Dewa Memasak – Bagian 135: Siaran langsung mereka (4)
Mengatakan bahwa dia mual, bukanlah lelucon semata. Saat Alan membawa obat mual, Anderson tidak ragu sejenak pun untuk meminumnya. Karena Rachel menepuk punggungnya dengan wajah kasihan, dia tersenyum bahagia sekaligus bingung. Rachel membuka mulut,
“Bahkan lansia yang sudah jauh dari suaminya saja baik-baik saja. Bisakah kau seperti ini?”
“…Saya tidak akan beralasan lagi.”
“Apa kau bisa makan?”
“Harus. Ini siaran dan yang paling penting, setiap hidangan terlalu menarik untuk tidak disantap.”
Anderson juga seorang chef omong-omong, sekaaligus seorang epicurean. Dia bukan tipe orang yang mengabaikan kelezatan makanan yang ada di depannya. Tidak. Lebih tepatnya, dia tidak ingin menunjukkan sisi minusnya itu pada Rachel. Dia ingin menunjukkan pada Rachel sisi sempurnanya. Anderson melirik Jo Minjoon.
- Aku akan suka jika kau ada di dapurku.
Kata-kata Rachel terngiang di telinganya. Tetapi malangnya, kata-kata itu bukan ditujukan padanya, melainkan pada Jo Minjoon. Dia juga ingin mendengar kata-kata itu. Dia ingin diakui oleh Rachel dan juga berharap sebuah posisi untuknya di dapur Rachel.
‘…Aku bahkan bukan seorang gadis yang telah jatuh cinta. Apa yang aku lakukan saat ini.’
Anderson tersenyum masam sembari memasukkan pasta ke mulutnya. Dalam situasi ini, lucunya adalah pastanya bahkan tetap terasa enak dan nikmat. Ini lezat. Sampai-sampai dia lupa akan sakit kepala dan sakit perutnya. Tentu, tidak berarti perasaannya yang berkecamuk telah hilang, hanya saja dia merasa sedikit lebih baik.
[Anderson, Semangat. Kami juga paham bagaimana perasaanmu.]
[Tetapi Anderson mengatakan bahwa dia adalah kaum selibat di siaran sebelumnya. Apakah kaum selibat tidak ingin melihat hal-hal seperti itu?]
[Pria seusianya yang mengatakan bahwa dia kaum selibat hanyalah konsep belaka. Jangan percaya padanya.]
“…Kenapa kalian tiba-tiba menyerangku. Aku memang tak ingin menikah.”
Dia merasa nyaman sembari membaca obrolan penonton, tetapi seketika kesal karena identitasnya diragukan. Sekarang, dia memutuskan untuk tidak melihat obrolan penonton dan menyantap pasta, tetapi Sera, yang duduk di sebelahnya malah membahas hal itu.
“Tapi kenapa kau tak ingin menikah?”
“…Pasti ada satu alasan?”
“Apa ada sesuatu di dunia ini yang tidak memiliki alasan? Aku seorang epicurean karena aku suka makan, dan kau adalah tukang masak karena kau suka masak. Pasti semua ada alasannya. Apa benar tidak ada alasan kau tak ingin menikah?”
“Aku paham. Aku paham. Jadi berhentilah berbicara panjang lebar. Ini pertama kalinya aku melihat seseorang yang berbicara lebih panjang dari ibuku.”
Anderson menggelengkan kepala seolah dia lelah akan hal seperti itu. Emily melihat Anderson lalu berekspresi seolah dia paham perasaan Anderson. Tidak lama kemudian, Sera berpaling dari Anderson lalu menggulung pastanya seperti biasa.
“Aku tidak pernah merasa butuh membangun sebuah hubungan. Meskipun yang lain iya, aku tidak pernah berpikir ingin menikah, dan oleh karena itu, aku termasuk kaum selibat.” kata Anderson.
