God of Cooking – Chapter 152: Global & Lokal (2)
Menebak asal bahan dengan benar. Tidak, mungkin kau harus katakan bahwa dia menebak metode peternakan dengan benar. Akan tetapi, itu bukan hal yang begitu sulit untuk dilakukan karena selain Jo Minjoon, masih ada banyak orang yang bisa membedakan daging Kobe dan Matsusaka setelah menyantapnya. Jika mereka adalah orang-orang yang sungguh paham tentang daging Jepang, mereka bahkan bisa menebak bagaimana metode peternakanya hanya dengan melihatnya. Namun, apa mereka bisa menebak dengan benar jika itu di dalam dumpling? Cita rasa daging akan tumpang tindih dengan bahan lain dan bahkan sulit membedakan apakah kelembapan dumpling berasal dari lemak, daging, atau kaldu.
Samuel berkata.
“Itu…benar. Baru-baru ini, kami mengubah daging untuk isian dumpling menggunakan daging dari Matsuzaka. Saya masih belum bisa memperbaiki menu dan hendak menjelaskan itu pada Anda…Tetapi, Anda sudah tahu duluan, meski itu ada dalam dumpling. …Sepertinya, kepopuleran Anda bukan suatu kebohongan.”
Suaranya sangat gemetar. Bukan berarti dia tidak tahu tentang Jo Minjoon. Jika kau bisa berbahasa Inggris dan berada di dunia kuliner, sulit untuk tidak tahu tentang Jo Minjoon, kecuali kau sudah lansia dan pensiun.
Namun, antara melihat Jo Minjoon di siaran dan melihatnya langsung dengan matamu terkesan sangat berbeda. Apalagi, jika indera pengecapnya yang mutlak didemonstrasikan.
[Sekarang, itu bahkan tidak mengejutkan.]
[Dia menebak sesuatu dengan benar sekali atau dua kali, ya? Dia bahkan bisa menebak dengan benar daging bagian mana di dalam tahu isi, jadi betapa mengejutkannya itu.]
[Tapi bukankah daging Matsuzaka tidak lebih baik dari daging Kobe?]
[Itu lebih mahal.]
Obrolan penonton seketika bermunculan setelah jawaban Samuel. Sera, yang melihat itu, menghela nafas dan menggelengkan kepala.
“Aku masih belum bisa terbiasa berapa kali pun itu terjadi. Tidak, bagaimana mungkin kau bisa membedakan pola permarmeran daging? dan sesuatu yang ada dalam dumpling?”
“Itu karena aku makan daging dari banyak propinsi kemarin.”
“…Biasanya, kau tidak bisa membedakan itu hanya dengan memakannya sekali.”
Mendengar jawaban alami Jo Minjoon, Sera menanggapinya dengan nada kesal. Jo Minjoon tersenyum ceria lalu melihat Samuel, tapi bukan untuk menyombongkan indera pegecapnya yang mutlak.
“Apa ada alasan kenapa Anda menggunakan daging Matsuzaka, alih-alih daging Kobe?”
“Ini karena perbedaan cita rasa yang baru saja Anda rasakan. Bagaimana dumpling yang baru saja Anda santap?”
“Lembap…terasa seperti aku meminum sup yang segar tapi berbentuk dumpling. Ah, apa itu karena minyak yang keluar dari daging?”
“Minyak itu memang membuat dumpling lebih lembut. Namun, alasan terbesarnya bukan itu, melainkan tekstur dagingnya.”
Mendengar itu, Jo Minjoon diam-diam mengambil satu dumpling lagi lalu mengunyahnya. Kau akan berpikir tekstur seperti apa yang terasa pada daging giling, tetapi dia bisa merasakan bahwa daging tergilas dan lembut di antara gigi-giginya. Jo Minjoon terkesima lalu berkata.
“Sekarang aku paham… Ini terasa seperi tofu yang dibuat dari daging.”
“Itu ekspresi yang lucu. Tofu yang terbuat dari daging.”
Sementara Samuel dan Jo Minjoon membahas itu, penyaji mendekati mereka, lalu meletakkan sesuatu seperti sandwich. Ukurannya sama dengan yang baru saja dia makan.
“Apa kita memesan ini? Menurutku, tidak.” tanya Sera bingung.
