Dragoon Chapter 30 Bahasa Indonesia
Turnamen berakhir tanpa insiden. . . kecuali mereka yang terluka parah. Lagi-lagi, Rudel, Luecke, dan Eunius dirawat di klinik seperti biasanya. Rudel menempati tempat langganannya di dekat jendela, Luecke di tengah, dan Eunius dekat pintu koridor.
Di ruang rawat mereka, Izumi yang sudah mahir mengupas buah membagi-bagikan buah yang telah ia kupas. Khusus untuk Rudel, Izumi memotongnya menyerupai bentuk kelinci.
“Bentuknya kelihatan kayak kelapa naga, jadi nggak tega makannya. . . boleh aku simpan saja buat pajangan?”
“I-itu kelinci, kelinci! Sudah, makan aja.”
“Oalah, kelinci. . . jadi sekarang aku makan kelinci. . . tapi. . “
Dengan tubuhnya yang penuh luka, Rudel menolak buah yang Izumi suapkan. Luecke dan Eunius melihat mereka berdua sambil tersenyum. Mereka terhanyut dalam hubungan antara Rudel dan Izumi yang tak dapat lagi dilukiskan dengan kata-kata. Sementara itu di luar ruangan, ada orang yang datang menguping. . .
(Kelinci!!? Tuanku memakan gadis kelinci? Maksudnya dalam arti seksual, kan!? Kamu memakannya dalam arti seksual, ya kan tuan!? Izinkan aku ikut bersenang-senang!!!)
. . . Dialah Fina. Di belakangnya ada beberapa ksatria agung yang mengawal, kepala sekolah, dan Raja Albach sendiri. Mereka diam-diam masuk untuk memberi selamat atas kemenangan Rudel.
Kemenangan Rudel kali ini memberinya penilaian yang amat tinggi di hadapan kalangan keluarga kerajaan dan orang-orang di akademi. Namun, bukan berarti ini semua akan memberi kebahagiaan bagi Rudel.
~~~***~~~
“Maaf saya mengganggu. . . kalian bertiga tampak baikan. . . tunggu, apa yang kalian lakukan!? Kalian santai saja!”
Ketiga Albach dengan santainya masuk ke ruangan, keempat penghuni kamar itu langsung cepat-cepat berlutut. . . ketiga pasien yang terluka parah juga ikut berlutut. Yang pertama berlutut adalah Izumi, dan mengikutinya, Rudel dengan badannya yang sakit semua. . . Sikap Rudel membakar semangat bertanding dalam diri Eunius, dan Luecke tidak ingin menjadi satu-satunya yang berdiam diri sehingga dia ikut-ikutan berlutut.
Dan hasilnya, tiga orang dengan luka parah mereka berlutut di hadapan sang raja. Salah seorang ksatria pengawal memandang sang raja seolah-olah ingin mengatakan sesuatu. Meskipun di satu sisi ia mengagumi sikap mereka walau mereka sedang terluka parah, namun di sisi lain mereka bertiga adalah masa depan Tiga Penguasa…
“Kalian tiduran saja! Kalian tidak perlu memaksakan diri untuk berlutut!!!”
(Ah, ayah teriak. . . menariknya!!!)
Fina tanpa ekspresi menikmati situasi yang sedang terjadi, sementara kepala sekolah dan para ksatria melirik-lirik sang raja untuk meminta mereka bertiga berhenti berlutut. Di dalam ruang klinik, suara raja menggema…
Ketika semuanya telah kembali tenang, dan sebagai orang yang berkepentingan, Raja Albach mulai berbicara.
“Selamat atas kemenanganmu dalam turnamen kali ini. Aku tidak pernah menyangka bahwa dirimu begitu berbakat… Dan juga, aku ingin agar kamu secara resmi menjadi ahli waris Keluarga Arses. Aku telah mendapat penjelasan lewat surat Fina, bahwa kamulah yang telah menyelamatkan Fina, dan jelas-jelas telah terjadi fitnah yang mencemarkan nama baikmu dalam laporan resmi. . .”
