa menjawab, kematianmu tidak akan cepat. Aku juga tidak akan terburu-buru dengan teman-temanmu, membedah mereka dengan tambahan lima menit !》
“Setuju. Ayo lakukan, kalau begitu. Aku sedang terburu-buru, jadi cepatlah.”
Seiya mengulurkan telapak tangannya dan memberi isyarat pada naga itu menggunakan jarinya; sekarang adalah saatnya menggunakan granat.
“Hei, Kanie-kun ! Ini sedikit nekat, mii !”
Sementara Tiramii yang menangis berusaha mengehentikannya, Moffle menyaksikan, merenung. Sang naga merah menyeringai lebar, saat ini. Ia pasti sudah memikirkan pertanyaan yang tidak mungkin bisa dijawab—atau mungkin ia membayangkan bagaimana ia akan berurusan dengan Seiya setelah ia gagal…
Sang naga bicara dengan megah.
《Nah, makhluk kecil. Inilah pertanyaanku untukmu, mencapai jauh ke hari-hari dahulu kala : Semasa awal periode abad pertengahan, Illimo I dari Regnum Sonim, dikenal sebagai Dewa Perang—”
“Cawan Orang Bijak Thodemme Onshisho.”
Bena r!
Jika ini adalah acara kuis, akan ada suara lonceng bahagia dan tepuk tangan hadirin. Tapi di sini, kelompok itu hanya menatapnya.
《Em… Yah… Aku belum selesai mengajukan pertanyaannya…》
“Aku benar, kan ? Cawan Orang Bijak Thodemme… uh, Onshisho. Jangan membuatku mengulangi diriku sendiri.”
《Em… yah…》
“Itu jawaban yang benar, kan ?!”
《I-Itu… ya, benar.》
Sang naga, terintimidasi, menundukkan kepalanya.
“Mofu…”
“M-Miinakjubkan ! Kanie-kun, bagaimana kau tahu ?!”
“Heh. Rahasia dagang,” ucap Seiya dengan kasar.
Ia menggunakan “sihir” yang Latifah berikan padanya ketika dia menawarinya posisi manajer—kekuatan untuk membaca pikiran seseorang satu kali. Ia tidak yakin jika itu bisa digunakan pada monster seperti ini, tapi ia sudah mencobanya pada kucing tetangga beberapa hari lalu, dan ia mendengar pikirannya berkata(?) “meow, meow, mrrow,” jadi sepertinya logis kalau ia bisa.
Ia tahu bahwa sekarang bukan saatnya pelit dengan granatnya—meski akhir-akhir ini, ia sebenarnya sering menggunakannya di luar taman untuk membantu negosiasinya…
《K-Kau pasti curang!》 bantah sang naga, setelah kembali tersadar.
《Tidak mungkin manusia sepertimu mengetahui jawaban untuk pertanyaan itu ! Pertanyaan itu muncul di ujian masuk untuk departemen alkimia ternak di Universitas Pertanian Schubert ! Itu ujian tersulit di dunia magis !》
“Itu pertanyaan ujian masuk kuno ?!”
“Payah !”
Seiya dan Tiramii berdiri di sana dengan tercengang, sementara Moffle mengangguk dengan penuh pengertian.
“Begitu, fumo. Pertanian Schubert jelas merupakan institut yang dihormati, dan buku soal ujiannya sangat berharga, fumo. Itu cukup hingga bahkan Kawai Juku[8] Maple Land punya kursus khusus untuk itu.”
“Kalian juga punya rantai sekolah persiapan itu di Maple Land ?”
“Mofu,” ucap Moffle setuju.
“Nah, aku tidak akan bilang itu merupakan ‘pengetahuan di luar manusia fana.’ Kalau kau mulai dengan dasar-dasarnya dan berusaha, kau akan masuk dengan cukup mudah. Kurasa pada akhirnya kadal kecil ini tidak begitu perkasa !”
Sang naga merah, yang telah menggertakkan taringnya karena frustrasi, saat ini meledak mendengar perkataan Moffle.
《Di-Diam ! Diam, diam ! Bahkan jika itu memang adalah pertanyaan kuno, kau seharusnya tidak bisa menjawabnya ! Aku tidak terima ! Aku tidak akan membiarkan kalian pergi dari sini !》 Sang naga merah meraung lagi.
“Hei, tidak adil, mii !”
“Sekarang ia mengamuk…”
“Kau adalah naga yang hina karena mengingkari perkataanmu, fumo ! Rasakan tinjuku !”
Moffle melompat ketika naga itu menyerang. Menyelinap melalui cakar yang menghancurkan tanah, ia menutup jarak di antara mereka dalam sekejap, dan menghantamkan tinjunya ke rahangnya yang terbuka lebar.
“Mofu !” Dengan sebuah uppercut yang didorong oleh seluruh tubuhnya, Moffle mampu melancarkan kekuatan yang merupakan tandingan mudah bagi seorang Shin Shoryuken yang dikeluarkan pada meteran maksimal.
Meski ada perbedaan besar dalam ukuran, terpukul di titik lemah tetap membuat sang naga terhuyung-huyung ke belakang.
《Guwah ?!》
Setelah mendarat, Moffle dengan cepat menyilangkan tangannya dan mengumpulkan chi ke dalam tubuhnya.
“Yah, kulihat kau tidak begitu lemah ! Tapi bisakah kau menahan ini, fumo ?!”
Energi penghancur misterius mulai menyatu tepat di bawah pusarnya.
Seiya ragu kenapa seorang maskot taman hiburan bisa melakukan itu, tapi aura yang tampak meyakinkan tetap mengelilingi Moffle. Jadi alih-alih berkeberatan, ia memerintahkan:
“Hei, hentikan itu.”
“Graaaaaaaaaaah !” Moffle meraung, benar-benar mengabaikan perintah.
“Terima ini, fumo ! Teknik Rahasia ! Pembunuh Na—”
“Kubilang hentikan!”
Moffle jatuh ke depan dengan tendangan di pantat dari Seiya. Aura misteriusnya menghilang dengan suara puf.
“Apa yag kau lakukan, fumo ? Aku akan menggunakan kekuatan spiritualku yang terfokus untuk menciptakan lubang hitam mikro dan menggorengnya dengan radiasi Hawking !”
“Pembohong !” Seiya mencibir.
“Kau tidak bisa menggoreng orang dengan radiasi Hawking begitu saja !”
“Mofu…”
“Bagaimanapun,” Seiya melanjutkan,
“lihat dirinya.”
“Hmm ?”
Sang naga merah meringkuk di sudut ruangan, memegang rahangnya yang terluka dengan kaki depannya.
《Maaf. Aku benar-benar minta maaf. Aku seharusnya tidak terlalu terbawa suasana…》
Ia seperti orang yang ingin menjadi remaja nakal yang mengamuk dengan setengah hati, lalu segera menyerah ketika ia dihukum karena itu. Itu cukup hingga Seiya mulai merasa sedikit kasihan, seolah dirinyalah yang yang mencoba mengalahkan naga itu. Ia memandang sekeliling dan melihat bahwa musuh-musuh kecil tidak menunjukkan tanda-tanda agresi lebih lanjut; mereka hanya mengawasi rombongan Seiya dari jauh. Kelihatannya kekerasan Moffle telah menakuti mereka.
“Mofu… Kukira pukulan pertama itu sudah cukup, fumo.”
《…Tapi itu sedikit berlebihan, bukan ? Aku mengayunkan cakarku dengan sengaja untuk tidak mengenaimu… tapi kau benar-benar memukulku ! Aku tahu aku mungkin sedikit mendalami peran, tapi kalian adalah tamu pertamaku setelah beberapa waktu dan…》 sang naga merah Rubrum bersungut.
“Tunggu dulu,” Seiya menyela.
“Apa kau bilang ‘tamu’ ?”
《Ya. Kalian adalah pengunjung kedua ke atraksi ini, Tanah Pembuktian Rubrum.》
“Um… ahh… atraksi ?”
Saat itu juga, sebuah pilar batu di belakang ruangan bergeser membuka, pintu pegawai terbuka, dan Sento Isuzu muncul.
“Sento ?” Seiya berkedip.
“Kau baik-baik saja ?”
Macaron keluar setelah Isuzu. Mereka diikuti oleh seorang maskot seperti cerpelai yang tidak familiar.
“Kanie-kun,” Isuzu menyapanya dengan acuh tak acuh.
“Ini mungkin mengejutkanmu, tapi mereka mengatakan yang sebenarnya.”
Sekarang setelah dia menyebutkannya, ia ingat melihat sebuah dokumen atau lembar proyek untuk sesuatu seperti ini: dua belas atau tiga belas tahun lalu, sudah ada rencana yang diusulkan untuk area taman kedua—selain stadion—yang pengembangannya terhenti karena kekurangan dana.
Itu akan menyimulasikan dunia RPG komputer, yang cukup populer pada masanya, dan membiarkan para pengunjung merasakan petualangan bawah tanah. Nama proyek itu adalah “Pencarian Terakhir (sementara).” Namanya sungguh terdengar murahan sehingga Seiya tidak bisa tidak mengingatnya.
Hanya itu yang ia ketahui tentang proyek itu. Itu, dan fakta bahwa proyek itu seharusnya sudah dibuang, dan tanahnya ditinggalkan, ketika masalah keuangan mereka terbukti sulit dipecahkan.
“Jika proyeknya dibuang, lalu apa yang sedang dilakukannya di sini sekarang ?” Seiya bertanya pada Rubrum yang murung dan stafnya.
《Oh, yah… Sebenarnya, aku hanya disewa, jadi aku tidak tahu banyak mengenai tempatnya secara pribadi…》
“Aku akan menjelaskan ini, mog.”
Ternyata para monster itu diperankan oleh segerombolan besar peri seperti tikus mondok, yang tampaknya pemimpin mereka saat ini melangkah maju.
Meski sedikit terlambat untuk dibahas, Seiya sekarang bisa melihat bahwa senjata yang mereka bawa adalah busa uretan yang terpahat dengan baik. Semua jebakannya pasti dibuat dengan cara yang sama; tidak pernah ada bahaya siapa pun terluka.
Pemimpin tikus mondok setinggi tiga kepala (untuk suatu alasan, ia mengenakan dasi dan helm keselamatan) melanjutkan:
“Aku adalah Taramo, putra dari Dorumo. Aku adalah kepala klan Mogute, dan ketua Serikat Pembangun Mogmog !”
“Um, yang artinya… ?”
“Artinya aku yang bertanggung jawab di sini, mog.”
“Senang mendengarnya,” ucap Seiya setuju.
“Jadi, Taramo, tolong jelaskan padaku; apa yang atraksi buangan lakukan di sini ?”
“Aku harus mulai dengan sejarah tragis dari klan Mogute kami, mog. Semuanya dimulai 2,000 tahun lalu—”
“Ah, tidak. Tolong tetap singkat.”
Seiya melambaikan kedua tangan dan memotong perkataan Taramo.
“Huh ? Tapi ini adalah kisah panjang dan epik yang setara dengan sejarah elf Tolkien. Kau sungguh picik, mog.”
“Rangkum saja dalam tiga kalimat,” Seiya memerintahkan.
“…Kami sudah lama melarikan diri dari para tiran yang mencari kami untuk keterampilan pertukangan kami yang luar biasa,” jelas Taramo.
“Tiga belas tahun lalu kami muak dengan semua itu, dan meminta manajer taman untuk membiarkan kami memakai lahan ini. Mereka membutuhkannya untuk menjadi atraksi dalam teori, jadi kami mengatur ini, dan kami sudah tinggal di sini sejak saat itu. Itu dia ! Tiga kalimat.”
Semua orang selain Seiya bertepuk tangan, terkesan karena ia berhasil.
“Hei, tunggu sebentar !” Seiya keberatan.
“Apa kalian puas dengan penjelasan itu ?”
“Kaulah yang mau itu dirangkum dalam tiga kalimat, ron.”
“Kurasa penjelasannya sangat jelas, fumo.
“Kanie-kun, apa kau diam-diam bodoh, mii ?”
