Dewa Memasak – Bagian 111: Reuni di depan pintu (3)
Jo Minjoon tidak suka lobster air tawar, lebih spesifiknya lagi, dia tidak suka rasanya dan penampilannya yang seperti serangga. Oleh karena itu, saat dia mengupas cangkang bagian ekor langostino, lobster khas Norway, yang setengah matang, gerakan tangannya tidak bisa cepat. Joanne melihat Jo Minjoon lalu menyeringai.
“Kau tampak seperti kucing ketakutan.”
“…Ini agak menjijikan.”
“Apanya yang menjijikan? Lihat betapa menggemaskannya ini.”
Joanne mengangkat langostino tumis dengan wajah santai. Kemudian, dia mengupas cangkang dengan gerakan yang sangat ahli lalu mengeluarkan dagingnya.
“Lihat? Ini mudah.”
“……Aku tahu.”
“Biasakan dirimu agar bisa melakukannya dengan cepat sebelum final.”
Mendengar kata-kata Joanne, Jo Minjoon menghela nafas sejenak dan mulai menangani lobster dengan sungguh-sungguh. Dia tidak ingin seperti pecundang. Setelah mengeluarkan dagingnya dan mendinginkannya, saatnya menangani bahan yang kedua. Itu yang menjadi alasan Jo Minjoon mau menangani langostino, yang bahkan tidak dia sukai. Ada banyak hal yang mudah untuk mengubah rasanya, seperti pure, busa, dll.
Saus. Tidak hanya seperti itu. Pada saus seperti pure wortel, pure buttermilk, dan busa buttermilk, Jo Minjoon paling sempurna dalam melakukannya. Dia mengikuti resep normal milik Kaya, tetapi mereka bebas mengubah densitasnya berdasarkan penilaian mereka.
‘Aku bisa membuat pure lebih baik dari yang lain.’
Tentunya, dengan memperhitungkan orang dari seluruh dunia, maka banyak orang yang lebih baik dari pada dirinya, tetapi setidaknya dalam kompetisi ini, dia lebih baik. Dia percaya diri bisa mengalahkan Anderson dan Kaya dalam memberikan cita rasa terhadap saus.
Itu juga soal waktu, dia baru mendapat kepercayaan diri. Level memasaknya 7. Pemahamannya tentang masakan Perancis, masakan Amerika, dll. meningkat cukup banyak. Dia percaya diri dalam mengharmonisasikan cita rasa antara bahan dengan saus dan tahu mana hidangan yang lezat dimasak. Saat memasak, sesekali dia bisa memahami tentang hidangan itu.
Oleh karena itu, Jo Minjoon yakin bahwa Kaya bisa menang. Tidak, dia yang akan membawakan kemenangan untuk Kaya. Dia harus membuktikan dirinya sendiri.
Hidangan yang ditangani Kaya adalah gazpacho. Karena gazpacho adalah hidangan yang dingin, tidak masalah jika dia membuatnya duluan, jauh lebih baik untuk menyiapkan itu terlebih dahulu dan memeriksa kondisi hidangan yang lain.
Sebenarnya, itulah tugas chef kepala. Biasanya, chef kepala tidak memegang wajan atau pisau sendiri, kecuali jika itu restoran kecil. Bukan karena kesadaran akan superioritas, melainkan karena memimpin dapur adalah pekerjaan yang jauh lebih sulit dari pada membuat hidangan dengan sempurna.
Seperti halnya Alan. Level memasaknya 8. Meski dia dan Kaya levelnya sama-sama 8, tentu ada perbedaan… Terlepas dari itu, Alan menjalankan restoran yang mendapat bintang Michelin. Hal itu karena, selain ahli memasak, kekuatannya dalam memimpin dapur sudah pasti.
