Dewa Memasak – Bagian 146: Tangan seorang master (3)
“Kerja keras…sungguh tidak berkhianat.”
Jo Minjoon, yang masih terlena dengan rasa sushi yang masih tertinggal di mulutnya, mulutnya terbuka selama beberapa saat.
“Itu ungkapan untuk sushi. Seseorang dengan kemampuan yang sedang-sedang yang membuat sushi selama 50 tahun bisa membuat sushi yang lebih lezat dari pada chef jenius yang membuatnya selama 49 tahun. Tentu, perkataan seperti ini baru kau dengar, ada banyak kasus yang tidak terbukti. Namun, menurutku, ini mungkin sungguh benar adanya. Satu tahun…tidak, aku yang sebulan yang lalu berbeda dari aku yang sekarang.”kata Yamamoto sambil tersenyum manis.
“Saya paham. Saya juga seorang chef, meski pengalaman saya tidak banyak.”
Jo Minjoon, sebelum mengikuti Grand Chef, dan Jo Minjoon yang sekarang berbeda. Itu mungkin sekitar setengah tahun, tetapi betapa banyak kenaikan level Jo Minjoon. Sementara kepalanya mengangguk memikirkan hal itu, Rachel berkata dengan suara tenang.
“Teknik juga seperti itu. Meski kau punya indera yang sensitif, kau mungkin cepat untuk mulai berjalan, tetapi nantinya tetap sulit. Pengalaman terakumulasi sebanyak kau berkeringat, alih-alih bakat. Jika sushi, udon, roti, dan lain-lain dalah hal-hal yang hanya harus dikerjakan oleh master dari awal hingga akhir, bakat tidak akan membuat perbedaan besar.”
“Dengan mengatakan itu untuk teknik…berarti bahwa tidak begitu untuk bagian yang lain kan, Guru?”
“Teknik semakin lama diasah semakin tajam seperti mengasah pisau. Namun, berbeda ketika dari segi si pembuat. Untuk membuat pisau, kau perlu kreativitas untuk membuat pisau yang cantik dan tahan lama. Mereka juga perlu tahu bagaimana mengekspresikan kreativitasnya menjadi nyata. Kau tidak bisa membuat ini hanya dengan pengalaman. Dan lidahmu…itu tidak dipungkiri lagi, setuju tidak?”
Rachel tersenyum lembut. Yamamoto, yang menyimak pembicaraan mereka, bertanya.
“Kalian berdua…Apa mungkin master dan murid?”
“Iya. Baru-baru ini, aku akhirnya mengangkat anak ini menjadi muridku.”
“Apa maksudmu dengan akhirnya? Aku akan menjadi murid guru apapun yang terjadi.”
“Hahaha…Aku merasa bersyukur karena kau bilang begitu.”
“Ini baru bagiku. Aku tidak akan bisa berbincang dengan guruku sesantai itu ataupun duduk di meja yang sama. Mungkin karena kalian dari barat, suasana pasti berbeda.”
“Alih-alih dari barat…Ini karena guru adalah orang yang hangat. Dia memperlakukan saya dengan sangat baik.”
Mendengar itu, Rachel menoleh dengan ekspresi malu. Jika dipikir-pikir, entah ini pertama kalinya Jo Minjoon mengatakan sesuatu seperti ini di depannya. Mungkin itulah kenapa dia merasa lebih hangat tetapi dia tidak bisa menatap mata Jo Minjoon karena dia di masa lalu tidak seperti ini. Meskipun Kaya juga tomboi…
‘Aku lebih parah.’
Rachel tersenyum masam. Yamamoto mengeluarkan ikan selanjutnya. Mata Jo Minjoon berkilat.
“Itu perut tuna.”
“Kau benar dan ini yang biasa… Bisakah kau menebak apa yang spesial?”
“Oh, apa kau mengirisnya mengikuti otot tendonnya? Jadi kita tidakperlu mengunyahnya.”
“Kau paham dengan cepat.”