Sang Raja telah menyadari kebenaran tentang laporan palsu tersebut dan memberi Rudel penghargaan yang sepantasnya. Mendengarnya, Izumi bergembira, Luecke dan Eunius juga ikut merasa lega. Namun Rudel seorang diri yang merasa tidak puas.
“Tidak, Yang Mulia, memang benar bahwa akulah yang telah membahayakan Tuan Puteri, dan memang benar bahwa Luecke dan Eunius ikut terjerumus dalam permasalahan ini karena kesalahanku! Mengizinkanku untuk bisa terus berada di akademi ini sudah lebih dari cukup bagiku!”
Bagi Rudel, sang putera dari Tiga Penguasa, mewarisi nama keluarga bangsawan agung berarti melepas cita-citanya untuk menjadi seorang dragoon. Ketika ia sudah semakin dekat dengan cita-citanya, kembali menjadi seorang pewaris nama keluarga sudah bukan lagi sebuah keinginan bagi seorang Rudel.
“Tidak. . . Tidak. . . terlepas dari laporan itu, banyak sumber yang ada telah membawaku pada sebuah kesimpulan bahwa kamu akan menjadi kepala keluarga bangsawan agung yang luar biasa. Nilaimu ada di peringkat atas di akademi, dan kamu mampu bergaul dengan semua orang tanpa memandang ras ataupun status.”
Mendengar pujian sang raja, Rudel – yang sejak awal tidak ingin mewarisi status bangsawan apapun – berpikir keras. Kalau begini, akan sulit baginya untuk menjadi seorang Dragoon. Kalau sang raja memerintahkannya untuk mengambil posisi sebagai kepala keluarga bangsawan agung, maka Rudel mau tak mau akan semakin sering terlibat dalam urusan perwilayahan. Ketika ia sudah lulus dari akademi, ia akan langsung terjun dalam urusan internal keluarga dan teritori. Ayahnya akan memberinya bertumpuk-tumpuk pekerjaan, dan dia harus pergi dalam pergaulan antar bangsawan yang belum pernah ia alami sebelumnya.
Rudel tidak memiliki waktu untuk itu. Ia telah berjuang sejauh ini hanya untuk menjadi seorang Dragoon. Bagi Rudel, gelar bangsawan agung tidaklah berguna.
“. . . Aku. . . sama sekali tidak tertarik akan gelar bangsawan agung.”
“. . . apakah itu demi cita-citamu? Tentu saja seorang dragoon adalah pahlawan dari para pahlawan di negeri kita, namun jika kamu menjadi bangsawan agung, kamu akan dapat menyelamatkan lebih banyak orang daripada ketika kamu berjuang seorang diri sebagai ksatria.”
Mendengarnya, Rudel kebingungan.
“Namun tetap saja, aku tidak ingin melepas cita-citaku!”
Keinginan Rudel tetap tidak berubah. Sang raja terkesan akan keteguhan hatinya, dan ia berharap banyak dari kekuatan yang memancar dari matanya. Itulah mengapa sang raja tadi berkata demikian…
“Dimulai dari melindungi tahta kerajaan, hingga seluruh wilayah negara beserta rakyatnya. Itulah kewajiban seorang ksatria. Sejak awal, jawabanmu kontradiktif. . .Aku akan menunda perkara soal gelar bangsawan agungmu itu. Namun selama kamu belum mampu memberikan jawaban yang mampu memuaskan hatiku, aku tidak akan pernah mengizinkanmu untuk menjadi seorang dragoon, gelar bangsawan agungmu juga akan ditahan. . . cukup sekian pembicaraan kita hari ini.”
Seusai berbicara demikian, Raja Albach dan para ksatria pengawalnya pergi meninggalkan Rudel dan kawan-kawannya. Setelah sejenak memandang Rudel yang bersedih hati, Fina mengikuti ayahnya pergi meninggalkan ruang klinik.
~~~***~~~
[Terima kasih sudah membaca di meionovel.com (^_^) ]
~~~***~~~
Setelah raja pergi, Rudel pergi ke atap klinik. Di atap klinik yang sebesar rumah sakit itu, ia meminta kepada Izumi untuk membawanya ke sana. Hari sudah sore, dan angin bertiup kencang. Cucian yang dijemur di salah satu sisi atap mengeluarkan suaranya yang khas.
