Dragoon Chapter 25 Bahasa Indonesia
(Catatan TL: 1 semester di akademi berlangsung selama 4 bulan, sehingga dalam satu tahun ada 3 semester, semester 1 pelajaran dasar, semester 2 event di hutan, dan semester 3 untuk turnamen.)
Ketika sekolah memasuki semester ketiga, kelas Rudel penuh dengan suasana keseriusan. Mereka mempersiapkan turnamen begitu matang sampai-sampai wali kelas mereka mengatakan bahwa baru pertama kali ini ia melihat hal seperti ini selama mengajar di akademi. Turnamen angkatan adalah kesempatan di mana mereka mampu menunjukkan hasil kerja keras mereka selama dua tahun di akademi. Event turnamen adalah event yang penuh semangat tiap tahunnya, namun karena keluarga kerajaan hadir pada turnamen kali ini, semangat dan keseriusan yang dicurahkan benar-benar berbeda.
Dan kelasnya Rudel berada satu tingkat lebih jauh, mereka mencurahkan semangat mereka untuk melindungi Rudel dari kelulusan secara paksa. Dan dalam turnamen dengan semangat yang berada di level yang berbeda ini, siswa terbaik pilihan kelas berada dalam suasana yang menegangkan.
Setelah insiden di semester kedua, Aleist menjadi semacam pahlawan akademi, namun suasana di kelasnya justru jadi memburuk. Percekcokan pada saat event di hutan masih membekas. Namun meski demikian, tidak ada satu murid pun yang berani melancarkan keluhannya bila dihadapkan dengan kekuatannya Aleist, sehingga keluhan-keluhan teman-teman sekelasnya terus menumpuk. Pada saat ini, obrolan yang buruk mengenai Aleist – yang jarang datang ke kelas – telah menjadi semacam gangguan bagi fokus mereka.
Dengan situasi yang sedemikian rupa, turnamen akan segera dimulai.
Dan ketika kelas Rudel benar-benar mengerahkan seluruh diri mereka untuk berlatih, Luecke dan Eunius pun muncul, diikuti oleh perwakilan-perwakilan lain dari kelas mereka. Di lapangan sore itu, murid-murid dari tiga kelas berkumpul, menciptakan suasana yang menegangkan.
“Rudel, aku sudah dengar ceritamu. Aku tahu tujuan dari kelasmu di turnamen kali ini.”
Mendengar kata-kata Luecke, kelas Rudel mengharapkan secercah harapan akan kerja sama yang mungkin terjadi. Bahkan Izumi pun demikian, melihat bagaimana putra Tiga Penguasa ini sudah akrab, dan begitulah. . . Ia berharap. Namun Eunius melanjutkan.
“Kami sudah mendengarnya, namun kami memutuskan untuk tetap menghadapimu dengan seluruh kekuatan kami. Dalam turnamen kali ini, kamu akan menghadapi Luecke di pertandingan pertama, dan jika kamu menang, kamu akan menghadapi kami. Dan jika kamu beruntung, Aleist akan menjadi lawan terakhirmu. Kamu tidak punya banyak harapan untuk menang.”
Setelah berkata demikian, mereka berdua memimpin kelas mereka untuk pergi. Kata-kata itu membuat Izumi merasa down. Mereka berdua adalah para jagoan dalam bidang sihir dan ilmu pedang. Jika mereka ingin mengalahkan kelas mereka berdua, mereka harus menggunakan kesempatan bahwa turnamen ini adalah pertandingan antar tim. Pertandingan satu lawan satu yang dilakukan secara bergantian. . . pada saat ia berpikir demikian. Rudel memanggil mereka berdua yang sedang berjalan menjauh.
“Aku ikut di slot terakhir! Bagaimana dengan kalian berdua?”
Ia dengan berani mengatakan urutan timnya! Dengan suasana menegangkan yang menyelimuti tempat itu, mereka berdua melambaikan tangan sebelum lanjut berjalan pergi.
“A-ap-apa yang kamu pikirkan, Rudel!!?”
Suara izumi menggema.
~~~***~~~
Salah seorang perwakilan kelas yang ikut bertanya kepada Luecke.