Yamamoto mengangkat pisaunya. Itu sangat menakjubkan melihat pisau sashimi mengiris daging perut seolah menyibakkan air. Jo Minjoon tidak melewatkan satu gerakan pun dan mengingatnya dengan baik. Gerak jemari Yamamoto saat mengepal nasi, bagaimana dia membalurkan wasabi, hingga berapa kali dia menyapukan kuas kecap asin ke permukaan daging perut.
[Anda mendapat pengalaman teknik dari master sushi di depan mata!]
[Penguasaan memasak sushi telah meningkat!]
[Pemahaman Anda tentang kehidupan telah meningkat!]
Teknik yang membuat keahlianmu meningkat hanya dengan menontonnya. Jo Minjoon memperhatikan perut tuna diletakkan di depan matanya.
[Sushi perut tuna]
Kesegaran: 98%
Asal: (Tersembunyi karena bahan terlalu banyak)
Kualitas: Tinggi
Skor masakan: 7/10
7 poin. Itu skor yang bagus, tetapi tidak sampai membuat kagum. Namun, Jo Minjoon tidak bisa menonton sushi ini di depannya dengan biasa. Sushi pada dasarnya mendapat skor ini hanya karena kesederhanaannya. Jika dipikir-ikir, ini sungguh menakjubkan mendapat skor ini hanya dengan nasi, wasabi, dan ikan mentah.
Cita rasanya pun juga luar biasa. Daging perut tuna adalah bagian yang berlemak sekaligus bagian yang lembut, meskipun semua bagian tuna terkenal berlemak. Mungkin karena Yamamoto telah membuang otot tendon sehingga teksturnya jauh lebih lembut, dan setiap kali dia mengunyahnya, minyak yang keluar meresap ke dalam bulir nasi..
Itu jelas, tetapi sushi Yamamoto belum berakhir. Ada sushi ikan saury pasifik dengan kulit perak, sushi dengan belut yang direndam dalam kecap asin, sushi ikan louder, sushi ikan rockfish, dan juga sushi gurita. Beberapa jenis sushi muncul.
Di antara sushi-sushi itu, tidak ada yang mencapai skor 8. Bagi Jo Minjoon, yang mempunyai level pengecapan 8, dia bisa tahu semua resepnya. Tapi…
‘Sushi bukan masalah tentang resepnya.’
Bagaimana kau mengepalnya dan bagaimana kau menggunakan pisau membentuk tekstur yang baik. Meski semua itu di kepala, jika tanganmu tidak mengikuti niatmu, itu tidak akan ada artinya. Tentu, dengan mencuri pengetahuannya, itu juga bernilai.
“Bagaimana?”
“…Aku mau…tanganmu. Aku juga ingin bisa mengepal sushi seperti itu.”
Tatapan Jo Minjoon, yang memperhatikan tangan Yamamoto, terbakar ambisi. Saat tatapannya bertemu dengan tatapan Yamamoto, Yamamoto merasa merinding.
‘Mereka bilang bahwa semua orang yang jenius punya sisi gila…tapi pemuda ini juga punya sisi yang berbahaya.’
Yamamoto juga paham. Semakin sensitif pengecapanmu, nilai yang kau masukkan dalam masakan juga semakin tinggi. Barangkali, tangannya yang mengepal sushi mungkin tampak seperti permata di mata Jo Minjoon. Jika dipikir-pikir, dia juga merasa sedikit senang karena bagaimanapun itu, berarti Jo Minjoon ingin kemampuannya. Yamamoto berkata dengan senyum percaya diri.
“Aku juga ingin lidahmu, tetapi itu tidak akan terjadi abadi. Namun, Mr. Minjoon kau hanya harus bekerja keras.”
“Terima kasih atas pujian Anda. Namun setelah menyantap sushi yang lezat, sejujurnya badanku mau tak mau bersemangat. Itu pencundang. Ini pecundang.”
“Karena seluruh hidupku hanya fokus pada satu hal, jadi, aku harus bisa membuat cita rasa ini.”