Kenapa semua orang memperlakukanku seperti orang bodoh di sini ? Seiya baru saja akan membantah ketika Isuzu menyela. Dia memegang laptop di tangannya, dan tampaknya memakai data cloud untuk memeriksa kisahnya.
“Aku baru saja memeriksa pengeluaran masa lalu kita… dan tampaknya itu benar,” dia menyimpulkan.
“Manajer pada saat itu bersekongkol dengan berbagai kepala departemen lainnya untuk mengakomodasi Klan Mogute. Bahkan ada pengalihan uang yang tidak bisa dijelaskan…”
“Dengan kata lain, ‘atraksi buangan’ sebenarnya berwujud, dan sudah menggunakan dana taman ?!” Seiya tersinggung.
“Tanpa mendatangkan tamu ?!”
“…Benar begitu, Taramo-san ?”
Didesak oleh Isuzu, Taramo mengangguk.
“Yah, kami menerima dana untuk membangun atraksi… Tapi kami belum mengambil satu sen pun dari taman sejak saat itu, mog. Kami memang menyadap kalian untuk listrik dan air… tapi hanya dalam jumlah yang sangat kecil, mog. Kami sudah menggali dana pibadi kami untuk semua biaya hidup dan operasional lainnya.”
Macaron dan Tiramii menjadi pucat setelah mendengar itu.
“Tunggu, ron ! Menggali dana pribadi kalian, maksudmu…”
Taramo mengangguk.
“Ruangan ini dulunya dipenuhi harta… tapi semuanya sudah hampir hilang sekarang, mog.”
“Kalian memakai semuanya, mii ?!”
Mereka telah merawat lusinan anggota Klan Mogute selama lebih dari satu dekade, bagaimanapun. Mudah dibayangkan kalau biayanya jutaan, bahkan mungkin miliaran yen. Seperti yang diharapkan, legenda harta karun labirin adalah jalan buntu.
“Tentu saja, kami sudah menipis akhir-akhir ini, jadi selama beberapa tahun terakhir kami semua sudah bekerja paruh waktu. Toserba, restoran keluarga, pekerjaan jalan larut malam…” Sepertinya itu kehidupan yang suram.
“Jadi kalian sudah pergi dari sini ?” Seiya menanyainya.
“Cukup sering. Kami punya jalan rahasia di seluruh taman, mog.”
“Hmm…”
Taramo menatap ke kejauhan.
“Kami ingin eksistensi kami tetap menjadi rahasia, mog. Jadi jika kalian bisa pergi dan berpura-pura tidak pernah melihat kami, kami akan sangat menghargai itu, mog.”
“……”
“Manajer yang kami temui sangat baik hati. Kami sudah disewa oleh penguasa Kerajaan Polytear untuk menggali terowongan pelarian rahasia dari istana mereka. Lalu dikubur hidup-hidup supaya kami bungkam tentang hal itu. Tentu saja, kami tidak akan menyelinap di bawah tanah selamanya !”
“Bukankah itu dari The A-Team ?” Seiya bertanya.
“Aku tidak percaya kau menyadarinya ! …Jadi, tentu saja, kami menggali terowongan untuk melarikan diri. Tapi ke mana pun kami pergi, mereka mengejar. Kami sudah tidak punya pilihan lagi ketika manajer kalian memberi kami jalan keluar, mog. Kami bahkan diberi lahan ini untuk bersembunyi, mog !”
Air mata besar mulai tumpah dari kantung mata Taramo. Seiya memeriksa dan melihat bahwa sisa Klan Mogute meluapkan air mata karena teringat rasa terima kasih pada “manajer.”
“Tolonglah, Tuan Manajer Pelaksana ! Tolong biarkan kami, mog !”
“Sungguh kasihan, mii. Ayo kita lakukan, mii !”
《Aku juga memohon padamu. Tolong, tolong !》
Semua mata tertuju pada Seiya. Mereka menunggu lima kata kecil itu :
“Baiklah, aku akan membiarkan kalian.”
“Hei, Sento. Apa ‘manajer’ yang mereka bicarakan ini…”
“…Ya. Itu benar.”
Ia kemudian memandang Moffle. Moffle mengangguk serius.
“Begitu…”
Seiya kurang lebih memahami apa yang telah terjadi. Memperhitungkan itu, ia punya banyak hal yang harus dipikirkan. Ia menjalankan beberapa perhitungan di kepalanya, secepat yang ia bisa dan tanpa memihak. Dan jawaban yang ia dapatkan adalah—
“Tidak.”
Ruangan itu pecah dalam seruan tangis ketidakpercayaan.
“Kenapa, mii ?!”
“Itu kejam, mog !”
“Beritahu kami alasannya, ron !”
Melangkah mundur dari kelompok saat mereka menginterogasinya, Seiya mengulang dirinya.
“Jawabannya tidak ! Tidak, mengerti ?! Dan untuk alasannya—”
Seiya memeriksa waktunya. Ia tidak bisa tinggal lebih lama. Ia harus kembali ke gedung administrasi.
“Begini, akan kujelaskan nanti ! Bawa saja aku ke pintu keluar untuk saat ini !”
Naga merah Rubrum berpindah untuk menghalangi jalan mereka.
《Aku t-tidak akan membiarkanmu ! Aku tidak akan membiarkanmu pergi sampai kau menjamin bahwa kami—》
“Moffle !”
“Mofu !”
Moffle melangkah maju. Tatapannya membuat Rubrum mundur, ketakutan.
《K-Kau tidak perlu menatapku… Aku hanya ingin kau menyadari betapa putus asanya diriku. Aku tidak benar-benar akan menghentikanmu. Jadi tolong, tolong, jangan pukul aku !》
“Bersiaplah saja untuk pergi, oke ?! Moffle, kau berjaga di sini, mengerti ?!”
“Hmm. Tidak yakin bagaimana perasaanku tentang diperlakukan seperti pesuruh, tapi… baiklah, fumo.”
Moffle mengangguk dengan enggan, barangkali menyadari bahwa Seiya pasti memiliki alasan yang bagus untuk semua ini.
“Oke, ayo kita pergi ! Sialan… akan jadi bencana kalau kita terlambat…”
Dengan Isuzu menyusul, Seiya berlari ke luar ruangan.
Sungguh… kenapa kau memberi sesuatu yang sangat menegangkan kepada kepala departemen PR ? Tricen, duduk di ruang konferensi di hadapan barisan pria berjas, mendesah panjang. Ia mengenakan Amulet Lalapatch miliknya, jadi ia terlihat seperti manusia biasa bagi mereka, tapi itu bukan alasan dirinya begitu tegang.
Dari kiri ke kanan terduduk kepala bagian dan manajer cabang dari perusahaan real estat, manajer cabang sebuah bank besar, perwakilan baru dan direktur perusahaan Pengembangan Amagi, dan juru tulis dari agen pihak ketiga. Itu adalah kumpulan yang akan membuatnya gugup bahkan pada saat terbaik, tapi selain itu, mereka bergabung dengan barisan para eksekutif dan manajer dari Malmart Stores.
Malmart Stores ! Supermarket besar Amerika yang terkenal itu ! Penjualan di seluruh dunia lebih dari tiga puluh triliun yen ! Pertemuan itu adalah negosisasi kontrak dengan Malmart cabang Jepang.
Tricen tahu bahwa Kanie Seiya, Sento Isuzu, Ashe dan beberapa orang lainnya telah mengadakan pertemuan rahasia dan mengirimkan surel tentang hal yang tidak ditentukan, tapi ia tidak tahu persis apa itu. Sekarang setelah ia tahu—yah, ia tidak tahu sihir macam apa yang mereka gunakan untuk sampai sejauh ini, tapi skalanya terlalu besar.
Jaringan supermarket besar yang mendunia mendatangi taman hiburan terpencil kami ? pikirnya heran. Apa yang sudah dicapai anak-anak muda ini ?!
Tricen memikirkan kembali kejadian pagi ini:
“Tidak bisa dipercaya. Keterlaluan ! Aku tidak bisa memimpin negosiasi dengan orang-orang penting itu ! Aku lulusan jurusan Sastra Jepang; aku tidak bisa berbahasa Inggris ! Aku, Tricen, terpaksa membungkuk karena sakit perut yang parah !”
Itulah alasan Tricen pagi itu ketika Seiya memerintahkannya untuk menghadiri pertemuan itu.
“Siswa SMA sepertiku tidak bisa memimpin negosiasi,” Seiya bersikeras.
“Jadi kami harus menghadirkanmu sebagai wakil direktur. Jadilah tidak penting dan tidak mengganggu, lalu Sento dan aku akan menyelesaikan masalah sebagai sekretarismu.”
Ketika ia berkata seperti itu, Tricen hampir tidak bisa menolak.
Pertemuan akan dimulai pukul 4:00 sore, tapi saat ini sudah lewat sepuluh menit. Mereka memulai dengan maraton pertukaran kartu nama (yang secara mengejutkan menyebabkan stres dengan sendirinya, dan sudah mengambil sebagian besar kekuatan mental Tricen), dan sekarang ia berbasa-basi mengenai cuaca esok hari, giginya bergemeretak sambil tersenyum.
Para tamu sama sekali tidak terlihat senang. Beberapa tampak kebingungan kenapa mereka ada di sana.
“…Jadi, emm. Saya yakin bahwa sistem tekanan rendah akan membawa hujan ke bagian timur Jepang besok. Langit akan berawan di pagi hari, dengan 80% peluang hujan di siang hari. Jika kalian pergi keluar, jangan lupakan payung kalian. …Nah, perihal suhu. Meski hari ini sejuk, besok rata-rata akan turun sekitar delapan derajat, jadi berpakaianlah seperti yang kalian inginkan untuk pertengahan Maret—”
“Kami sudah cukup mendengar mengenai cuacanya, Toride-san,” ucap direktur Pengembangan Amagi (“Toride” adalah nama Jepang Tricen), memotong omongan membosankan Tricen.
Direktur Pengembangan Amagi adalah seorang pria di ambang 70 tahun, dengan mata bulldog cekung serta alis yang panjang dan lebat. Ia adalah seorang birokrat MLIT sebelum menempati jabatannya yang sekarang.
Pengembangan Amagi sudah lama bermusuhan dengan taman mereka, dan direkturnya ada di antara orang-orang yang ingin mengubah taman menjadi lapangan golf. Meski ia tidak terlalu agresif tentang hal itu saat ini; ia tampaknya berpikir bahwa jika ia meninggalkan Amagi Brilliant Park dengan rencana mereka sendiri, ia bisa dengan mudah menghancurkannya tahun depan. Sementara itu, ia cukup puas mengumpulkan “kompensasi eksekutif” delapan angka[9] miliknya untuk datang ke kantor beberapa kali dalam seminggu, menyesap teh dan bermain mahjong komputer—Dengan kata lain, ia adalah tipikal mantan birokrat pemerintah dalam kepemimpinan perusahaan.
Sang bulldog tua melanjutkan dengan kesal :
“Kami telah memberimu waktu berharga ini dari hari-hari kami, dan yang telah kau lakukan hanya membicarakan tentang cuaca. Sudah saatnya kita menyelesaikan ini.”
“Ah, ya, Anda benar untuk mengingatkan itu. Tapi saya tidak memiliki semua dokumentasi di tangan, jadi… em, manajer pelaksana… maksudku, sekretaris saya seharusnya akan segera membawanya…”
Kanie Seiya, orang terpenting dalam negosiasi, masih belum muncul. Tricen sudah meneleponnya beberapa kali sejak sebelum pertemuan dimulai, tapi panggilannya tidak terhubung. Ia juga tidak bisa menghubungi Sento Isuzu, meski ia melihat mereka bekerja di kantor pagi itu… Ke mana mereka pergi ?
Ia memberi pandangan memohon pada Ashe, yang duduk di meja bersamanya, tapi yang dia lakukan hanya mengangkat bahu.
“Kita bisa menyiapkan dokumentasinya nanti. Ini adalah proposal utama, jadi kita mungkin harus beralih dari obrolan ringan.”
