Dragoon Chapter 20 Bahasa Indonesia
Mereka berempat yang menjadi umpan… terperangkap di dalam pertarungan sengit sembari terus berlari. Lebih tepatnya, pertarungan itu sebenarnya adalah serangkaian ‘serang, lari, dan sembunyi’ yang terus berulang. Mereka berempat menyerang secara bersama sembari terus berusaha kabur.
“Apa-apaan burung ini!? Aku bahkan tidak yakin kalau sihir mempan, dan mendekatinya sangat berbahaya… ada ada sesuatu yang bisa kita lakukan?”
Luecke menyadari mereka kekurangan kekuatan untuk melakukan serangan yang benar-benar telak, namun demikian, Aleist memberikan pendapatnya.
“ ‘Down’! Monster itu memaksimalkan skil efek status ‘down’!”
Aleist mengungkapkan pengetahuan sistem permainan yang ada di dalam kepalanya. Yang ia ingat adalah sihir status abnormal dan skil spesial. Itu semua tidak secara khusus berguna dalam permainan.
“’Down’! Benda macam apa itu?”
Namun entah Eunius maupun Luecke tidak ada yang memahaminya. ‘down’ yang Aleist maksud adalah kemampuan spesial untuk menurunkan status musuh, namun itu tidaklah diskalakan secara baik di dalam permainan…
“Adakah suatu cara untuk mencegahnya?”
Rudel mengerti Aleist memiliki suatu info mengenai musuh dan mencoba bertanya. Tapi…
“Ada ‘recovery item’, dan kemungkinan ‘down’ memberikan efeknya tidaklah begitu tinggi…”
“Soal ‘recovery item’… maksudmu semacam obat? Ada obat yang dapat menghapus efek spesial ini? Dan entah bagaimana kamu berencana menggunakannya sambil bertarung?”
Sementara Luecke memikirkannya, Eunius menghela nafas.
“Jika ada suatu benda semacam itu di luar sana, maka kemungkinan terbaik kita adalah para penjaga… namun entah kita akan mendapatkannya atau tidak itu semua hanyalah kemungkinan. Dalam keadaan seperti ini, kita hanya dapat menyelesaikan ini semua dengan satu serangan.”
Atas pemikiran Eunius, Aleist memegang kepalanya.
“Nggak mungkin seorang boss bisa dikalahkan hanya dalam satu serangan…”
Terus berlari, mereka berempat yang babak belur melangkah maju menuju aksi terakhir mereka. Luecke dengan sihirnya… Eunius menyalurkan sihir ke dalam pedang besarnya… Aleist menggunakan sihir kebanggaannya, dan Rudel menyiapkan sihir di kedua tangannya.
Gerakan pertama, Luecke mengarahkan tepat pada saat sang burung menemukan mereka dan mulai menukik, memberikan sinyal.
“Sekarang! Semuanya serang!!!”
Luecke menembakkan sihir skala besar kepada si burung… ketika ledakannya menyebabkan burung itu kehilangan keseimbangan dan jatuh, kali ini Eunius menebasnya dengan pedangnya, dan Rudel meluncurkan serangannya. Pedang Eunius memotong sayap si burung, dan serangan spesial Rudel menghempaskannya cukup jauh… dan tinggal satu orang tersisa.
“A-apa itu tadi berhasil…!?”
Pertanyaan yang Luecke berikan sambil terengah-engah segera terjawab, darah mengalir di sekujur tubuh sang burung, burung yang mengerikan itu berdiri di atas kakinya. Eunius kembali bangkit, namun Rudel sudah tidak mampu lagi berdiri. Terlalu banyak menggunakan mana… efek sampingnya berdampak buruk pada tubuhnya. Dan yang membuatnya semakin buruk adalah kemampuan sang burung.
“Tsk! Nggak pernah kebayang bakal sesulit ini untuk bergerak… Luecke… kamu masih bisa berdirikah?
“Jangan menganggap enteng aku, Eunius! Bukan berarti aku nggak bisa berdiri! Aku cuma nggak mau…”
Atas perkataan Eunius, Luecke meraih sesuatu untuk membantunya berdiri. Ketika mereka bertiga terserang kemampuan sang burung, hanya Aleist yang selamat. Namun orang yang dimaksud ragu-ragu untuk menebas sosok monster yang mengerikan itu.
“Apa yang kamu lakukan, Hardie!? Serang! Kamu masih bisa!”
Aleist tergerak akan kata-kata Eunius, namun pada saat itu… api turun menghujani burung itu dari langit, menghanguskannya hingga hanya tersisa abu… seolah-olah monster itu terpanggang hangus di tengah tiang api.
