Dewa Memasak – Bagian 145: Tangan seorang master (2)
Dengan mengabaikan tatapan si pemandu, Jo Minjoon dan Rachel perlahan memasuki kedai. Dindingnya semua putih, dan kedai itu memberi kesan yang menyegarkan karena papan kayu berwarna cerah dipaku seperti bingkai di lantai.
“Irasshaimase!” teriak para pekerja dengan energik.
Rachel dan Jo Minjoon tida tahu bagaimana untuk berbicara dalam bahasa Jepang, meski begitu, mereka paham bahwa ituadalah ungkapan selamat datang.
Restorannya tidak begitu luas, penuh dengan pelanggan. Agak sulit bagi semua staff untuk masuk. Para pekerja pun melihat jumlah mereka dan kamera-kamera yang dibawa dengan ekspresi tidak setuju. Para pekerja mulai berdiskusi dengan Martin melalui pemandu. Setelah beberapa saat, Martin berkata.
“Tampaknya sulit jika semua staf masuk. Rachel dan Jo Minjoon, silakan masuk… Aku akan memegang kamera.”
Setelah menerima kamera tangan berukuran kecil dari staf, dia tersenyum ceria. Mereka bertiga menuju meja yang berada tepat di sebelah dapur tempat chef berdiri, yang berbentuk seperti meja bar. Saat mereka duduk, seorang pria yang tampaknya berumur 50-an berkata.
“Kalian Turis. Apa kalian sedang berlibur?”
Meskipun kental dengan logat Jepang, tetapi ucapannya tidak sulit dimengerti
“Kita sedang siaran sembari berlibur.”jawab Rachel.
“Untuk bekerja sekaligus berpiknik, itu terasa agak aneh. Aku Yamamoto Kenji. Anda bisa panggil aku Yamamoto.”
“Oh, aku Rachel Rose.”
“Saya Jo Minjoon.”
“Aku pikir kau orang Jepang, ternyata orang Korea.”
Yamamoto melihat Jo Minjoon sejenak seolah tak terduga. Jo Minjoon juga memandangnya, Tidak, Lebih tepatnya, dia melihat statusnya. Cooking level 7. Sejujurnya, dibanding rata-rata, itu tidak begitu menakjubkan.
Akan tetapi, dengan mempertimbangkan bahwa lebih dari separuh hidangan yang dia buat adalah sushi, dia tidak tahu apakah itu level yang menakjubkan atau tidak. Mungkin, jika dia bisa melihat layar keahliannya, dia akan bisa melihat statusnya seperti ‘Pemahaman tentang sushi – penguasaan 85%’. Jo Minjoon perlahan-lahan bertanya.
“Ada yang ingin saya makan pertama kali, apa boleh?”
“Jika ada sesuatu yang kau inginkan, kita akan membuatnya langsung.”
“Apa yang saya inginkan adalah sushi telur.”
Mendengar itu, Rachel melihat Jo Minjoon dengan bingung. Itu adalah pernyataan umum untuk mengetahui level kedai sushi. Namun, bukankah Jo Minjoon menilai bahwa dia ingin masuk ke restoran ini setelah melihat tekstur ikan? Kalau begitu, seharusnya tidak perlu makan suhi telur untuk mengetahu level restoran. Namun, reaksi Yamamoto setelah ekspresi Rachel lebih mengejutkan lagi.
“Kau beruntung. Sebenarnya, pelanggan tetap yang sesungguhnya selalu menyantap setidaknya satu sushi telur saat mereka datang.”
“Sushi telur? Apa itu spesial dibanding tempat yang lain?”
“Bagaimana yaa? Aku hanya setia pada dasarnya.”
“Mm…Beri aku satu, juga.”
“Iya, aku paham.”
Sushi telur tidak dibuat secara langsung. Sembari meletakkan sushi telur, kecap asin, dan jahe di atas baki, Yamamoto berkata.
“Kami tidak memberi pelanggan lebih dari satu suhi telur. Ada banyak yang lainnya, tetapi jumlah yang bisa kami buat dalam satu hari terbatas. Ada beberapa orang yang datang terlambat nanti tidak bisa makan sushi telur. Karena Yamamoto berbicara seperti itu, mulutnya jadi gugup. Jo Minjoon melihat sushi telur.
