Dewa Memasak – Bagian 105: Gaya memasak (4)
Sebuah meja ditempatkan di depan Lee Hyeseon dan Jo Ara. Meski sulit dikatakan bahwa itu adalah hidangan 5 menu, setidaknya, itu mencerminkan masakan ala Korea.
Tidak hanya di depan mereka, di depan Grace dan Gemma, serta Fabio dan Amelia, makanan diletakkan di atas meja untuk disajikan pada mereka. Yang menarik perhatian adalah hidangan buatan Kaya.
Semua hidangan Kaya sederhana dan tidak jelas. Salah satunya adalah rebusan yang berisi semua bahan mahal dan jarang dimasak, selain itu ada juga daging lobster tumbuk yang diletakkan di atas cangkangnya dan dilengkapi saus putih dan sayuran, serta keju mozarella di atasnya. Ada daging T-bone yang luar biasa besar hingga perlu banyak orang untuk menghabiskannya. Ada udang yang besar, kepiting yang besar, kerang laut dengan jamur sarcodon, minyak tagliatelle dengan paprika, dan kue sifon stroberi berukuran besar.
Melihatnya sekilas, kau akan bertanya-tanya apakah ada momen spesial, tetapi kau hanya bisa tertawa saat melihat bahan-bahannya karena semuanya adalah bahan-bahan yang mahal dengan ukuran yang sangat besar. Tampak jelas bahwa Kaya ingin membuat hidangan yang mahal dan enak untuk keluarganya. Alan terpaksa tertawa.
“Kaya, apa menurutmu keluargamu bisa memakan semua ini?”
Kaya menghindari tatapan Alan dan menggenggam erat apronnya seolah-olah dia juga menyadari bahwa dia telah bertindak terlalu jauh. Dia tidak punya banyak kesempatan untuk memberikan Grace dan Gemma hidangan yang enak. Kaya pun berusaha keras, tetapi makanan yang dibuat dari bahan yang murah dengan kualitas yang buruk tidak seberapa enak. Oleh karena itu, dia ingin menggunakan kesempatan ini dengan baik. Dia ingin memberi mereka hidangan yang lezat yang akan mereka kenang selamanya dan memberi mereka makanan lezat yang banyak hingga perut mereka serasa akan meletus. Beruntungnya, niat baiknya tersampaikan. Setiap kali Gemma meraih tagliatelle atau stik dengan gerakan garpu yang asal-asalan, dia tersenyum dengan ceria.
Jo Minjoon tidak melihat hidangan Kaya berlebihan, dia justru merasa sudah kalah, bukan dalam misi, melainkan soal hatinya. Kaya memikirkan keluarganya begitu hangat, siapapun tidak akan mengatakan kalau itu berlebihan. Terutama, skor masakannya pun tidak buruk. Tidak ada masakan yang skornya di bawah 7 poin. Tagliatelle dan stik 8 poin. Masakan lobsternya mendapat 9 poin. Meski skor komposisinya hanya 7, entah bagaimana tema dari hidangan-hidangan itu.
Masakan Anderson justru sebaliknya, hanya 4 menu, dimulai dengan sup kacang dengan roti inky yang dia panggang sendiri, gnocchi labu dengan salad dan keju, meatloaf yang dibuat dengan daging domba , dan crepe dengan selai kacang. Tidak luar biasa banyak, tapi saat kau melihat ke setiap hidangan itu, mau tak mau, kau akan berpikir bahwa itu hidangan untuk kelas atas. Tidak ada resep spesial dan dia hanya mengikuti resep dasarnya, tapi selama hidangan itu dibuat dengan keahlian Anderson maka tidak ada yang perlu diperbaiki. Hanya satu hal, tidak termasuk sup, semuanya 8 poin.
‘…Ini bahaya.’
Jo Minjoon menggigit bibirnya. Hidangannya tidak lebih buruk dari yang lain meskipun skor rata-ratanya lebih rendah karena hidangannya lebih banyak. Dia meraih 8 poin pada ketiga hidangan utama, dan tidak ada yang lebih rendah dari 7 poin kecuali nasi. Jika mereka bertanya apakah dia melakukan yang lebih baik dari pada Kaya atau Anderson, jawabannya tidak jelas.