“Itu sebuah hadiah yang kami berikan karena ada pelanggan berharga yang datang. Untuk disebut hadiah, itu tidak terdengar bagus. Aku akan berkata jujur. Aku pamer dan berpura-pura memberi hadiah. Ini produk terbaik dari restoran kami.”
“Tadi Anda bilang, semuanya sama saja.”
“Orang-orang biasanya mengubah kata-katanya kapanpun mereka mau.”
Karena Samuel menjawab dengan sangat blak-blakan, mereka bahkan tidak bisa menimpali lagi. Melihat Sera yang berpura-pura tertawa, Samuel tersenyum dengan percaya diri.
“Sebenarnya, produk ini tidak bisa dipesan tanpa membuat reservasi, jadi saya membuat resevasi atas nama saya. Ini adalah sesuatu yang saya inginkan, Samuel King. Impian saya adalah menebas keinginan pemirsa untuk melakukan diet dan mengisi dunia ini dengan orang-orang gemuk “
“ …… Bagaiamana bisa impian sesat seperti itu ada.”
[Selalu ada pria tolol di tempat yang aneh.]
[Ada yang bilang di mana ada orang jenius di situ ada orang tolol.]
Jeremy tidak tersinggung dengan obrolan penonton maupun perbincangan itu. Perhatiannya hanya terfokus pada tepung…
“Apa ini adonan nan? Bukan. Jika adonan nan, tidak mungkin menjadi seperti itu…”
“Ini adonan bun. Tidak terlalu berbeda dengan kulit dumpling.”
Meski dia berkata ini adonan bun, mereka hanya melihatnya sebagai adonan tepung. Jo Minjoon perlahan membahasanya. Samgyeopsal, yang diiiris tebal, diletakkan di antara roti bun, dan di atasnya ada saus merah yang menutupi sayuran. Bersama dengan aroma sayuran, aroma kari yang tercium ideal.
‘Ini kari Jepang. Skornya 9 poin.’
Dia pikir hidangan yang terbaik akan berskor 10 poin, tetapi ternyata tidak. Dia tidak merasa kecewa karena tidak ada aturan yang mengatakan bahwa hidangan berskor 9 kurang lezat dibanding hidangan berskor 10. Jo Minjoon berkata.
“Bagaimana kita menyantap ini?”
“Ya?”
“Metode apa yang terbaik untuk menyantap ini dengan paling nikmat? Semua sekaligus? Ataukah segigit demi segigit?”
“Itu bergatung mana yang Anda sukai. Jika Anda ingin menyantap sekaligus menganalisanya, lebih baik menyantapnya segigit demi segigit sehingga Anda bisa menyantapnya berulang kali. Anda pun bisa menikmati perbedaan tipis dari bagian-bagaian samgyeopsal. Tetapi jika Anda hanya ingin menikmati cita rasa keseluruhan, santaplah dalam sekali lahap.”
“…Sangat disayangkan jika hanya satu kali.”
“Hahaha, penyesalan itu akan meningkatkan cita rasa. Anda sudah paham dengan baik. di samping itu, aku punya masalah ekonomi.”
“Aku akan menikmatinya.”
Mendengar gurauan Samuel, Jo Minjoon menyeringai lalu menyantap roti itu. Tekturnya tidak biasa. Apa itu karena dipanggang di dalam oven? ataukah di goreng? dan apakah itu tepung yang dikukus.? Tektur yang samar antara roti atau toppoki. Hidangan itu terasa seperti membuang bagian kasar adonan pizza lalu hanya menggunakan bagian lunaknya saja.
Hal pertama yang dia rasakan hanyalah cita rasa tepung. Dia bahkan tidak merasakan sari daging ketika mengunyah samgyeopsal. Akan tetapi pada satu titik, roti bun yang terlapisi liur, dan kaldu yang menempel pada sampgyeopsal, sama seperti kulitnya. Di antara tekstur roti bun yang robek, terasa cita rasa lembut dan tidak biasa dari samgyeopsal yang dimasak lama.