“Y-Ya, tentu saja ! K-Kalau begitu… biar saya jelaskan apa yang membuat taman kami spesial. Saya ingin memberi Anda semua tingkat yang mendalam—”
“Kami tidak perlu mendengar itu,” ucap Direktur Pengembangan Amagi datar.
“Kami tahu itu tidak spesial.”
“Oh, jangan bilang begitu!” Tricen menyanggah.
“Ini adalah taman yang sangat bagus !”
“Toride-san… apa kau bermain-main dengan kami ?”
“T-Tentu tidak, ah, em…”
Ekspresi sang eksekutif sudah beralih dari kekesalan menjadi tanpa perasaan sama sekali. Wajah Tricen sendiri menjadi pucat pasi. Terdorong rasa putus asa, ia baru saja akan membicarakan tentang idol favoritnya, ketika pintu ruang konferensi terbuka dengan keras.
“Maaf kami terlambat !”
Kanie Seiya dan Sento Isuzu masuk. Mereka berdua mengenakan jas, bahu naik-turun, dan membawa dokumen serta tablet di samping mereka.
[1] pointman= posisi yang terdepan serta paling terbuka dalam militer (Wikipedia)
[2] tail gunner= awak dalam pesawat militer, bertugas melawan serangan dari bagian ‘tail’ (Wikipedia)
[3] roper= monster tanah bertentakel, sering salah dibedakan dengan stalagmit, karena mirip
[4] wyvern= makhluk mitologi berkaki dua, lengan bersayap, dan berekor duri
[5] karamucho= stik/keripik kentang pedas dari Jepang (Wikipedia)
[6] pedometer= alat penghitung langkah (dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan pedofilia)
[7] ten-wheeler= lokomotif dengan dua gandar depan dan tiga gandar penggerak (Wikipedia ‘Notasi Whyte’ menyediakan lebih banyak info mengenai sistem penamaan lokomotif)
[8] Kawai Juku= salah satu bimbel terbesar di Jepang (kawai-juku.ac.jp)
[9] delapan angka= gaji antara $10,000,000 sampai $99,999,999
“Maaf atas keterlambatan kami, Wakil Direktur Toride. Kami ada dokumen yang Anda minta. Mohon konfirmasi isinya.”
Mereka duduk di kedua sisi Tricen dan menekankan arsip-arsip itu ke tangannya.
“Ah, ya. Ya ampun, sungguh bermasalah. Kalian membuat semua orang menunggu, kalian tahu ? Sekarang, mari kita lihat… ya, ya…”
Ia bersandar dengan merasa benar sendiri dan membuka arsip yang Seiya berikan padanya tidak ada apa pun di dalamnya selain beberapa brosur supermarket.
Apa yang harus kulakukan dengan ini ?! Ia ingin menangis, tapi Seiya menutup mulut Tricen dengan tangan, lalu tersenyum ramah pada berbagai perwakilan yang hadir.
“Semuanya, saya sangat menyesal telah membuat Anda semua menunggu. Jika kalian mengizinkannya, saya ingin membahas beberapa rincian atas nama Wakil Direktur Toride. Apakah itu bisa diterima ?”
Sisa dari kelompok pengamat mengangguk, tampak siap mendengarkannya.
Aspek teranehnya, bagi Tricen, adalah bahwa tidak ada seorang pun yang tampak baru bertemu Seiya untuk pertama kalinya. Dirinya dan Isuzu bahkan tidak harus memperkenalkan diri.
Apa yang terjadi di sini ? ia bertanya-tanya.
Bisakah kau menangani ini, Kanie-san ?!
“Saya hargai itu. Kalau begitu… marilah kita mulai negosiasi final untuk penjualan bagian taman kedua Amagi Brilliant Park.”
Tricen nyaris berteriak karena syok, tapi kali ini Isuzu-lah yang membungkamnya.
Seiya menyebutnya negosiasi, tapi karena hampir semuanya sudah beres selama beberapa minggu terakhir, ini benar-benar hanya pertemuan final untuk mengkonfirmasi isi dari kontraknya.
Pengembangan Amagi sudah mengajukan penentangan, tapi Malmart Stores antusias dengan proposal itu. Mereka adalah jaringan supermarket terbesar di Amerika Utara, tapi upaya terakhir mereka untuk memasuki pasar Jepang telah berakhir dengan kegagalan yang menyakitkan. Meski itu berkat perjanjian dagang baru yang akan ditandatangani, mereka berencana untuk mencoba perluasan ke Jepang lagi.
Kali ini, rencana mereka adalah untuk membuka pusat perbelanjaan besar yang akan diisi dengan berbagai toko merek. Tapi untuk melakukannya, mereka memerlukan banyak lahan.
“Begitu…” pikir Isuzu,
“tapi bagaimana kau mengetahui rencana mereka ?”
Tiga minggu sebelumnya, ketika Seiya memberitahunya tentang rencananya untuk menjual lahan, Isuzu mengajukan pertanyaan yang wajar. Ia mungkin adalah manajer pelaksana mereka, tapi Seiya masih SMA, dan tidak memiliki koneksi sejati dalam dunia keuangan.
“Aku tidak mengejar Malmart pada awalnya,” jelas Seiya padanya.
“Aku hanya ingin mencari seseorang, siapa saja, yang mau membeli lahan taman kedua. Jika yang terburuk sungguh terjadi, aku akan membiarkan Pengembangan Amagi mengubahnya menjadi lapangan golf seperti yang mereka inginkan—tapi aku berharap untuk menemukan kesepakatan yang lebih baik, lebih baik lagi sebuah fasilitas yang akan mendatangkan kerumunan besar. Jadi aku mulai membuat kontak.”
Ia lanjut menjelaskan ketidaktentuan dari proses itu: ia mulai dengan jaringan toko furnitur berdiskon besar, langsung menuju ke kantor pusat mereka di kota dan berbicara dengan seorang sekretaris. Lalu, ia membuat kemajuan dengan kepala sub bagian, kepala bagian, kepala departemen, dan direktur perusahaan, mempertanyakan apakah mereka mau membeli lahannya atau tidak.
“Apa kau memakai sihirmu ?” Isuzu ingin tahu.
“Tentu saja aku memakainya,” balas Seiya.
“Tidak mungkin aku bisa sampai sejauh itu hanya dengan negosiasi. Pertama, aku melihat dengan siapa si sekretaris selingkuh, dan menggunakan itu untuk mendapatkan pengaruh kepala sub bagian. Lalu aku menggunakan metode yang sama padanya untuk mendapatkan pengaruh kepala bagian. Lalu aku mengetahui tentang hobi perdagangan orang dalam kepala bagian untuk naik ke kepala departemen. Klub SM kepala departemen yang sering dikunjungi, dan biar kuberitahu, itu adalah pembacaan yang sulit…”
“Aku mengerti. Kau sampai ke tingkat ini melalui pemerasan, kalau begitu.”
Isuzu terkejut oleh inisiatif dan kegilaan Seiya. Terlintas dalam pikirannya betapa tepatnya dirinya karena sudah membuatnya menggunakan sihir pembaca pikiran miliknya padanya di hari setelah ia mendapatkannya. Jika dia tidak melakukan itu, dia tidak akan bisa bekerja dengannya karena selalu khawatir.
“Pemerasan adalah kata yang jelek,” protesnya.
“Aku hanya mendapat sedikit informasi tentang mereka dan meminta bantuan mereka.”
“Kebanyakan akan menyebut itu pemerasan,” ucap Isuzu.
“…Oke, baiklah. Pokoknya, apa yang kupelajari adalah bahwa memeras beberapa oknum tidak cukup untuk mempengaruhi perusahaan besar. Toko furnitur pertama yang kukunjungi tidak berminat untuk membuka toko baru, jadi aku menyerah.” Tetap saja, untuk suatu alasan, direktur tempat itu sudah memutuskan ia menyukai Seiya, dan mengajaknya ke restoran setempat untuk makan babi jahe.
“Aku senang ia begitu pengertian…” Isuzu berkomentar.
“Ya. Katanya, ‘bekerjalah untuk kami begitu kau lulus dari universitas.’ Setelah itu, aku mencoba trik yang sama pada perusahaan demi perusahaan. Ada lebih dari beberapa kasus di mana aku memakai sihirku di waktu yang salah, atau aku tidak bisa memanfaatkan apa yang kupelajari untuk menaiki anak tangga berikutnya… Aku sedikit merasa seperti seorang siswa yang berjuang mencari pekerjaan,” ia mengakui.
“Apa yang terjadi setelah itu ?” Isuzu mendorongnya.
“Aku berjalan-jalan sebelum berakhir di sebuah perusahaan pusat perbelanjaan domestik besar. Kau tahu yang mana. Cabang di setiap daerah—”
“Ah, ya. Aku sadar akan hal itu.”
“Mereka sudah berusaha keras belakangan ini, dan tidak berminat untuk membuka cabang baru,” Seiya mendesah.
“Mereka sebenarnya sedang merencanakan pengurangan karyawan…”
Tapi kemudian, di tengah diskusi, Seiya menyadari bahwa pria yang ia ajak bicara mengira ia adalah mata-mata dari perusahaan saingan.
“Dan perusahaan saingan itu adalah afiliasi Malmart Jepang ?” Isuzu menanyai.
“Ya. Ada rumor yang beredar di tingkatan manajemen bahwa Malmart mencoba memperluas ke pasar Jepang lagi. Itu adalah informasi yang bagus, jadi aku langsung pergi dari sana menuju Kantor Pusat Malmart Shinjuku.”
Ia kemudian menjelaskan bagaimana ia menyelesaikan masalah dari sana; Malmart telah mencari lokasi yang bagus di pinggiran kota Tokyo. Mereka memiliki beberapa kandidat, tapi mereka semua punya isu-isunya tersendiri: terlalu mahal, terlalu terpencil, terlalu jauh dari kota, terlalu banyak tanggapan negatif dari pedagang lokal…
“Sementara itu, meski AmaBuri adalah sebuah taman hiburan jelek, lokasinya bagus,” jelas Seiya.
“Kurang dari satu jam dengan kereta atau bus ke Shinjuku, dan hanya sepuluh menit berkendara dari jalan raya. Ada perbukitan yang belum tersentuh di setiap sisi, tidak ada perumahan atau distrik perbelanjaan di dekat sana… Sebenarnya, itu adalah lokasi yang ideal untuk pusat perbelanjaan besar.”
Dan begitulah, ia memperkenalkan dirinya pada seseorang yang akan bicara padanya dan menawarkan harga yang pantas untuk lahannya. Tentu saja, itu tidak berarti semuanya berjalan lancar dari sana : ada keraguan bahwa itu terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, dan Seiya berada pada posisi yang kurang menguntungkan selama negosiasi harga. Ia hanya bisa memakai kekuatan pembaca pikiran miliknya sekali per orang, jadi ia harus mengatur waktu penggunaannya dengan hati-hati.
“Pokoknya,” ia menyimpulkan,
“negosiasinya berjalan dengan baik. Sekarang kita hanya harus membuat Pengembangan Amagi menyetujuinya.”
Sebagai pemegang saham besar di taman, Pengembangan Amagi punya banyak pengaruh dalam apa yang mereka lakukan. Mereka juga ingin taman ditutup. Akankah mereka benar-benar memberi izin untuk menjual taman kedua ?
Ketika Isuzu membahas masalah itu, Seiya hanya mengangkat bahu.
“Mereka akan menerimanya,” ucapnya dengan mudah.
“Mereka juga akan memperoleh banyak uang kalau penjualannya disetujui. Aku yakin Pengembangan Amagi dalam kesulitan keuangan yang merepotkan, sama seperti kita.”
“Kalau orang Kurisu Takaya itu masih bersama mereka,” Isuzu memprediksi,
“ia tidak akan pernah mengizinkannya.”
Duri abadi di pihak mereka—Kurisu Takaya, dari Pengembangan Amagi—menghilang dengan tiba-tiba sejak mengungkapkan ‘identitas asli’ dirinya pada mereka baru-baru ini. Mereka tidak tahu kenapa ia menghilang, tapi tanpanya, Pengembangan Amagi tidak memiliki negosiator yang lihai; mereka tidak bisa bergerak secara agresif untuk menghancurkan mereka.