Jo Minjoon mengulurkan tinjunya. Kaya dan Anderson yang berada di sebelahnya, memasang wajah bingung, namun perlahan mereka juga membalas mengulurkan tinjunya. Saat ketiga tangan mereka beradu, Jo Minjoon berkata.
“Ayo kita menang, kawan.”
Itu tidak mungkin. Salah satu dari mereka bertiga akan menyebrangi pintu eliminasi. Tidak ada satu orang pun yang tidak tahu kalau tidak semua bisa menang. Akan tetapi pada saat itu, Anderson dan Kaya mengangguk.
Kata menang tidak dimaksudkan mengenai misi, tetapi tertuju pada hal lain, bahkan Jo Minjoon tidak mengatakan maksudnya meski dalam hati. Itu hanya masalah perasaan. Perasaan ingin semua orang menang, dan untuk terus berjalan bersama-sama. Anderson dan Kaya bisa memahami itu.
“Setidaknya hari ini…”
Jo Minjoon membuka suara. Suaranya gemetar, terdengar penuh dengan kegugupan, ketakutan, dan resolusinya.
“Setidaknya, aku ingin menang hari ini, Lebih dari apapun.”
“…Kau bisa. Semuanya bisa.”
Kaya berbicara dengan suara yang benar-benar lembut, berbeda dari biasanya. Jika seperti biasanya, Anderson yang seharusnya berkomentar dengan suaranya, dia justru tetap diam.
Para juri mendekat. Sepertinya mata Alan tertuju pada Kaya, tetapi kemudian berpaling menatap Anderson.
“Aku akan mencicipi hidanganmu. Sebelum mengatakan evaluasi dari kami, mari kita dengarkan tanggapan dari keluarga. Fabio, Amelia. Bagaimana menurutmu hidangan buatan Anderson?”
“Yaa..Entahlah, aku bisa melihat poin kekurangan..”
“Meski begitu, dia putramu. Apa kau akan bersikap sekaku itu?”
“Ada satu hal tentang edukasi anak kami yang kita pikirkan saat kita menikah. Kita mengajarkan apa artinya diajari, dan berdoa untuk apa yang diharapkan. Yaa, hidangan ini tidak masalah dan citarasanya juga enak.” kata Amelia dengan suara tenang.
Berbeda dengan Fabio, yang memiliki rambut berwarna coklat, Amelia memiliki rambut pirang dan mata berwarna biru seperti Anderson. Tidak hanya warna, tetapi sikap mereka juga sama, yaitu sikap yang tidak terlihat ramah dan kaku secara keseluruhan. Matanya yang tampak arogan seperti mata kucing menatap tajam pada Fabio.
“Bagaimana menurutmu Fabio? Apa kau mempercayakan restoran kita pada anak itu?”
“…Entahlah. Menurutku tidak apa-apa untuk mempercayakan padanya menu sarapan, saat orang-orang tidak punya selera makan.”
“Jadi begitulah komentarnya.”
Alan mengangkat bahu seolah-olah tidak ada yang bisa dilakukan dengan mereka. Dia kasihan melihat Anderson.
“Jangan terlalu khawatir. Evaluasi dari keluargamu hanya evaluasi kedua. …Aku sungguh tidak tahu bahwa mereka akan mengucapkan kata-kata seperti itu. Aku khawatir kau akan merasa rendah diri karena ucapan keluargamu.”
“Aku sudah terbiasa.”
Anderson berkata dengan suara tenang, bukan karena telah mempertimbangkannya. Wajahnya yang sungguh terbiasa dengan itu tampak semakin kasihan. Alan melihat Fabio dan Amelia, lalu berkata.
“Jika aku lahir sebagai anak kalian, aku tidak akan berpikir menjadi chef.”
Fabio dan Amelia hanya saling berpandangan, alih-alih menjawab. Mereka sungguh pasangan yang sulit untuk ditangani. Joseph berdehem.