[Sushi Telur]
Kesegaran: 98%
Asal: Tersembunyi karena ada bahan terlalu banyak)
Kualitas: Tinggi
Skor Masakan: 8/10
Skornya tidak berbeda dengan yang dia lihat dari luar. Tetapi saat dia melihat dari dekat, kekaguman muncul secara alami. Kelembapannya, tekstur potongan yang halus seperti menggunakan penggaris, dan bagian luar menunjukkan warna kuning kecoklatan yang cantik seolah dimasak dengan tepat. Teksturnya tidak kasar tetapi lembut.
“Ini sama seperti parutan Sapporo.”
“Saat memasak telur gulung, jika temperatur wajandijaga dengan baik, bagian luar telur juga akan matang dengan lembut. Untuk melakukan itu, kita memasak telur di wajan yang dipanaskan menggunakan api jerami.”
Jo Minjoon memasukkan sushi telur ke mulutnya. Setelah itu, tidak terasa ada cita rasa yang ajaib. Namun, sari telur keluar saat telur hancur oleh tekanan yang berasal dari langit-langit mulut, gigi, dan lidah. Sari telur itu meresap ke dalam sela-sela permukaan lidah.
[Anda memahami resep sushi telur Yamamoto!]
‘Cita rasa ini…gila!’
Itu sangat merangsang hingga dia tidak peduli dengan alarm sistem yang muncul.
Di sisi lain, Yamamoto memperhatikan Jo Minjoon dan Rachel yang menyantap sushi. Kalau Jo Minjoon, dia menyantapnya dengan bagian telur menyentuh lidah, sedangkan Rachel memiringkan sushi sehingga lidahnya bisa merasakan telur dan nasi sekaligus. Yamamoto berkata dengan suara tenang.
“Miss Rachel, kau contoh yang sempurna untuk menginvestigasi cita rasa hidangan.”
“Maksudmu karena aku memiringkan sushinya?”
“Iya. Orang-orang yang ingin merasakan semua cita rasa suhi harus melakukannya. Di sisi lain, orang-orang yang ingin tenggelam ke dalam cita rasa sushi memilih metode Mr. Minjoon.”
“Anda lucu. Sebagai jawaban, boleh saya menganalisa telur gulung ini?”
“Dan apa yang ingin kau analisa…?”
Yamamoto melihat Jo Minjoon dengan wajah penasaran. Jo Minjoon sedikit tersenyum lalu menjawab.
“Aku bertanya-tanya apa saya boleh mengatakan apa yang ada dalam telur gulung ini? Sebenarnya, dua orang dari kami adalah chef.”
“Aku tahu sejak awal. Luka di tanganmu adalah luka para chef. Tebaklah bahan-bahannya dengan benar …… Jika ini menyenangkan bagi pelanggan, aku tidak keberatan. Namun, itu akan sedikit sulit.”
Senyum percaya diri muncul di wajah Yamamoto. Ada banyak orang yang berusaha untuk mendapatkan metode memasak yang benar untuk telur gulung ini. Yang paling penting, bahkan ada orang-orang yang terus datang ke kedai ini selama beberapa bulan untuk makan sushi setiap hari.
Itubukan resep yang bisa dipahami seorang pemuda setelah menyantapnya satu kali. Dengan pemikiran itu, Yamamoto menatap pemuda di depannya. Tetapi setelah beberapa saat, mata Yamamoto gemetar.
“Minyak dan kaldu. Pertama, tampaknya kedua bahan itu yang berbeda dengan tempat lain.”
Dia menebak dengan benar. Tetapi Yamamoto tidak terkejut. Dia segara menjawab dengan suara santai.
“Jika sesuatu yang berbeda yang kau bisa temukan pada sushi telur hanya itu, bukankah keduanya sudah jelas? bukan begitu…?”
“Iya. Itu mungkin sudah jelas. Kalau begitu, apa saya bisa menggali lebih dalam?”
