Dewa Memasak – Bagian 104: Gaya memasak (3)
“Hanya karena kalian harus memasak untuk keluarga kalian, bukan berarti kalian harus melupakan kami. Kalian harus menyajikan hidangan yang tidak hanya enak bagi keluarga tetapi juga hidangan dengan nilai tinggi yang bisa membuat kalian bertahan dari misi ini.”
Jo Minjoon menghirup nafas. Misi ini adalah yang paling merugikan baginya. Pada kasus Kaya dan Anderson, mereka hanya perlu membuat makanan keluarga, sedangkan Jo Minjoon harus membuat makanan keluarga ala Korea.
Untuk memuaskan para juri…kesimpulannya, ini bukan misi yang mudah. Tentu jikalau keluarganya adalah epicurean, mereka bisa mengabaikan bahan-bahan yang mereka suka atau tidak suka seperti tofu dan kue beras pada poin tertentu…
Ini adalah misi yang tak pernah terpikir olehnya karena pada kejadian sebenarnya, misi ini tidak ada. Apa ini karena efek kupu-kupu? Keberadaanya itu yang mengubah takdir jalannya misi… Hal itu membuat dirinya merasa bangga tetapi juga bukan sesuatu yang patut di sambut.
“Kiya, semhanghat!”
Saat Jo Minjoon menoleh untuk melihat ke sumber suara gagap, dia melihat Gemma mengepalkan tangannya. Hal yang membuat dia sedih adalah tangannya tidak terkepal secara penuh, jari tengahnya masih menonjol di antara jarinya yang lain tetapi Kaya tersenyum dengan ceria, lebih ceria dari sebelumnya. Dari wajahnya, terlihat bahwa Kaya tidak malu sedikit pun dengan adiknya yang cacat.
“Aku akan buatkan kau makanan yang benar-benar enak. Percayalah.”
“A ahu, pcayha!”
Saat Gemma memberi semangat, semua keluarga yang lain merasa bahwa mereka juga harus memberi semangat. Kemudian Jo Ara berteriak “Oppa, kau pasti bisa.”. Sedangkan orang tua Anderson, Fabio dan Amelia saling berpandangan dengan tatapan kosong. Amelia berkata dengan suara arogan.
“Apa yang kau lakukan dan tidak memberi semangat?”
“Bukankah semangat dari ibu akan lebih kuat dari pada semangat dari ayah?”
“Dulu melihatmu sungguh menyedihkan, makanya aku mau menikah denganmu, tetapi jika kau bersikap seperti itu di sini, sekarang aku merasa kesulitan.”
“Apa? Kau yang melamarku duluan. Sulit untuk mendistorsi kebenaran seperti ini di siaran.”
“…Aku tidak masalah tidak diberi semangat, jadi kalian diam saja.” kata Anderson lelah.
Anderson berpikir bahwa dia akan terbebas dari pertengkaran pasangan selama dia berada di Grand Chef.
“Kalian masih tetap sama. Fabio, Amelia. Putramu memanjat hingga mencapai 3 besar di kompetisi ini. Apa yang kalian pikirkan?” kata Joseph sambil menyeringai.
“Aku berencana membuatnya mandiri jika dia tidak bisa menang.”
“Haa, lalu kalau dia menang?”
“Aku tetap akan membuatnya mandiri karena dia pasti bisa berjalan di jalurnya sendiri. Itu bergantung pada pilihanku apakah itu akan menjadi kemandirian yang bagus atau tidak.”
“Bagaimana menurutmu, Anderson?”
“Jika mereka berdua menginginkan aku mandiri, apa perkataanku penting? Aku pun sudah mandiri.”
Tatapan Amelia berubah tajam. Anderson merasa terintimidasi lalu memalingkan wajah. Lalu lanjut berkata dengan suara pelan.
“Terlepas dari apa yang dipikirkan orang tuaku, aku akan membuktikan diriku dalam kompetisi ini. Tidak hanya untuk mendapat kemandirian, tetapi karena aku ingin berdiri sendiri.”
“…Bukankah itu berarti pada akhirnya kau ingin mandiri?”
Mata Anderson gemetar sejenak. ‘….Itu sama saja’ Pipi Anderson memerah seolah-olah dia malu. Dia berdehem lalu melihat ke arah yang lain.
“Aku harus merancang resep. Jangan ganggu aku.”
“Maaf, Joseph. Anderson masih seperti anak kecil.”
Mendengar kata anak kecil, Alis Anderson berkerut, tapi dia tidak bereaksi apa-apa karena sudah jelas, jika dia mengatakan sesuatu, itu hanya akan membuatnya lelah. Dalam arti yang sama, Amelia adalah lawan yang lebih sulit dari pada Kaya karena dia adalah seorang ibu yang membuatnya lebih lelah dari pada lawanmu. Betapa kejamnya kehidupan ini.
