Dragoon Chapter 8 Bahasa Indonesia
Seekor monster berbentuk babi hutan raksasa; matanya bersinar merah mengerikan sewaktu monster tersebut meraung kencang. Dengan teman-teman sekelasnya yang tak sempat menuju ke belakangnya, Rudel menyalurkan Mana ke seluruh tubuhnya, menggunakan pedangnya untuk menahan terjangan monster tersebut. Dan Izumi yang mampu bereaksi cepat berusaha menebas monster tersebut dengan katananya, tapi…
“Ha! Sulit banget ditembus!”
Mata pedang katanya retak, dan tak mampu menahan terjangan, Rudel terhempas ke udara. Si monster menggesek-gesekkan kaki belakangnya ke tanah beberapa kali… sebelum sekali lagi menerjang Rudel. Rudel terhempas ke pohon, Rudel merasakan sakit menjalar ke seluruh tubuh.
“Kuh!”
Kali ini, Rudel menghindarinya dan menembakkan sihir kepada si monster. Sihir api dan angin dasar memang tepat mengenai sasaran, namun si monter tampak tak terluka sama sekali.
“Giliranmu!”
Mendapatkan kembali kuda-kudanya, Rudel berhadap-hadapan dengan si monster. Melihatnya, sejumlah murid merespon, menyerang dengan sihir, dan senjata yang mereka miliki.
Bersama memang lebih kuat… tapi si monster tidaklah selemah itu untuk ditaklukkan oleh murid-murid satu kelas yang kelelahan dan Rudel yang cidera.
Rudel masih belum menyerah. Dragoon adalah yang terkuat di Courtois. Artinya jika ia kalah ia takkan memiliki masa depan. Kekalahan seorang Dragoon akan menjadi kekalahan bangsa… itu yang ia baca dari buku.
Gading yang mencuat gagah dari rahang bawah si monster yang besar terarah kepada Rudel.
Dengan segenap tenaga yang tersisa, Rudel mengayunkan pedangnya. Hasilnya… taring si monster menyangkut ke tanah, tapi Rudel kalah dalam adu kekuatan, dan sekali lagi terhempas ke udara. Gadingnya patah, si monster mengamuk dan mendatangi Rudel. Sementara berdiri saja susah, menghindari terjangan si monster rasa-rasanya sudah tidak mungkin lagi.
“Baik, kalian cukup sampai di sini saja.”
Bersamaan dengan suara itu, para penjaga yang berada di belakang segera menyerang. Sihir mereka membakar si monster, pedang dan tombak mereka menyayat dan menikaminya… Rudel dan team-teman sekelasnya diperlihatkan betapa jauhnya beda kekuatan yang mereka miliki.
Itu semua berakhir dalam sekejap. Musuh yang membuat mereka sama sekali tidak berkutik… di hadapan para penjaga yang mengalahkannya dengan sekejap, hati Rudel penuh dengan rasa malu. Malu karena ilmu pedang dan sihir yang telah ia latih selama ini tidak berguna sama sekali, malu akan kenyataan bahwa ia kini mungkin telah mati bila tidak diselamatkan.
Itu semua sungguh amat menyesakkan Rudel.
~~~***~~~
“Mundur? Jangan bodoh gitu! Kita sudah sejauh ini, gak mungkin kita mundur gitu aja!”
Kata-kata Izumi kepada Rudel ketika ia berusaha bangkit berdiri: “Ayo kita mundur saja.”
Tak mampu melihat kondisi sekitarnya dalam rasa malu dan marahnya, Rudel menentang.
Rudel.
Izumi menundukkan kepala. Mungkin karena merasakan perasaan Rudel, ia tidak dapat berkata-kata lagi.
“Tinggal sedikit lagi… “
Benar, memang tidak jauh lagi dari titik tujuan… tinggal separuh jalan lagi. Mereka benar-benar tidak punya pilihan lagi kecuali mundur. Teman-teman satu kelas yang kelelahan dan Rudel yang cidera. Melanjutkan perjalanan akan membahayakan nyawa mereka.
Melihat Rudel, Basyle berpikir.
(Kenyataan adalah nyonya yang keras. Jika monster mengerikan itu tidak muncul, mungkin ia akan mampu mencapai garis finish… benar, sudah biasa seorang anak tidak mampu membuat keputusan yang jernih dalam keadaan seperti ini.)