Yamamoto ragu-ragu sejenak. saat dia menjawak oke, dia merasa bahwa metode memasak sushi telur selama puluhan tahun akan terungkap seketika tetapi itu tidak mungkin terjadi. Seberapapun sensitifnya lidah seseorang, tidak mungkin memahami komposisi hidangan hanya dengan mencicipinya sekali. Yamamoto segera menenangkan perasaannya lalu menjawab.
“Lakukanlah jika kau bisa.”
“Minyak kastanye dan minyak kacang pinus.” jawab Jo Minjoon dengan cepat.
Wajah Yamamoto mengeras. Jo Minjoon lanjut berkata dengan suara tenang.
“9 bagian minyak kacang pinus dan 1 bagian minyak kastanye. Anda mencampurkan keduanya untuk memasak telur. Setelah mengocok telur, Anda memasukkan setengah sendok kaldu. Haruskah saya mengatakan komposisi kaldunya?”
Yamamoto tidak bisa segera menjawab. Tidak. Dia tidak punya pikiran untuk melakukannya Dia bisa paham bahwa mencium aroma minyak kastanye dan minyak kacang pinus mungkin mudah baginya. Namun, mendapat rasio dan jumlah kadu dalam satu telur dengan benar adalah sesuatu yang tak terbayangkan. Yamamoto melihat ke sekelilingnya dengan suara gemetar.
“Ini…apa di sini ada kamera tersembunyi?”
“Bukan, Ini hanya program TV kunjungan ke restoran yang umum.”
“Lalu bagaimana …Ini tidak masuk akal.”
“Dia punya indera pengecap yang mutlak.”jawab Rachel dengan tenang.
Mendengar jawaban Rachel, Yamamoto terbelalak melihat Rachel dan Jo Minjoon. Yamamoto berkata dengan suara gemetar.
“Apakah itu berarti dia bisa tahu semuanya hanya dengan memakannya?”
“Iya. Anak ini sangat terkenal di Amerika. Aku juga tahu bahwa dia sangat terkenal di negara sebelah, Korea.”
Tidak butuh waktu lama kekacauan di wajah Yamamoto berubah menjadi harapan dan kegembiraan. Dia tidak punya alasan lagi untuk tidak mempercayainya. Jika itu bohong, bagaimana ia bisa mendapat resep ini dengan begitu mudah? Alih-alih marah, dia justru merasa dadanya membara. Pelukis butuh orang-orang yang memahami lukisannya, dan chef juga butuh orang-orang yang bisa merasakan makanan mereka dengan tepat. Yamamoto berkata denga suara penuh ambisi.
“Jika itu sungguh benar…Apa kau bisa mengatakan padaku perasaan seperti apa yang diberikan sushi telur buatanku padamu?”
“Itu lezat. Untuk sekarang, aku jelas sudah mengatakannya padamu. Itu enak hingga aku bertanya-tanya apakah ada sushi lain yang lebih baik dari ini. Teksturnya unik mungkin karena bulir nasi yang dikepal rata…. Telurnya sangat lembut dan lembab seperti ada ruang yang basah di dalam telur. Itu sushi yang enak. Aku ingin cepat-cepat makan yang selanjutnya…”
“Oh, iya. Tentu saja. Tapi setelah itu, makanlah sekeping jahe.”
“Apa ini yang Anda bicarakan?”
Jo Minjoon menoleh. Jahe tipis diletakkan di piring yang kecil. Yamamoto mengangguk.
“Itu bisa melemahkan rasa. Itu adalah jahe yang direbus sehigga aromanya semakin kuat. Saat kau makan sushi dengan mulut yang sudah memakan jahe itu, kau akan merasakan cita rasa yang sungguh berbeda.”
Jo Minjoon dan Rachel mengambil irisan jahe masing-masing lalu memakannya. Rachel berkata semabari merasa takjub.
“Ini bukan level yang melemahkan rasa sebelumnya. Hanya rasa elegan yang tersisa di mulutku. Aku merasa jahe ini seperti membersihkan cita rasa manis dan asam di mulutku.”
“Tidak hanya itu. Cuka ini pun tidak tampak normal. Sudachi. Ada sari sudachi di dalamnya. dan itu bukan yang biasa ada di… Tetapi sudachi yang sedikit kurang matang dengan rasa yang lebih kuat. Apa betul?”