Hanya memasak satu jenis saja selama hidupmu. Perkataannya terdengar keren. Benar. Jika kau fokus hanya pada satu hal, tidak ada yang bisa mengikutimu, setidaknya untuk sushi. Meskipun Jo Minjoon menjadi chef yang handal, tidak mungkin dia bisa membuat sushi lebih baik dari pada chef dari kedai sushi, sebagai seorang chef gaya barat.
Meski begitu, Jo Minjoon bukan tipe orang yang bisa fokus dalam satu hal sepanjang hidupnya. Untuk melakukan itu, ada terlalu banyak metode masakan dan bahan-bahan yang diperhatikannya. Dia ingin menggunakan semua itu dan membuat hasil yang paling maksimal untuk sebuah hidangan. Meski itu mungkin adalah impian semua chef, Jo Minjoon adalah seorang pengejar mimpi yang paling baik dari yang lain.
Barangkali realita kembali ke masa lalu ini hanyalah sebuah mimpi. Mimpi yang terjadi sekali. Dia yakin mimpi kedua bisa terjadi. Jo Minjoon menoleh ke Rachel lalu berkata.
“Guru, saya selalu penasaran akan hal ini. Restoran mencoba banyak hidangan. Tetapi jika mereka terus mengubah menunya secara periodik, bukankah sebenarnya mereka bisa menggali menu itu semakin dalam?”
“Tentu saja.” jawab Rachel santai.
Jo Minjoon, yang mengharapkan beberapa solusi, melihat Rachel dengan wajah bingung. Rachel tersenyum ceria lalu berkata.
“Minjoon, untuk menyempurnakan hidangan, tidak perlu menjadi chef yang sempurna. Chef Yamamoto juga seperti itu. Awal dan akhir dari sushi ada di tangannya, jadi setidaknya untuk sushi dia harus sempurna.”
“…Apa kita berbeda?”
“Tentu, pembagiannya, pekerjaan. Sebuah restoran adalah sebuah negara. Jika kau menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan padamu, hidangan tanpa cacat akan keluar. Pikirkan tentang banyak restoran yang lain. Roti dibuat oleh patissier. Dalam kasus mie, ini berbeda pada tiap kasus, tetapi umumnya, mie dibuat oleh pembuat mie yang handal. Esensi restoran barat adalah keselarasan pengalaman dari beberapa proses yang terjadi di atas piring.”
“Lalu apa yang harus kita tempa dan poles?” tanya Jo Minjoon sambil mengernyit seolah itu sulit.
Hal itu sebenarnya merupakan sesuatu yang tidak perlu dipikirkan oleh Jo Minjoon dengan benar karena biasanya itu samar. Namun karena dia menghadapinya sekarang, itu semakin rumit dan lebih besar dari yang dia pikirkan. Jo Minjoon melihat Rachel dengan tatapan ambisius. Rachel membuka mulut,
“Ini akan berbeda berdasarkan peringkatmu, tetapi aku akan berbicara dengan chef kepala sebagai panduan karena pada akhirnya, kau juga akan menjadi chef kepala. Ada dua hal besar. Pertama, memimpin dapur. Peralatan, api, jumlah staff, semua itu harus bergerak di kepalamu.”
“Dan yang kedua…?”
“Bayangkan ini.”
Rachel membuka matanya lebar-lebar lalu menatap Jo Minjoon. Matanya bersinar sangat jelas hingga kau akan berpikir dia sedang melotot. Rachel lanjut berbicara,
“Bayangkan ini. Jalur untuk dapurmu. Hubungan semua orang, usaha, pengalaman, dan imajinasi. Pada akhirnya…jalur yang telah kau bayangkan akan meleleh ke dalam resep. Menarik keluar stimulasi dan emosi yag kau rasakan sembari menonton sushi ini! Rasakan dan ekspresikan itu! Resep tidak semata-mata hanya kombinasi bahan-bahan dan metode memasak. Saat kau membuatnya dengan inspirasi yang kau rasakan sekarang, resep itu akan menjadi milikmu seluruhnya.”
Tatapan Jo Minjoon tampak kosong. Puluhan, ratusan pemikiran bermunculan di kepalanya. Jo Minjoon berdiri dari tempat duduknya.
“Aku…butuh udara segar.”