“Hei, itu hal yang berbeda. Kaum selibat berpikir mereka harus tetap sendiri seumur hidupnya sedangkan kau hanya belum kepikiran untuk menikah.”
“Bukankah hasilnya sama?”
“Orang-orang yang hanya makan sayuran apa karena mereka tidak menemukan cita rasa daging? Orang-orang yang vegetarian dan tidak makan daging itu karena agama mereka, dlll?”
“…Itu bukan?”
“Maka, kau juga bukan kaum selibat.”
Karena Anderson terus menyimak Sera, tampaknya dia teryakinkan oleh Sera. Anderson mengunyah pasta dan berpikir. ‘Apa sungguh seperti itu?’ Sera telah mengatasi keraguan Anderson. Sera berbisik di telinga Anderson. Tentu, apa yang diucapkan sangat bisa didengar oleh penonton karena ada mikrofon di baju mereka.
“Jika kau kaum selibat, kau tidak akan merasa terusik oleh Jo Minjoon dan Kaya. …tidak, sebenarnya, jika mereka bertingkah polos seperti dalam drama, kakek yang selibat pun akan merasa terusik. Meski begitu…. apa benar seperti itu?”
“Aku paham. Tapi, aku yang kaum selibat atau bukan, kenapa menjadi begitu penting? Kenapa kau berusaha meyakinkan aku sejak awal?”
“Karena itu sungguh malang. Pria semenarik dirimu hidup dengan pemikiran bahwa dirinya kaum selibat. Aku melepaskan ikan yang bagus dari penangkaran untuk para gadis di seluruh dunia.”
Anderson hanya membuka dan menutup mulutnya kembali berusaha mengatakan sesuatu tetapi pada akhirnya dia hanya merona lalu menundukkan kepalanya. Bahkan dia tidak berdaya atas pujian langsung semacam ini. Kaya, yang melihat itu, mendecakkan lidahnya.
“Anderson, konsentrasi. Kita sedang siaran saat ini. Cobalah membangun hubungan saat kamera dimatikan.”
Melihat tatapan iba Kaya, Anderson justru merasa heran. Dia menoleh melihat Jo Minjoon lalu bertanya apakah dia juga berpikir seperti itu. Tetapi Jo Minjoon memilih melihat Alan alih-alih menjawab tatapan Anderson.
“Alan, siapa yang membuat pasta ini? Minyak pasta ini enak dan kombinasi antara cumi dan bok choy juga enak, tapi menurutku, hal yang paling penting adalah mienya. Aku tidak melebih-lebihkan sama sekali, ini pasta terbaik yang pernah aku coba hingga saat ini.”
“Evaluasimu bagus. Kau tidak menyia-nyiakan harapanku. Boleh aku bertanya skor hidangan itu?”
“Jika ini normal, aku akan merasa bersalah menjawabnya… Tetapi kali ini, aku bisa menjawabnya tanpa ragu sedikit pun. Ini 10 poin. Ini sempurna.”
“Yeay, kau bisa!”
Emily tidak bisa menyembunyikan senyumannya dan mengepalkan tangannya. Meskipun epicurean dengan pengalaman lebih banyak bertahun-tahun dari pada Jo Minjoon yang memuji Alan, tetapi pujian Jo Minjoon punya makna berbeda dari pada yang lain. Itu berarti hidangannya sangat seimbang. Bagi seorang chef, mau tak mau, dia merasa bangga.
[10 point…….Apa lagi yang mendapat 10 poin dari Jo Minjoon sampai sekarang?]
[Untuk yang disiarkan sampai sekarang, mungkin hidangan yang ada di Rose Island Chicago. Apa itu daging pipi sapi muda dengan teri goreng? Kemungkinan yang itu.]
[Pipi sapi muda…Penjelasannya buruk sekali.]
[Tetapi komposisinya menyenangkan. Di Grand Chef, Alan sebagai juri yang mengevaluasi Jo Minjoon. Tetapi sekarang, peran mereka berganti.]