Dari sudut pandang seorang penjaga, Basye sudah menentukan bahwa mustahil melanjutkan perjalanan, dan telah mengirim beberapa penjaga untuk memberitahu para guru di akademi. Tinggal meyakinkan Rudel untuk menyerah. Meyakinkan dirinya terus-terusan menjaga anak-anak akan sangat menyulitkan, ia sudah menyerah dalam menjual dirinya kepada Rudel.
Seorang tuan tanpa pertimbangannya sendiri adalah apa yang Basyle inginkan. Namun…
“K-kita bisa maju sedikit lagi, iya kan?”
“B-benar, kita masih bisa!”
“Tinggal sedikit lagi, ayo kuat, kuat.”
Melihat Izumi dan Rudel, teman-teman sekelas mengatakannya sesuai dengan pendapat mereka. Apakah itu untuk melindungi diri mereka, ataukah karena mereka memikirkan Rudel? Tidak ada yang tahu.
Tapi akhirnya Rudel mampu melihat bagaimana teman-teman sekelasnya. Saat itulah ia akhirnya sadar mereka tidak dalam kondisi untuk lanjut. Belum dengan yang cidera, senjata-senjata mereka sudah retak-retak, dan ia mampu melihat wajah-wajah kelelahan. Melanjutkan perjalanan akan membahayakan…
Rudel mengepalkan tangan kanannya kencang-kencang. Dan setelah beberapa saat, ia melepaskannya dan menyatakan…
“Teman-teman, kita… mundur.”
~~~***~~~
“Hmmm, ia ternyata benar-benar pantas.”
Di tempat terpisah, Basyle memberi penilaiannya soal Rudel. Melihat para bangsawan tetap bersikukuh adalah sebuah kejutan, tapi kenyataan bahwa Rudel memutuskan untuk mundur setelah melihat mereka juga patut dipuji.
Basyle dengan erat memegang gading si monster yang telah Rudel patahkan dengan tangannya.
Untuk beberapa alasan, sisa tubuhnya yang lain berubah menjadi kabut hitam dan menghilang. Hanya gading inilah satu-satunya bukti keberadaan si monster yang tak wajar tersebut… tapi gading tersebut tanpa sangat cantik bagi Basyle. Mirip seperti material kelas satu. Ia akhirnya menaruhnya di dalam tasnya.
Dari peraturan sekolah, ia tidak seharunya menyelamatkan mereka kecuali jika mereka berada dalam bahaya. Para penjaga tidak akan turun tangan kecuali para murid menunjukkan keinginan untuk ditolong. Ia tela menggunakan waktu itu untuk menolong mereka, tapi… ia tidak tahu apakah itu akan berdampak baik terhadap pekerjaannya.
Jika saja Rudel bersikeras sedikit lagi…
~~~***~~~
“Aku bilang aku bisa berjalan sendiri… “
Setelah menerima terjangan yang kuat, Rudel dipapah oleh Izumi dan Basyle untuk berjalan. Awalnya, ia memaksakan diri untuk berjalan sendiri, tapi badannya menjerit kesakitan. Badannya kecapekan dari penggunaan Mana, dan luka-luka di sekujur tubuhnya sungguh sangat menyakitkan.
“Jika kamu berjalan sendiri dan jatuh di belakang yang semua yang lain, apa yang akan kamu lakukan? Kita akan segera sampai, jadi pegangan saja sini.”
“Seperti yang diharapkan dari putra sulung keluarga Arses, tapi… badanmu sudah sakit semua.”
Izumi benar-benar khawatir, sementara Basyle berusaha menggunakan tubuhnya yang elok untuk mendekati Rudel… dipapah dengan bebagai maksud, ia sampai juga di ujung hutan.
Dilihat-lihat dari samping, itu sungguh pemandangan yang membuat cemburu. Para penjaga yang lain juga merayu-rayu para bangsawan untuk menggunakan jasa mereka.
Benar, ketika dilihat dari samping, nampak seolah-olah Rudel sedang dilayani oleh bidadari-bidadari cantik.
Dan nasib memang benar-benar sedang buruk-buruknya, kelasnya Aleist baru saja mencapai garis finish dengan kekuatan mereka sendiri. Melihat kelas Rudel yang hancur lebur, kelas Aleist mengejek-ejek mereka. Pencapaian mereka mencapai garis finish dengan kekuatan mereka sendiri telah membuat mereka sombong.
“Kalian orang pada menyerah? Ngapaian aja kalian di hutan yang enteng ini?”
“Betapa menyedihkannya. Mempermalukan para bangsawan saja… “
“Aleist, jaga omonganmu.”