Rachel tidak menahannya. Sembari melihat punggung Jo Minjoon yang pergi, Yamamoto berkata.
“Kau guru yang bagus.”
“Aku manja. Aku berpura-pura semuanya baik tetapi mungkin aku yang sedang berada dalam kedaruratan daripada anak itu.”
“Kenapa kau terburu-buru?”
“Aku ingin membuat anak itu tumbuh setidaknya sehari lebih cepat. Lucu kan. Aku baru saja melahirkan anak, tetapi aku sudah ingin menyiapkan pernikahannya.”
Rachel tersenyum masam. Yamamoto menatap Rachel lalu perlahan mengembalikan pisaunya di pegangan pisau.
“Tidak ada orang tua di dunia ini yang tidak serakah pada anaknya?”
“Iya. Itulah kenapa jika aku jadi serakah, aku akan memenuhi semua yang dia punya.”
“Karena dia punya lidah itu, ukuran keserakahannya tidak akan normal.”
Rachel memasukkan irisan jahe ke dalam mulutnya tanpa berkata apapun. Dia merasa bahwa rasa manis dan asam, kesegaran dan sensasi kasar akar sayuran perlahan turun melalui kerongkongannya. Rachel berkata dengan lega.
“Beruntungnya apa yang bisa aku berikan pada anak itu tidak dalam skala normal.”
–
Saat dia keluar dari dapur, Jo Minjoon menghirup nafas. Momen saat dia mencium bau kotor udara luar memasuki hidungnya, kepala Jo Minjoon berputar dengan cepat seperti komputer.
‘Sushi. Sushi. Hidangan yang menggunakan sushi.’
Dia tidak bisa menang hanya dengan sushi yang biasa. Meski begitu, dia juga tidak ingin membiarkan resepnya begitu saja seperti sushi yang tidak bisa dimodifikasi. Karena itu, puluhaan dan ratusan bahan-bahan bermunculan di kepala Jo Minjoon.
“7 poin. 6. 8…….Oh, tidak. Tidak. Bukan ini. Ini bukan resep dari level ini.”
Kameramen, yang sedang menunggu di luar, melihat Jo Minjoon yag sedang bergumam pelan, merekamnya sambil memasang wajah aneh. Tetapi Jo Minjoon tidak menyadari keberadaan kameramen dan staf yang sedang memperhatikannya.
Jika kamera dapat merekam apa yang ada di dalam kepala Jo Minjoon, alih-alih wajahnya, mungkin itu sungguh hal yang menakjubkan untuk dilihat. Tiga atau empat resep dibuat lalu dilemparnya jauh bahkan sebelum satu helaan nafas. Penampilan dan cita rasa makanan yang dia pikirkan pun jelas. Hingga dia mungkin bisa merasakan hanya dengan membayangkannya. Dan sebenarnya, liurnya terkumpul di dalam mulut Jo Minjoon.
“Penggunaan pisau yang ideal. Mengepal. Tidak mungkin hanya ini. Haruskah aku menggunakan api? Tidak, itu tidak bisa menjadi sempurna hanya dengan ini. Lalu…”
Gumamannya akhirnya berhenti. Bukan berarti Jo Minjoon menahan diri. Dia masih terus menatap ke udara kosong, bibirnya pun perlahan terbuka. Itu tak terhindarkan karena beberapa jendela bermunculan dan menghilang di depan mata Jo Minjoon.
Roda berhenti sekitar 10 menit setelah Jo Minjoon mulai menatap udara kosong. Mata Jo Minjoon yang berkedip, mulai mencari cahaya lagi. Kameramen yang sedang merekam Jo Minjoon merasa aneh saat itu. Mereka berpikir bahwa Jo Minjoon bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dia lihat.
Itu bukan kesalahan karena di depan mata Jo Minjoon, ada layar yang bermunculan yang hanya bisa dilihat oleh Jo Minjoon.
[Estimasi skor memasak: 9]
[Anda telah memikirkan sebuah resep dengan estimasi skor 9, sendirian!]
[Penguasaan komposisi resep meningkat pesat!]
< Tangan seorang master (3) > Selesai