“Anderson, dalam artian khusus, kau adalah orang yang paling diuntungkan dalam misi kali ini. Alih-alih membuat makanan mewah yang biasa kau makan, membuat makanan yang lebih mewah lagi itu mudah bagimu. Kami menaruh ekspektasi tinggi padamu.”
“Iya. Aku paham.”
“Apa menurutmu kau bisa bersikap sesuai dengan ekspektasi itu?”
“Menurutku aku tidak pernah memasak sesuatu di bawah ekspektasi.”
Jo Minjoon mengangguk tanpa sadar menanggapi perkataan itu. Meskipun Anderson sudah pasti tidak mempunyai kekuatan untuk marah-marah, dia selalu memasak masakan yang sesuai dengan ekspektasi, bahkan mungkin lebih dari ekspektasi. Stabil dalam memasak makanan yang berkualitas dan enak seperti di restoran, yang kau harus membuat banyak hidangan, itu cukup memiliki makna tersendiri.
“…Kepercayaan dirimu bagus. Beruntungnya, menurut kami, hidanganmu juga sesuai dengan rasa percaya dirimu. Itu adalah masakan tanpa kekurangan dan desainnya juga tidak masalah. Aku pikir akan sulit untuk merasakan rasa asam pada komposisi hidanganmu, tetapi karena cita rasa masing-masing hidangan tidak berlebihan dan ditutup dengan crepes selai kacang, mulutku tidak terbebani sama sekali. Pengalaman dan keahlian dasarmu dapat terlihat dari hidangan-hidangan itu.” kata Joseph.
“Jika kau mempunyai orang-orang yang biasa membuatkan makanan ini untukmu di rumah, alasan untuk pergi ke restoran akan berkurang setengah. Ini adalah makanan yang membuatku berpikir seperti itu. Terima kasih, Anderson.”
Emily meneruskan. Anderson tersenyum sedikit. Dengan hasil evaluasi seperti itu, dia merasa sudah setengah menjauh dari jalur eliminasi. Setelah itu, giliran Kaya. Alan berkata sambil tersenyum sedih.
“Kaya, sejujurnya menurutku, perasaanmu terhadap keluargamu sangat terlihat dalam masakanmu. Perasaan ingin memasak lebih baik dan lebih enak dengan bahan-bahan yang lebih mahal. Masakan ini terlihat begitu tulus hingga membuatku berpikir seperti itu alih-alih fokus terhadap misi, kau lebih mementingkan keluargamu.”
Kaya melihat sekilas ke keluarganya yang berada di belakang para juri sambil tetap menutup mulut. Joseph berkata,
“Hal yang penting adalah hidangan itu tampak seperti kau mengambil bahan-bahan berukuran besar dalam jumlah yang banyak sehingga cita rasanya pun juga melimpah ruah. Karena semakin banyak bahan di dalamnya, maka cita rasanya semakin tidak terprediksi. Oleh karena itu, seperti dalam masakan China, mereka menumis berbagai macam sayuran dengan minyak dan saus. Kaya, pasta dan rebusan buatanmu mungkin mengandung kebiasaan dari masakan China. Apa kau terpengaruh oleh Chloe?”
“…Aku tidak berpikir seperti itu secara khusus dan sepertinya aku memang terpengaruh. Ada banyak waktu kita saling berbagi.”
“Menurutku, itu pengaruh yang bagus. Makanan keluarga, yang tampak seperti campur aduk, tetapi menurutku, kau menunjukkan pada kami apa itu kekayaan menu makanan. Menurutku, agak termaafkan bila aku mengatakan ini padamu…tetapi hidangan ini sungguh khas selera seorang ibu.”
Mendengar kata-kata itu, Jo Minjoon mengerutkan dahi sejenak, dan setelah dia menerima tatapan sengit dari ibunya, dia menundukkan kepalanya. Setelah komentar bagus terlontar terus menerus pada Kaya, para juri melihat ke arah Jo Minjoon. Dia berusaha berdiri dengan teguh dan memasang wajah baik-baik saja. Namun, jantungnya berdegup lebih kencang dari sebelumnya. Alan menyeringai lalu berkata.
“Minjoon, kau telah berpikir keras, bukan?”
“…Terima kasih telah menyadarinya.”