Seseorang di kelasnya berteriak kepada Aleist. Bagi Aleist, ini adalah event di mana Rudel membuat kecapekan seluruh kelasnya. Ia memang ditakdirkan untuk kalah katanya, ‘Aku tahu dari awal kita tidak akan pernah mencapai tujuan’. Ia ingan kejadian yang muncul di dalam event. Dan Rudel dengan bunga-bunga cantik di kedua tangannya juga muncul di dalam event.
Dalam ingatan Aleist, si idiot Rudel menyerah, dipapah oleh penjaga yang cantik jelita dan perempuan paling cantik di kelas, ‘Izumi Shirasagi’, dan dengan keberaniannya berhasil keluar… ia mengingatnya dengan yakin.
Dalam event ini, sang protagonis akan tetap tidak terlibat. Tapi hasrat Aleist muncul. Ia ingin memberi Izumi dan si penjaga cantik kesan yang baik…
“Ketika kamu menyerah dan mundur, kamu mendapat bunga-bunga cantik di kedua tanganmu… Apakah kamu memandang rendah ini semua? Mengapa kamu tidak memikirkan masalah yang telah kamu ciptakan buat orang di sekitarmu?”
Dengan perkataan tersebut, ejekan dari kelas Aleist masuk terngiang-ngiang di dalam benak teman-teman sekelas Rudel. Ketika mereka mempertaruhkan nyawa mereka menghadapi seekor monster yang berbahaya dalam perjalanan… apakah memang perlu untuk mengolok-ngolok mereka?… Rudel bangkit dari bahu Izumi dan Basyle, maju ke hadapan Aleist.
“Memang benar kami mundur, tapi kami berhadapan dengan monster yang berbahaya. Dan aku mengerti aku sudah menyusahkan orang-orang.”
Rudel tahun ia telah membuat kelasnya kelelahan, dan lebih dari itu, ia telah memaksa mereka untuk lanjut. Tapi yang Aleist maksud adalah soal 2 gadis cantik.
“Hmmm, emangnya monster macam apa pula itu?”
Rudel menjelaskan kepada Aleist. Monster itu berbentuk babi hutan raksasa, dengan tubuh hitam, garis-garis putih, dan mata merah… Ketika ia selesai menjelaskan ciri-cirinya, Aleist tertawa terbahak-bahak.
“Nggak mungkin mungkin ada monster macam itu muncul di hutan, bego lu. Dengerin ya, jika monster macam itu memang ada, event macam ini nggak mungkin diadakan. Kamu itu cuma malu-maluin dirimu dengan cuma mengada-ada tanpa memahami bukti yang ada.”
Ketika ia selesai bicara, Aleist memandang Izumi dan Basyle sebelum meninggalkan mereka. Wajah keduanya seolah ingin berkata, orang ini ngomong apa sih?
“A-aku minta maaf Rudel.”
“Kita akan coba berjuang lebih keras lagi nanti.”
“Karena mereka nggak percaya… apa aku harus njelasin kepada para guru?”
Saat Rudel masih berdiri berdiam diri, teman-teman sekelasnya menghiburnya. Tapi Rudel terkejut melihat kelas Aleist tidak mengalami cedera serius sama sekali. Sementara kelasnya cidera hanya dengan berjalan menembus hutan… Rudel hanya mampu menahan rasa malu.
Harusnya ia mampu membuat persiapan lebih. Jika saja ia mulai mengumpulkan informasi dan perlengkapan sejak penunjukan dirinya sebagai pemimpin kelas… Rudel berbalik menghadap teman-teman sekelasnya. Ia memandangi mereka semua.
“Semuanya, kali ini adalah kecerobohanku. Aku minta maaf… tapi kalau kalian masih mengizinkanku untuk menjadi pemimpin pada kesempatan berikutnya, aku pasti akan membawa kelas ini sampai tujuan. Tidak, kita akan menjadi yang pertama! Kesempatan berikutnya, kita akan menarget jadi juara satu! Jadi bisakah kalian memberikan kesempatan berikutnya kepadaku… Aku tahu aku meminta terlalu banyak, tapi tolong!”
Ketika Rudel menundukkan kepala, yang lain merasa bingung. Mereka yakin ia akan menyalahkan mereka semua… satu demi satu mereka menyetujuinya. Tentu saja, yang pertama adalah Izumi.
~~~***~~~
Kunjungi web kami yaitu meionovel.id
Njirr…..