Di mata Jo Minjoon, Kaya cukup pantas menjadi chef kepala karena dia punya selera pengecapan yang bagus. Jo Minjoon bisa tahu skor masakan sekali lihat dengan kekuatan sistem, tetapi Kaya bisa paham dengan baik level hidangan hanya dengan mencicipinya sedikit. Akan tetapi, bukan berarti dia hanya bergantung pada pengecapannya. Dia bisa tahu betapa baiknya makanan itu dimasak hanya dengan melihat warna bagian luar dan ketika itu terjadi, dia bahkan bisa mengembalikannya tanpa ragu.
‘Aku tidak seharusnya khawatir.’
Plating Jo Minjoon sederhana tapi mewah. Dia menuangkan pure ke atas piring seolah-olah sedang menggambar. Dia meletakkan wortel panggang dengan lemak bebek dan beberapa langostino tumis. Di sebelah langostino, dia meletakkan daun sage seolah-olah itu pohon, dia menaburkan roti membentuk seperti gundukan lintasan kereta api. Setelah meletakkan busa di atas daging langostino, plating selesai. Seperti itulah dan 5 hidangan telah dibuat. Kaya menjepit langostino dengan sumpit lalu mengangguk.
“Bagus. Ini dimasak dengan baik.”
“Seperti cita rasa yang kau inginkan, bukan?”
“Hampir. Meski begitu, perasaan ada yang sedikit berbeda. Meski resepnya sama, tetapi rasanya ada yang berbeda karena tangan yang memasaknya juga berbeda. Ini bagus sekali.”
“Jika nanti kau menjalankan restoran, pekerjakan chef yang sebaik diriku dalam memasak. Kemudian, setidaknya kau tidak akan menerima keluhan apapun dari pelanggan.”
“…Kau percaya diri sekali.”
“Tidak ada waktu aku tidak percaya diri. Aku hanya khawatir kebanggaanku berubah menjadi arogan.”
Tetapi dia memutuskan untuk tidak melakukannya lagi. Ukurannya sederhana. Setelah bertengkar dengan Kaya, Jo Minjoon berpikir banyak hal. Sekarang, merendahkan dirinya pun menjadi sulit. Dia perlu pengalihan. Jika Kaya sungguh bergantung padanya, dia akan menjadi tiang bagi Kaya untuk bersandar. Pemikirannya seperti itu.
Jo Minjoon melihat hidangannya. Pure wortel, yang tampak seperti jus jeruk yang meleleh, digambar membentuk garis lurus dan di sebelahnya, terlihat pure buttermilk berbentuk bulat kecil seperti macaron. Tidak hanya membuat bentuk yang bagus, tetapi cita rasanya juga diakui oleh Kaya.
“Aku tidak akan mundur lagi. Jalan yang aku lalui sudah jelas dan tempat yang aku cari juga sudah jelas. Hal yang ingin aku lakukan hanya 1. Berjalan ke depan.”
“Benar. Aku suka dirimu yang lebih baik.”
Kaya berkata sambil berekspresi bangga. Alih-alih bertanya-tanya tentang Jo Minjoon, Kaya suka Jo Minjoon yang tegas dan berani, itu lebih baik.
Hidangan mulai diletakkan di atas meja satu per satu. Ada lima tempat duduk di sekeliling meja yang dipenuhi hidangan. Marco memegang garpu sambil bertanya-tanya ekspresi seperti apa yang harus dia perlihatkan.
“Ini seperti prasmanan pada menu masakan lengkap. Bukan. Apa sebaiknya aku menyebutnya pesta?”
“Apa salahnya dengan itu? ayo di makan saja.”
“Apa nama menunya, coba katakan sekali lagi?”
“Gazpacho, lagostino, pasta, daging kalkun, serta sorbet dan tarte tatin.”
