Dragoon Chapter 19 Bahasa Indonesia
Sejak saat murid-murid kurikulum dasar memasuki hutan, saat ini sudah hampir memasuki hari ke empat. Sudah beberapa jam sejak mereka berlari dari sang monster… di dalam hutan, mereka terengah-engah. Teman-teman Rudel menjaga para adik kelas dan penjaga yang mereka selamakan sambil tetap mengkhawatirkan kondisi sekeliling mereka.
Di antaranya, Rudel mengecek peralatannya sambil memandang ke langit… sikapnya memberi Izumi firasat buruk. Itu bukanlah Rudel yang biasanya… seolah-olah ia tampak begitu bersemangat… seolah-olah ia rindu untuk berperang.
Di sekitarnya, teman-teman Rudel menjaga para penjaga dan murid yang lumpuh, namun… tidak mampu menemukan penyebabnya, mereka tidak mampu mengembalikan kondisi mereka.
“Tidak ada racun, tidak ada juga tanda-tanda hipnotis… sebenarnya apa yang membuat mereka seperti ini?”
Bahkan penjaga paling berpengalaman pun menggeleng-gelengkan kepala sewaktu melihat mereka yang tak mampu bergerak. Di tengah-tengah mereka, pemimpin dari penjaga yang lumpu memberi perintah. Namun mendengarnya, yang lain merasa tidak enak.
“Kami baik-baik saja, jadi bawalah mereka yang masih mampu, dan bawa keluar tuan puteri dari hutan ini… tetap berada di sini sangatlah berbahaya.”
(Bukankah orang itu yang selalu manas-manasin? Mendingan dia diam dan nggak buat bingung, bikin orang-orang panik saja…)
Itu yang semua orang inginkan… namun melihat burung yang mengerikan itu mengitari langit mencari-cari mereka, entah mereka dapat keluar dengan selamat ataupun tidak itulah masalahnya. Dan selama mereka belum mendapat informasi soal burung itu, situasi dapat menjadi semakin memburuk.
Ketika tuan puteri diserang, mereka telah mengirim laporan kepada pihak terkait akademi. Namun mereka belum menginformasika kemampuan burung itu! Dalam keadaan seperti ini, para pemburu mumi akan menjadi mumi… korban jiwa malah akan bertambah. Dan di dalam hutan ini dengan begitu banyak murid… dapat dibilang segala-galanya dapat semakin buruk.
“kelasnya si anak kucing putih itu sudah selamat, tapi… cuma tinggal menunggu waktu sebelum korban-korban berjatuhan.”
Kelasnya Mii bersembunyi bersama mereka. Di antaranya, si gadis elf… Millia juga ada di sana.
“Ini sungguh sangat buruk.”
Para penjaga yang masih bisa bergerak merancang rencana terbaik di dalam hutan ini. Bahkan kalaupun tuan puteri bisa diselamatkan, merekalah yang akan disalahkan atas bencana ini, dan ada bahaya mereka akan kehilangan nyawa mereka… Sehingga kata-kata ini terlintas ketika mereka memikirkan kesempatan mereka.
~~~***~~~
“Menggunakan umpan?… dan itu akan menyelamatkan kita?”
Salah satu penjaga berkata kepada Rudel sebagai perwakilan. Ia menjelaskan bahwa Rudel dan tuan puteri akan membawa pula beberapa penjaga yang masih bisa bergerak dan berusaha kabur dengannya.
“… ini pasti akan menyelamatkan kalian.”
Wajah si penjaga memuram, atau mungkin menegang. Ia menyembunyikan sesuatu, yakin akan hal itu, Rudel bertanya kepada si penjaga.
“Akankah itu menyelamatkan semua orang?”
Mendengarnya, tatapan semua orang terkumpul menjadi satu. Para penjaga menundukkan kepala mereka, dan dari sikap mereka, para murid tahu tidak semuanya akan keluar dengan selamat. Bahkan ada beberapa yang mulai menangis.
“Kita akan membawa kalian yang mampu berlari keluar dari hutan. Kita perlu mendapat informasi secepatnya. Sekarang sudah tengah malam, jadi kemungkinan diketahui musuh akan kecil.”
Si penjaga merasa malu karena ia tidak dapat bicara apa-apa lagi. Jika sang monster memiliki penglihatan malam hari, mereka pasti akan terlihat, dan berlari melintasi hutan pada malam hari sungguh sangatlah sulit… Alasan mereka harus bergegas tak peduli apa pun yang terjadi adalah karena Fina adalah tuan puteri dari bangsa ini.
“Tolong jangan terlalu memikirkan aku… mari kita cari jalan agar kita semua dapat selamat.”
(Maksudmu, aku harus meninggalkan kucing kecilku!? Nggak bakal! Demi langit dan bumi! Dan kalau aku meninggalkan teman-teman sekelasku, orang macam apakah aku ini? Apakah karena aku dari keluarga kerajaan sehingga nggak ada jalan lain?… Kayak kalian bener-bener peduli! Ujung-ujungnya, kalian cuma takut akan hukuman yang menanti kalian.)