“Makanan apa yang Anda ingin Jo Minjoon buat untuk Anda?” tanya Emily sambil mendekati Lee Hyeseon dan Jo Ara.
Juru bahasa membisikkan kata-kata di telinga mereka lalu Jo Ara berkata. Dia menjawab dalam bahasa Inggris, tetapi aksennya berantakan hingga membuatmu merasa sebaiknya dia tidak perlu berbicara dalam bahasa Inggris.
“Sejujurnya, aku tidak keberatan. Uh, mmm……. Apa yaa itu? Bidang makanan…Oh bukan bidang, maksudku jenis makanan, apa yang mungkin oppa dan mmm…”
“Katakan saja dalam bahasa Korea.” kata Jo Minjoon sambil menyeringai melihat tatapan Lee Hyeseon pada Jo Ara dengan tanpa senyum.
Di Korea, tatapan itu berati bahwa Jo Ara mungkin harus mengikuti les bahasa Inggris saat pulang ke Korea nanti, pikir Jo Minjoon. Jo Ara berkata dengan suara putus asa dan dalam bahasa Korea kali ini.
“Di rumah kami, tidak ada batasan tentang makanan, jadi kami tidak masalah dengan hidangan apapun yang oppa buat. Meski bukan makanan keluarga, kami tidak masalah dengan itu. Tentu, menurutku, hidangan perancis yang tampak mewah terlalu berlebihan bagi kami…”
“Jadi, dia bilang begitu. Minjoon, bagaimana menurutmu tentang ini?”
“Aku akan mengingatnya.”
Jo Minjoon menjawab singkat. Sisanya adalah keluarga Kaya. Alan ingin mengatakan sesuatu lalu melihat Gemma sejenak. Dia menggerakkan dagunya karena berdiri susah baginya, lalu dia bergerak memiringkan badannya hingga tampak seperti metronom. Alan mendekat lalu bertanya dengan ramah.
“Apa kau suka masakan Kaya?”
“Iyah, ahku phali sukha mhasakhan Khaya..”
Grace memukul kepala Gemma pelan yang menjawab seperti itu. Entah karena dia merasa bersalah dan sedih hingga seperti itu. Wajah Grace terlihat penuh dengan rasa sakit dan kerja keras, yang juga terlihat pada kulitnya, bahkan senyumnya tampak susah dan sedih.
“Kaya memperlakukan Gemma dengan sangat baik. Oh tentunya padaku juga. Meski dia tampak ketus, dia anak yang benar-benar hangat dan lembut. Semuanya…aku akan suka jika kalian tidak salah paham dengan Kaya.”
“Kami tidak salah paham. Tidak ada seorang pun di sini yang tidak tahu bahwa Kaya punya hati yang baik.”
Anderson memasang wajah yang tampak seolah-olah dia mengatakan ‘aku tidak tahu sama sekali.’ Jo Minjoon menyeringai dan menepuk badan Anderson. Anderson melihat Jo Minjoon seolah-olah bertanya kenapa dia menepuk badannya, tetapi Jo Minjoon hanya menunjuk ke atas alih-alih menjawab. Amelia dan Fabio sedang melihat Anderson dengan ekspresi tegas. Anderson berkata dengan suara lelah.
“…Aku ingin kabur dari rumah.”
“Tapi ini bukan rumahmu.”
“Bebas dari perhatian orang tuaku. Bagaimana dengan Korea? Apa nyaman untuk ditinggali?”
“Entahlah. Bukankah semua tempat akan nyaman ditinggali jika kau punya keahlian, kecuali Africa atau timur tengah. Ayo berhenti mengobrol dan membuat resep.”
“Baiklah.”
Anderson berekspresi tertekan lalu lanjut menulis pada catatannya. Jo Minjoon menutup matanya lalu berkonsentrasi. Suara para juri dan para keluarga terdengar menjauh, segera setelah itu, dia tidak bisa mendengar apapun. Konsentrasi Jo Minjoon semestinya selevel lebih tinggi dari pada temannya di sekolah. Tidak sering, tetapi dia pernah menghafal 100 kata bahasa Inggris dalam 5 menit. Namun, setelah tes, tentu dia lupa dengan semua itu.
‘Aku harus menentukan gaya terlebih dahulu.’
Sejujurnya, sedikit tidak nyaman untuk memasak menu lengkap. Berapa banyak makanan keluarga ala Korea yang bisa dimakan pada saat seperti ini? Tidak hanya di Korea, bahkan dalam keluarga Amerika, mereka hanya menyajikan makaroni keju, pancake, dll. di tengah meja dan membaginya bersama keluarga.
