Dewa Memasak – Bagian 101: Resep cerminan diri (4)
Maksud dari kata-kata itu cukup jelas. Alis Jo Minjoon bergetar, mau tak mau, dia sangat tercengang karena dia tidak pernah berpikir bahwa situasi seperti ini mungkin terjadi. Dia merasa tatapan Chloe memang hangat dan lembut hingga terasa aneh. Namun, dia tidak pernah terpikir bahwa itu adalah perasaan kasih sayang dari seorang wanita terhadap pria karena Chloe lembut pada semua orang. Dia tidak ingin menjadi temannya yang bodoh yang salah paham dengannya.
‘Pada akhirnya, aku teman yang bodoh.’
Saat dia berusaha untuk tidak salah mengartikan, dia tidak bisa tahu hal-hal yang bahkan bisa dilihat jelas dengan mata. Jantungnya berdegup kencang. Apakah ini hanya karena dia terkejut, ataukah karena ada perasaan yang sama terhadap Chloe…Dia bahkan tidak tahu tentang dirinya sendiri karena situasi ini sendiri sungguh tidak familier baginya.
“Itu bukan sesuatu yang ingin segera aku lakukan.” kata Chloe berkata hati-hati.
“Apapun jawaban yang kau berikan padaku, kita tidak bisa segera menjalaninya karena realitanya seperti itu. Maaf yaa. Aku tidak bisa menahannya lagi karena jika kita berpisah tanpa aku mengatakan apapun, aku tahu itu akan berakhir. Setidaknya, jika aku mengatakannya padamu…” Suara Chloe mengecil.
Keheningan yang canggung menghampiri mereka. Jo Minjoon hanya melihat wajah Chloe. Karena berolahraga, kulitnya tidak kendur, tapi bukan berarti mentalitasnya juga tidak kendur. Pada dasarnya Chloe orang yang lembut. Bohong jika Jo Minjoon tidak ingin melindunginya…
Bibir Jo Minjoon bergetar. Dalam pikirannya, mulutnya terbuka beberapa kali, hendak mengatakan sesuatu. Akan tetapi, sebenarnya dia tidak bisa mengatakan apapun. Tidak mudah bagi Chloe mengungkapkan itu. Meski dia tidak tahu, Chloe akan merenungkannya, Chloe akan merasa takut sekaligus berekspektasi. Memikirkan masa-masa itu, memikirkan hatinya, Jo Minjoon tidak bisa memberi Chloe jawaban yang mudah.
“…Aku pernah berkencan dengan seorang gadis.”
Gadis itu bukan orang yang dia sukai pada pandangan pertama. Dia adalah gadis yang dia temui melalui koneksi teman. Dia seorang mahasiswi yang spesial dalam memainkan biola, dan seperti kebanyakan mahasiswi musik, dia adalah gadis yang tumbuh tanpa kekurangan meteri duniawi sedikitpun.
“Dia cantik, baik, dan pintar. Sejujurnya, dia tipe idaman semua pria, begitu pun bagiku. Dia tidak masalah, bukan?! Aku tidak merasa jantungku berdebar padanya. Meski aku masih memikirkan bahwa hal itu hanya terjadi dalam drama ataupun novel. Tapi bukan itu. Berbeda denganku, dia sungguh menyukaiku. Dia benar-benar tulus.”
Mata Jo Minjoon tergumpal seolah-olah dia menderita. Perlahan, dia lanjut berkata.
“Yang mencintai lebih sensitif terhadap perasaan yang lain. Seperti halnya aku tahu bahwa dia memperlakukanku dengan tulus, dia juga tahu bahwa aku hanya berpura-pura menyukainya. Tidak. Aku memang menyukainya karena dia adalah tipe orang yang disukai semua orang. Akan tetapi perasaanku padanya saat itu tidak akan begitu berbeda dengan perasaanku padamu saat ini. Oleh karena itu, kami berpisah…dengan cara yang sungguh tidak patut.” jelas Jo Minjoon senatural mungkin.
“Karena aku juga menyukaimu, maka aku tidak ingin membuat kesalahan denganmu.”
Pada akhirnya, apa yang dia utarakan adalah penolakan. Chloe memaksakan diri untuk berkespresi datar tapi dia mendengus dan menelan ludah. Jelas dia membuka matanya lebar-lebar untuk menahan air matanya keluar. Chloe mengangkat kedua tangannya menutupi mulut dan hidungnya, lalu dia berkata. Suaranya tidak berdaya dan bergetar seakan-akan dia terserang flu.
“Aku punya banyak hal untuk dikatakan…tapi menurutku, aku akan hancur jika mengutarakan padamu, tentang aku dan hubungan ini.”
“…Apapun yang kau bilang, aku tidak akan berubah.”
“Itu bukan masalahmu. Ini..adalah masalah perasaanku. Jadi, aku akan mengatakan satu hal. Tidak, aku akan meminta satu hal padamu dan mungkin, aku harus memohon padamu.”
