Dewa Memasak – Bagian 110: Reuni di depan pintu (2)
“Metodenya sederhana. Pertama, kalian akan memilih secara rahasia siapa yang kalian dukung antara Kaya atau Anderson. Orang yang mendapat suara terbanyak bisa memilih rekan tim lebih dahulu. Orang yang dipilih berhak menolak, kecuali dia adalah yang terakhir.”
“…Bukankah ini sangat mirip dengan pemilihan siapa yang lebih populer? Akan tetapi, itu wajar karena ini final.” komentar Hugo dengan suara aneh.
Mendengar tanggapan Hugo, Joseph tersenyum ceria dan menjawab,
“Itu benar. Pemilihan siapa yang lebih populer dan kepopuleran itu bergantung dari bagaimana dia memperlakukan seseorang yang bersama mereka selama beberapa bulan terakhir. Watak, daya tarik, dan keahlian adalah yang paling penting yang harus dimiliki seorang chef. Misi kali ini seperti itu.”
Joseph melihat ke arah peserta satu per satu.
“Ini final. Jika sesederhana membandingkan keahlian memasak lalu melakukannya bersama dengan tim itu tidak efisien. Karena berdasarkan keahlian anggotanya, maka perbedaan yang dihasilkan juga besar. Akan tetapi, kami tetap memilih pertandingan antar tim karena pada akhirnya semua restoran seperti itu. Ada dua chef kepala. Jika salah satunya memasak dengan baik tetapi dia tidak bisa memimpin di dapur, dan satu lagi kurang dalam hal memasak tetapi bisa memimpin dapur dengan baik. Restora manakah yang akan menghasilkan makanan yang lebih lezat?”
“…Yang kedua, kan?”
“Seperti itulah. Keahlian individu memang penting tetapi hal yang paling penting secara realistik adalah kemampuan dalam memimpin dapur. Orang yang memenangkan kompetisi ini, nantinya akan menjadi chef kepala yang memimpin keseluruhan proses di dapur, tidak hanya dalam satu sesi. Mereka akan membawa nama Grand Chef. Permintaan terhadap pelaku sebanyak permintaan terhadap kemampuan pemimpinnya.”
Suasana berubah hening sejenak. Jo Minjoon diam-diam melihat Kaya dan Anderson. Seberapa baik mereka menunjukkan kompetensi mereka sebagai chef kepala…
‘Apakah Kaya akan tumbuh lebih dewasa lagi?’
Berbeda dari saat dia bertemu Kaya pertama kali, dulu dia khawatir Kaya akan membuat masalah atau tidak. Sedangkan Anderson, tidak ada kekhawatiran secara khusus. Meskipun dia blak-blakan, dia adalah pria dewasa yang menjalankan perannya dengan sempurna.
Pemilihan suara berlangsung. Tidak ada kekecewaan terhadap nama yang ia tulis di atas kertas. ‘Kaya’. Dia juga akrab dengan Anderson tetapi tidak seakrab dengan Kaya. Yang paling utama, kekagumannya terhadap Kaya sangat dalam.
‘Siapa yang akan menang?’
Ini bukan tentang kompetisi tetapi tentang pemilihan suara. Jo Minjoon berpikir Anderson yang lebih populer. Meskipun mereka berdua sama-sama blak-blakan, dengan memperhitungkan intensitasnya, sejujurnya Kaya lebih sering berbicara blak-blakan.
Mata mereka, yang melihat kertas suara, memancarkan rasa penasaran. 2 suara untuk Kaya, 3 suara untuk Anderson, 1 untuk Kaya, dan… Dua untuk Anderson. 5:3. Anderson menang. Kaya manyun dengan wajah putus asa. Emily tersenyum.
“Bagus. Anderson berhak untuk memilih pertama kali. Siapa yang akan kau pilih? Selain itu, kau harus mempertimbangkan bahwa orang yang kau pilih berhak menolak. Itu berarti bahwa…jika kau yakin dengan orang itu, sebaiknya segera menyebut namanya.”
