Dewa Memasak – Bagian 155: Pertandingan yang ditentukan (1)
‘Kondisi pertama…?’
Jo Minjoon melihat kalimat itu dengan ekspresi bingung. Pemberitahuan itu belum pernah dia lihat sampai sekarang. Apa itu berarti level 9 berbeda? Anderson melihat Jo Minjoon yang jatuh dalam pikirannya lagi dengan mata yang mengatakan ‘lagi-lagi dia seperti itu’. Bagi mereka yang tidak bisa melihat layar sistem, mereka haya melihat Jo Minjoon yang sedang menatap udara kosong.
“Hei, fokuslah.”
“Iya.”
“Kau terdengar seperti seseorang yang baru bangun.”
“…Aku memang baru bangun. Dari mimpi.”
Mimpi yang panjang dan dalam. Sembari melihat wajah Jo Minjoon yang lega, ekspresi Anderson aneh. Apa dia berkembang dalam waktu singkat? Meski dia berpikir tidak mungkin semudah itu, jika membicarakan tentang Jo Minjoon, logika tidak akan bekerja sedari awal.
‘…Entah dia berkembang atau tidak, aku tetap harus mengejarnya.’
Dia yakin bahwa jaraknya tidak akan melebar sebanyak itu hanya karena satu hal yang baru dia sadari. Selain itu, Jo Minjoon bukan satu-satunya yang berkembang. Saat Anderson mengatur pikirannya, Jo Minjoon menatap Samuel lalu tersenyum.
“Maaf saya telah berbicara yang tidak masuk akal, Samuel. Karena hidangan-hidangan ini sangat lezat, sepertinya aku mengharapkan sesuatu yang bisa membuatku semakin puas lagi.”
“Terima kasih atas ucapanmu.”
Samuel tersenyum sembari menarik napas. Meski dia berpura-pura tenang, dia sebenarnya sedang gugup. Tidak begitu lama sejak dia menerima bintang tiga. Meskipun Sera dan Anderson masih baru, Emily dan Jeremy adalah epicurean yang diakui, dan Rachel adalah chef terbaik di dunia. Di tambah lagi, Jo Minjoon yang diklaim memiliki lidah yang paling sempurna di dunia, mau tak mau, Samuel harus menjaga setiap kata yang dia ucapkan.
‘Aku pikir aku tidak akan takut pada apapun setelah mendapat tiga bintang.’
Mungkin karena itu, dia merasa sungguh bersyukur pada ucapan Jo Minjoon. Samuel tersenyum tulus dan berbisik pelan pada Jo Minjoon.
“Sebenarnya, apa yang paling membebaniku adalah opinimu. Aku sungguh bahagia bisa mendengar evaluasi standar dari seseorang dengan indera pengecapan yang mutlak. Aku bisa berani selamanya.”
Mendengar itu, wajah Jo Minjoon menjadi rumit. Dengan mempunyai indera pengecapan yang mutlak, tidak hanya memberimu kehormatan, tetapi juga menarik banyak ekspektasi, dan sekaligus segala yang dia ucapkan menjadi berat.
Itulah kenapa, mau tak mau, Jo Minjoon menegang. Entah Samuel suka atau tidak, kata-kata yang akan dia ucapkan setelah ini, bukan berasal dari chef pemula yang normal. Ucapannya berat, bahkan bagi epicurean yang telah berkarir lama ataupun chef yang berpengalaman.
“Samuel, restoran ini luar biasa, baik dari segi lokal maupun global. Mari kita bicarakan hal yang sulit nanti saja. Hal yang bisa saya katakan dengan yakin saat ini adalah hidangan-hidangan di sini lezat. Saya akan semakin gembira seandainya saya bersama dengan orang yang saya cintai.”
“Oh, Anda membicarakan anak itu?”
“…Maaf?”
[Tepat sekali.]
[Kau melakukannya dengan baik, Samuel!]
[Tapi siapa orang itu? Aku tidak tahu. <i>Lol</i>]
‘…Kenapa sih mereka begitu penasaran dengan kehidupan orang lain?’
Yang dia dengar, Amerika menghargai kehidupan privasi orang lain. Dia berpikir seperti ini sejenak, kemudian dia teringat bahwa Amerika dulu adalah tempat keramat bagi paparazi. Jika dipikir-pikir, tidak semua orang yang menonton siaran ini adalah orang Amerika. Kau bisa menonton siaran ini di mana pun asalkan bisa berbahasa Inggris.
“Aku akan memesan ini. Stik foie gras dengan apel dan bawang bombay.”
Dia harus memesan makanan untuk mengganti topik, tetapi Samuel tidak bertanya lagi. Ketika makanan yang mereka pesan keluar, senyum lesu muncul di mulut Jo Minjoon.
[Stik foie gras dengan apel dan bawang bombay]
Freshness : 93%
Asal: (Tersembunyi, terlalu banyak bahan)
Kualitas: Tinggi
Skor Masakan: 10/10
‘…Setelah menyingkirkan obsesi tentang hidangan 10 poin, sesuatu seperti ini keluar.’