Pokoknya, ia membuat rencana penjualan sesuai rencana. Dengan bantuan Isuzu membuat semua rinciannya terselesaikan, itu mungkin akan menjadi kenyataan.
“Tapi… apa kau yakin mau melakukan ini ?”
Isuzu bertanya pada Seiya setelah mereka menyusun rinciannya di kantor malam itu. “Mungkin memang tidak digunakan, tapi taman kedua adalah bagian dari AmaBuri, dan lahan yang kita jual termasuk stadion yang menyelamatkan kita bulan lalu. Tidakkah kau…” Isuzu mengecilkan suara dengan ragu.
“Apa itu mengganggumu ?” ia ingin tahu.
“Begitu negosiasi final selesai, tapi sebelum diberlakukan, aku akan menjelaskannya pada para pemeran. Kalau mereka tidak terima dengan itu… sayang sekali, kurasa.”
Dia bisa menemukan sedikit yang bisa ditolak dalam perkataan Seiya. Sebaliknya, itu adalah pencapaian luar biasa yang sungguh menunjukkan kemampuannya. Pada saat yang sama, lahan tempat taman kedua berada seluas area taman yang sekarang. Menjualnya seperti menyerahkan setengah dari taman itu sendiri.
“Mungkin ada banyak anggota pemeran yang berpikir, secara tanpa sadar, ‘Begitu bisnis kembali seperti semula, mungkin kami bisa memperluas atraksi kami ke taman kedua untuk membuat taman hiburan terbaik di Jepang,’” ucapnya pada akhirnya.
“Bukankah ini akan mencuri harapan itu dari mereka ?”
Moffle, khususnya, cenderung akan marah. Ia akan berteriak :
“Beraninya kau ! Kau akan membayar, fumo !”
dan menerjang Seiya sebelum ia sempat menjelaskan. Mungkin itu sebabnya ia tidak memberitahunya tentang penjualan itu.
“Memperluas ke taman kedua ? Maaf menghancurkan fantasimu, tapi itu tidak akan pernah terjadi,” bisik Seiya tegas.
“Lebih mungkin jika taman akan ditutup lebih dulu. Maaf aku mengulang diriku sendiri, tapi pria yang tenggelam tidak bisa pilih-pilih di mana ia akan tiba di darat.”
“Memang, tapi…”
“Kita tidak akan pernah mencapai titik di mana masalah terbesar kita adalah ketidakmampuan untuk melakukan perluasan,” Seiya bersikeras.
“Aku menjanjikanmu itu.”
“Aku… rasa tidak,” Isuzu dengan enggan setuju dengannya.
“Selain itu, kalau taman berhasil bertahan hinga tahun depan dan tahun berikutnya, saat itulah penjualan ini benar-benar akan membuahkan hasil. Pikirkanlah,” ia memberitahunya.
“Kita akan punya pusat perbelanjaan besar yang buka di sebelah, kan ?”
Ia bicara tentang sinergi. Itu adalah hal yang kuat—keluarga yang berbelanja di mal juga akan mampir ke taman, dan para tamu yang kembali segar setelah sehari di taman akan mendatangi mal. Sama sekali bukan transaksi yang buruk bagi Malmart.
“Saat itu terjadi—harus kubilang, kalau kita berhasil hidup selama itu—itu akan sangat memperpanjang umur taman. Kau bisa tidur dengan tenang untuk sementara waktu bahkan setelah aku pergi,” jelas Seiya.
“Tanpa penyesalan, oke ?”
Negosiasi final telah selesai, dan kontrak resmi akan ditandatangani pada awal pekan depan.
Tricen dan Ashe terkejut dengan cara Seiya yang santai dalam menangani orang-orang penting berwajah batu itu, tapi itu mudah dijelaskan. Selama hari-harinya sebagai aktor cilik, ia telah melakukan audisi yang tak terhitung jumlahnya untuk direktur dan produser eksentrik. Jika ia mengacau, ibunya akan memarahinya dan memukulnya. Dibandingkan dengan kegelisahan yang ia rasakan saat itu, konferensi seperti ini bukan apa-apa.
Satu kartu gila dalam semua ini—Pengembangan Amagi—juga sudah menyetujui pembicaraannya… Tapi, memperoleh persetujuan mereka artinya taman sekarang menghadapi tantangan baru : lonjakan kedatangan tahunan yang mereka perlukan. Itu adalah kondisi yang sulit diterima, tapi ia tidak punya pilihan selain mengambilnya.
Malam itu, menjelang waktu tutup, Seiya menuju taman atap Kastil Maple yang menjulang tinggi di pusat taman. Saat itu akhir April, dekat dengan Golden Week[1]. Angin sepoi-sepoi bertiup melalui taman, menggerakkan bunga-bunga mekar penuh.
“Aku sudah menunggu kedatanganmu, Kanie-sama.”
Latifah Fleuranza menunggunya, dengan set teh yang biasa di atas meja taman yang biasa.
“Ah… benar,” ia tergagap.
“Tentunya kau sudah menjalani hari yang pajang,” ucapnya.
“Aku bisa mendapatkan beberapa daun teh yang sangat berkualitas hari ini… Kuharap itu mungkin bisa membantu.”
“Mm… yah, terima kasih, kurasa.”
Latifah sudah kehilangan ingatannya tentang segalanya sebelum bulan ini, dan keadaan menjadi canggung di antara mereka sejak saat itu. Walau dia tidak memperlakukannya dengan kasar maupun dingin, dia jelas bukanlah Latifah yang ia kenal : dia tidak tahu tentang janjinya padanya, atau tentang acrophobia-nya. Dia mungkin juga tidak tahu cerita lengkap tentang kenapa ia mengambil tugas penuh tekanan sebagai manajer pelaksana.
“Kau berbau tanah hari ini,” ucap Latifah, hidung kecilnya berkedut.
“Apa kau habis bekerja di lahan ? Mataharinya sangat cerah; kuharap kau tidak mendapat sengatan panas.”
“Ah… sesuatu semacam itu, kurasa. Dan kami memang menemui beberapa situasi berbahaya.”
Ia mengatakannya dengan agak bercanda, dan dia tertawa kecil. Lalu, dia mendekatkan wajahnya ke dada Seiya.
“A-Apa ?” tanyanya.
“Baumu seperti Isuzu-san,” Latifah mengamati.
“Seperti sampo favoritnya…”
“Huh ? Kenapa aku… apa ?” Lalu, ia teringat : Setelah semua kekacauan di labirin, mereka berlari kembali ke gedung administrasi, berganti pakaian, dan kemudian bertemu di lift ke ruang pertemuan. Pada saat itu, Isuzu menyadari bahwa dasinya tidak lurus, dan ketika dia mencondongkan tubuh untuk memperbaikinya, poni Isuzu menggelitik pipinya. Itu membuatnya sedikit gugup saat itu.
“Oh, aku ingat…” ia tergagap.
“Itu, uh… Dia hanya membantuku… maksudku, ada sedikit kontak di antara kami, tapi itu tidak serius…”
Latifah tertawa kecil lagi.
“Aku hanya menggoda. Dia adalah sekretarismu; wajar kalau kau akan berbau sepertinya.”
“…Y-Ya.”
Merasa sedikit tercekik, Seiya melonggarkan dasinya.
Indra penciumanya sangat mengesankan jika dia bisa menangkapi kontak singkat dari berjam-jam lalu. Ia harus sadar akan aroma tubuhnya mulai sekarang.
“Tapi kuakui… Aku memang iri dengan dirinya yang senantiasa bersamamu,” Latifah mengomentari.
“B-Benarkah ?”
“Ya. Sangat.”
Kali ini, sulit untuk mengetahui apakah dia serius atau bercanda.
Seiya bertanya-tanya bagaimana ia harus bereaksi terhadap komentarnya. Sebagai kebaikan, sebagai godaan, sebagai keseriusan… ? Aku tidak tahu, ia menyadari. Beberapa menit lalu, ia telah melakukan negosiasi dengan orang dewasa dengan kepercayaan diri yang sempurna. Kenapa berurusan dengan gadis ini selalu sepenuhnya meruntuhkan keyakinannya akan diri sendiri ?
Tepat saat ia mulai khawatir kalau dia mungkin mendengar jantungnya berdebar, Latifah berpindah dengan cara yang sangat alami.
“Apa negosiasinya berhasil ?” tanyanya.
“Huh ?”
“Kau ada negosiasi penting mengenai taman kedua hari ini, bukan begitu ?”
Latifah sudah memberi izin untuk penjualan taman kedua. Dia agak sedih tentang hal itu, tentu saja, tapi pada akhirnya, penghidupan anggota pemerannya lebih penting baginya daripada lahan mana pun. Setelah menjelaskan situasinya padanya, dia tidak bisa berkata ‘tidak.’
“Oh, itu ?” Seiya ingat.
“Kurasa kami sudah sepakat.”
“Aku sangat senang mendengarnya.”
“Tapi… mereka menaikkan kuota kedatangan tahunan kita,” ia mengakui.
“Itu artinya situasi kita lebih sulit dari sebelumnya.”
“Tapi uang tidak akan menjadi masalah, setidaknya ?” Latifah bertanya.
“Tidak, untuk sementara tidak,” jawabnya padanya.
“Dan… yah, sebelum negosiasi, aku memeriksa taman kedua.”
“Ya ?”
“Dan… yah. Aku menggali sesuatu di sana, kau bisa bilang begitu… Itu menempatkan diriku dalam semacam situasi yang sulit…”
“… ?”
Ia membicarakan tentang Klan Mogute dan labirin bawah tanah. Lebih dari sepuluh tahun lalu, ketika mereka kehabisan negara untuk didatangi sebagai pelarian, manajer yang menyelamatkan mereka dan memberi mereka lahan secara diam-diam adalah, jelas, Latifah. Meski begitu, berkat kutukannya, dia sudah kehilangan ingatan akan situasi ini, yang membuatnya bingung bagaimana tepatnya ia harus menjelaskan semuanya padanya.
“Ada apa ?” tanyanya.
“Apa itu sesuatu yang akan menyakitkan jika kudengar ?”
“Hmm… yah, semacam itu. Katakanlah, Latifah… Katakanlah kau adalah pemilik kompleks apartemen besar di suatu tempat.”
“Ahh ?”
“Dan kau membiarkan beberapa pengungsi tinggal di apartemen itu. Dan kemudian, untuk suatu alasan yang tak terhindarkan, kau harus mengusir mereka… Uh, katakanlah apartemennya menua dan harus dirobohkan, atau sesuatu. Dan, um…”
“Ah,” Latifah mengaku,
“Aku takut aku tidak mengerti…”
Uhh, itu sangat menjengkelkan.
“Begini, aku hanya akan mengatakannya langsung padamu. Yang terjadi adalah—” Seiya memutuskan untuk menyingkirkan analoginya dan memberitahunya saja. Latifah mendengarkannya sampai akhir, membisiki dan mengangguk dengan sopan pada semua titik yang tepat.
“Maksudmu, akulah yang menawarkan perlindungan pada Klan Mogute ini ?”
“Ya,” ia mengakui.
“Dan hari ini, kau membuat keputusan untuk mengusir mereka. Begitukah maksudmu ?”
“Ya.” Ia memakai istilah ‘pengungsi’ dalam analoginya, tapi itu tidak jauh dari kebenarannya. Ia tidak tahu persis situasi politik apa yang ada di alam magis mereka, tapi faktanya adalah bahwa mereka sudah kehilangan tanah air mereka dan mereka dalam masalah. Dan sekarang, ia harus menghancurkan rumah baru mereka dan menjualnya.
Tapi reaksi Latifah jauh dari saling tuding.
“Maafkan aku…” bisiknya, tampak sedih.
Rambut pirangnya yang bergelombang terjuntai di wajahnya, menutupi ekspresinya.