Mulut Yamamoto gemetar dan melongo. Sebelumnya dia telah membuang keraguannya, tetapi karena Jo Minjoon berbicara seperti ini, kepastian dalam pengecapan Jo Minjoon menjadi semakin dalam. Itu bisa diketahui kalau mengandung sudachi. Tetapi bagaimana dia bisa tahu itu kalau sudachi yang digunakan belum terlalu masak? Yamamoto menggunakan sudachi yang belum masak tentu karena perbedaan rasanya, tetapi hasil pengecapan Jo Minjoon yang tepat, sangat membuat bulu kuduknya berdiri.
‘Menurutku, ini bukan soal pelanggan…seorang monster telah muncul di dapurku.’
Dia tidak merasa ini nyata hingga dia bertanya-tanya barangkali Jo Minjoon adalah siluman rubah berekor sembilan. Jika ini mimpi, ini baik dengan sendirinya. Dia ingin mengetahui pendapat dari monster yang punya indera pengecapan yang mutlak.
“Ada banyak kondisi yag harus dipenuhi untuk sushi yang enak. Ikan mana yang cocok untuk setiap musim, kualitas, penanganan dengan hati-hati, dan penggunaan pisau yang tajam, serta bulir nasi yang lezat dan wasabi yang dibelah dengan tepat. Apa kau mau mencoba wasabi ini?” tanya Yamamoto.
Wasabi yang seukuran biji terletak di piring Jo Minjoon dan Rachel. Begitu wasabi masuk mulut mereka, saat mereka menantikan rasa pedas wasabi yang seharusnya segera terasa, pupil Jo Minjoon membesar.. .Ini manis. Ini jelas wasabi, tetapi dia merasa seperti dia baru saja memasukkan krim dengan gula ke dalam mulutnya. Tentu, setelah beberapa saat, cita rasa pedas yang tajam menusuk hidungnya, tetapi rasa syok akibat rasa manis terlalu besar.
“Wasabi ini…manis. Ada apa?”
“Melihat bagaimana kau bicara, tampaknya kau tidak pernah ke kedai sushi yang baik. Wasabi yang dibuat pabrik dan yang dibuat sendiri sangat berbeda. Ada beberapa restoran yang mencampurkan tepung beras, tepung sagu, dan lain-lain ke dalam wasabi tetapi wasabi yang berkualitas bagus bisa memberikan cita rasa yang mendalam seperti ini hanya dengan memarutnya dengan baik. Tentunya..”
Yamamoto mengangkat sebilah parutan. Parutan itu berbentuk lembaran baja yang tampak seperti terbuat dari kulit atau semacamnya. Yang paling utama, saat dia memasukkan cabai wasabi ke dalamnya dan perlahan memutar searah jarum jam, wasabi mulai terparut turun dengan lembut tanpa suara.
“Arah dan kekuatan dalam memarut juga penting. Karena jika kau merusak strukturnya, cita rasanya akan terhambur.”
“…Apakah cita rasanya seberbeda itu karena sesuatu yang sederhana?”
“Lihatlah wajah orang-orang. Ketika panjang bulir nasi berbeda, tampilannya berubah, dan kesan di mata orang-orang akan berubah. Wasabi dan sushi juga sama. Jika tidak masalah, boleh aku rekomendasikan kau sushi yang selanjutnya?”
“Oh, iya. Tolong berikan pada saya.”
Segera setelah itu, dia mengeluarkan seekor ikan tongkol dari samping. Sisinya memiliki jelaga seolah dimasak dengan api langsung, dan sisi yang lain memiliki daging utuh seolah-olah hanya dimasak dengan asap.
“Ini ikan tongkol yang dimasak di api jerami, sama seperti yang dilakukan di jaman Edo. Ikan tongkol adalah ikan dengan banyak sekali darah, jadi sulit untuk menghapus rasa amisnya. Oleh karena itu, kami menangkap aroma amis ikan tongkol dengan asap jerami.”