Yaa, mungkin itu sudah jelas. Meskipun masakan Jepang sederhana, jika kau pergi ke restoran fusion, metode memasak dari banyak negara akan disertakan. Tinggi kemungkinan skor naik semakin banyak proses yang dilalui, dan itu normal jika beranggapan bahwa di restoran fusion, setidaknya ada satu hidangan seperti itu.
‘Jika dipikir-pikir, apa skor lebih inggi dengan semakin panjang namanya?’
Jo Minjoon melihat hidangan itu. Ada daging dengan saus berwarna cerah di bagian dasar. Bawang bombay diletakkan di atasnya, dan di atasnya lagi ada foie gras dengan irisan apel yang dipanggang yag diletakkan di bagian paling atas sebagai dekorasi.
“…Itu tampak lezat.”
“Apa kau mau?”
“Bolehkah?”
“Aku tidak pelit. Meski tidak tampak keren, tapi intinya kita tidak makan untuk tampak keren, bukan.?”
“Perlahan aku mulai kenyang.”tambah Jo Minjoon sambil menunjukk perutnya.
“Kita makan banyak memang.”
Anderson menyeringai lalu memberikan piringnya. Jo Minjoon membagikan stik foie grasnya.
[Aku akan senang bila dia membagikan itu padaku juga.]
[Semua foie gras tidak selezat itu. Aku tidak bisa terbiasa dengan kesan berminyak foie gras.]
[Sebenarnya, kau harus sering menyantap makanan yang tidak familier agar terbiasa. Apalagi jika rasanya kuat.]
“Aku juga biasanya tidak suka foie gras.”
“Apa?”
“Oh, tidak ada. Aku menanggapi komentar penonton. …Omong-omong, cita rasa dan aroma foie gras sangat kuat karena sensasi berminyak foie gras memasuki hidung dan bahkan sampai ke otak. Akan tetapi jangan berpikir untuk menolak kekerasan semacam itu, dan percayakan saja tubuhmu melaluinya. Kalau aku, ini banyak membantu. Tetapi, tetap saja ini bukan hidangan yang aku bisa katakan aku suka.”
[Apakah aku harus katakan itu ungkapan yang puitis ataukah dia yang aneh.]
[Sebenarnya, puisi yang bagus tidak berasal dari pikiran yang biasa. Jadi, dia mungkin keduanya.]
“…Bagaimana dengan ekspresiku.”
“Kadang-kadang tidak masalah, tetapi kadang-kadang mengganggu. Aku bertanya-tanya apa maksud orang-orang ini.”
Jo Minjoon kesal mendengar ucapan Anderson. Memikirkan itu, saat dia mengajar di SMA, siswanya biasa mengatakan “Guru, kau tampak sangat dewasa dibanding umurmu.”
‘….Apa itu bukan pujian?’
Pada kebeneran yang baru Jo Minjoon sadari, dia menjadi semakin kesal. Dia lanjut menyantap daging.
‘Cita rasanya…tidak melimpah?’
Tidak sampai membuat dia tidak bisa memakannya, tetapi ini terlalu biasa. Kemudian, Samuel buru-buru berkata.
“Kau harus mengiris foie gras seukuran sedang saja, lalu menyantapnya bersamaan dengan bawang bombay dan daging. Barulah kau bisa merasakan cita rasa yang sebenarnya.”
“Oh, oke.”
Jo Minjoon mengiris foie gras dan bawang bombay lalu menusukkannya pada garpunya, kemudian menusuk daging. Karena menjadi berhimpitan, itu terkesan seperti samgyeopsal. Kau bisa katakan itu terkesan daging yang tidak berlemak dan tergantikan oleh foie gras. Jo Minjoon memasukkan garpu seisinya ke mulutnya.
Reaksinya segera muncul. Itu tak terhindarkan karena foie gras adalah monster yang memiliki sari yang bisa meletus seperti bom setiap kali kau mengunyahnya. Dibanding daging, bahkan ukurannya pun tidak sampai separuhnya, tetapi cita rasanya melimpah.
“Ah…”
Jo Minjoon mengerang. Meski ekspresi yang sama tidak terdengar dari Anderson, tampaknya Anderson juga terhanyut. Cita rasanya sangat berbeda dibanding menyantap dagingnya saja. Hidangan itu terkesan seperti samgyeopsal yang berasal dari daging sapi.
Cita rasa berminyak yang melimpah dari foie gras tetap menempel di mulut hingga suapan terakhir. Minyak itu pula yang menyebabkan daging mengeluarkan lebih banyak cita rasanya. Mulutnya bahkan tidak terasa berminyak karena saus panas yang menyelimuti daging. Cita rasa unik dan manis dari bawang bombay membersihkan sensasi berminyak itu.
10 poin. Kali ini, dia menyantapnya tanpa terobsesi dengan skor. Mungkin itu adalah alasan dia bisa berkonsentrasi pada cita rasa dengan pikiran yang murni. Persyaratan untuk mencicipi pada level 9 bukan tanpa tujuan.
‘Makanan dan lidah. Karena di sana ada prasangka asal-asalan di antaranya….’