“A-apa kamu yakin soal ini, tuan Luecke? Jika tuan Arses tidak menang dalam turnamen kali ini. . .”
Kepadanya Luecke berkata.
“Kalau kamu sampai nyantai-nyantai di turnamen nanti, aku nggak akan memaafkanmu.”
Ketika Luecke berkata dengan dinginnya, Eunius berhenti dan memandang mereka semua. Dan dengan badannya yang kekar mengerikan, ia membuat pernyataan.
“Dalam turnamen kali ini, menahan diri itu lebih memalukan daripada kalah! Aku tidak peduli dengan kelas yang lain, tapi jangan mengentengkan kelasnya Rudel!”
“Hah, Eunius. . . kalau gitu, kamu nggak akan bisa ngomel kalau kelasmu kalah sebelum bertemu dengan kelasnya Rudel.”
Menjawab Luecke, Eunius tertawa.
“Apa kamu bodoh? Seolah-olah kita pernah kalah melawan kelas lain selain kelasnya Aleist dan Rudel. . . aku memutuskan aku tidak akan menahan diriku ketika melawannya.”
Ini semua buakn karena Luecke atau Eunius membenci Rudel ataupun karena masalah pribadi lainnya. Mereka mengakui kemampuan Rudel, jadi mereka akan mengerahkan seluruh kemampuan mereka. Mereka akan menghadapinya dengan serius, dan tidak akan menjadi masalah apakah mereka menang atau kalah. . . itulah keputusan mereka.
“Karena Rudel tidak akan memaafkan kita kalau sampai kita nyantai-nyantai waktu menghadapi dia.”
“Bocah itu. . . ia bahkan menantang kita. Apa yang akan kamu lakukan Luecke?”
menoleh ke kelasnya Rudel dari kejauhan, Luecke.
“Sudah tak perlu lagi aku jelaskan, aku akan menghadapinya secara pribadi. . . aku akan menempati slot terakhir.”
Dengan perkataan itu, kelas Luecke membuat gempar. Jika mereka ingin menang, maka akan lebih baik kalau tidak menempatkan Luecke melawan Rudel. Namun menambah jawaban itu, Eunius juga. . .
“Dan tentu saja aku juga begitu! Aku ingin melawannya setidaknya sekali.”
Eunius juga menoleh ke kelasnya Rudel. Di sana, ia dapat melihat Izumi mengejar-ngejar Rudel. Tertangkap oleh Izumi, Rudel berkata.
“Aku. . . Tidak! Kita pasti akan menang!!!”
Tersenyum mendengarnya, mereka berdua berjalan pergi disusul teman-teman sekelasnya. . . dan sambil berjalan mereka dapat mendengar gelak tawa Rudel dan teman-temannya.
~~~***~~~
Hari turnamen pun tiba. Dalam gelanggang pertandingan, sang Raja Courtois, Albach Courtois, sang Ratu, Ciel Courtois, dan Puteri Pertama, Aileen Courtois menempati ruang kehormatan khusus, memandang ke gelanggang di mana turnamen akan berlangsung.
Dilindungi oleh para ksatria agung, mereka bertiga dengan tenang mengamat-amati gelanggang pertandingan. Di sisi mereka, sang kepala sekolah duduk agak menjauh. Dan ke dalam ruang itu, masuklah sang Tuan Puteri Kedua, Fina. Benar, Finalah yang mengundang keluarganya untuk hadir.
“Kamu kelihatan baik Fina. Meskipun baru sebulan yang lalu kita bertemu.”
Kata ayahnya, sang raja, sambil tertawa.
“Kamu masih belum bisa berekspresi ya? Aku pikir kamu akan jadi lebih baik kalau kamu masuk akademi, tapi. . .”
Kata ibunya, sang ratu, dengan sinis. Setelah sang raja sedikit menenangkannya, sang ratu lanjut berkata,
“Fina bagaimana kabar sekolah? Aku sendiri tidak pernah masuk sekolah, jadi aku sangat tertarik. . . kamu sendiri tidak pernah cerita waktu liburan, boleh cerita sedikit?”
“Lama tak jumpa, ayah, ibu. . . dan kakak.”