Anderson melihat orang-orang. Mengkombinasikan keahlian memasak, kepribadian, gaya memasak, dll. orang yang dia butuhkan adalah Jo Minjoon. Chloe, dia sangat ahli dengan masakan Asia alih-alih masakan Barat, sedangkan Jo Minjoon, dia seimbang secara keseluruhan.
‘Tidak mungkin Jo Minjoon memilihku.’
Bahkan sekarang, Jo Minjoon sedang melirik Kaya. Kalau begitu, tidak banyak orang yang tersisa. Dia merasa bahwa Marco atau Sasha cukup baik untuk menangani hidangan penutup, tetapi itu akan berakhir jika Kaya memilih satu di antara mereka. Dengan memikirkan keefektifannya, Kaya tidak akan memilih keduanya.
“Chloe, bantulah aku.”
Pada akhirnya Anderson memanggil Chloe. Meskipun penolakan Chloe sedikit berbeda, dia tidak mundur sama sekali dengan pendiriannya.
Chloe menggigit bibirnya. Dia bertanya-tanya karena dia adalah salah satu orang yang memberikan suara untuk Kaya. Seperti halnya Jo Minjoon, Chloe juga lebih akrab dengan Kaya alih-alih Anderson. Memori sebelum misi tentang Kaya gemetar karena bertanya-tanya apakah mereka bisa bertemu lagi setelah kompetisi, masih teringat jelas.
Chloe merasa seperti teman dan adik bagi Kaya. Akan tetapi, jika Chloe bersikeras menolak Anderson, dia teringat bantuan Anderson pada hari dia tereliminasi, Anderson berpura-pura menerima panggilan dan membuatnya mendapat waktu berdua dengan Jo Minjoon. Memikirkan itu, dia merasa sedih untuk bertindak tanpa belas kasihan karena pada dasarnya dia adalah orang yang lembut. Dia adalah orang yang tidak loyal terhadap perasaannya sendiri hingga dia tampak seperti orang yang tolol.
Namun,
“Maaf, kali ini, aku ingin bersama Kaya.”
Chloe menolak. Dia merasa bersalah pada Anderson, tetapi sekarang, dia juga ingin berubah. Dia ingin melakukan apa yang dia ingin lakukan dan mengatakan apa yang ingin dia katakan. Jadi, dia berjalan langkah demi langkah, hingga suatu hari akan berubah hingga dia tidak akan bisa mengingat masa lalunya.
Kemudian, orang yang dipanggil Anderson adalah Hugo. Kaya memanggil Joanne. Kalau Jo Minjoon dan Chloe, mereka akan bersama dengan Kaya kapan pun Kaya memanggilnya, tidak, bahkan tidak perlu memanggilnya. Selanjutnya, Anderson memanggil Sasha dan Kaya memanggil Marco. Olivia dan Ivanna termasuk dalam tim Anderson sedangkan Chloe dan Jo Minjoon termasuk dalam tim Kaya.
“Tim sudah ditentukan. Mulai sekarang, kalian harus berlatih dan terus berlatih. Pikirkan bahwa kalian berlima membuat sebuah restoran.”
“Itu tidak akan berjalan dalam suasana yang tidak nyaman. Bisa dibilang bahwa dapur adalah negara yang kecil. Ada banyak hal yang kau setujui dan ada banyak hal berbeda yang harus kau pikirkan. Dari semuanya, hal yang paling sulit adalah menjalankan tugas kalian sendiri. Meskipun kau merasa tahu dengan baik karena telah banyak berlatih…tetapi misi final akan membuatmu merasa gugup lebih dari biasanya karena saat itu siaran langsung dan pelanggan yang kesemuanya adalah chef yang terkenal. Lebih baik jika kalian menyiapkan perasaan kalian.” kata Joseph sambil memberi isyarat pada Martin melalui matanya.
“Cut!” kata Martin.