“Mm…”
Jo MInjoon memejamkan mata lalu mengerang. Senyum puas tersungging di pipinya. Apa kau akan merasa seperti ini ketika menyantap sandwich terlezat di dunia? Cita rasa sayur parut yang ada di dalam saus kari menyebar di mulutnya dan cita rasa samgyeopsal meleleh seperti kaldu. Jo Minjoon menatap Samuel dengan kesal.
“…Sayang sekali makanan selezat ini hanya ada segigit. Ini niat baik sekaligus buruk.”
“Hoho, saya akan menganggapnya sebagai pujian.”
“Jika Anda seorang wanita, Samuel, saya sudah menyatakan perasaan pada Anda.”
[Dia menggombal padahal punya Kaya.]
[Dia terlahir seperti itu, melempar tatapan seperti itu pada pria..]
[Mungkin, juga pada Anderson……..Tidak, untuk apa aku memikirkan itu]
“…Aku akan sakit perut. Jangan berlebihan.” kata Jo Minjoon, yang memperhatikan obrolan penonton sambil mengerutkan dahi.
[Aku sudah 10 kali mengalami sakit perut mendengar kata-kata kalian.]
Melihat itu, Jo Minjoon tidak bisa terus mengerutkan dahi. Sejujurnya, saat dia melihat dirinya sendiri, kadang-kadang, ada kata-katanya yang bahkan sulit baginya untuk menerima itu.
‘…Kalau Kaya, apa yang akan dia rasakan saat dia menyantap ini?’
Tiba-tiba dia terpikir hal itu. Tidak, kau tidak bisa mengatakan itu tiba-tiba. Kaya. Level mengecapnya 10. Jo Minjoon ingin tahu bagaimana lidah Kaya merasakan ini. Dia ingin membuat sendiri sandwich ini. Jika saja dia bisa melakukannya…
“Minjoon”
“Ah, hah?”
“Apa yang kau rasakan setelah menyantap ini?”
Mendengar pertanyaan Anderson yang tiba-tiba, Jo Minjoon melongo. Anderson hanya menyentuh telinganya lalu lanjut berkata.
“Tidak, aku hanya penasaran bagaimana kau memahami makanan.”
Pada saat itu, Jo Minjoon berpikir. Mungkin sama seperti Jo Minjoon yang mengagumi Kaya sebagai pencicip, Anderson juga menginginkan itu darinya. Mungkin itu sudah jelas. Anderson selalu berada di sebelahnya, jadi dia ingin tahu minat dari orang yang kamu kagumi…yang bahkan mendapat perhatian dari seluruh dunia. Meski Jo Minjoon mengatakan itulah Anderson, menurutnya, Anderson akan peduli dan berusaha menganalisanya. Masalahnya…
‘Level pengecapanku sama denganmu.’
Mungkin, karena dia mendapat level mengecap 8 lebih lambat dari Anderson, secara aktual levelnya akan terlihat lebih rendah dari Anderson. Dia tidak ingin mengevaluasinya asal-asalan atau pun mengalihkan pembicaraan Anderson. Itu akan aneh. Meski dia tidak bisa mengatakan semuanya, dia memikirkan Anderson sebagai temannya.
“Aku…fokus pada tekstur rotinya. Sejujurnya, mengukus samgyeopsal sama sekali bukan masalah. Masalahnya adalah ada alasan yang cukup untuk mengukus adonan bun. Awalnya aku pikir itulah rasanya, tapi dari apa yang aku rasakan, tekstur juga penting. Kesan lembap menempel dengan lembut pada Samgyeopsal, sama seperti lapisan lemak… Bukankah ini sama seperti hot dog kari Jepang?”
“Ummm, katakanlah begitu untuk teksturnya. Tetapi bagaimana dengan bagian yang lain?”
“…Aku melihat jalur yang samar.”
“Jalur?”
Tatapan Jo Minjoon hilang fokus dan meredup. Meski matanya menatap ke dada Anderson, jelas tidak mungkin itu yang sebenarnya dia lihat. Matanya menatap pada sesuatu yang tak terlihat.
“Sebuah pertemuan negara, budaya, dan pertukaran. Pikirkanlah. Seberapa banyak budaya dapat dimasukkan dalam pembuatan makanan. Produk daerah, metode memasak, situasi bersejarah, dan lain-lain. Hidangan itu mengandung semuanya. Kemudian, karena bertemu dengan budaya negara lain, bercampur…”
Pipi Jo Minjoon merona. Lidahnya keluar sejenak, menjilat bibirnya lalu tersembunyi lagi. Dia lanjut berbicara, Suaranya terdengar seperti erangan atau rintihan.