Selain gazpacho dan pasta, semuanya 8 poin. Yang membuat pasta tidak lain adalah Joanne. Namun, itu tak terhindarkan. Pertama, skor resep pasta bahkan tidak 8, tetapi Joanne tidak punya keahlian untuk membuat hidangan 8 poin dengan mudah. Jika Kaya mengomentari dirinya, itu akan berbeda… Tetapi tidak ada jaminan bahwa dia akan melakukannya dengan baik tanpa kesalahan di depan 50 pelanggan.
Meski seandainya 7 poin, bukan berarti tidak lezat. Sebagai contoh, samgyeopsal, juga seperti itu. Meski hanya dibakar di atas api dengan baik, tidak mungkin skor masakannya melebihi 7 poin. Akan tetapi semua orang akan bilang bahwa itu lezat. Pasta buatan Joanne, tortellini, juga seperti itu. Ini bukan hidangan yang unggul secara khusus. Namun, bahan-bahan dumpling semuanya segar, dan cita rasa labu panggangnya segar dan terasa manis.
Itu hidangan bagus yang terasa segar dan lezat. Jika dia membuatnya seperti ini, tidak akan ada masalah.
Hidangan yang lain pun sama. Daging kalkun yang Chloe masak punya aroma kental seperti foie gras dan saat dimakan bersama dengan gazpacho artichoke, seratnya terasa seperti makan daging bebek yang dibungkus dengan lobak. Tentu, cita rasanya mewah.
Tidak ada yang perlu dikomentari tentang tarte tatin, sorbet, dan roti pembuka buatan Marco. Itu roti yang membuatmu merasakan ‘Marco ya Marco’.
Sebenarnya, saat orang pergi ke restoran mewah pada umumnya, perbedaan terbesar yang mereka rasakan dengan restoran biasa adalah rotinya. Aneh jika menomorduakan hidangan, tetapi memang tidak terhindarkan. Kebanyakan restoran mewah mau tak mau mencurahkan banyak perhatian terhadap roti dan memanggang roti adalah hal yang dasar. Tekstur roti buatan Marco lembut dan memiliki aroma mentega dan bulir yang maksimal.
Saat ini, Jo Minjoon merasakan bahwa aroma dari restoran mewah yang pernah dia kunjungi tercium dari roti Marco. Seperti halnya nasi yang enak, kau akan bisa makan dengan lezat dengan lauk biasa, roti Marco pun punya daya tarik yang membuatmu merasa senang tanpa ditambah saus ataupun mentega.
Namun, wajah Kaya yang mencicipi semua ini, tidak ceria. Jo Minjoon tidak bisa bertanya alasannya. Dia merasa bahwa saat dia menanyakan itu, beban tak terlihat di bahu Kaya akan terasa nyata.
Malam itu atau mungkin saat dini hari, Jo Minjoon membuka mata. Dia tidak bisa membedakan dengan baik apakah dia ingin bangun atau ingin memejamkan mata lagi lalu bangun agak nanti. Badannya lelah, tetapi kesadarannya penuh. Sebenarnya, kepala berada dalam keadaan paling tajam setelah tidur selama 3-4 jam.
Saat dia meraih ponselnya seperti biasa, dia melihat jam pukul 3 dini hari. Ini terlalu pagi untuk membuka mata. Dia tidak haus, tetapi karena itu pula dia tidak ingin pergi ke toilet bahkan.
Saat dia hendak memejamkan mata untuk tidur lagi, Matanya tertuju pada alarm yang muncul di layar. Sebuah alarm pesan dari Kaya.
[Kaya: Apa kau tidur?]
Sudah sekitar 30 menit sejak dia mengirim pesan. Jo Minjoon bertanya-tanya apakah Kaya mungkin akan terbangun jika dia membalas pesannya, tetapi jemarinya segera berpindah ke bagian atas layar.
[ Aku: Aku baru bangun. ]
Jawabannya tidak segera datang. Saat kelopak matanya mulai berat, teleponnya berdering.