Untuk menyajikan makanan Asia yang familier, dia teringat misi vegetarian terakhir. Meskipun para juri berusaha yang terbaik untuk bersikap objektif, pada akhirnya, para juri adalah orang-orang yang terbiasa dengan masakan barat. Mereka tetap merasa ada jarak yang tanpa disadari dengan masakan Asia.
Tapi pada akhirnya, hal yang paling sesuai dengan situasi ini adalah makan malam formal ala Asia. Tapi itu menjadi tidak masuk akal untuk membuat menu besar hanya dalam 2 jam.
‘Tidak, apa itu sungguh tidak masuk akal?’
Jo Minjoon melihat tangannya. Dia pun merasa sudah berkembang. Pertama kali dia datang ke Grand Chef dia bergantung pada kekuatan sistem, tapi sekarang, dia percaya diri mengklaim bahwa dirinya bisa memberi cita rasa yang enak pada masakannya. Bagaimanapun, dia termasuk 3 besar. Hanya karena tahu jawabannya, belum tentu semua orang bisa menyelesaikannya.
Dia berusaha untuk tidak menyadarinya, tapi apa boleh buat, dia tetap merasa rendah diri. Dibanding jalur yang lain, jalur yang dia sedang jalani sekarang, dia telah mengetahui jawabannya karena kekuatan yang telah diberikan padanya, dia berusaha untuk tidak menyadari itu. Aka tetapi, setiap kali orang-orang memuji indera pengecapannya yang mutlak atau kemampuannya untuk merancang resep, alih-alih bahagia, dia justru merasa terbebani.
Sekarang, dia ingin melepaskan beban itu. Dia ingin diakui sebagai chef dengan keahlian. Dia tidak membutuhkan pengakuan dari sistem ataupun juri. Dia membutuhkan pengakuan dari keluarganya. Pengakuan yang tidak bisa dia dapatkan hingga berusia 30 tahun.
‘Jika aku memasak masakan Korea, aku akan memasak makanan mewah.’
Jika orang-orang menganggap itu masakan Korea, beberapa orang mungkin akan berpikir bahwa itu mudah dan biasa saja. Akan tetapi, jika memasak masakan ala kerajaan, lain cerita. Jika dia memilih itu, tentu sensasi memasak untuk keluarga akan berkurang, tetapi dia berencana mengubah poin itu dengan cara mencari benag merah antara hidangan keluarga dan hidangan ala kerajaan.
Jo Minjoon mencampur dan mengolah resep di kepalanya. Barulah saat itu, dia sadar bahwa keahliannya telah meningkat. Sistem yang mengevaluasi resep, tetapi dia sendiri yang merancang resepnya hingga dia merasa bahwa dia semakin terbiasa dengan itu. Yang paling utama, hampir tidak pernah resepnya gagal karena skor terendah dari resep yang dia rancang adalah 6 poin.
Bahkan memikirkan resep 8 poin tidak begitu sulit baginya, hanya saja, itu membutuhkan waktu yang lama karena standar skor adalah kombinasi waktu, dedikasi, teknik, dan kreativitas. Jadi, semakin lama dia merancang resep, skornya semakin bagus.
Tapi tidak banyak hidangan yang bisa dia buat sembari membuat hal yang lain dan mendapat 8 poin hanya dalam 2 jam. Hal pertama yang terpikir oleh Jo Minjoon adalah menu makan malam Raja. Makanan raja. Jika menginginkan nuansa Korea, bukankah itu hidangan yang ideal? Namun, dia tidak bisa melakukannya. Secara realistis, bagi satu orang untuk membuat 12 hidangan dalam 2 jam jelas tidak mungkin.
Tidak, hanya membuat hidangan camilan saja yang mungkin bisa dia lakukan. 12 hidangan tidak termasuk nasi, sup, dan hidangan kukus. Memikirkan semua itu, sulit sekali jika hanya mempunyai satu badan. Kau tidak akan tahu apakah bahan-bahan yang lain telah disiapkan…dan yang paling utama, dia hanya punya 4 kompor.
Oleh karena itu, hal yang terpikir oleh Jo Minjoon adalah 5 menu makanan. Macam-macam sayuran tidak membutuhkan begitu banyak waktu, jadi dia berpikir bahwa dia mungkin bisa menyelesaikannya. Dia tidak berpikir bahwa dia hanya membuat hidangan pendamping ala Korea. Seperti yang Jo Ara katakan, hanya karena mereka orang Korea, bukan berarti bahwa mereka selalu makan makanan Korea di rumah mereka. Hal yang paling penting adalah perasaan. Perasaan yang diberikan oleh makanan ala Korea. Jika dia fokus dengan itu, maka tidak akan masalah entah itu hidangan ala Jepang atau China.
Normalnya, dia seharusnya bisa mengatur resep lebih cepat dari yang lain, tapi hari ini dia tidak bisa melakukannya. Hal itu tak terhindarkan karena jika proses merancang 5 menu dengan memperhitungkan skor masakan dan skor komposisinya mudah, maka dia tidak akan menjadi peserta tapi menjadi juri.