[Akan menarik jika Jo Minjoon juga menjadi juri untuk Grand Chef.]
“Untuk pasta…sebenarnya, bukan aku yang membuat. Ada seseorang yang menyediakannya untuk restoran kami. Dia adalah seseorang yang membuat mie setiap hari selama puluhan tahun. Jadi, di banding mie pabrikan, kualitasnya jelas berbeda.”
“Pastinya seperti itu.”
“Sama seperti kau harus terkoneksi dengan patissier yang bagus jika kau ingin menjalankan restoran di Perancis, kalau di Italia, tidak ada senjata yang paling kuat selain hubungan dengan pembuat mie yang handal. Akan ada setidaknya satu orang master dalam membuat pasta setiap hari di masing-masing kota, dan itulah alasan negara ini menjadi rajanya pasta. Aku menyatakan hal yang positif tentang pembuat pasta. Dia adalah salah satu master terbaik di Italia. Dan itu berarti, dia juga salah satu yang terbaik di seluruh dunia.”
Kata-kata itu membuatmu memikirkan banyak hal. Hubungan dengan master pembuat pasta dan patissier yang baik adalah penting. Semakin diketahui, ternyata sebuah restoran memerlukan banyak orang. Untuk menemukan relasi dengan orang-orang itu, akan menjadi petualangan dalam perjalanan yang panjang. Ketakutan dan rasa penasaran ada di dalamnya. Hal itu membuat Jo Minjoon merasa bingung.
Dia merasa hidup. Dia melepaskan semuanya lalu berpartisipasi dalam Grand Chef karena dia ingin menapaki jalan ini. Jalan ini, yang terasa sagat jauh darinya, sekarang ada di depan kakinya, tidak, tetapi di belakang kakinya karena dia sudah menapakinya. Jalur untuk menjadi seorang chef.
Hidangan-hidangan terus keluar. Dimulai dengan risotto dan ikan opah bakar. Stik tulang T yang dimasak setengah matang dengan 5 jenis saus dressing dan 6 jenis garam. Pizza dan diikuti jeli ceri yang tertutup coklat putih.
Risotto dan ikan opah 9 poin, lainnya 8 poin tetapi…entah karena rasa syok terhadap pasta, hal yang bertahan di kepalanya adalah kelembutan dan elastisitas pasta. Tampaknya, Kaya juga seperti itu. Dia melihat Alan, lalu mendesaknya.
“Apa kau bisa memberikan linguine lagi untuk kami?”
“..Tetapi kau sudah selesai makan?”
“Iya, sejujurnya, apa masuk akal memberi kita sesuatu yang lezat tapi hanya sedikit dan menyuruh kita berhenti?”
“Baiklah. Ayo ke dapur setelah siaran selesai.”
“…Boleh aku ikut?”
“Minjoon juga… Semua orang yang ingin ikut silahkan. Aku spesial akan membuatkan itu sendiri.”
[Melanggar aturan dengan maksud tertentu.]
[Tapi aku setuju dengan kata-kata itu. Saat kau pergi ke restoran, mereka selalu memberimu hidangan yang tidak lezat dalam jumlah banyak, sedangkan yang enak hanya sedikit.]
[Aku juga ingin makan pasta di Italia. Restoran jaman sekarang terlalu asin. Kadang aku menemui rasa asam pada spaghetti tomat. Untuk spaghetti krim, mienya selalu lengket hingga aku tidak bisa membedakan ini pasta atau adonan…]
Martin hanya menyimak obrolan di antara penonton. Jumlah penonton meningkat dan sekarang mendekati 310.000. Itu level yang cukup baik, tidak, tetapi level yang sungguh baik. Tentunya, tidak sebanding dengan siaran langsung olahraga di internet. Akan tetapi, bukankah ini siaran kuliner yang sederhana?