[Kaya: Oh, maaf. Aku baru melihatnya. Kau tidak tidur lagi, kan? ]
[ Aku: Tidak. Tetapi ada apa? ]
[Kaya: Aku tidak bisa tidur. Aku bertanya-tanya apa kita sebaiknya saling menyanyikan lagu nina bobo jika kau juga tidak bisa tidur. Atau membacakan cerita dongeng juga tidak masalah. ]
Jo Minjoon terus membaca dan membaca ulang pesan dengan ekspresi heran. Mungkin Kaya menyadarinya lalu mengirim pesan lagi dengan cepat.
[Kaya: Aku bercanda. Kau pasti menganggapnya serius lagi, kan? ]
[ Aku: Tidak. ]
[ Kaya : Kau bohong. Lupakan, nyalakan lampu dan lihatlah ke cermin. Apa wajahmu baik-baik saja? ]
Jo Minjoon bertanya-tanya apa yang coba Kaya katakan tiba-tiba. Saat dia sudah menguasai diri, dia melihat ke cermin seperti yang Kaya katakan. Rambutnya berantakan tetapi tidak masalah. Saat dia hendak membalas pesan, suara ketukan pintu terdengar.
“Jika kau baik-baik saja, keluarlah. Ayo kita saling bersimpati untuk sesama pasien insomnia.”
“…Aku akan memakai sesuatu. Tunggu.”
Jo Minjoon memakai kaos dengan tudung yang menutupi rambutnya. Saat dia keluar, seketika itu dia tertawa. Kaya juga tertawa. Kaos bertudung warna putih dengan celana hitam. Mungkin untuk menyembunyikan rambutnya yang beratakan, tetapi rambutnya terjurai keluar seperti bulu pada hiasan kepala. Kaya bertanya dengan waspada.
“Kau tidak berkomentar apapun kan karena aku tidak mencuci rambutku pada dini hari?”
“Apa tampak begitu jelas?”
“Iya.”
“…Memikirkan itu, mungkin iya.”
Permen karet warna pink terlihat di permukaan giginya yang berwarna putih. Saat mulutnya terbuka lagi, bukannya permen karet, melainkan lidahnya yang menyembul keluar.
“Apa kau ingin mengobrol sebentar?”
“Kau datang ke sini untuk itu kan?”
“Ayo sambil jalan-jalan. Apa sebaiknya kita ke halaman?”
Mereka berdua berjalan-jalan menyusuri sisi halaman. Setelah berjalan-jalan sebentar, Kaya melompat-lompat.
“Aagh, bahkan saat musim panas, angin malam terasa dingin.”
“Itulah kenapa kau sebaiknya berpakaian dengan benar. Celana pendek itu terlalu berlebihan. Apa sebaiknya kita masuk.”
“Tidak. Aku baik-baik saja. Aku bahkan berkeliaran dengan celana pendek saat musim dingin di New York. Aku tidak akan sakit karena hal seperti ini. Aku tidak lemah. Aku kuat. Aku ini Kaya Lotus.”
Mendengar suaranya yang berubah sedih di bagian akhir, Jo Minjoon hanya menekan bibirnya tanpa berkata apapun. Jelas terlihat bahwa Kaya sedang merasa tidak nyaman. Itu tak terhindarkan. Soal babak final. Di antara kemenangan dan eliminasi, satu langkah bisa membuatmu mendapatkan segalanya atau bisa membuatmu kehilangan segalanya. Tentu, meski tidak menang, masa depannya tidak akan jatuh ke neraka.
“Kau pasti menang.”
“Bagaimana kau bisa mengatakan itu dengan mudah?”
“Karena aku akan membuatmu menjadi pemenang.”
“Ini terasa aneh. Tiba-tiba aku mendapat kepercayaan diri.”
“Aku sudah bilang padamu sebelumnya, aku tidak akan mundur lagi. Kita memasak dan pada akhirnya, meski jalan ini rumit, hanya ada satu hal yang harus kita lakukan, yaitu membuat sesuatu yang lezat dan hidanganku lezat.”