Ketika api itu padam, dan hutan kembali tenang… tepat pada saat itulah matahari mulai terbit, dan hutan menjadi terang. Terbang turun, bermandikan sinar matahari pagi, ialah Cattleya di atas Naga Merahnya.
Cattleya turun dari naganya dan melihat ke sekeliling. Melihatnya, dalam keadaan babak belurnya saat ini, Rudel tidak bisa menahan rasa kagumnya. Namun setelah melihat situasi, Cattleya membuat kesimpulannya sendiri…
“Kelihatannya hanya satu yang tetap berjuang sampai akhir. Seperti yang diharapkan dari Hardie-kun, apakah aku benar? Di sisi lain… Rudel, kamu babak belur, dan kamu bahkan nggak bisa berdiri. Kamu benar-benar menyedihkan.”
Cattleya berdiri di hadapan mereka berempat, dengan Aleist satu-satunya yang masih mampu berdiri dengan baik, dan terpengaruh perasaannya sendiri, Cattleya tidak dapat memikirkan bahwa Rudel sudah berjuang. Tidak, dia tidak mamu memikirkannya. Bahkan jika, dilihat dari kekuatannya, Cattleya dapat dengan mudah membayangan bagaimana Rudel sudah berkontribusi di dalam petarungan yang telah terjadi…
Cattleya yang berdiri memandang rendah Rudel yang tersungkur. Atas perkataan Cattleya, Rudel merasa malu bahwa ia tidak berubah sama sekali sejak event tahun lalu. Ia telah berlatih… ia sudah belajar… namun meski demikian, Rudel tetap menjadi orang yang diselamatkan.
Melihat peristiwa ini, Aleist…
“Eh?… ada apa ini? Dan bukannya pertemuanku dengan kak Cattleya masih lama… huh!?”
~~~***~~~
Event di dalam hutan menjadi topik panas di seantero akademi. ‘demi menyelamatkan tuan puteri, Aleist merelakan diri menjadi umpan!’ percakapan ini membuat Aleist sangat populer di akademi… namun sang Tiga Penguasa… penilaian Rudel dan yang lainnya sangatlah tidak sebanding.
Untuk Eunius dan Luecke, seperti yang diharapkan dari ahli waris Tiga Penguasa! Orang-orang memuji-muji mereka, namun hanya Rudel seorang, bahkan mereka membawa-bawa soal tanggung jawab. Ia dikritik atas kerelaannya menjadi umpan. Ia tidak memahami posisinya… ini adalah hasil dari laporan para penjaga, dan Chlust yang telah kabur sebelum ada orang yang menyadarinya menyebarkan kabar bohong untuk mengubah pandangan orang agar menyalahkan Rudel…
‘selain Rudel itu membuat ketakutan dan kepanikan, ia tidak berguna dalam pertarungan.’
Fakta bahwa Rudel mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan tuan puteri tidak diceritakan, dan dalam kasus ini, Rudel justru menjadi kambing hitam. Akademi sendiri menyangkal rumor ini, akan tetapi atas tindakan ini, ‘apakah ia membungkam mulut mereka dengan uang?’ atau ‘mereka menutupi ini karena ini memang benar!’ para murid membuat sendiri kesimpulan mereka.
Untuk menyembuhkan tubuhnya yang babak belur, Rudel dirawat di klinik. Berebah di ranjang dekat jendela yang menjadi tempat langganannya, ia hanya dapat memandang langit. Dan di sampingnya, Izumi mengupas buah seperti biasanya.
“Kamu pikir aku akan melihat naga… kamu pikir akan ada yang terbang…”
Ia mengisi pikirannya yang jenuh menjadi pasien. Di sebelah ranjangnya, Luecke dan Eunius juga dirawat untuk jaga-jaga. Tidak seperti Rudel yang babak belur, mereka hanya luka-luka ringan.
“Apakah kalian selalu seperti ini?”
Menjawab pertanyaan ini, Izumi memberi senyum pahit.
“Kami baik-baik saja, tapi… Rudel, kamu tidak bisa hanya duduk-duduk di sini saja, kan?”
Benar, hanya Rudel yang berada dalam kondisi yang menyedihkan.”
“Aku minta maaf. Aku sudah menjelaskan kepada semuanya di kelas, tapi nampaknya akademi hanya berdiam diri soal kasus ini, Lebih tepatnya, semua orang saling menyalahkan… membuat-buat bahwa kamulah yang menyebabkan masalah, mereka memutuskan menunda hukumanmu. Kemungkinan terburuknya… kamu akan dikeluarkan, tidak, dengar-dengar mereka akan meluluskanmu dengan paksa.”