Jo Minjoon menjawab sambil setengah tertawa. Tidak ada misi seperti hari ini yang membuat dia berpikir begitu keras.
“Sebenarnya, aku tidak berekspektasi bahwa kau mampu memanjat sampai pada tahap ini. Aku juga masih berpikir seperti itu meski saat indera pengecapmu terungkap karena keahlian yang kau punya tidak begitu mengesankan untuk sampai 3 besar. Joseph berpikir kau memiliki potensi yang besar…potensi memang potensi. Apa ada satu dua orang jenius yang tidak mekar di dunia ini?” lanjut Alan dengan suara tenang.
Meskipun dia tidak mengatakan apapun, mata Alan yang biasanya bersinar, tampak lebih berkilat-kilat, lebih jelas dari sebelumnya. Jo Minjoon masih melihat mata dan mulut Alan. Dia menyimak apa yang Alan katakan dengan baik.
“Ini hidangan keluarga yang asing dan sekaligus luar biasa yang melampaui standard. Orang yang berusaha paling keras hari ini pastinya adalah dirimu. Reaksi dari keluargamu…”
Alan menoleh ke belakang. Lee Hyeseon dan Jo Ara tersenyum puas. Alan pun tersenyum, mirip seperti mereka.
“Seperti yang kau lihat.”
“Apa itu baik-baik saja? bukan…apa itu bagus?”
Jo Minjoon tidak bisa menahannya lagi lalu akhirnya bertanya. Dadanya gatal hingga dia tidak bisa melakukan apapun soal itu. Yang menjawab bukan Alan, melainkan Emily.
“Iya. Ini enak. Kau semestinya adalah peserta yang paling berkembang dalam kompetisi ini. Ini adalah masakan yang memperlihatkan perkembanganmu dengan sangat jelas. Masakan ala Korea…bukan, aku sebaiknya menyebutnya ala Asia. Komposisi masakan Asia, hidangan yang dibuat dengan meleburkan hidangan manca negara jadi satu. Jika masakan ini disajikan di restoran fusion Korea, tidak akan ada masalah.”
“Sebenarnya, pemahaman kami tentang masakan Asia tidak sebanyak itu dan mungkin, lebih rendah darimu. Hidangan yag kau buat kali ini hanya akan terbagi antara mana yang disukai dan mana yang tidak disukai jika disajikan di AS,seperti memilih rebusan gochujang alih-alih doenjang jjigae karena gochujang lebih diterima lidah. Itu pemikiran yang bagus. Jika kau ingin tetap memasak, kau hanya perlu memasak dengan baik apa yang ada di hadapanmu. Tetapi jika kau ingin menjadi chef kau perlu kemampuan untuk bisa mempertimbangkan selera orang-orang.”
“Kombinasinya juga bagus. Jika kau menunjukkannya satu per satu, kau bisa melihat beberapa poin kekurangan dengan matamu, tetapi kombinasi secara keseluruhan sungguh seimbang. Tidak ada cita rasa yang tumpang tindih dan tidak ada hidangan yang rasanya lebih unggul dan menutupi hidangan yang lain. Meskipun cita rasa sup lobak sedikit kuat…tapi tidak bertahan lama di mulut. Kau telah melakukannya dengan baik, Minjoon.”
Dia menerima komentar bagus dari ketiga juri. Sekarang, karena situasinya berubah seperti ini, para juri tampaknya berada dalam masalah lebih besar dari sebelum-sebelumnya. Namun, hasilnya tetap perlu ditunjukkan.
“Minjoon, bisakah kau maju ke depan?”
Para juri memanggilnya. Jo Minjoon melangkah ke depan dengan ekspresi tidak nyaman. Alan melihatnya tanpa ekspresi dan berkata.
“Dalam masakanmu…Aah, ini bukan hanya soal hari ini. Jika ada sesuatu yang kurang dalam masakanmu secara keseluruhan, menurutmu apa yang kurang?”