Bulan bersinar terang. Sinar bulan lebih terang dari saat dia berada di kota. Semua lampu jalan sudah padam, tetapi tidak ada masalah dalam melihat wajah Jo Minjoon hanya dengan sinar bulan. Tidak, barangkali bukan karena sinar bulan, melainkan wajahnya yang cerah, yang tampak semakin jelas.
“Aku melupakan ini, tetapi apa yang aku inginkan pada akhirnya adalah itu. Hal itu juga penting agar banyak pelanggan yang datang ke restoran yang keren. Pada akhirnya, membuat hidangan yang enak adalah impianku. Menurutku, sekarang aku sudah hampir setengah menguasainya. Jadi, sebaiknya aku percaya diri.”
“…Maaf untuk yang waktu itu. aku jengkel tanpa alasan.”
“Tidak, aku paham. Sekarang, aku akan berkata jujur. Kau bilang bahwa aku cahaya hidupmu, sebenarnya aku merasa bahagia karena itu hal yang sulit diterima. Kenapa? Karena jika aku cahaya hidupmu, aku harus menerangi setiap langkah yang kau ambil. Aku tidak percaya diri untuk melakukannya. Tidak, mungkin aku merasa kurang yakin pada diriku dan padamu.”
Jo Minjoon tidak tahu kenapa, tetapi sementara dia mengatakan itu, dia merasa seperti dia sedang mengakui dosa yang telah dia sembunyikan sejak lama. Mata Kaya bersinar. Pada saat itu, Jo Minjoon merasa bahwa Kaya sedang menangis, tetapi tidak. Namun, kelopak matanya gemetar seolah-olah ingin menahan sesuatu.
“Aku kau mengatakan bahwa …sekarang kau percaya?”
“Iya. Aku percaya diri bisa menerangi jalanmu. Meski aku tidak bisa melakukannya, kau adalah seseorang yang bisa meraih impianmu. Ini terlambat, tetapi aku baru menyadarinya.”
“Janji ya, mana kelingkingmu?” kata Kaya sambil mengangkat tangannya.
Kelingkingnya gemetar karena udara dingin.
“Buat aku menang. Setidaknya untuk kompetisi ini, izinkan aku yakin bahwa kau adalah cahaya hidupku dan aku bergantung padamu. Itulah yang aku inginkan. Bisakah kau…berjanji padaku?”
Jo Minjoon melihat jari kelingking Kaya. Jari kelingkingnya panjang, kurus, dan putih. Kukunya dipotong pendek dan kerutan di antara buku jarinya tajam dan dangkal. Barangkali karena dingin, banyak tempat di jarinya memerah tetapi kulitnya memang sebenarnya seperti itu….
Jari kelingking keduanya terkait. Perasaan yang Jo Minjoon dapat adalah tangan Kaya yang dingin, halus, dan lembut. Ibu jarinya juga teracung. Ibu jarinya sedikit berbeda dengan jari kelingkingnya. lebih kuat dan dan agak kasar.
Masing-masing dari mereka merasakan panas dan dingin sekaligus. Mereka sendiri tidak tahu bahwa tangan mereka yang dingin atau tangan orang lain yang dingin.
Meski setelah ibu jari mereka terpisah, jari kelingking mereka tidak terlepas dengan mudah. Sesuatu datang di antara kulit yang tipis. Entah itu karena panas dan perasaan ataukah sesuatu yang lebih dari itu.
Tangan mereka terlepas perlahan-lahan. Jari yang kehilangan pasangannya itu bersembunyi dalam kepalan. Mereka berdua hanya diam. Justru keheningan itu yang mengatakan ribuan kata.
Fajar. Cuacanya cerah. Hari ini, bulan lebih dekat pada lampu jalan.
5 hari tersisa sampai final. 4 hari. 3 hari. 2 hari, sehari.…
0 hari.
< Reuni di depan pintu (3) > Selesai