Dewa Memasak – Bagian 108: Biaya Arbitrase (3)
Hari berikutnya, tidak ada percakapan antara Jo Minjoon dan Kaya, bukan karena mereka tidak punya apapun untuk dikatakan, melainkan terlalu banyak emosi dan pikiran untuk disampaikan semuanya dalam waktu yang sesingkat itu. Jika mereka mengatakan sesuatu secara sembarangan mereka bisa tersesat dan berakhir di sana.
Oleh karena itu, Kaya hanya bisa memperlakukan Jo Minjoon dengan kasar. Jo Ara berbisikdi telinga Jo Minjoon.
“Oppa, apa kau melakukan kesalahan?”
“Tak usah bertanya.”
Mendengar suaranya yang muram sungguh tampak seperti mereka habis bertengkar. Pada masalah semacam ini, jika orang ketiga mengatakan sesuatu, tidak akan ada artinya.
Mereka berharap terjadi sesuatu sehingga bisa menghilangkan suasana ketidaknyamanan di antara mereka…tetapi sepertinya waktu tidak rela menunggu mereka. Staf mengatakan pada mereka bahwa tidak banyak waktu untuk mengejar pesawat dan pada akhirnya mereka hanya bisa pergi.
Jo Minjoon melihat asrma Grand Chef yang terpantul di kaca jendela mobil. Dia akan segera kembali tetapi…sebagai partisipan dan sebagai anggota, inilah akhirnya. Saat dia berpikir seperti itu, dia merasa tuli.
Sekarang saatnya berpisah. Jo Minjoon menunduk. Kaya dan Anderson melihat Jo Minjoon. Mereka akan berjalan di jalur mereka sendiri.
‘Aku juga… Aku pun tidak bisa mundur.’
Kakinya gatal.
–
#Apakah eliminasi Jo Minjoon hal yang sudah jelas, ataukah hal yang tak terduga?
Grand Chef sedang melangsungkan sesi ketiganya dan reaksi yang didapat sangat panas bahkan sulit untuk membandingkannya dengan sesi yang sebelumnya, sampai-samapai sesi ini disebut sebagai sesi terbaik. Alasan apa yang mungkin menjadi penyebab reaksi panas itu? Banyak penonton memilih karakter.
Dari ketiga peserta yang tersisa dengan karakter masing-masing yang begitu jelas, itu merupakan perkembangan Grand Chef yang cukup bagus bagi penonton dan staf. Oleh karena itu, banyak yang menyayangkan eliminasi Jo Minjoon karena penonton mencintai Jo Minjoon, kebanyakan dari mereka tidak menyukai proses dia tereliminasi.
Episode ke-16 ditayangkan 6 hari yang lalu dengan tema ‘memasak untuk keluargamu’. Dengan memikirkan tentang citra keluarga, itu adalah tema yang mungkin bisa diberikan sekali waktu. Akan tetapi, poin masalahnya adalah itu tema yang samar dan sungguh menjadi rintangan besar bagi Jo Minjoon.
Pertama, identitas Jo Minjoon yang merupakan orang asing yang datang dari Korea. Jadi, masakannya hanya bisa menunjukkan nuansa Korea dan terkesan asing. Sampai saat ini, para juri menunjukkan sikap yang cukup kritis terhadap hidangan asing, tidak terkecuali hari itu.
Alasan Jo Minjoon tereliminasi yang dikatakan oleh para juri adalah ‘kegugupan’. Bagaimana itu mungkin menjadi alasan bahwa Jo Minjoon lebih gugup dibanding dua peserta lain? Bukankah makanan yang tidak familierlah alasannya? Itu adalah opini publik. Sebenarnya, hidangan Jo Minjoon cukup berbeda dari hidangan formal ala Korea. Ini juga berarti bahwa Jo Minjoon memperhitungkan evaluasi dari para juri.
……..(elipsis)……….