“Tindakanku yang tidak bertanggung jawab itulah yang memaksamu untuk membuat keputusan menyakitkan ini…”
“T-Tidak…,” Seiya membantah.
“Itu tidak terlalu menyakitkan. Dan dirimu yang sekarang tidak melakukan kesalahan apa pun.”
“Aku tidak bisa setuju… Bahkan jika aku tidak punya ingantan tentang itu, akulah yang membuat keputusan itu. Aku tidak tahu Klan Mogute ini, namun aku pasti merasa kasihan, dan menunda masalah itu tanpa memikirkan masa depan. Itu bukanlah hal yang benar untuk dilakukan. Bagaimana aku bisa menebusnya untukmu ?” Meski suaranya teguh, dia tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa dia terguncang.
Seiya tidak membalas apa pun. Tidak bisa menahan keheningan itu, mungkin, Latifah mulai berbisik lagi sebentar-sebentar :
“…Aku yakin… ini terjadi setiap tahun, dan lagi aku… aku merasa seolah-olah aku bahkan tidak tahu siapa diriku. …Aku berusaha untuk bertindak dengan cara yang sesuai dengan kedudukan kerajaanku, namun aku dihantui oleh bayang-bayang… diri yang lebih lemah dan lebih bodoh. Aku hanya bisa bertanya-tanya kesalahan tidak termaafkan apa saja yang sudah kuperbuat di masa lalu… Barangkali aku bahkan memperlakukanmu dengan sangat buruk tahun lalu…”
“Kau tidak,” ia meyakinkannya.
“Sungguh, kau tidak. Kau sangat baik.”
“Kebaikanmu sangat dihargai. Tapi aku tidak bisa… mengeluarkan pemikirann itu dari benakku. Itu membuatku takut,” Latifah mengakui.
Untuk hidup dalam ketakutan yang terus-menerus akan hal-hal yang tidak ingat pernah kau lakukan… Seiya bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya. Mungkin penimum berat seperti Moffle akan mengerti sedikit lebih baik, tapi pesta minum bisa membuatmu melupakan satu malam dalam keadaan terbaik. Pemikiran untuk melupakan setahun penuh itu mengerikan.
“Jadi ketika aku mendengar hal-hal tentang seperti ini… tentang Klan Mogute… aku menjadi sangat marah dengan diriku yang dulu. ‘Itu bukan diriku. Tentunya, diriku yang sekarang akan menangani keadaan dengan keterampilan dan martabat yang lebih besar.’ Tentu saja, aku tahu itu tidak mungkin benar… namun aku sangat ingin mempercayainya… dan kemudian aku merasa malu, dan marah. Aku tidak bisa memaafkan diriku.”
Seiya tidak tahu harus berkata apa padanya. Dia selalu bertindak begitu berani, dengan senyum ramahnya yang selalu di sana, sehingga ia berasumsi bahwa tidak ada yang mengganggunya. Ia tidak pernah menyadari bahwa dia merasa sangat bertentangan, jauh di lubuk hati. Selama ini, haruskah ia menganggap gadis yang ia temui tiga bulan lalu dan gadis di hadapannya saat ini sebagai orang yang berbeda ? Ia tidak tahu harus bekata apa. Yang ia tahu hanyalah dia menderita.
Mereka tetap duduk di tempat mereka, dalam diam, hingga uap berhenti mengepul dari teh yang baru dituang.
“Aku… Aku tahu kalau aku harus bertanggung jawab, meski begitu,” dia mengaku.
“Tapi aku bahkan tidak tahu bagaimana aku bisa mulai melakukannya…”
“Ah, hei, ayolah…” ucap Seiya, memaksakan kegembiraan dalam cara bicaranya kepada Latifah yang patah semangat.
“J-Jangan khawatirkan itu. Aku akan merencanakan sesuatu. Kafetaria karyawan, gudang… Aku setidaknya bisa menemukan tempat bagi mereka untuk tidur malam ini.”
“Tapi mereka sedang diburu, bukan begitu ?” Latifah menanya.
“Kita tidak bisa memberi mereka suaka.”
“Yah… umm…”
Ia tidak tahu hubungan politik di antara alam-alam magis, tapi mungkin itu sulit. Apa yang akan terjadi jika penguasa yang berusaha untuk mengubur Klan Mogute mendengar kalau mereka di sini, dan menuntut mereka untuk kembali? Bagaimana jika semacam gerbang magis terbuka, mengirim pasukan musuh untuk menyerbu taman? Seiya tidak memiliki kerangka acuan untuk hal-hal semacam itu; ia bahkan nyaris tidak bisa membayangkannya.
“Tidak perlu mencemaskan itu, fumo.”
Mereka berbalik. Moffle berdiri di bawah beranda. Seiya terakhir meninggalkannya untuk mengawasi Klan Mogute, jadi ia pasti sudah meninggalkan pos itu tanpa izin.
“S-Sudah berapa lama kau berdiri di sana ?” ia menuntut untuk tahu.
“Sejak keheningan canggung. Kau beringkah seperti seseorang baru saja meninggal atau sesuatu, fumo.”
“Te-Terserah. Bukankah kau seharusnya berjaga-jaga ?”
“Aku bosan duduk-duduk di gua itu, jadi aku membawa mereka bersamaku, fumo. …Hei, semuanya, masuklah !”
Saat itu juga, anggota Klan Mogute menyerbu masuk melalui pintu masuk menuju taman atap. Mereka melihat sekeliling dengan takjub, menyodok bunga-bunga, dan mengecek kondisi batu ubin besar.
“Mog, mog… sungguh taman yang penuh cita rasa, mog.”
“Hmm, siapa pun yang memasang ubin bukan tukang batu yang ahli, mog…”
“Meski begitu campuran plester di dinding dipasang dengan baik, mog.”
Seiya meledak.
“Apa kau membawa mereka semua ke sini ?! Para pemeran bahkan tidak seharusnya tahu tentang mereka, ingat ?”
“Yah, rahasia sudah terungkap sekarang, fumo.”
“Kurang ajar kau !” Seiya mengutuk.
“Kami duduk di sini, memeras otak kami tentang apa yang harus dilakukan dengan mereka, dan kau—dan suara kepakan keras apa i—gwah ?!”
Sumber dari kepakan yang Seiya dengar segera terlihat. Naga merah Rubrum, terbang melintasi langit malam, saat ini perlahan mendarat di taman.
《Maaf, aku tidak bisa masuk melalui pintu masuk pegawai. Bukan masalah besar, kan ?》
“Ndasmu[2] ! Apa kau terbang di atas jalan raya seperti itu ? Banyak orang pasti sudah melihatmu !”
《Aw… Aku baru saja diasingkan begitu lama, kupikir akan menyenangkan untuk terbang lagi. Kau setidaknya bisa menunjukkan apresiasi padaku…》
“Diam !” Seiya menggerutu.
“Nah, nah… Kanie-sama,” ucap Latifah menenangkan.
“Paman—lebih tepatnya, Moffle-san benar. Kenyataannya mereka ada di sini sekarang, dan itu tidak bisa diurungkan.”
“Hrmm… Kurasa kau benar…”
Saat itu juga, Klan Mogute menyadari bahwa Latifah ada di sana. Mata kancing kecil mereka terbuka lebar dan mereka melambaikan tangan di udara.
“Manajer !”
“Oh ! Nona Manaje r! Betapa kami merindukanmu, mog !”
“Anda secantik biasanya, mog !”
Klan Mogute berlutut, air mata bersyukur mengalir di pipi mereka saat mereka mencurahkan rasa hormat yang mendalam dan sepenuh hati kepada Latifah. Dia tampaknya tidak tahu bagaimana harus bereaksi. Meski dia buta, mungkin jelas dari suaranya apa situasinya. Tapi sejauh yang Latifah tahun ini ketahui, ini adalah pertemuan pertamanya dengan Klan Mogute.
“Ah… Aku takut… kalian membuatku bingung.”
“Abaikan saja mereka,” Seiya menasihatinya.
“Biarkan mereka melakukan apa yang mereka mau. …Hmm ?”
Berdiri di belakang rombongan Klan Mogute adalah Isuzu, memegang bendera yang bertuliskan “ujung barisan.” Aneh—ia yakin bahwa dia tetap tinggal di gedung administrasi setelah konferensi untuk merapikan beberapa dokumen.
“Sento. Kenapa kau membiarkan mereka lewat ? Kukatakan padamu untuk meninggalkan mereka di gua itu !”
“Pak, aku percaya Moffle memiliki sesuatu untuk dikatakan sehubungan dengan hal itu,” ucap Isuzu, masih memegang bendera.
“Baiklah… aku akan mendengarmu,” ucap Seiya dari sela gigi yang terkatup.
“Bicara !”
Moffle, yang sudah menunggu dengan ekspresi netral, sekarang berdeham :
“Setelah kau pergi, aku bicara dengan pemimpin klan, Taramo. Kerjaan Polytear-lah yang berusaha mengubur mereka hidup-hidup, fumo.”
“Kami sudah tahu itu,” ucap Seiya.
Kerajaan itu menyewa mereka untuk menggali terowongan pelarian rahasia istana, kemudian mengubur mereka hidup-hidup untuk membungkam mereka. Itu juga adalah kisah umum dalam sejarah manusia.
“Ah, tapi ini bagian pentingnya, fumo. Kerajaan Polytear—Lebih dikenal, saat ini, sebagai Republik Polytear.”
“… ?”
“Oh. Maksudmu…”
Latifah menempelkan ujung jari kecil ke bibirnya, tampak menyadari sesuatu. Seiya masih sepenuhnya dalam ketidaktahuan.
“Itu benar, fumo. Sekitar empat tahun lalu, ada revolusi di Polytear. Para bangsawan jahat diasingkan dan demokrasi hewan yang damai terbentuk, fumo.”
“Apa ?” Seiya bertanya tidak percaya.
“Kau lihat, Facebook menjadi populer di sana, dan itu memungkinkan orang-orang untuk melakukan revolusi,” jelas Moffle.
“Ada kerusuhan, pemerintah dan tentara pecah… dan kemudian, istananya runtuh. Tempat itu adalah museum revolusi sekarang, fumo.”
“Tunggu,” ucap Seiya, berusaha mengejar ketertinggalan.
“Apa itu berarti orang-orang yang mengejar Klan Mogute sudah tidak ada sekarang ?”
“Menurutku itu masuk akal, fumo. Bagaimana menurutmu, Taramo ?”
“Aku setuju, mog. Kami bertempur dengan beberapa alam lain… tapi jika Polytear tidak mendendam pada kami, maka kami mungkin aman, mog.”
“Apa ?” Ini durian runtuh yang tak terduga.
“Kami telah bersembunyi di bawah tanah sangat lama, kami tidak tahu, mog. Empat tahun terbuang… Aku tidak tahu apakah harus kecewa atau lega, mog…”
“Tampaknya hanya Dornell yang terhubung ke internet manusia, itulah sebanyak itu tak ada yang tahu, fumo. Yah, kukira hal-hal yang lebih aneh sudah terjadi…”
Moffle melipat tangannya dan mengangguk tegas.
Semua kecemasan itu tidak berguna. Seiya merasa aneh, seperti karpet yang tersapu keluar dari bawahnya.
“Untunglah,” ucap Latifah, nadanya sangat lega.
“Aku… benar-benar sangat senang. Apa itu artinya kalian semua bisa bebas ?”
“Yah, kupikir kami bisa…” ucap Taramo.
Sekarang, bagaimana cara berurusan dengan mereka ? Seiya bertanya-tanya. Salah satu pilihan adalah mengatakan, “Kalian sudah melalui banyak hal, jadi sekarang kalian bisa melakukan apa pun yang kalian suka.” Tapi sebelum ia meninggalkan labirin itu, Seiya sudah memiliki ide. Konstruksi labirin itu benar-benar luar biasa. Dan jika apa yang mereka katakan itu benar, mereka menyelesaikannya dalam waktu yang sangat singkat. Kalau saja—
“Manajer !”
Taramo menangis, mengulurkan tangannya ke arah Latifah.