Sembari ia berkata dengan kesopanan yang sempurna ala kerajaan, wajah tanpa ekspresi Fina sama sekali tidak berubah. Namun beginilah emosi yang ia sembunyikan soal keluarganya,
(Keluarga kerajaan kami benar-benar menyedihkan. . . apalagi Aileen benar-benar berbahaya! Kalau sampai ia tahu soal kucing kecilku Mii. . . cewek itu pasti akan membunuhnya! Aku yakin seyakin-yakinnya! Ibu, ya, dia masih sama seperti biasanya, dan ayah. . . aku rasa dia sudah lebih baikan?)
Ia menyimpan penilaian seperti itu terhadap keluarganya.
Fina menempati tempat duduknya di ruang kehormatan, melihat ke gelanggang pertandingan. . . Dalam gelanggang yang dipenuhi oleh para murid, ada banyak banner dan bendera membentang untuk mendukung kelas mereka masing-masing. Keriuhan dalam gelanggang semakin bertambah dengan kehadiran keluarga kerajaan.
(Duh panasnya. . . ketika aku bisa bertahan dari panasnya bulu-bulunya Mii, gimana ngomongnya ya. . . kalau ini demi bulu-bulu lembut itu, aku akan bertahan!!!)
Sembari ia tanpa ekspresi berpikir soal hal-hal semacam itu, ayahnya menanyainya sesuati.
“Jadi bagaimana? Menurut pendapatmu, putra sulung keluarga Arses adalah orang yang berbakat, dan aku juga sudah mendengar hal yang sama dari seorang ksatria agung dan dragoon. . . Aku ingin berkata. Dengan semua laporan yang datang dari sayap kiri, aku merasa kesulitan untuk menjawabnya. Cattleya rasa-rasanya sangat membencinya, kamu tahu kan? Dan dari berkas-berkas yang ada, sulit mengatakan bahwa dia adalah orang yang berbakat. Meskipun aku sendiri merasa dia orang yang menarik.”
“Keluarga Arses adalah keluarga yang bangkrut. Saat ini, mereka cuma menumpang nama dalam golongan Tiga Penguasa. . . saat aku tahu kamu tertarik akan anak seperti itu, jujur saja, aku merasa ragu, Fina.”
Kata ibunya yang tidak bisa berhenti berkata sinis. Ketika Fina secara alamiah tidak menggubrisnya, kakaknya, Aileen, menambahkan.
“Dia pecinta pertarungan, kan? Dasar orang barbar, tidak ada bedanya dengan para demi-human. Aku benci orang seperti itu! Kalau soal kekuatan, maka tuan Aleist dari Keluarga Hardie yang dipuji oleh Cattleya adalah yang paling ideal. Tidakkah kamu juga berpikir demikian, Fina?”
“. . . Mungkin?”
Fina memberi jawaban yang ambigu. Namun di dalam hatinya. . .
(Eh? Orang homo macam itukah seleramu? Jadi orang macam itu yang buat kamu tertarik. . . Aku nggak paham lagi soal kamu, kak. Nggak ada yang lebih baik daripada bulu-bulu lembut di dunia ini! Ah! Namun tuanku itu berbeda! Orang itu adalah harta karun Kerajaan Courtois! Sebuah harta karun!!! Meski demikian, rasa-rasanya kakak memang membenci bulu. . . maksudku para demi-human seperti biasanya.)
Ketika mereka bercakap-cakap, para kontestan memberikan penghormatan kepada keluarga kerajaan. Sang keluarga kerajaan membalas dengan melambaikan tangan, akan tetapi. . .
“Sayang sekali. . . buang-buang waktuku untuk hal semacam ini. . .”
“Ada demi-human di antara mereka. Mengapa mereka mengirim para demi-human? Mereka harusnya membatasi jumlah mereka dan mengirim lebih banyak manusia. . .”
“Heh, tenanglah kalian berdua. Cobalah belajar seperti Fina.”
Ketika percakapan mengarah kepada Fina, Fina sendiri,
(Oy, Oy!!! Lihat semua demi . . . maksudku bulu-berbulu. . . hah, hah. . . maafkan aku, Mii! Rasanya aku ingin menyelingkuhimu!!!)
. . . Dia memang yang paling buruk di antara keluarganya.
~~~***~~~
Kunjungi web kami yaitu meionovel.id