“Mengerti… kalau begitu aku yang akan jadi umpan.”
“Apa!?”
Sementara para penjaga nampak terkejut, Izumi dan Fina juga memberikan reaksi. Melihat aura yang diberikan Rudel, kekhawatiran Izumi menjadi kenyataan.
“Rudel, apa yang kamu bicarakan!?”
(Oh, benar… dengar-dengar tuan itu orangnya idiot. Dia dapat belajar, tapi bukan tipe-tipe anak cerdas… meskipun kemampuannya mengelus bulu-bulu itu berada pada level jenius…)
Di tengah-tengah suasana mencekam, pernyataan mengejutkan Rudel sungguh mengubah alur secara keseluruhan.
“Apa kamu tadi mendengar!? Dan sebagai target kawalan, kamu memegang prioritas yang tinggi! Menggunakan orang macam itu sebagai umpan? Sebaiknya kamu berhenti bercanda! Mari kita pilih umpan dari salah satu penjaga… sementara aku merasa kasihan dengan murid-murid yang lain, mereka harus kebur dengan cara mereka sendiri…”
Benar, rencana ini memanfaatkan murid lain berlarian ke sekeliling untuk menyelamarkan tuan puteri sendirian apa pun yang terjadi. Meskipun para penjaga akhirnya tewas, selama usaha para murid untuk kabur menarik perhatian si monster, itu sudah cukup… itulah rencananya.
Dan pada saat itu, dua kelas yang lain baru saja tiba, dipimpin oleh penjaga mereka. Murid-murid yang harus dijaga apa pun yang terjadi… kelasnya Luecke dan Eunius dari Tiga Penguasa.
Para murid bangsawan, tidak mampu memahami situasi, meninggikan suara mereka, ‘jelaskan apa yang terjadi!’ semua yang hadir membekap mulut mereka, dan menjelaskan dengan berbisik-bisik… namun mereka masih belum mampu memahaminya. Atau lebih tepatnya, mereka tidak mampu mempercayainya.
Di dalam hutan untuk event sekolah, tidak mungkin monster sebegitu berbahayanya bisa ada… itulah argumen mereka.
“Tenang! Buat keributan, dan musuh akan menemukan kita… tuan puteri ada di sini juga, jadi tolong ikuti saja perintah.”
dengan panik, pimpinan para penjaga menjelaskan keadaan dengan berbisik-bisik, bahkan membawa-bawa tuan puteri. Jika itu memang keadaannya, para bangsawan mestinya harus tetap tenang… dalam keadaan semacam itu, Luecke dan Eunius,
“Jika ada monster semacam itu di luar sana, ini akan menjadi sangat berbahaya… ini adalah masalah dalam level kamu harus memohon brigade ksatria.”
Bertolak belakang dengan pemikiran bijak Luecke, Eunius bereaksi secara agresif.
“Apa bagusnya jadi orang yang lemah? Ini adalah kesempatan bagi kita untuk menaikkan nama kita… Dan jika kita melindungi tuan puteri, bukankah ini akan menjadi sebuah kisah kepahlawanan?
Ia menggerutu sambil menggenggam pegangan pedangnya yang ada di punggungnya… kemudian, Rudel angkat bicara.
“Maka kita bertiga akan menjadi umpan. Untungnya, aku tidak meragukan kekuatan mereka. Eunius akan maju di bagian depan, dan Luecke di bagian belakang…? Aku pikir aku bisa ditempatkan di manapun, tapi…”
“Tunggu dulu, Arses! Kenapa kamu menarikku dalam peran sebagai umpan ini?”
Meski ia berbisik, intonasi suara Luecke semakin meninggi dengan kemarahan. Rudel menjawab seolah-olah hal ini adalah hal yang alami.
“Sudah selayaknya bagi seorang bangsawan untuk melindungi tahta kerajaan. Kamu sendiri selalu ngomong soal kewajiban dan tanggung jawab, sekarang kamu mau lari?”
“… saat kita punya para spesialis, kenapa kita yang amatir ini yang malah harus bergerak…”
Untuk memastikan tuan puteri dapat pergi, aku tidak ingin mengurangi jumlah para penjaga yang melindunginya. Juga…
Atas sikap persuasif Rudel yang bertangan dingin, mereka yang lain semakin gelisah. Bertindak tanpa memikirkan dirinya sendiri adalah keahlian Rudel, namun… kali ini sudah sangat mengerikan.
Kemudian, satu kelas yang lain muncul… kelasnya Aleist. Mereka sangat kelelahan, dan nampaknya tidak ada yang lain selain Aleist yang bisa diandalkan… mereka yang lain nampaknya tidak lebih daripada sebuah beban.
“Aku mendengar ceritanya dalam perjalanan… kini akhirnya tiba giliranku untuk melakukan sebuah pelayanan!”