“Kami telah berhutang pada Anda selama bertahun-tahun, mog ! Tolong, izinkan kami untuk menggunakan atraksi kami demi taman, mog !”
Naga merah Rubrum bergabung.
《Um, bisa kau mempekerjakanku, juga ? Aku akan melakukan semua yang kubisa untuk menakuti pengunjung…》
Ah, syukurlah. Mereka sudah berharap untuk tinggal di taman, jadi ia tidak harus menguslkan ide itu sendiri. Itu akan membuat negosiasi gaji lebih mudah. Ia berharap mempekerjakan mereka semurah mungkin—lebih baik lagi seperti tarifnya sendiri, 850 yen per jam. Mungkin ia bahkan bisa membuat mereka menerima 600 yen sejam selama masa percobaan mereka…
“Ah, Kanie-sama ? Bagaimana menurutmu ?”
“Benar. Sebenarnya…”
Seiya mengusap bagian belakang kepalanya saat ia melangkah maju.
“Kami tidak bisa.”
“Ke-Kenapa tidak, mog ?!”
“Karena taman kedua dijual.”
Taman mulai gempar. Moffle, dengan sangat marah, berteriak
“Beraninya kau ! Kau akan membayar, fumo !” dan menerjangnya.
Isuzu menghentikan perkelahian dengan Moffle dan Latifah menegurnya. Begitu keadaan sudah tenang, Seiya akhirnya bisa menjelaskan.
Itu adalah kisah yang sepenuhnya masuk akal, jadi semua orang, termasuk Moffle, menerimanya dengan cepat.
Klan Mogute akan tinggal di kafetaria karyawan dan gudang sambil membangun rumah yang lebih permanen di tempat lain di atas tanah. Naga merah besar, Rubrum, akan tinggal di tempat parkir pemeran untuk saat ini, di bawah perintah ketat agar ia memastikan tidak ada orang luar yang melihatnya, apa pun yang terjadi.
Dornell akhirnya bergabung kembali dengan para pemeran setelah sepuluh tahun kepergiannya. Karena Tiramii adalah Peri Bunga saat ini, ia akan menjadi penyambut di atas panggung untuk sementara—meski, sebagian dari dirinya tampak menyesal meninggalkan gaya hidupnya yang tertutup.
Moffle tampaknya tidak sepenuhnya puas dengan penjualan taman kedua, tapi karena Latifah sudah memberi izinnya tentang masalah ini, ia akhirnya pergi (walau tidak senang).
“Manajer, Manajer !” Tepat sebelum ia meninggalkan taman, Kepala Klan Mogute, Taramo, mengeluarkan sebuah amplop tua dan memberikannya pada Latifah.
“Ini. Anda memberikan ini pada kami sebelum kami pergi ke bawah tanah.”
“… ? Ah, ya… Te-Terima kasih.”
“Saya memberikannya kembali pada Anda, seperti yang dijanjikan. Saya harap kami bisa tetap bekerja bersama Anda !”
Lalu Klan Mogute berbaris keluar dan taman kembali sepi, akhirnya.
“Haaahh… 50 karyawan baru, begitu saja.”
Seiya, yang tetap di taman, mendesah. Ia bekerja bersama Isuzu untuk membetulkan bangku-bangku dan kursi-kursi yang terjatuh dalam perkelahian, dan berusaha untuk menenangkan kegelisahan yang bergejolak di ususnya.
Baru saat itulah ia menyadari bahwa Latifah berdiri di sana, tanpa menunjukkan emosi, dengan amplop itu di tangannya.
“Haruskah kubacakan itu untukmu ?” tanyanya.
“A-Apa ?” Latifah tergagap.
“Itu surat, kan ? Kalau kau tidak keberatan aku akan melakukannya…,” suaranya mengecil.
“Atau apa kau lebih memilih Sento ?”
“Ah… yah…” Setelah ragu-ragu sejenak, Latifah tampaknya menguatkan diri, dan menyodorkan surat itu padanya.
“Tidak sama sekali. Kanie-sama, aku bersikeras agar kau membacanya.”
Amplop itu sedikit menguning karena usia dan disegel dengan lilin merah. Seiya dengan hati-hati membuka segelnya dan mengeluarkan surat itu dari dalam amplop.
“Oke, kalau begitu. …Mari kita lihat.”
Ia mengalihkan pandangannya ke kata-katanya, lalu menggelengkan kepalanya.
“…Aku tidak bisa membacanya. Bahasa apa ini ?”
“Ah, aku minta maaf… itu pasti dalam bahasa Maple,” ucap Latifah.
“Isuzu-san, tolong ?”
“Ya, Yang Mulia.” Dia pasti sudah mengantisipasi hal ini, karena dia segera mengambil surat itu dan mulai menelitinya.
“Kalau kau mau, Kanie-sama… Kuharap kau akan tinggal dan mendengarnya.”
“Apa kau yakin ?” tanyanya ragu-ragu.
“Ya,” Latifah mengiakan.
“Aku memintamu, sebagai manajer pelaksana, untuk tinggal. Aku tidak tahu apa isi surat itu… tapi aku tidak ingin menyembunyikan apa pun darimu.”
“Oke.”
“Bolehkah ? Sekarang saya akan mulai.” Isuzu membaca seluruh surat itu, menerjemahkan dengan cepat:
Halo. Jika kau membaca surat ini, itu berarti kutukannya masih belum terangkat. Atau barangkali, dengan suatu keajaiban, kutukannya sudah terangkat, namun aku masih mengabdi sebagai manajer taman ini. (Kuharap inilah kejadiannya, tapi aku sadar bahwa itu tidak mungkin. Karenanya, aku menulis ini dengan asumsi bahwa kutukannya masih di tempatnya.)
Aku minta maaf atas masalah yang kusebabkan padamu dengan keputusanku untuk menampung Klan Mogute. Aku tidak bisa meninggalkan orang yang tidak punya tempat lain untuk pergi. Aku sudah meminta manajer sekunder untuk menyembunyikan mereka di taman kedua. Karena dirinya pasti akan menentang keputusan ini, karena kedudukanku, aku menyimpan hal ini dari Paman.
Klan Mogute, termasuk ketua mereka, Taramo-san, sangat cinta damai dan baik. Tolong, berbaik hatilah pada mereka.
Aku menulis ini saat bulan Maret. Aku sangat menikmati diriku tahun ini. Satu tahun lalu, aku sangat bimbang bagaimana caranya bersikap di depan yang lain. Itu sangat sulit bagiku. Tapi sekarang, segalanya berbeda. Aku suka semua orang di taman ini.
Diriku yang sekarang akan segera mengucapkan selamat tinggal pada mereka semua. Tapi aku tidak akan patah semangat. Aku ingin berusaha lagi dan lagi, dan terus mencintai mereka seperti sekarang.
Kepadamu yang menerima surat ini, apa kau mencintai semua orang ? Apa kau mencintai dunia ini ? Rasanya aneh untuk dikatakan, tapi kuharap kau akan terus menjalani hidupmu sepenuhnya.
Kau tidak perlu khawatir. Karena… kau adalah aku.
Isuzu selesai membaca surat itu, meninggalkan gemerisik tanaman hijau satu-satunya suara yang tersisa di taman.
“Ah… apa kau baik-baik saja ?” Seiya bertanya.
Dengan suara yang terlalu pelan untuk didengar, Latifah menjawab :
“…Ini tidak adil.”
“……”
Seiya menunggunya untuk menjelaskan.
“Dia adalah aku, namun dia jauh lebih kuat daripada diriku. Aku…”
Dia berpaling dari Seiya dan Isuzu untuk merosot di pagar beranda, gemetaran.
“Apakah aku… akan pernah menjadi seperti ini ? Berlama-lama seperti yang kulakukan, di sini di kegelapan yang mengerikan ini—apakah aku akan pernah bisa menyemangati diriku sendiri, seperti yang dia lakukan ?”
[1] Golden Week= libur resmi Jepang mulai dari akhir April-minggu pertama Mei
[2] Ndasmu= umpatan dalam bahasa Jawa yang menyiratkan kalau perkataan sang lawan bicara tidak dipikir/sang lawan bicara tidak punya otak (ndasmu=kepalamu) (Inggris: The hell it is!)
Isuzu sepertinya tidak tahu harus berkata apa. Dia hanya melihat Latifah dari belakang, dengan kesedihan di matanya.
“Hei, Latifah…” Seiya maju selangkah.
“Mana yang lebih kau suka. Kata-kata kejam atau kata-kata manis ?”
“Ah… kata-kata kejam… tidak, kata-kata manis, kalau berkenan. Maafkan aku. Aku tidak bisa mengatasi… kata-kata kejam… saat ini.”
“Aku akan mencoba mengatakannya dengan ramah, kalau begitu,” ia memberitahunya. “Kau akan bisa. Tentu saja kau akan bisa.”
Dia memiringkan kepalanya dengan bingung mendengar pernyataan singkatnya.
“Itu saja ?”
“Ya,” ucapnya singkat.
“…Apa kata-kata kasarnya, boleh aku bertanya ?” Latifah bertanya, penasaran.
“‘Tentu saja kau akan bisa. Berhenti mencemaskan yang sudah jelas, bodoh.’”
“Itu saja ?”
“Itu saja.”
Dia berdiri diam di sana selama beberapa detik, lalu tertawa kecil.
“Kau orang yang sangat lucu, Kanie-sama.”
“Benarkah ?”
“Tapi kau tidak boleh bicara dengan pacarmu seperti itu,” candanya.
“Kata-kata itu kurang sensitif.”
“Hmm… yah, maaf.”
Ia tidak memiliki pacar, tentu saja. Atau—tunggu, apa dia mencoba untuk menyiratkan sesuatu yang lain dengan ungkapan itu ?
Isuzu menatap mereka, tatapannya diam dan tak terbaca. Tidak yakin bagaimana harus bereaksi, tepatnya, Seiya hanya merespons dengan mengangkat bahu.
“Aku merasa sedikit lebih baik. Kanie-sama, terima kasih banyak.” Latifah berucap, setelah sedikit peregangan.
Tampaknya memang ada sedikit lebih banyak keceriaan dalam suaranya dari sebelumnya.
Laporan Kegiatan Bulan April 1 (Moffle)
Moffle berkata ia sedang melakukan beberapa renovasi atraksi, jadi Seiya mampir untuk melihat bagaimana kemajuan pekerjaannya.
Atraksinya adalah, tentu saja, Rumah Manisan Moffle. Itu adalah permainan di mana kau menembakkan laser penunjuk berbentuk pistol air ke tikus nakal, bersaing memperebutkan poin. Para tamu yang mendapat skor bagus akan mendapat hadiah atau foto bersama Moffle.
Itu adalah salah satu yang lebih populer dari banyak atraksi taman yang biasa-biasa saja.
“…Ngomong-ngomong, Rumah Manisan ini dibangun lebih dari sepuluh tahun lalu,” ucap Moffle pada Seiya saat keduanya bertemu.
Ia mengenakan pakaian kerja dan helm keselamatan, sabuk peralatan dengan persediaan lengkap tergantung di pinggangnya.
Di belakangnya, Wrenchy-kun dan beberapa staf belakang panggung lainnya bekerja keras, mendorong merombak ke depan. Adachi Eiko-san, yang akhirnya mereka pekerjakan, juga hadir, berlari mondar-mandir untuk membantu. Seiya masih tidak tahu nama panggungnya; Isuzu tampaknya mengetahui sesuatu, tapi apa pun itu, dia menyimpannya untuk dirinya sendiri.
“Konsepnyalah yang perlu dimodernisasi, fumo. Ah, kau tahu maksudku. Seluruh konsep ‘hajar tikus-tikus nakal!’ ini ditujukan untuk anak laki-laki dan perempuan yang baik… ini tidak menarik bagi generasi baru, fumo.”
“Hmm…” ucap Seiya.
“Baiklah, jadi apa perombakannya ? Harus kuperingatkan kau, anggaran kita masih terbatas…”
Menjual taman kedua telah memberi mereka dana minimum, tapi mereka masih belum sepenuhnya keluar dari air. Ia tidak bisa menyetujui renovasi total sebuah atraksi semudah itu.