Mereka mengatakan bahwa memasak memang penilaian pribadi seseorang tetapi kenyataannya adalah eliminasi Jo Minjoon sangat disayangkan. Mereka berharap Jo Minjoon terus berada di jalurnya untuk meringankan penyesalan itu.
Episode final Grand Chef sesi 3 akan ditayangkan pada 13 Juli pukul 7 malam, sebagai siaran langsung.
2010.07.07 – Angela Eve
“Apa orang ini lagi…”
Saat dia berpikir bahwa artikel yang dia baca cukup bagus, sering kali dia melihat nama penulisnya adalah Angela Eve. Dia sugguh berbeda dibanding Jesicca yang muncul entah dari mana saat misi di restoran waktu itu.
Jo Minjoon menghela nafas panjang. Nafas yang dia embuskan berbalik menghangatkan wajahnya karena dia memakai masker. Bulan Juli di New York, seharusnya tidak begitu dingin. Matahari bersinar hangat dan di sana ada orang-orang yang berpakaian dengan lengan pendek karena memang ini bukan di luar ruangan, tetapi di dalam bandara. Namun, Jo Minjoon harus tetap memakai masker.
Bukan agar terlihat keren atau dia sedang terkena flu, melainkan karena saat dia berjalan dengan wajah terbuka, ada banyak orang yang mendekatinya, mereka mengenali Jo Minjoon. Sejujurnya, awalnya dia menyukai itu…tetapi lama-lama sungguh melelahkan. Suara familier terdengar dari sebelahnya.
“Kau membaca artikel lagi.”
“Dia menulis dengan baik. Orang ini.”
“Jika kau terus mengkhawatirkan tentang itu, kau akan sakit.”
“Kau benar-benar sudah tumbuh dewasa, kau mengkhawatirkan oppamu dan semuanya. Bagaimana di Amerika, menyenangkan bukan?”
“…Jangan bicara seolah-olah kau tinggal di sini. Kau bahkan tidak pergi ke banyak tempat.”
Jo Minjoon tersenyum ceria alih-alih menjawab. Setelah meninggalkan Grand Chef, Jo Minjoon mengantar Lee Hyeseon dan Jo Ara ke berbagai tempat. Dia menunjukkan pada mereka Grand Canyon yang ingin mereka lihat, papan tulisan Hollywood, dan terakhir ke New York. Tentu, mereka juga menyantap berbagai makanan. Lee Hyeseon berkata n sedikit menyesal.
“Ini akan menyenangkan jika ayahmu juga di sini.”
“Dia bisa datang suatu saat nanti.”
“…Kapan rencananya kau akan kembali ke Korea?”
“Untuk sekarang, mungkin aku akan kembali setelah selesai final tetapi…menyesuaikan dengan jadwal program lanjutan, mungkin saja berubah.”
“Kemana pun kau pergi, jangan kehilangan dirimu sendiri. Ibu senang kau telah melakukan dengan baik…tetapi ibu juga merasa tidak nyaman. Ada banyak mata yang memperhatikanmu dan di antara mereka, ada banyak yang mungkin membencimu tanpa alasan. Akan tetapi jangan goyah dan jangan takut. Kau paham, kan?”
“Iya. Aku paham.”
Pada saat itu, pengumuman penerbangan terdengar. Pintu menuju pesawat telah dibuka. Jo Minjoon tersenyum sedikit dan berkata.
“Kalian harus pergi sekarang. Waktunya habis.”
…Benar. Baik-baik yaa. Jika terjadi sesuatu, telepon ibu.”
“Jangan khawatir. Tidak akan terjadi apa-apa dan aku akan menelponmu.”
“Oppa.”
Sebelum menuju ke pemeriksaan keamanan, Jo Ara memanggilnya untuk terakhir kali. Jo Minjoon hanya melihat Jo Ara. Jo Ara menyeringai dan berkata,
“Kaya lebih cantik dari pada di layar TV. Anderson juga tampan.”