–
“…Gazpacho semangka, langostin dengan pure buttermilk dan pure wortel sebagai garnish, labu panggang bersama dengan tortellini, carpaccio artichoke bersama dengan scallopine daging kalkun, serta tart tatin dan sorbet untuk hidangan penutup…”
Jo Minjoon mengatur resep dalam kepalanya. Kemudian tersenyum. Skor rata-ratanya dan skor komposisinya semuanya di atas rata-rata dan bagus. Akan tetapi yang membuat dia tersenyum bukan itu, melainkan karena dia merasa bahwa dia masih memegang filososfi yang Kaya katakan sebelumnya.
“Dia bilang bahwa dia ingin membuat restoran yang siapapun bisa pergi dan tidak perlu menkhususkannya, bahkan resep ini menunjukkan hal itu.”
“…Kau masih mengingatnya? aku malu.”
Kaya merona dan menggaruk lehernya. Dia melirik dan berkata,
“Menurutmu apa itu tidak masalah?”
“Itu sesuatu yang kau pikirkan dengan baik. Jelas tidak masalah.”
“Kalau begitu, baguslah.”
“Bagaimana kau akan membagi peran?” tanya Chloe.
Kaya meletakkan dagunya di antara dua jarinya dan menyerukan ‘hmmm’,
“Menurutku, lebih baik menjalankan resep masing-masing dan menyesuaikan dengan bidang spesialisasinya. Mereka berkata bahwa kita bisa melakukan persiapan awal…apa kita akan butuh seseorang membantu kita saat tengah mempersiapkannya?”
“Apa sebaiknya kita memikirkan itu sambil mencobanya?”
“Mari kita mengobrol dulu. Kita mengatur pemikiran kita agar mengurangi tingkat stres kita. Bagaimana kabar kalian? Minjoon, mereka bilang kau bepergian.”
“Meski bepergian, ke mana pun sama saja.”
“Aku juga ingin bepergian nanti. Aku belum pernah bepergian.”
“Aku telah mendengar kata-kata itu beberapa kali. Kau pasti bisa segera bepergian. Kau akan terkenal, tidak, kau sudah terkenal. Tidak hanya di AS tetapi semua tempat di seluruh dunia ingin memanggilmu, bukan?”
Mendengar kata-kata Jo Minjoon, secara tak sadar Kaya tersenyum tetapi kemudian buru-buru menurunkan ujung bibirnya.
“Aku tidak dimabuk impian.”
“Aku tahu. Jadi, jangan terlalu serius.”
“…Marco. Apa yang kau kerjakan belakangan ini?”
“Ah..Itu.”
Marco menjelaskan samar-samar. Bukan karena dia tidak punya kata-kata untuk menjawab itu, melainkan karena dia justru merasa perlu mengatakannya tetapi tidak kunjung keluar dari mulutnya. Senyum Marco mengembang di wajahnya yang besar lalu berkata,
“Sebenarnya, kupikir aku mungkin akan bertanggung jawab di sebuah cafe, jelas bukan sebagai pemiliknya melainkan sebagai chef dan patissier. Restorannya tidak terkenal karena baru buka, meski begitu, itu akan menjadi cafe pertamaku.”
“…Kau akan menjadi master cafe?”
Joanne melihat Marco dengan ekspresi terkejut. Beberapa saat kemudian,
“Siapa menjadi apa?”
Anderson menghampiri mereka, lebih tepatnya, Anderson beserta timnya.
“Jangan mematai-matai kami.” kata Joanne ketus.
“Apa ada gunanya melakukan itu untuk misi ini?”
“…Dipikir-pikir, memang tidak ada.”
“Ckk, jadi apa yang sedang kalian bicarakan? Marco menjadi chef kepala?”
Mendengar pertanyaan Anderson, Marco buru-buru menggelengkan kepala.
“Itu berlebihan menyebutku sebagai chef kepala…Aku hanya chef di sebuah cafe di kota.”
“Keren sekali, sudah mendapatkan posisi itu sekarang.”
“…Itu bukan sesuatu yang seharusnya kau katakan.”kata Jo Minjoon pada Anderson sambil tertawa. Anderson mengerutkan dahi.
“Bagaimana denganku?”
“Kau sampai di final. Apa kau tahu betapa berharganya itu?”
“Jika aku tidak menang, aku akan sama sepertimu.”