Aleist – satu-satunya yang bersemangat – memandang tuan puteri sewaktu memberi tanggapan dengan percaya dirinya… namun pakaian dan perlengkapannya sudah babak belur, dan Fina tidak menggubrisnya.
“Apakah kamu putra keluarga Hardie? Aku sudah mendengar rumor tentang dirimu…”
(Oh, benar, umm… orang itu! Tuan kakak kelas yang kuat seperti monster, dan tampaknya keren, tapi entah kenapa tidak bisa punya pacar… aku nggak suka ngomongin hobi orang, tapi apa bagusnya sih pacaran? Normalnya, bukankah kamu akan memilih bulu-bulu lembut nan empuk ini!?)
Fina kelihatannya tidak memahami Aleist. Tapi tanpa menyadari itu, Aleist juga memiliki pikiran lain.
(Apa ini? Bahkan si kucing putih Mii ada di sini! Seingatku, mereka berdua memiliki persahabatan yang indah yang melampaui batasan status, iya kan? Jika aku melakukannya dengan baik, maka… benar, monster apa pun itu kau, kemari!)
Di antara jeda ketegangan itu, Rudel seorang diri dengan serius mengecek perlengkapannya dan memberi perintah kepada teman-teman sekelasnya. Dan sambil memandang ke langit…
“Kalau begitu Aleist juga bisa ikut, dan kita berempat akan jadi umpan… semua yang lain harus bisa keluar dari hutan. Izumi, kamu yang memipin para murid terpisah dari tuan puteri.”
Meski demikian, Izumi mencoba menghentikan Rudel.
“Sudah, hentikan saja! Kamu tidak perlu melakukan hal ini, ya kan!?”
Ketika Rudel masih belum mau menyerah soal rencananya menjadi umpan, darah keluar dari salah satu penjaga, dan ketika ia mencoba menutupnya, pada saat itulah…
“GyaGYAaaahhh!!!”
Bersamaan dengan suara mengerikan itu, burung yang mengerikan itu menukik… ketika semua terdiam di tempat, dengan pedang di tangan kanannya, dan sihir terkumpul di tangan kirinya, Rudel menyerang dengan kecepatan penuh.
Tak mampu merespon pada waktunya, sang burung tertebas dan terpental oleh sihir… namun ia dengan cepat bangkit, dengan marah menggoyang-goyangkan tubuhnya… ia sepenuhnya mengarahkan pandangannya kepada Rudel.
“Pergi!!!… dan kalian bertiga sesama umpan, putuskan sendiri kalian mau ikut atau pergi… jika hanya aku sendiri, aku tidak tahu apakah aku dapat mengalahkannya atau tidak.”
“Apa!? Kamu berencana mengalahkannya!? Monster ini?”
Luecke terkejut. Dan Aleist terdiam terpaku. Ketika semuanya pergi menanggapi seruan Rudel, beberapa menggendong mereka yang tidak bisa bergerak di punggungnya, sementara yang lain lari tunggang langgang… namun meski demikian, mata burung yang begitu banyaknya terfokus kepada Rudel.
“Aku ikut juga.”
Izumi berusaha ikut serta menjadi umpan, namun Rudel menolaknya.
“Ini justru akan membuat masalah bagi kelas. Dengan penglihatanmu yang lebih baik pada malam hari, kemungkinan mereka kabur akan semakin besar kalau-kalau terjadi sesuatu yang mengerikan… sekarang pergilah!”
“Kuh! Lebih baik semua kembali dengan selamat, Rudel!”
Izumi juga memberikan punggungnya bagi seorang murid yang lumpuh sewaktu ia berlari pergi. Khawatir akan nasib Rudel hingga akhir. Dan dengan empat yang tersisa, Eunius tertawa membahana sembari mengambil kuda-kuda dengan pedangnya.
“Bagus… luar biasa, Rudel! Kaulah yang terbaik… aku mengakui keberanianmu untuk menantang monster ini! Luecke! Aleist! Kalau kalian kabur, maka cepatlah.”
“J-jangan bercanda kau! Nggak ada alasan bagiku untuk takut akan monster sekaliber ini! Aku akan memukulnya kuat-kuat dengan sihirku, jadi kalian cuma perlu berdiri saja di sini dan melihat… Rudel, saksikan juga! Inilah kekuatanku…”
Luecke segera mempersiapkan sihir yang ia banggakan. Tanpa memedulikan ucapan panjang Luecke, pertempuran sudah dimulai, jadi itu semua terabaikan hanya sebagai sebuah tanda iya. Akan tetapi Aleist…
“K-kenapa kalian Tiga Penguasa jadi akrab… bukankah kalian seharusnya membenci satu sama lain? Dan lagi, kenapa kalian bertarung bersama dalam serangan gabungan…”
Ia masing menggumam sendiri, persiapan perangnya masih tertunda.
~~~***~~~
Kunjungi web kami yaitu meionovel.id