Dia merasa kecewa. Jika dia pergi ke restoran ini kemarin, di saat dia merasa sedih karena tidak bertemu hidangan 10 poin lagi … Dia merasa bahwa dia akan merasakan cita rasa yang lain dari sekarang.
“Ini…sungguh kombinasi yang oke.”
“Oh, benarkah?”
“Kombinasinya bagus, sausnya enak, dan level kematangannya juga tidak masalah. Saya bertanya-tanya apakah hidangan ini sudah memiliki semua yang seharusnya dimiliki oleh sebuah hidangan.”
“Reaksi Anda bagus. Apa itu yang paling lezat di antara hidangan yang Anda santap hari ini?”
Jo Minjoon ragu sesaat. Mungkin dia akan menjawab iya jika ditanya sebelum mendapat pencerahan ini. Tetapi itu bukan jawabannya. Sifat alami makanan adalah bagaimana menikmatinya. Dan hidangan yang paling dia nikmati adalah…
“Tidak. Aku paling suka tiga jenis sushi.”
“Oh, benarkah? Itu tak terduga. Sebenarnya, ada banyak epicurean yang menyantapnya dan mengatakan bahwa hidangan itu kehilangan warna sejati dari sushi.”
“Warna sejati…” kata Jo Minjoon sambil tertawa santai.
Pada saat itu, Samuel melongo melihat Jo Minjoon. Dia masih muda, jadi kenapa? Apa karena ilusi asal-asalan yang biasanya dimiliki orang Asia? Wajah Jo Minjoon tampak seperti pria Asia yang sungguh berwawasan.
‘Daun berguguran. Orang-orang pun tumbuh dan menjadi tua. Jadi apa ada alasan untuk warna tidak boleh berubah?”
€
Sesi makan berlanjut tidak lama setelah itu. Meski mereka sedikit kenyang, karena mereka berbincang dengan penonton dan melanjutkan program sembari makan, kecepatan makan mereka menurun sehingga ereka punya banyak waktu untuk mencerna makanan di perut. Yang pertama berbicara di antara mereka adalah Sera.
“Jadi, apa yang akan kita lakukan?”
“Tentang apa itu?”
“Tahu kan, yang aku katakan di saat terakhir. Pertandingan Anderson dan Minjoon.”
[Oh, benar. Mereka bilang mereka akan melakukannya.]
[Tapi apa temanya? Jika itu berhubungan dengan makan, Anderson kurang beruntung]
[Kau tidak tahu. Barangkali siapa makan paling banyak atau siapa yang bersedia makan sesuatu yang aneh. Jika itu tofu basi, apa Jo Minjoon bisa menyantapnya? Betapa lidahnya akan syok dengan itu?]
[Menurutku, dia akan lebih suka karena itu……..]
Penonton berbicara seolah pertandingan mereka sudah jelas. Jo Minjoon dan Anderson saling bertatapan tanpa berkata apa-apa.
“…Apa yang akan kita lakukan?”
“Aku tidak tahu.”
[Apa? Tampaknya mereka belum memutuskan apa yang akan mereka lakukan.]
“Aku minta maaf, semuanya. Bahwa yang baru saja itu hanyalah komentar formal. Kalian lebih bersemangat dari yang kami duga …… .Apa yang harus kita lakukan?”
“Baiklah. Sebuah pertandingan tidak sulit sama sekali, tetapi masalahnya adalah pertandingan apa?”
Jo Minjoon menyilangkan lengannya dan mulai berpikir. Kemudian Samuel berkata.
“Kalian berdua adalah chef. Jadi bagaimana kalau pertandingan memasak?”
“…Memasak?”
“Aku…tidak bisa meminjamkan dapurku, tapi aku bisa meminjamkan peralatan memasak sederhana untuk kalian. Karena kita ada dalam ruangan, maka pertandingan memasak tidak akan mengganggu pelanggan lain.”
“Jika tidak masalah bagimu, kami pun senang. Tetapi masalahnya pertandingan memasak apa…”
[Apa yang mereka pikirkan? Jika kau ingin melakukan yang sederhana, apa ada sesuatua yang lebih sederhana dari pada sushi? Itu bahkan tidak perlu menggunakan api.]
[Benar. Sushi. Ayo, sushi saja.]
[Ah, aku tidak suka sushi. Baunya amis. Tidak bisakah mereka membuat ramen?]
[Aku ingin melihat kuah kental ala Korea.]
Obrolan dipenuhi berbagai makanan. Jelas, tetapi yang paling banyak disebutkan adalah sushi. Jo Minjoon dan Anderson saling bertatapan.
“Menurutku, kita sebaiknya bertanding membuat sushi. Bagaimana menurutmu?” kata Jo Minjoon
“Entahlah. Apa kau bisa mengalahkan aku? Aku membuat sushi dengan sangat baik.”
“Haa, Percaya diri sekali kau. Meski begitu, aku bukan Jo Minjoon yang kalah darimu lagi. Tunggu saja, Andokusamu.”
Wajah Anderson menegang.
“Nama apa lagi itu. An…..Anduku? itu bahkan susah diucapkan.”
Jo Min Joon menyeringai.
“Itu versi Jepang dari Anduksam.”
< Pertandingan yang ditentukan (1) > Selesai