Rudel menjawabnya dengan tatapan serius…
“Izumi… nama apa yang sebaiknya aku berikan untuk serangan spesialku? Makai itu sambil asal teriak aja kedengarannya kasar. Apakah kamu punya nama yang keren tapi cukup pendek yang kira-kira tak terpikirkan oleh orang-orang?”
“Oy, kamu mungkin bakal dikeluarkan dari sini. Dan kamu malah nanya soal jurus spesialmu!?”
Luecke memasang wajah seolah tidak percaya.
“Kamu bisa menjadi seorang ksatria hanya dengan dua tahun pendidikan dasar. Aku hanya perlu merintis jalanku untuk menjadi dragoon dari sini, jadi… aku tidak sepenuhnya tertarik. Tidak, sungguh menyedihkan aku harus kehilangan suasana belajar dari sekolah ini.”
Rudel sepenuhnya gagal menjawab pertanyaannya. Atas perkataannya, Izumi menunduk, pandangan suram nampak di wajahnya. Izumi merasa marah terhadap Chlust. Chlust dan adik kelas yang lari bersamanya membuat-buat kesalahan Rudel demi menutup tindakan memalukan mereka.
Menggunakan kekuatan nama keluarga mereka… tapi ini aneh. Tak peduli bagaimanapun juga, sungguh tidak normal bagi mereka untuk mengkambing hitamkan Rudel hingga seperti ini, dan bahkan rasa-rasanya mustahil. Mungkin ada beberapa tindakan Rudel yang perlu disalahkan. Namun Rudel juga punya alasannya sendiri.
Kemampuan tidak lazim dari burung itu membuat orang-orang di sekitarnya mengamuk, bisa dikatakan juga menarik perhatian mereka. Di bawah kendali efek itu, Rudel tidak mampu membuat keputusan dengan jernih. Hal itu sudah dibuktikan oleh para ahli di bidang medis, dan meski demikian, akademi tetap berusaha menyalahkan Rudel.
Izumi semakin merasa Rudel sedang terhanyut dalam arus yang besar… seolah-olah ini semua dibawa oleh perputaran takdir yang mengerikan. Ketika ia berjalan melawan arus, perlawan sengit yang Rudel berikan nampak seperti perlahan-lahan menggerogti nyawanya.
~~~***~~~
Kira-kira pada waktu bersamaan, Tuan Puteri Fina sedang dalam pemulihan di dalam kamarnya. Dengan berbagai pertanyaan dan wawancara yang ia terima setiap hari soal masalah ini, demi menyembuhkan rasa lelahnya sehari-hari…
(Demam bulu!! Hari ini adalah hari di mana aku akan memeluk dan menimang-nimang Mii tanpa ampun!!!)
“Jangan lari kamu, Mii.”
… ia mengundang teman silumannya, Mii, ke dalam kamarnya. Dengan segala bahaya yang telah ia lalui akhir-akhir ini, para ksatria dari rumahnya juga telah bergegas datang. Sebenarnya, di balik pintu kamarnya, para ksatria wanita yang gagah berdiri berjaga. Jika mereka membuat keributan di dalam kamar, pastinya akan terdengar hingga ke luar.
Hingga saat ini, negara Courtois berprasangka buruk terhadap para demi-human. Harus memikirkannya juga, Fina harus tetap diam-diam pada saat itu. Akan tetapi…
“T-tuan puteri! Kamu tidak perlu mengelusku sebanyak ini… kenapa kamu meraba-raba dadaku!?”
Mengejar-ngejar Mii di sekitar kasurnya, Fina meraba-raba dan mengelus-ngelus seluruh tubuh Mii. Dengan wajah datar tanpa ekspresinya, ia mengejar sesuatu yang tidak lebih dari sebuah makhluk berbulu.
“Aku ingin mengelus-ngelusmu.”
(Aku nggak pernah merasa puas nih! Rasanya menikmati bulu-bulu empuk nan lembut dari kucing kecil nan imut ini itu… aku tidak bisa hidup tanpa bulu-bulu ini lagi!!! Aku sudah tidak tahan lagi! Ketika aku tidak tahu kapan aku akan mati, menahan-nahan itu… ah! Aku haru belajar teknik sang tuan!)
Dan pada akhirnya hal semacam ini akan menyelamatkan nasib Rudel.
~~~***~~~
Kunjungi web kami yaitu meionovel.id