Dia tidak menumpahkan air matanya. Sepertinya, dengan putus asa, dia ingin menghindari terlihat menyedihkan bahwa matanya yang dia buka lebar-lebar berkilau dengan jelas. Tentu, akan tampak seperti itu karena ada air mata terkumpul di matanya…itu harga diri terakhir yang Chloe punya untuk tidak ingin menunjukkan dirinya pada Jo Minjoon.
“Hanya sekali. Boleh aku memelukmu? Bukan, maukah kau memelukku…?”
Berapa banyak orang yang akan menolak setelah mendengar permintaan seperti itu? Setidaknya Jo Minjoon tidak menolaknya. Tidak, mungkin jika bukan Chloe, dia mungkin menjawab bahwa dia tidak mau. Namun, Chloe juga orang yang berharga bagi Jo Minjoon. Meskipun bukan sebagai wanita, dia adalah orang yang dia inginkan untuk bersamanya dalam hidupnya.
Jo Minjoon perlahan melangkahkan kakinya. Chloe, yang duduk dihadapannya, melihat wajahnya. Wajah Chloe yang gugup sepertinya akan meledak karena menangis. Jo Minjoon memeluk Chloe. Dia memeluk pundak Chloe yang kecil dan kencang juga lembut. Nafas Chloe terembus di sebelah kanan lehernya yang terluka . Perasaan yang membuatnya serasa terbakar, apakah hanya karena nafas Chloe?
Chloe mungil, jadi bukan karena tinggi badannya. Meskipun dia tidak setinggi Kaya, tinggi Chloe hampir sama dengan wanita pada umumnya, tetapi dia mungil. Alasannya hanya satu., saat ini, dia bukan chef Chloe yang handal juga bukan Chloe yang lembut pada semua orang.
Tangan Chloe merangkul punggung Jo Minjoon. Badan Jo Minjoon lumayan kurus, tapi cukup membuat para gadis merasa nyaman. Karena mereka tidak bisa saling bertatap muka, maka barulah saat itu, Chloe menumpahkan air mata yang dia tahan sejauh ini. Tentunya, Jo Minjoon tidak sebodoh itu untuk tidak menyadari bahwa air mata Chloe membasahi pundaknya, tetapi yang penting adalah dia tidak melihatnya.
Dia ingin mendapat pelukan ini. Dia ingin menjadi orang yang berada dalam pelukan ini seiring berjalannya waktu. Perasaan itu membuat Chloe memeluk Jo Minjoon semakin erat. Dia baru saja ditolak, tetapi jantungnya berdebar semakin keras saat tangan Jo Minjoon berada di punggungnya.
Jo Minjoon meletakkan pipinya di rambut Chloe. Jo Minjoon bisa merasakan dengan jelas dari atas rambutnya, kulitnya yang lembut, debar jantungnya, dan suhu badannya yang meningkat. Itu sangat disesalkan. Jo Minjoon ingin menghiburnya tapi satu-satunya hal yang bisa dia lakukan adalah menepuk-nepuk punggungnya.
Kau tidak akan tahu apa yang mereka rasakan saat mereka saling berpelukan. Mereka mungkin merasakan sakit dan penyesalan, atau mungkin kedamaian dan optimisme di antara panas tubuh mereka. Hal yang pasti saat mereka saling melepaskan pelukan adalah wajah mereka tidak tenang. Jo Minjoon meminjamkan sapu tangannya. Chloe buru-buru mengusap air mata dengan sapu tangan.
“Maaf. Aku sungguh menyedihkan, bukan?”
“Tidak akan ada hari di mana kau terlihat menyedihkan bagiku. Justru, aku…”
“Tidak. aku juga sama, jadi jangan katakan itu. Sebenarnya…Jika kau menerimaku, itu justru membuat gelisah.”
Dengan samar, Jo Minjoon bisa menebak maksud Chloe. Dia telah mengatakan dengan mulutnya sendiri, meski mereka punya perasaan yang sama, mereka tidak bisa bersama-sama. Negara yang mereka tinggali berbeda, hanya untuk saling bertemu saja akan sulit, jadi, jika itu berlanjut, itu tidak akan benar-benar berlanjut menjadi nyata.
Jo Minjoon berbaring di sofa dengan postur yang sama. Mereka memandangi atap yang bahkan tidak ada polanya, lalu Chloe bergumam.
“Hidup ini sungguh sulit. Kau melakukan ini dan ini sulit, lalu melakukan itu dan ternyata juga sulit.”
“Iya.”
“Akankah suatu hari nanti akan mudah?”
“Jika kau mendapatkan semua yang kau inginkan, akankah itu menjadi lebih mudah?”
“Hal yang aku inginkan hanya ada dua. Restoran Dan… Tapi sekarang aku bahkan tidak punya restoran dan aku bahkan bukan chef yang baik. Aku ingin mendapatkan keduanya. Tidak. Aku pasti akan mendapatkannya. Kau dan memasak. Aku janji.”
“…Jangan menjadi tidak masuk akal.”
“Tidak. Itu impianku. Semua impian akan jatuh saat pertama kali. Jika aku tidak berhenti, hari itu juga akan tiba.”