“Ah, aku tahu, fumo. Aku tidak mengubah struktur yang mendasarinya. Orang-orang selalu menyukai elemen permainan Rumah Mainan, jadi aku hanya membuat beberapa perubahan kecil untuk meningkatkan itu, fumo.”
“Oh ?”
“Pertama, aku mengganti pistol air yang digunakan para tamu, fumo. Ini adalah purwarupa yang baru.”
Moffle menyerahkan laser penunjuk yang baru padanya.
Alih-alih pistol air murahan, itu terasa seperti pistol sungguhan; itu berat dan keras, dengan lapisan logam hitam mengkilap. Bagian slide* yang terperinci bertuliskan kata-kata, “SIG SAUER.”
“Apa ini ?” Seiya bertanya.
“Sebuah P226. Menggunakan bagian logam sebanyak yang bisa kuperoleh, fumo. Ini punya slide yang dioperasikan secara elektrik yang bergerak mundur maju, dan kalau kau melihat ke dalam ejection port*-nya, kau benar-benar bisa melihat feed ramp*-nya ! Battery di magazine*—tekan pada tuas untuk melepasnya—dan decocker*-nya menjadi sakelar on-off. Semua itu ada di situ untuk meningkatkan mood, fumo.”
Mata Seiya berkaca-kaca waktu mendengar rentetan jargon itu.
“Kalau para tamu mengumpulkan cukup poin, mereka bisa mendapat senjata yang lebih kuat lagi. Senapan sebar, pistol mitraliur, senapan serbu… Untuk 10,000 poin, kau bahkan bisa menggunakan senapan Gatling, fumo!”
Moffle dengan bangga membariskan purwarupa senjatanya, dan masing-masing mengeluarkan suara keras saat ia meletakkannya. Kesemuanya tampak kokoh dan mengintimidasi.
Seiya memperhatikan berbagai item yang panjang dan kecil serta sebuah alat seukuran bola rugby.
“Apa ini ?” tanyanya.
“Rudal anti-tank, fumo. Dan yang ini adalah senapan runduk. Ini bisa membunuh musuh yang bahkan satu kilometer jauhnya, fumo.”
“Dan ini ?”
“Bom neutron,” Moffle menjawabnya.
“Untuk bunuh diri.”
Apa yang sebenarnya ia hadapkan pada para tamu ? Seiya bertanya-tanya.
“…Ini semua sepertinya tidak digunakan untuk menghukum tikus nakal.”
“Yah, tentu saja tidak ! Aku memodifikasi lawannya juga, fumo.”
Moffle membimbing Seiya masuk lebih jauh ke dalam Rumah Manisan, ke ruang dapur di mana tikus akan muncul. Kali terakhir Seiya datang, tempat itu adalah dunia panci, wajan, dan keranjang buah yang tidak keruan, tempat dari mana tikus-tikus jail tapi menggemaskan akan menjulurkan kepala mereka keluar dan mencicit menggoda.
Sekarang, tempat itu hancur.
Peralatannya rusak dan terbakar hangus. Di sekitar mereka terbaring mayat-mayat para prajurit yang mati, darah mereka yang mengering menodai lantai. BGM yang suram dan mengganggu diputar dari segala sisi, bercampur dengan suara tembakan dan ledakan yang jauh. Sekali-sekali, jeritan seorang pria yang sekarat terdengar.
“Di sinilah tikus-tikus itu keluar, fumo.”
Sebuah animatronik tikus nakal muncul dengan pekikan yang menusuk.
“… ?!”
Seiya terkejut.
Wajah tikus itu memutar dengan maksud jahat; matanya menyala-nyala dan memerah. Bibirnya melengkung ke belakang, menampakkan taring yang menggantungkan sisa-sisa musuh yang malang.
《Manusia kotor !》
《Bunuh mereka semua!》
《Kami akan memasakmu saat kami luang !》
Tikus-tikus animatronik mengejek Seiya dengan suara mereka yang melengkung dan terdistorsi. Mereka seperti monster yang keluar langsung dari kedalaman Neraka.
“Lihat ?” Moffle membual.
“Mengesankan, eh ? Dan ketika kau mengenai satu dengan laser penunjukmu…” Moffle menembak tanpa pandang bulu.
《Ergh… kyaaaaaaaaaaaaaaaah !!》
Animatronik itu pecah berkeping-keping dalam ledakan tumpahan darah. Bahkan untuk seseorang yang mengetahui bahwa itu palsu, itu tetaplah pemandangan yang menggelisahkan.
“Itulah bagaimana mereka mati, fumo. Tapi perubahan terbesarnya akan muncul. Kalau kau terlalu lama untuk menembak semua tikus-tikus nakal…”
《Balas dendam untuk saudara kita yang jatuh ! Matiiiiii !!》
Para animatronik mulai menembakkan sejenis cairan ke arah mereka. Moffle dengan cepat mengelak, tapi Seiya menerima serangan kejutan tepat di wajah.
Rasa sakit yang menusuk dan bau yang membuat perih menyerang hidung Seiya. “Gwuh ?!” serunya.
“Ma… Mataku !”
Saat Seiya berputar-putar, mencengkeram wajahnya, Moffle dengan cepat menghabisi tikus-tikus nakal.
“…Mereka akan melawan balik dengan semprotan gas air mata, fumo. Ada pemancar di dalam pistolnya, jadi mereka bahkan tahu ke mana harus membidik !”
“Mataku !” Seiya meraung.
“Gwaaaaaah !”
“Kecepatan reaksi mereka juga cukup cepat, fumo. Tentunya, ini akan terlalu sulit bagi anak-anak dan orang tua, jadi aku memasukkan pengaturan kesulitan. Secara khusus kau akan mendapati tingkat Casual, Normal, dan Hardcore, fumo. Tapi…”
“Raaagh !” Seiya menangis.
“Mataku… mataku !”
“…Aku juga sudah menyiapkan mode ‘Insane’ untuk para pengunjung pemberani yang merasa Hardcore tidak cukup menantang, fumo. Pengunjung yang memenanginya bisa memasuki ‘hall of fame’. Kau mendapat medali “Kehormatan Prajurit” dengan berlian di dalamnya, dan kami membuat plat emas bertuliskan namamu, fumo.”
Moffle terus-menerus melanjutkan dengan senang hati tentang rincian renovasi yang direncanakannya, mengabaikan jeritan kesakitan Seiya.
Laporan Kegiatan Bulan April 2 (Macaron)
Sebelum buka hari itu, Seiya pergi memeriksa atraksi Macaron. Ia tidak pernah benar-benar berkunjung ke Teater Musik Macaron sebelumnya—tempatnya selalu tutup, yang membuatnya sulit untuk melakukan bisnis sungguhan. Itu akan menjadi masalah yang nyata, tentu saja, jadi ia memerintahkan Macaron untuk tidak mengambil hari libur tanpa izin lagi. Maskot domba itu menjalankan atraksinya dengan enggan sejak saat itu.
Aliran umum Teater Musik Macaron mengizinkan para tamu menaiki gondola besar berkapasitas 20 orang. Gondola itu akan melakukan perjalanan antara ruangan kecil yang mewakili negara di seluruh dunia, memungkinkan para tamu untuk menikmati musik yang terkait dengan negara-negara itu.
Pengumuman ini diperdengarkan di awal :
“Selamat datang di perahu musik, Mezzo Porte ! Kami akan berbagi dengan kalian melodi dari seluruh dunia ! Berpeganganlah erat-erat, oke ?”
Di ruangan yang ditata agar terlihat seperti Wina, para tamu akan menikmati suara Mozart yang mengharukan; di ruangan Istanbul, mereka akan menikmati seruling eksotis; di ruangan Kongo, mereka akan menikmati drum yang penuh gairah. Di Venesia mereka akan menikmati Boat Song milik Mendelssohn; di Las Vegas, rock klasik tua; di Bali, ansambel Gamelan akan dimainkan. Hal semacam itu, mengenalkan para pendengar ke berbagai gaya musik.
Lalu di akhir, ruangan dongeng, Macaron akan muncul dan memamerkan keterampilan serulingnya yang luar biasa. Setidaknya, begitulah adanya.
“…Tapi aku sama sekali tidak peduli dengan seruling, ron !” Macaron berteriak, membelah dua semacam seruling yang tidak Seiya ketahui namanya begitu saja.
Ada juga renovasi yang dilakukan di sini, jadi mereka dikelilingi oleh staf—termasuk para pekerja paruh waktu—yang berlarian sibuk. Chujo Shiina, siswi SMA yang tampak kekanak-kanakan yang akhirnya mereka pekerjakan, berlari ke sana kemari, membantu Macaron. Seiya masih tidak tahu banyak tentangnya, tapi selama dia tidak menyebabkan masalah, ia tidak punya masalah dengannya.
“Kenapa aku harus mengajari anak-anak itu tentang The Magic Flute milik Mozart, ron ?” sang maskot mengamuk.
“Ia hebat, tentu, tapi ia orang mesum ! Kau tidak bisa benar-benar memahaminya kecuali kalau kau mempelajari lagu-lagu kotorannya[1] lebih dulu, ron !”
“Em… Aku paham apa maksudmu, tapi apa taman ini benar-benar tempat untuk itu ?”
Seiya memberi jawaban cermat pada Macaron yang suka berdebat, yang ia temui di belakang panggung.
“Harus ! Bahkan Dewa Manga itu memakan sushi dari wanita telanjang[2] selama rapat perencanaan ! Seni itu vulgar dan hina, itulah yang membuatnya bebas !”
“Aku mengakui posisimu di bidang seni,” ucap Seiya dengan hati-hati,
“tapi apa, tepatnya, atraksi tertentu ini ?”
Seiya dan Macaron saat ini berada di ruangan pertama yang dikunjungi gondola. Biasanya ini akan menjadi Venesia, beresonansi dengan sonatina riang dan optimis, tapi sekarang itu terlihat seperti pinggiran kota Amerika yang kotor. Beberapa pria besar mondar-mandir di serambi, tampak bosan; mereka sepertinya adalah pengedar narkoba yang menjual kokain. Suara sirene polisi bergema pelan di kejauhan.
Music yang diputar adalah gangsta rap bass yang menggelegar.
Bunuh polisi ! Ke neraka, GOP ! Tunjukkan rasa hormat padaku atau kau temui AK milikku ! lanjut liriknya.
Aku keren dan akan memerintah ! Mengontrol !
“Ini musik dunia, ron !”
Macaron membantah dengan meyakinkan.
“Ini tidak keluar topik, ron !”
“Bukan berarti kau harus mempertunjukkannya !” Seiya keberatan.
“Dan ada apa dengan para binaragawan itu ? Mereka memelototiku.”
“Mereka mungkin mengagumi pantatmu, Kanie-kun,” jelas sang maskot.
“Apa ?!”
“Hanya bercanda. Mereka adalah para Mogute, ron.”
“Ayo,” Macaron meneriakkan instruksinya,
“lepaskan itu ! Kalian menakuti manajer pelaksana.”
Pria itu sedikit menggeliat, lalu membuka, menampakkan sekumpulan Mogute satu lapisan ke bawah. Seiya tidak tahu apakah mereka memakai setelan tubuh atau apa, tapi ilusinya benar-benar mengesankan.
“Macaron-san,” tanya mereka,
“apakah tidak apa-apa bagi kami hanya berkeliaran seperti ini, mog ?”
“Ya. Tapi kalau kalian melihat wanita seksi di antara para tamu, tidak apa-apa melirik dan meng-catcall, ron.”
“Tidak, itu tidak boleh !” Seiya tidak setuju.
“Kalian mempelajari tentang F-bom[3], ingat ?”
Macaron menlanjutkan.
“Manfaatkan yang satu itu dengan leluasa. Aku mau mendengar semua jenis persetubuhan dan pelacur, ron !”
“Kubilang, tidak !” Seiya bersikeras.
Laporan Kegiatan Bulan April 3 (Tiramii)
Seiya bergumul dengan tumpukan dokumen di kantornya yang polos ketika telepon model tua di mejanya tiba-tiba berdering.