Poin pentingnya adalah penonton tidak beralih dengan mudah. Martin berpikir alasan terbesarnya adalah Kaya.
‘Tidak, lebih tepatnya karena Minjoon dan Kaya’
Mereka berdua mempunyai fandom yang cukup menarik. Tentunya, mereka masing-masing mempunyai fandom, tetapi saat mereka bersama-sama, reaksi penonton berubah drastis.
Itulah yang dia rasakan di Grand Chef. Ketika Jo Minjoon dan Kaya pisah tapi masih muncul di layar, jumlah penonton tidak meningkat, tetapi saat mereka berbicara bersama atau melakukan sesuatu bersama, jumlah penonton meningkat setidaknya sampai puluhan ribu, atau bahkan ratusan ribu.
‘Jika saja Kaya tidak menang, aku akan membawa mereka berdua.’
Martin menekan bibirnya seolah dia merasa sedih. Dan pada saat itu, Rachel juga merasa sedih, tidak, hal itu lebih mendekati keserakahan lebih tepatnya. Sisi jenius Kaya sangat kuat. Rachel merasa sedih kenapa dia baru melihatnya sekarang. Jika Jo Minjoon tidak ada, matanya akan tertuju hanya pada Kaya.
‘Jika aku bisa mengambil mereka berdua…’
Tetapi Kaya lebih pemilih dibanding Jo Minjoon. Alih-alih dirinya sendiri seperti itu, situasi Kaya yang melarang Rachel karena sekarang Kaya harus bekerja untuk Grand Chef dalam beberapa bulan ke depan. Jeremy berdehem.
“Matamu penuh dengan ambisi. Di usiamu, bukankah ini saatnya kau bersantai?”
“Sepertinya kau sudah tua ya. Aku belum.”
“Memangnya selisih berapa umur kita…Omong-omong, aku akan mengatakannya karena tampaknya kau tidak bisa. Kaya, Sepertinya, temanku ini sangat menginginkanmu. Bagaimana menurutmu?”
“Menurutku?”
Itu penawaran yang tak terduga, tetapi pada saat itu, Kaya berpikir dengan serius. Sudah jelas tentang apa yang diutarakan Jeremy. Hal pertama yang terpikir olehnya adalah ‘jika aku pergi aku akan bisa melihat Minjoon setiap hari.’ Dia sendiri pun bingung kenapa hal itu yang terpikir pertama kali. Lalu apa yang akan dia lakukan? Kemudian, ekspresi Kaya menegang. Obrolan penonton di layar lah yang membuatnya tegang.
“Oh, aku tidak berpura-pura sedang berpikir! jelas pergi dengan alasan Minjoon? aku tidak sebodoh itu!”
“…Mari kita dengar jawabanmu nanti saja.”
Rachel tersenyum malu lalu mengubah topik. Kaya melirik layar sembari bersungut-sungut kemudian duduk dengan wajah dongkol. Sera berbisik pelan di telinga Emily.
“Menurutku temperamen Kaya lebih panas dari pada aku.”
“…….Mungkin.”
Siaran langsung tidak lama lagi selesai. Karena sesi makan selesai, siaran pun juga selesai. Saat pengumuman sederhana di akhir siaran, obrolan terakhir dari penonton bertahan di layar.
[Kaya♥Minjoon]
“…Kenapa orang-orang begitu kekanak-kanakan?” tanya Kaya dengan suara gemetar.
Meskipun dia belum dewasa, orang-orang di internet tampak lebih kekanak-kanakan daripada apa yang dia pikirkan. Jo Minjoon tersenyum kecut karena hal aneh di saat terakhir siaran. Yaa, isi obrolan yang kebanyakan tentang mereka berdua tak terhindarkan. Anderson berkata sambil menepuk-nepuk perutnya yang masih sakit.
“Kalian bisa mulai berkencan, bodoh.”
< Siaran langsung mereka (4) > Selesai