Percakapan berhenti sampai disitu. Mereka berdua memandangi lampu yang berfloresens yang bersinar di atap, seolah-olah mereka memandangi bintang di langit malam selama sekian lama. Kaya, yang datang setelah menghajar Anderson yang berdosa, ngos-ngosan sambil mengerutkan dahi. Dia melihat mereka berdua.
“Apa yang kalian lakukan?”
“Fotosintesis.”
“Fotosintesis di bawah matahari. Aku tahu soal itu.”
Kaya menyadari bahwa Jo Minjoon ada di sebelah Chloe yang sebelumnya tidak. Namun, dia tidak membahas hal itu. Dia berkata dengan suara marah.
“Si brengsek Anderson, dia bahkan sengaja berbohong padaku hanya untuk bercanda denganku. Sekarang aku tahu dia penipu..”
Anderson muncul sambil terpincang-pincang. Chloe mengirimkan tatapan berterima kasih sekaligus minta maaf, tapi Anderson hanya duduk seolah-olah tidak terjadi apa-apa dengan wajah tidak bersalah. Samar-samar Jo Minjoon bisa tahu situasi yang terjadi.
“Anderson. Kau seekor rubah?”
“Pastinya bukan beruang.”
Mendengar jawaban Anderson, Jo Minjoon tertunduk malu. Kaya menajamkan matanya lalu berkata.
“Ada apa ini? Sepertinya ada sesuatu yang hanya aku yang tidak tahu.”
“Aaah. Bukan apa-apa.”
“Kau akan mengecualikan aku? Apa itu? Ceritakan padaku.”
“Aku bilang bahwa tidak ada apa-apa.”
“Aku akan menahannya hari ini karena Chloe.”
Mereka tidak punya banyak waktu untuk bersama-sama. Oleh karena itu, tidak seorang pun yang mengatakannya. Alih-alih mengatakan ini dan itu, mereka menghabiskan waktu dengan saling berpandangan. Di tengah-tengah, Kaya menyadari sesuatu yang aneh. Mata Chloe sering tertuju pada Jo Minjoon, ada kehangatan yang tidak muncul saat dia menatap ke yang lain.
“…….Aah.”
Kaya berusaha menghapus apa yang dia pikirkan di kepalanya. Mungkinkah seperti itu, pikirnya. Kenapa? apa yang begitu spesial dari Jo Minjoon? Tentu, wajahnya lumayan, karakternya bagus, dan dia juga punya sisi yang cukup maskulin..
Dia menggelengkan kepalanya. Tidak lama kemudian terdengar teriakan staf.
“Tidak banyak waktu menuju jadwal penerbangan. Kau harus pergi sekarang.”
Itu kata-kata yang tidak berperasaan, tapi apa boleh buat. Mereka semua pergi ke halaman. Betapa jengkelnya mereka karena mobil terparkir tepat di dekat pintu masuk. Chloe memainkan lidahnya lalu melihat mereka berdua.
“Kita berpisah di sini. Semuanya…terima kasih.”
“………Chloe.”
Kaya memeluk Chloe tiba-tiba, dan Chloe mengusap punggungnya. Chloe berbisik dengan suara tenang.
“Baik-baik yaa. Kaya, aku akan mendukungmu.”
“Iya…….”
Kaya menjawab dengan suara yang terdengar seperti dia akan menangis. Chloe, yang juga memeluk Anderson, melihat Jo Minjoon dan tersenyum sedikit.
“Sekarang, aku justru tidak bisa mengatakan hal yang paling penting.”
“… Apa?”
Chloe memeluk Jo Minjoon alih-alih menjawabnya. Dan setelah berdiri di ujung kakinya, dia menempatkan dagunya di bahu Jo Minjoon lalu berbisik.
“Aku sungguh menyukaimu.”
Suara sangat pelan hingga hanya Jo Minjoon yang bisa mendengarnya, tapi itu lebih jelas dari pada apapun. Chloe, yang mundur dua langkah, tersenyum dengan manis dan berkata.
“Banyak hal akan berubah seiring waktu, tapi setidaknya ada satu yang tidak akan berubah.”
Jo Minjoon tidak menjawabnya. Chloe masuk ke dalam mobil. Jendela mobil diturunkan dan Chloe mengeluarkan kepalanya dan tersenyum ceria.
“Aku tidak bisa mengatakan pada masing-masing agar menang, tapi masakan kalian adalah yang terbaik. Bersemangatlah.”
“Soal memasak, kau akan terus melakukannya, kan?” tanya Kaya.
Chloe melihat Jo Minjoon sejenak lalu menjawab.
“Aku baru menyadari bahwa hidup tidak berjalan sesuai yang diharapkan, dan impian juga tidak bisa menjadi kenyataan seperti yang diharapkan. Impianku saat ini adalah di dunia memasak meski beberapa orang telah membuang impiannya…”
Chloe tersenyum.
“…Mereka tidak bisa membuang impian mereka.”
< Resep cerminan diri (4) > Selesai (PR Note: Aku sedih untuk Chloe…)