“Bukankah…ini terlalu romantis?”
Hanya dengan mengekspresikan pemikirannya, dia merasa jantungnya berdebar. Gaya masakan baru selalu membuatnya kebingunga, mirip dengan pindah ke rumah baru yang lebih besar dan indah. Itu adalah kesan yang dirasakan semua chef, tetapi apa karena durasi dia bermimpi terlalu panjang…momen ini menjadi tidak penting lagi bagi yang lain, tapi sangat penting dan indah bagi Jo Minjoon.
Tentu yang lain tidak tahu situasinya. Setidaknya, seperti itu bagi orang-orang yang menonton siaran langsung.
[Apa semua orang jenius seperti itu? Isi kepalanya tampak seperti sangat berbeda dengan kita.]
[Entah karena dia jenius ataukah dia aneh.]
[Yang pasti adalah….ini pertama kalinya kau merasakan seorang pria, yang melontarkan omong kosong sembari makan, justru tampak seksi.]
Anderson hanya menatap Jo Minjoon. Emosi di balik alis dan bibir Jo Minjoon yang gemetar terlalu jelas. Itu adalah sebuah ekspresi seseorang yang menikmati emosi yang didapatkan dari sebuah hidangan yang terlihat tanpa hiasan apapun.
Anderson juga paham obrolan penonton. Dia merasa itu aneh, tetapi dia ingin mengikuti Jo Minjoon. Meskipun dia tidak akan meniru Jo Minjoon membuat kecelakaan, dia berharap bisa memahami seperti apa pandangan Jo Minjoon.
“Hari pertama aku melihatmu, aku tidak tahu kau sespesial ini.” celetuk Anderson.
“…Benarkah?”
“Jika kau tidak suka kata spesial, apa sebaiknya aku mengatakan bahwa kau tolol?”
Meski Anderson mengatakannya dengan bercanda, matanya menatap Jo Minjoon dengan penuh hasrat. Apa yang akan terjadi jika dia mengatakan hal yang sama? Apa penonton akan bereaksi? Mungkin tidak. Tentu, beberapa orang mungkin mengatakan bahwa itu adalah karakteristik dari chef yang tidak biasa, tetapi kebanyakan orang akan menganggapnya sekedar hal yang tidak masuk akal..
Namun, lain halnya dengan Jo Minjoon. Walau itu hal yang sama, jika yang mengatakan itu adalah Jo Minjoon, orang-orang akan berpikir ada maksud dibaliknya. Bahkan Anderson sedang berpikir seperti itu saat ini. Dia pun sebenarnya bisa merasakan setiap sayuran yang dimasukkan ke dalam kari. Jadi, itu tidak mungkin, sesuatu yang di katakan oleh seseorang seperti itu, dianggap tidak masuk akal. Setelah beberapa saat, Emily berkata.
“Jadi, yang barusan kau katakan adalah, sederhananya, kombinasi yang terjadi ketika makanan lokal dan global bercampur itu menarik, betul kan?”
“Iya. Menurutku, kombinasi ini sungguh bagus. Aku merasa lebih tertarik karena barangkali ini akan menjadi jalur yang akan aku lalui kedepannya. Menurutku, alih-alih menggali lebih dalam, mengkombinasikan sesuatu dengan yang lain, itu lebih menarik.”
Jo Minjoon berkata sembari tersenyum tenang. Akhir-akhir ini, dia merasa jalur yang harus dia lalui menjadi semakin jelas. Hidangan seperti apa yang harus mereka buat. Jalur seperti apa yang dia pilih di dunianya. Jo Minjoon mengepalkan tangannya penuh keyakinan. Anderson, yang melihat Jo Minjoon bertekad bulat, juga membara. Sera yang melihat mereka berdua, berbisik pelan pada telinga Jeremy.
“Dia tidak hanya merayu Kaya tetapi juga Anderson, hanya karena dia tidak ingin cuma satu, bukan?”
< Global & Lokal (2) > Selesai