Dengan perban yang membungkus seluruh tubuhnya, Rudel hanya mampu sedikit menggerakkan jari-jemari tangannya. Duduk-duduk di bangku yang ada di sana, ia memikirkan kata-kata sang raja. Duduk di sampingnya, ada Izumi yang merasa khawatir.
. Izumi paham betul cita-cita rudel. Ia paham akan keteguhan niatnya yang bahkan rela mengesampingkan rakyatnya sendiri demi cita-citanya itu. Setelah berjuang sejauh ini, kata-kata sang raja tadi membuyarkan mimpi Rudel. Izumi sendiri tahu betapa banyaknya orang yang mampu Rudel selamatkan bila Rudel mengemban kewajiban sebagai penerus Keluarga Arses, dan ia juga paham bahwa kata-kata raja tadi ada benarnya, akan tetapi tetap saja. . .
“Rudel. . . kamu jangan bersedih.”
Dalam keadaan seperti ini, Izumi sungguh ingin mengabulkan apapun keinginan Rudel. Ia ingin menghiburnya, akan tetapi,
“Izumi, bagaimana aku harus bicara agar aku bisa keluar dari situasi seperti ini? Aku bisa saja memikirkan beberapa alasan yang masuk akal, tapi. . . aku masih belum dapat sebuah alasan yang benar-benar mengena.”
“… Rudel? Kamu berencana menipu raja!?”
“Menipu? Kata-katamu itu menyakitkan tahu! Aku tahu apa yang raja ingin katakan. . . tapi singkatnya aku hanya perlu berusaha menyelamatkan lebih banyak orang sebagai seorang dragoon daripada sebagai seorang bangsawan agung, kan? Aku akan menjadi seorang ksatria, seorang dragoon, dan aku akan menyelamatkan banyak orang!”
Dengan badannya yang penuh luka, Rudel kehilangan daya persuasifnya. Namun mendengar kata-katanya yang cukup meyakinkan, Izumi memandang Rudel dengan sebuah senyuman.
. . . Luecke, Eunius, dan kepala sekolah melihat mereka dari bayang-bayang di kejauhan. Mereka bertiga sedang menunggu saat yang tepat untuk memanggil Rudel yang sedang bersedih, namun Rudel sendiri ternyata. . . tidak, tidak hanya dalam kondisi bersemangat seperti yang sudah mereka duga, mereka juga tahu sendiri Rudel berusaha untuk mengelabuhi raja.
“Kamu tidak bisa begitu saja mengelabuhi raja!”
Bisik Luecke.
“Mengelabuhi raja, heh. . . ternyata ia berencana untuk melakukannya.”
“Kenapa kamu justru kelihatan penasaran, Eunius!? Rudel berusaha mengelabuhi raja negeri kita. Ayo kita hentikan dia!”
“Nggak perlu. Dan sudah tentu aku penasaran. . . Rudel sendiri yang bilang kan? Lagipula dia akan menyelamatkan lebih banyak orang sebagai seorang dragoon daripada sebagai seorang bangsawan agung.”
Sementara Eunius merasa tertarik dan Luecke mulai mendebatnya, kepala sekolah merasa lega melihat semangat besar Rudel. Dan ia juga merasa lega bahwa Rudel sudah memikirkan apa yang akan ia lakukan setelah menjadi seorang dragoon.
(Syukurlah kamu tidak kehilangan semangatmu…)
~~~***~~~
Setelah itu, Rudel menulis surat kepada raja. Surat itu berisi jawabannya atas pertanyaan raja, ketika ia membacanya, Raja Albach merasa sangat senang.
“Aku akan menjadi seorang dragoon yang dapat menyelamatkan lebih banyak orang daripada jika aku menjadi seorang bangsawan agung.:
Itulah jawaban Rudel kepada raja.
~~~***===***===***~~~
Kunjungi web kami yaitu meionovel.id