Jo Minjoon ragu sesaat. Pertama, dia berpikir bahwa keahlian dasar, tapi sejujurnya, keahlian dasarnya sudah terpoles. Jika ada sesuatu yang dia tidak punya, itu pasti warna khasnya. Kaya mengatakan padanya bahwa itu poin terkuatnya, tetapi…
“Apakah aku tidak punya warnaku sendiri?”
“Entahlah. Warna seorang chef, pada akhirnya berbeda bergantung pada orang yang memakan hidangannya. Yang paling utama, jika kau ingin menjadi chef dengan warna tertentu, itu tidak mungkin terjadi di usiamu, kecuali jika kau termasuk dalam sekelumit chef jenius di dunia ini.”
“Lalu, apa kekuranganku yaa…”
“Kau tidak kekurangan apapun.”
Alan menjawab dengan tegas.
“Justru, masalahnya adalah itu berlebihan. Pemikiranmu, yang aku maksud.”
Jo Minjoon tidak menjawab apa-apa. Alan menunjuk ke piring yang separuhnya telah kosong lalu berkata.
“Aku harus memuaskan keluargaku, menghapus kesan asing, dan harus memuaskan para juri. Pemikiran-pemikiran itu terlihat dalam masakanmu. Oleh karena itu, yang perlu ada dalam sebuah hidangan hanyalah esensi yang sederhana. Aku akan suka jika orang-orang yang makan hidanganku merasa bahwa hidanganku lezat. Pada misi vegetarian sebelumnya, kau membuat menu lengkap ala Korea. Pada saat itu, kami mengatakan padamu bahwa itu makanan keluarga, itu enak dan kami juga mengatakan bahwa itu sangat disayangkan bahwa tidak ada bagian utamanya.”
“Iya. benar.”
“Pada hari ini, ada cukup banyak hidangan utama. Hidangannya lezat dan komposisinya juga bagus. Akan tetapi, apa kau tahu kenapa aku membeicarakan hal ini?”
“…Aku tidak tahu. Tolong katakan jawabannya.”
“Aku akan mengatakannya lagi. Ada banyak sekali pemikiran dalam hidanganmu yang menunjukkan dengan jelas kegugupanmu. Memasak untuk keluargamu. Tentu kami pun mengatakan padamu untuk mempertimbangkan kami juga dalam membuatnya tetapi pemikiran-pemikiranmu membuat hidangan ini bukan untuk misi maupun untuk keluargamu. Tentu aku paham kesulitan dari situasimu. Kau boleh berpikir kalau aku tidak objektif. Namun, itu juga kelemahan yang harus kau atasi. Setiap kali kami menusukkan garpu, seharusnya kami tidak gugup, tetapi kami merasakan banyak pertimbangan. Apa kau tahu perbedaannya?”
Perkataan para juri kompleks dan tepat sasaran, tetapi Jo Minjoon sepertinya paham apa yang Alan berusaha katakan pada Jo Minjoon. Joseph berkata dengan suara pelan dan lemah lembut.
“Ada banyak orang yang bisa membuat hidangan yang lezat. Ada cukup banyak orang di Chicago yang mempunyai keahlian seperti Alan atau aku tetapi hanya sedikit orang yang bisa membuat hidangan yang baik, bahkan bagiku ini sedikit sulit. Minjoon, bisakah aku mempercayaimu bahwa kau bisa menjadi chef yang seperti itu?”
Wajah Jo Minjoon memerah. Dia merasa malu dan ingin menangis. Jo Minjoon berkata dengan suara yang bercampur dengan lendir.
“…Iya. Aku pasti akan menjadi chef yang seperti itu.”
“Sekarang, karena kau bisa mengatakan itu, aku bisa mengutarakannya dengan agak santai. Minjoon, ini bukan karena kau kurang tetapi hal itu terukir dalam hatimu bahwa kau masih belum sempurna dan teruslah berjalan ke depan.”
Tujuan akhir. Dalam setiap novel dan film, selalu ada akhir cerita. Jo Minjoon berharap akhir ceritanya juga menjadi akhir cerita Grand Chef. Namun….
“Kau sudah melakukan dengan baik. Silahkan tanggalkan lencana Grand Chef dan meninggalkan asrama.”
Tujuan akhirnya ada di sini.
< Gaya masakan (4) > Selesai