“Untuk alasan tertentu, apa kau tidak percaya diri? Biasanya, kau akan mengatakan bahwa kau jelas akan menang.”
Anderson tidak menjawab. Jo Minjoon melihat rekan tim Anderson. Hugo, Ivanna, Olivia, dan Sasha. Jika ada yang berubah, itu adalah Hugo, dia lebih berkembang dibanding sebelumnya. Tentu bukti yang dia tahu sederhana, yaitu sistem yang menunjukkan pada Jo Minjoon. Level memasak Hugo adalah 7.
Aka tetapi, tim Kaya tentu lebih berpotensi. Meski hanya memperhitungkan kekuatan mereka lebih tinggi secara angka, itu tidak berarti, seperti halnya nomor punggung pemain sepak bola dan timnya secara statistik… Meski begitu, hal itu memang menjadi hal dasar. Melihat standar sistem, tim Kaya tidak mungkin kalah.
‘Aku tidak akan membuatnya kalah.’
Apapun yang terjadi, dia tidak akan membuat variabel apapun untuk final ini. Anderson berkata dengan singkat lalu meninggalkan tempat. Mereka juga punya beberapa hal untuk dibicarakan. Jo Minjoon menutup matanya rapat-rapat lalu membukanya lagi. Chloe melihat Jo Minjoon sekilas lalu bertanya,
“Apa kau lelah?”
“Tidak, mataku yang lelah sejenak.”
“Apa sebaiknya aku membuatkan teh untukmu? Aku berlatih menyeduh teh akhir-akhir ini.”
“Tidak, aku baik-baik saja. Kapan kau akan turun ke dapur lalu kembali ke sini?”
“…Lukamu masih membekas.”
Mendengar kata-kata Chloe, Kaya menoleh. Jo Minjoon meletakkan tangannya di lehernya sejenak.
“Yaa, ini bekas luka yang agung.”
“Saat melihatnya, aku teringat ada jasa tattoo untuk menghilangkan bekas luka. Pernahkah kau memikirkannya?”
“Entahlah. Jika ini sungguh jelek di lihat, aku sebaiknya…Apa benar ini tampak jelek?”
“Tidak.” jawab Chloe buru-buru sambil tersenyum sedih.
“Itu keren. Bekas luka yang kau dapat karena menyelamatkan seseorang. Siapa yang akan mengatakan itu tidak keren? Itu tidak terlihat, kurang lebih hanya tampak seperti bintik-bintik.”
“Bintik-bintik…?”
“Omong-omong, itu tidak masalah. Namun, jangan sampai terluka lagi. Jika kau terluka lagi, aku mungkin benar-benar akan mengatakan kalau itu jelek.”
Entah kenapa, Chloe yang khawatir seperti itu dengan suaranya yang sengau tampak begitu menggemaskan. Tentu, alih-alih membiarkan ingusnya meler, suaranya memang pada dasarnya seperti itu. Jo Minjoon tersenyum dengan lembut agar bisa menjaga kehangatan hubungan dengan seseorang yang dia tolak perasaannya.
“Aku selalu bersyukur dan merasa bersalah.”
“Tidak masalah kau bersyukur, tetapi jangan meminta maaf. Jika ada seseorang yang merasa bersalah karena aku, aku juga mulai merasa bersalah pada orang itu.”
“Aku paham.”
Suasana di antara mereka berubah hening sejenak. Tidak. Tidak di antara mereka berdua, tetapi kelima orang yang lain juga diam mungkin karena mereka tidak punya apapun untuk dikatakan entah karena sulit untuk mengatakan sesuatu.
“Apa sebaiknya kita melakukan apa yang biasanya kita lakukan?” tanya Joanne membuka obrolan.
“…Mengumpati Anderson dari belakang?” tebak Kaya.
Joanne terkikik lalu menggelengkan kepalanya.
“Itu juga bagus, tetapi ayo memasukkan sesuatu ke dalam mulut alih-alih mengeluarkan sesuatu.”
Tangan Joanne membentuk seperti paruh lalu mendekatkan tangannya ke mulutnya.
“Ayo makan.”
< Reuni di depan pintu (2) > Selesai