“… Apa?”
“Tidak. Aku hanya berpendapat.”
Meski sebelum dia mengatakan sesuatu untuk membalas ucapan Jo Ara yang tak terduga, Jo Ara sudah menghilang terdorong oleh antrian. Jo Minjoon kembali dengan wajah kesal. Dia juga harus pergi ke Chicago. Hari ini tangal 7 dan babak final masih tanggal 13. Hari yang diminta Martin untuk datang ke asrama Grand Chef adalah hari ini. Tidak hanya dia, tetapi 7 temannya yang lain yang termasuk dalam 10 besar juga ditelepon.
‘apa aku akan bertemu mereka lagi?’
–
Kata-kata ‘majalah’ membuatmu berpikir sebuah analogi kelemahan dan pesona. Halaman yang mengkilap dan kata-kata yang tertulis di sebelah foto model yang cantik. Tentu, level majalah juga terasa berbeda bergantung dari seberapa provokatifnya kata-kata itu.
“…Majalah ini juga sampah.”
Kim Dongbin mengerutkan dahi saat mengunyah bit dan salad dengan pure yang dia tidak tahu apa namanya. Setelah menjadi reporter majalah chef, dia terbiasa dengan satu hal, yaitu makan sendirian di tempat makan. Namun, dia belum terbiasa dengan menyantap hidangan yang tidak lezat, seperti yang ada di dalam mulutnya.
Beberapa hidangan terus menerus disajikan. Ada sup kerang laut dan souvigne babi. Meski setelah memakannya, wajah Kim Dongbin tetap tidak ceria hingga staf di aula mulai memperhatikannya.
— Kesan setelah menyantap sebuah karya seni industrial yang dibuat dengan selembar kertas yang tampak seperti sebuah hidangan yang cantik. Pelayanan dan suasananya bagus tetapi hidangannya sampah. Sebuah restoran yang membuatmu datang hanya untuk menikmati suasananya, selain itu tidak ada yang berharga dari restoran ini. Kelasnya berada di antara yang terendah sampai rendah. Kebanyakan hidangannya buruk, linguinenya terasa terlalu asin bahkan…
‘…Aku harus menulis ini saat aku kembali.’
Jelas sekali dengan duduk di sini membuat suasana hatinya memburuk. Terlebih saat dia melihat lembar tagihannya, tertulis harga 65ribu Won (60 Dolar), suasana hatinya semakin buruk. Kasir tersenyum ceria dan bertanya dengan suara yang jelas.
“Apa hidangannya lezat?”
“…tidak masalah.”
Dia tidak bisa mengatakan bahwa hidangannnya lezat. Dia berpura-pura mengatakan hidangannya tidak bermasalah, tetapi kasir itu paham karena pelanggan seperti dia tidak haya satu atau dua. Senyumnya masih tersungging, tetapi jelas terlihat bahwa ekspektasi dalam senyuman kasir itu telah hilang. Apakah dia sungguh pelanggan yang pemalu untuk berterus terang dengan kenyataan?
“Bagaimana mungkin mereka menjual hidangan-hidangan itu dan mendapat uang? Mereka sungguh menyukainya dengan menjual hidangaan seharga 65 ribu Won. Dengan hanya 65 ribu won aku bisa memakan hidangan Korea.”
Dia tidak berhenti menggerutu hingga dia sampai di kantor majalah. Seorang pemagang, yang sedang duduk menyantap ramen gelas, melihat Kim Dongbin, lalu tertawa canggung.
“Apa gagal lagi?”
“Dasar kau blogger scammer icip-icip brengsek…Kau sungguh tidak tahu tempat makan yang bagus untuk diulas? Aaagh, kenapa mereka tidak bangkrut? Apa mereka punya bangunan sendiri? Tidak, meski punya sendiri, ini berlebihan. Pemiliknya akan mendapat banyak uang jika dia menyewakan tempat itu pada orang lain daripada menjalankan restorannya itu.”