Pisau sashimi Yamamoto perlahan membelah kulit ikan tongkol. Betapa tajamnya pisau itu hingga bagian kulitnya terpotong dengan sempurna dan tidak hancur. Pisau sashimi itu membelah ikan tongkol tanpa halangan layaknya mengiris mentega.
Selajutnya adalah langkah yang biasanya. Dia membasahi tangannya dan mengepal nasi lonjong membulat. Dia mengoleskan wasabi pada ikan tongkol dan mengepalnya bersama nasi untuk membentuk kepalan yang cantik.
‘…8 poin.’
Dia pikir hanya sushi telur yang memiliki skor 8, tetapi tampaknya bukan itu. Mungkin karena berbeda dengan sushi yang lain, sushi ini telah bertemu dengan api, sehingga mempunyai lebih banyak proses dan skornya bisa naik. Saat Jo Minjoon mengulurkan jarinya untuk meraih sushi yang diletakkan di piring, Yamamoto menggelengkan kepala.
“Kau belum bisa memakannya. Kau harus menunggu hingga suhu nasi dan ikan hampir sama. Suhu ini sungguh penting. Orang-orang menyantap sushi tepat di depan dapur dan orang yang menerima hidangan di aula akan merasa berbeda meski menyantap sushi yang sama. Oleh karena itu, secara pribadi, aku merasa sesak saat melihat tempat yang menjual paket macam-macam sushi. Dengan paket itu, kau tidak akan pernah bisa merasakan cita rasa sushi yang sebenarnya. Oh, iya, kau bisa memakannya sekarang. Secara pribadi, aku merekomendasikan memakannya dengan nasi di bagian bawah. Pelan-pelan. Itu metode yang bisa membuatmu merasakan cita rasa sushi dengan lebih jelas.”
Jo Minjoon mengulurkan tangannya. Mungkin itu adalah sebuah pertimbangan untuk pelanggan, hingga dia yang dominan meggunakan tangan kanan bisa meraih sushi dengan sudut yang nyaman. Kemudian dia memasukkan sushi ke mulutnya.
Kecap asin, yang ada di ujung nasi, menyebar ke seluruh lidahnya, dan daging ikan tongkol asap dan bagian kulit yang terpanggang seketika menuangkkan cita rasa yang bermacam-macam. Yang paling penting, saat ditambahkan rasa pedas manis wasabi dan rasa unik nasi,…cita rasa keseluruhan membuatmu bertanya-tanya apakah ini bisa menghanyutkan dirimu. Skor makanan itu 8. Tetapi cita rasanya tidak sesederhana itu.
‘Apa ini…kekuatan master yang bekerja hanya dalam satu bidang?’
Dia selalu terpikir akan hal ini. Misal koki masakan barat yang tidak berdiri sendiri dalam pekerjaan tetapi mengatur aliran pekerjaan secara umum. Menggunakan Korea sebagai contoh, seorang chef yang menghabiskan waktu sepanjang hidupnya hanya dalam satu bidang seperti kalguksu (칼국수) atau sup nasi (국밥), dan chef Jepang untuk udon, ramen, dan lain-lain. Di antara mereka itu, siapa yang akan bisa menunjukkan cita rasa yang lebih ideal?
Menurutnya, yang kedua lebih baik karena dia berpikir bahwa meski dia mengaturnya sebagai chef kepala, akan sulit menunjukkan keterampilannya jika dia tidak memegang wajan sendiri… Akan tetapi dia berubah pikiran setelah bertemu Rachel. Rachel membuatnya sadar selama ada chef kepala, semua anggota di dapur tidak berbeda dari tangan chef kepala itu sendiri.
Namun, sushi Yamamoto melemparnya pada pertanyaan itu lagi. Meskipun level memasaknya hanya 7, itu tidak hanya untuk sushi, 8 atau mungkin 9. Keterampilan mengiris, menggunakan api, mengatur bahan-bahan, serta menangani nasi dan wasabi punya kesulitan tersendiri untuk meningkatkannya. Itu adalah sebuah seni yang man seluruh hidupmu harus tercurah ke dalamnya.
‘Jikalau aku bisa membuat semua itu sendiri……’
Keserakahan membuatnya lapar.
< Tangan seorang master (2) > Selesai