“Ya ? Manajer pelaksana di sini,” jawabnya, kesal.
Itu berasal dari penyambut paruh waktu di plaza depan.
“Darurat, Kanie-san ! Seorang anggota pemeran ditusuk !”
Yang benar saja ! pikir Seiya.
Ia ingin menangis, tapi ia menghentikan dirinya.
Orang di ujung lain telepon adalah Bando Biino, yang akhirnya ia pekerjakan setelah dia pulih dan keluar dari rumah sakit. Dia saat ini belajar tentang kontrol tamu dengan bertindak sebagai pemandu di plaza depan.
“Tunggu sebentar,” ucapnya.
“Tenanglah, lalu jelaskan. Seseorang ditusuk ? Siapa, dan oleh siapa ?”
“Um… seorang tamu yang melakukan penusukan,” Bando memberitahunya.
“Mereka mengeluarkan pisau baja Damascus dan mengayunkannya sekuat tenaga. Itu sangat tiba-tiba, tidak ada yang bisa menghentikan mereka…”
“Siapa yang tertusuk ?” Seiya bertanya engan sabar.
“Um, siapa namanya… maskot Pomerania, T… Ti… Tiramii-san !”
“Aku mengerti. Aku dalam perjalanan.”
Ia membanting gagang telepon dan cepat-cepat keluar dari kantor.
Ketika ia sampai di plaza depan, ia mendapati bahwa masalah sudah terselesaikan. Beberapa anggota pemeran menahan seorang wanita berusia tiga puluhan, dan sebuah pisau berdarah tergeletak di tanah agak jauh.
Tiramii terbaring sekitar lima meter di luar, mencengkeram perutnya.
“Mii, mii…”
“H-Hei. Apa kau baik-baik saja ?” Seiya bertanya.
“Tidak, mii,” rintih sang maskot.
“Aku sekarat, mii…”
Sudah berapa kali ia melihat Tiramii pingsan dan berdarah sekarang ? Kebanyakan orang tidak akan bernah berpikir untuk menggunakan “Peri Bunga” dan “pembantaian” di kalimat yang sama, dan lagi…
“Kanie-san ! Aku sangat menyesal karena ini terjadi… Meskipun aku di sini…” Biino menempel padanya, menangis.
Apa kau yakin bukan karena adanya dirimu yang menyebabkan ini terjadi ? Ia bertanya-tanya.
Taman hiburan macam apa yang melihat dua orang ditikam dalam urutan yang begitu singkat ? Yang bisa ia pikirkan hanyalah bahwa gadis Bando Biino ini berada di bawah semacam kutukan.
“…Bagaimanapun, Aku tidak mengerti,” Seiya berkomentar.
“Siapa pelakunya ? Salah satu kerabatmu yang lain ?”
“T-Tidak, aku tidak mengenalnya…”
Biino terus gentar sementara pelakunya menggeliat melawan para penahannya dan mulai berteriak.
“Aku memberinya pelajaran !” teriak wanita dengan rambut hitam yang acak-acakan.
“Semua kebohongan yang merayu itu… ‘kaulah satu-satunya untukku, mii!’ Kau berjanji kita akan menikah ! Tapi kau mengatakan itu ke semua wanitamu, kan ? Dasar anjing kampung !”
“Aku ti-tidak akan pernah mengatakan itu, mii…” Tiramii berbisik, masih berdarah banyak.
“Pernikahan adalah satu hal yang tidak kuinginkan, mii… Lagi pula aku tidak ingat semua ini. Siapa kau ini, mii ?”
“Kau tidak ingat ratusan kali kita bertemu di mimpi kita ?!” tanya wanita itu, dengan rasa hina.
“Kau selalu sangat baik. Itulah sebabnya aku memberimu semua hadiah itu ! Dan ini caramu membayarku ?!”
“Aku sungguh tidak tahu apa yang kau bicarakan, mii…”
“Dasar pembohong ! Aku tahu dirimu ! Setiap pagi aku berdandan dan mengucapkan ‘selamat pagi,’ tapi kau hanya berdiri di sana di bingkai foto itu dan kau tidak pernah membalas !” omelnya.
“Ini kejam. Ini salah ! Kau harus membayar ! Aku harus membunuhmu !”
“Mii…”
“…Bawa dia pergi.” Atas perintah Seiya, wanita itu dibawa pergi.
Tiramii masih bergulung di tanah, tapi lukanya tidak terlihat fatal. Seiya mengabaikan Biino yang panik dan bicara pada Tiramii.
“Kupikir aku paham apa yang terjadi di sini. Tapi biar kutanya kau satu hal: apa yang kau katakan itu benar ? Apa wanita itu hanya sakit mental ?”
“…Ya, itu benar. Sebagian besar, mii.”
“Jadi ada sedikit kebohongan di dalamnya ?” Seiya bertanya dengan skeptis.
“Mii…”
“Katakan padaku,” perintahnya.
“…Maaf. Aku memang mem-puff dia sekali, mii…”
Tiramii menjulurkan lidahnya dengan imut dari tengah genangan darahnya.
“Aku memotong gajimu,” Seiya mendesah.
“Dan juga, kau bisa berbaring di sana dan mati.”
Laporan Kegiatan Bulan April 4 (Isuzu)
Ada sedikit kekacauan yang berada di luar kendali mereka, tapi para pemeran tampaknya masih bekerja keras. Mereka mendapat penundaan eksekusi selama setahun, dan juga beberapa waktu untuk bersantai.
Isuzu menikmati waktu bersantai mereka yang baru ditemukan setelah mendapat berbagai tekanan. Dia tidak lagi merasakan kejengkelan atau keputusasaan yang merasukinya pada bulan Maret, dan dia tidak membiarkan kebodohan Moffle dan yang lainnya sampai padanya seburuk dulu.
Apa sudah hampir waktunya… ? dia bertanya-tanya. Pukul 9:52 malam. Isuzu berdiri di pintu masuk gedung administrasi, memeriksa waktunya. Ah, itu dirinya.
Kanie Seiya turun dari lift dan mulai berjalan menuju pintu masuk, di mana dia berdiri. Ia sudah mengenakan pakaian biasa miliknya, dengan tas modis menggantung dari bahunya.
“…Hei. Kupikir kau sudah pulang,” ucap Seiya saat ia melihat Isuzu.
“Aku punya sedikit pekerjaan untuk diselesaikan,” dia memberitahunya.
“Aku baru mau pulang.”
Itu bukan kebohongan. Tentu saja, itu adalah pekerjaan rumah dari sekolah dan bukan pekerjaannya di taman…
Seiya mulai berjalan menuju parkiran sepeda, dan Isuzu mengikutinya. Asrama perempuan berada di arah yang sama, jadi itu cukup wajar.
[1] lagu kotoran= search for ‘Mozart scatology.’ Watch in YouTube for more explanation if necessary.
[2] makan sushi dari wanita telanjang= search: ‘Nyoitamori’
[3] F-bomb= bentuk penghalusan dari kata f*ck
“Benar juga,” ia mengamati,
“kau tinggal di asrama ?”
“Ya,” jawabnya,
“Hanya tiga menit berjalan kaki.”
“Hmm… nyaman. Mungkin aku akan membeli apartemen sendiri…” ucap Seiya, sedikit mengeluh. Ia sering kerja lembur dan menginap; ia mungkin benci menghabiskan waktu dalam perjalanan.
“Aku akan merekomendasikan untuk tidak melakukannya,” Isuzu memberitahunya.
“Asrama laki-laki berantakan dan rentetan pengembangan sudah mengubahnya menjadi sebuah labirin.”
“Oh, benarkah ?”
“…Lagi pula, bukankah bibimu akan khawatir kalau kau mulai tinggal di asrama ?”
Seiya tertawa dengan meringis.
“Aku meragukannya. Dia hampir tidak pernah pulang, terima kasih pada pekerjaan editing-nya. Sejujurnya, aku bahkan belum melihatnya minggu ini. Satu-satunya cara aku tahu dia bahkan pulang untuk menukar pakaian adalah fakta bahwa ada lebih banyak cucian di keranjang.”
“Begitu.”
Dia tahu bahwa situasi keluarga Seiya sedikit rumit. Orang tuanya masih hidup, tapi bercerai, dan ia tidak berhubungan secara teratur dengan salah satu dari mereka.
“…Bukannya menghakimi gaya hidupmu, tapi itu tidak benar-benar terpuji. Kau hidup dari kotak makan siang toserba dan makanan kemasan, kan ? Kau harus makan lebih sehat.”
“Apa yang bisa kulakukan ?” ia mengangkat bahu.
“Aku tidak punya waktu untuk itu.”
“Tidak ada, kurasa, tapi…”
Begitu dia sampai di rumah, mungkin dia akan mencari situs memasak di Internet. Apa ia akan menganggapnya aneh jika dia membawakannya makan siang buatan sendiri ? Yah, bagaimanapun juga dia adalah sekretarisnya. Di sisi lain, itu mungkin dianggap terlalu ikut campur…
Mereka sampai di parkiran sepeda. Sepeda Seiya adalah sepeda kota yang usang, berkarat di sana-sini. Ia melemparkan tasnya ke keranjang sepeda dan dengan cepat melepas gembok kombinasi. Itu hanya di sana untuk menahan rantainya, jadi ia bahkan tidak perlu memutar tombolnya; itu benar-benar seperti dirinya.
“Ngomong-ngomomg,” ia bertanya,
“apa yang terjadi dengan Klan Mogute ?”
“Mereka tampaknya berbaur dengan cepat,” Isuzu memberitahunya.
“Aku belum mendengar adanya masalah.”
Menerima para Mogute bahwa mereka adalah tukang kayu ulung ternyata benar. Hanya dalam beberapa hari, mereka sudah menggali kompleks bawah tanah lain di tepi taman pertama dan membangun asrama mereka sendiri di sana. Mereka menggunakan kembali bahan bangunan dari gua lama mereka, jadi hampir tidak ada anggaran yang dibutuhkan.
“Mereka sepertinya berguna,” ia mengomentari.
“Ya,” dia setuju.
“Kurasa mereka bisa berkontribusi pada renovasi taman.”
Kecepatan pembangunan seperti milik mereka akan sangat membantu. Tentu saja, memperbarui struktur akan membutuhkan uang, tapi mereka memiliki kelonggaran keuangan untuk saat ini. Cuaca akan segera menghangat—sekarang adalah waktunya untuk menyerang.
“Kita harus mendatangkan banyak tamu,” dia berkomentar.
“Ya. Banyak… banyak tamu.” Suara Seiya menjadi suram.
Selama penjualan taman kedua, ada satu hal yang muncul yang Seiya belum pertanggungjawabkan. Berlawanan dengan apa yang diharapkan, Pengembangan Amagi sangat menentang penjualan itu. Ia berjuang dengan gigih, tapi pada akhirnya, ia dipaksa melakukan revisi kontrak dengan satu syarat yang sangat keras: peningkatan besar-besaran dalam persyaratan kehadiran tahunan.
Di tahun-tahun sebelumnya, mereka hanya perlu menarik 600,000 orang per tahun. Tapi mulai tahun ini, itu akan berubah.
“Tiga juta orang…” ia merenung.
“Apa kita akan benar-benar bisa mendapatkan mereka semua ?”
TL Note:
*slide= bagian (pada pistol) yang ditarik ke belakang untuk mengisi ruang tembak dengan peluru
*ejection port= tempat keluarnya selongsong peluru setelah peluru ditembakkan
*feed ramp= besi kecil (seperti perosotan(?)) untuk membantu mendorong peluru masuk ke ruang tembak
*Battery di magazine= battery adalah sebutan untuk peluru, sementara magazine tempat penyimpanan peluru pada senjata (untuk yang ini masih kurang tahu, dipersilakan untuk memberi pencerahan)
*decocker= sakelar yang membuat sebuah senjata (pistol) dalam keadaan safe alias aman
(Aplikasi Google untuk membantu penyerapan ilmu mengenai bagian-bagian firearm (pistol))