“Bukankan masing-masing punya romansa terhadap hobi dalam hidupnya.”
“Hei, aku menyukai makanan lezat bukan makanan menjijikan. Meski itu daerah pegunungan yang terpencil dengan suara indah dari serangga dan gesekan rumput, bergantung apakah ada rumah beratap mewah ataukah rumah dengan atap jerami, genrenya bisa saja horor atau drama.”
Mendengar ucapan Kim Dongbin, pemagang itu tidak menanggapi apa-apa, dia hanya bisa menggaruk-garuk pipinya. Kim Dongbin melirik catatan si pemagang dan melihat video yang diputar di layar. Ada orang asing yang familier yang memakai seragam chef dan ada hidangan yang cukup enak yang terekam dilayar. Kim Dongbin menjulurkan kepalanya lalu berkata.
“Apa ini? Grand Chef ya?”
“Iya. Ada orang Korea yang berpartisipasi juga, namanyaJo Minjoon, tetapi dia tereliminasi kali ini. Boleh dikatakan…”
Si pemagang menceritakan itu dengan santun.
“Sekarang karena dia telah tereliminas, dia akan segera kembali ke Korea, jadi bagaimana kalau kita mewawancarainya?”
“Hei, majalah kita cukup terkenal. Apa yang ingin kau lakukan dengan mewawancarai anak yang bahkan tidak bisa memenangkan kompetisi amatir?”
“Tetapi dia memiliki indera pengecap yang mutlak, itu tidak masalah kan? realitanya, itu sesuatu yang bahkan seorang chef belum tentu memilikinya sepanjang karirnya.”
“Membicarakan tentang karir, adalah saat dia menjadi chef yang baik setelah itu. Yang paling utama, siapa yang akan membuktikan bahwa itu tidak dibuat-buat?”
“Kita bisa mengujinya dan jika kita memperlakukannya sebagai chef bintang pendatang baru, itu tidak akan bermasalah.”
“Kita punya banyak hal untuk ditulis saat ini. Jangan membuang waktu untuk hal yang tidak berguna dan fokuslah pada pekerjaan kita Dan jangan menumpahkan kuah ramen ke papan ketik!”
Kim Dongbin membuat wajah si pemagang cemberut lalu dia kembali ke tempat duduknya. Saat dia menulis kritik buruk tentang restoran yang dia datangi, ucapan si pemagang terngiang-ngiang di telinganya. Dia menyembunyikan jendela kerjanya lalu berselancar di internet. Segera setelah dia memasukkan nama Jo Minjoon, hasil pencarian yang provokatif muncul.
Indera pengecap Jo Minjoon yang mutlak.
Itu seperti diatur sebagai karakter utama dalam komik memasak. (TL: manhua, tapi yaa…) (PR: Aku menyebutnya chuka ichiban) Dia mengatakan pada si pemagang mungkin itu dibuat-buat atau entah apapun itu tetapi dia juga tahu dengan baik bahwa itu tidak mungkin. Tidak ada alasan bagi chef kelas atas yang terkenal untuk berpartisipasi dalam hal yang dibuat-buat pada siaran bagus semacam Grand Chef.
Dengan melihat proses memasak dan hasilnya, dibanding usianya, Jo Minjoon cukup mengesankan dan dia juga punya cukup banyak penggemar. Mungkin itu karena ketampanannya, penampilannya yang tenang, atau kesan jenius dan misterius dari indera pengecapnya yang mutlak. Baik di dalam maupun di luar negri, sangat sedikit orang yang tidak menyukainya.
‘Dia sepopuler chef bintang meski belum debut.’
Pada saat itu, dia merasa kagum dan sedih sekaligus terhadap kekuatan siaran. Dia bergumam pelan.
“Wawancara bintang baru…”
Suara klik-klik dari mouse tidak berhenti meski setelah sekian lama.
< Biaya Arbitrase (3) > Selesai