Lee Hyeseon melihat Jo Minjoon. Meskipun Jo Minjoon adalah putranya, ini adalah pertama kali dia melihat putranya begitu berkonsentrasi, agaknya dia tidak pernah melihat Jo minjoon berkonsentrasi pada hal lain selain memasak, mau tak mau, dia mendukungnya. Akan tetapi, dia merasa aneh.
‘…Benarkah kau menyukai ini? Jalur ini.’
Dia merasa sedih. Bukan karena putranya memilih jalur menjadi chef, tetapi itu memang salah satu yang mebebaninya. melainkan karena saat membuat keputusan, Jo Minjoon mempertimbangkan dan berhati-hati mengenai keadaan orang tuanya, alih-alih bersandar pada mereka. Mungkin itu bisa diartikan dia telah dewasa. Orang tua selalu berdoa suatu hari anak-anak mereka bisa dewasa, tetapi saat hari itu tiba, mereka justru menitikkan air mata tanpa sepengetahuan orang lain.
Saat dia terus menatap Jo Minjoon dengan jantung berdebar, misi dimulai dengan aba-aba dari para juri. Lee Hyeseon dan Jo Ara terus memperhatikan Jo Minjoon memasak. Mereka bahkan terpukau pada kecepatan Jo Minjoon dalam membawa bahan-bahan dibanding peserta yang lain. Segera setelah itu, mereka sungguh terkejut saat dia mulai menggunakan pisau.
Dia jelas berbeda dengan saat di Korea. Dia punya stabilitas dan kecepatan. Saat mereka menonton Jo Minjoon memegang pisau dalam siaran, mereka ragu apakah produser mengubah kecepatan siaran, padahal tidak. Seperti halnya kemampuan menggunakan pisau menjadi tolak ukur untuk melihat keahlian seseorang, mereka sungguh terkejut dengan keahlian Jo Minjoon.
“Mom, kapan oppa berlatih kemampuan itu?”
“Entahlah.”
Suara mereka berdua tidak sampai terdengar oleh Jo Minjoon, sebagian karena mereka tidak berbicara dengan suara keras, dan sebagian besar karena Jo Minjoon berkonsentrasi penuh saat memasak. 5 menu hidangan merupakan kombinasi komplit antara nasi, sup, rebusan, kimchi, acar sayur, sayuran goreng, dll, dan Jo Minjoon tidak keberatan dengan itu, bahkan dia tidak ingat persisnya konten dari 5 menu yang dia buat. Dia tidak membutuhkannya karena tidak akan ada seorang pun yang akan membuatkan mereka 5 menu hidangan.
Hidangan yang dimasak Jo Minjoon tepatnya 8, yaitu nasi putih, sup daging dan lobak, (소고기무국), yang dididihkan dengan metode Taiwan yang mengandung daun parsley Jepang dan bumbu lain, rebusan gochujang, neobiani panggang dengan kecap yang dicampur dengan saus madu, paha ayam yang direbus dalam saus masala buatan sendiri dengan sayuran umbi-umbian, gorengan ikan dengan saus cabai buatan sendiri, tumis bok choy, dan japchae sayur. Sebenarnya, neobiani bisa dianggap sebagai hidangan utamanya, tetapi yang penting adalah kombinasi rasanya.
Skor komposisiya bagus, 9 poin, dan skor masakan rata-ratanya adalah 7,3. Meski tidak sempurna, Jo Minjoon telah berusaha yang terbaik dengan sepenuh hati. Oleh karena itu, saat dia mendengar suara Joseph, dia hanya bisa berdiri dengan teguh lebih dari biasanya.
“Ini perjalanan yang panjang. Mungkin, kompetisi ini sendiri bisa menjadi langkah pertama dalam hidupmu, tapi bagi seseorang yang bertahan sampai akhir, itu tidak berarti hanya satu langkah, tetapi 5 atau bahkan 10 langkah.”
“Terlepas dari hasil pada hari ini, kau bisa menjadi chef yang handal. Alasannya sederhana, alih-alih memikirkan evaluasi terhadap hidanganmu, kepalaku penuh dengan pikiran untuk menikmati dan mencicipi masakanmu, masakan seorang chef yang bisa menjadi epicurean handal. Padahal chef yang aku ekspektasikan lebih, tidak banyak.” lanjut Emily.
Jo Minjoon mendongak sejenak tanpa berkata apa-apa. Dia melihat senyum gugup ibu dan adiknya. Elevator terakhir untuk destinasi akhir hampir datang. Satu, dua, tiga.
“Kami akan mulai mengevaluasi.”
Kemudian pintu terbuka.
< Gaya masakan (3) > Selesai