Dewa Memasak – Bagian 163: Pengumuman (1)
Mata Ella penuh curiga. Jo Minjoon, yang telah menguping pembicaraan dari samping tertawa canggung sambil menatap Ella. Wajah Ella memerah seperti akan menangis. Setelah berusaha menahan tangis, perlahan dia memeluk Lisa. Seolah mengatakan ‘aku tidak tahu harus bagaimana terhadap anak ini’, Lisa tersenyum ceria sambil mencubit pipi Ella.
“Jangan khawatir. Dia peri yang lain, dia bukan Tinkerbell.”
“…Benarkah?”
“Iya. Sungguh”
Seorang ibu bisa berbeda di depan anakya. Ekspresi yang Lisa tunjukkan pada mereka sangat berbeda dengan yang Lisa tunjukkan pada Ella. Mereka berpikir Lisa adalah orang yang keras dan kaku, tetapi ekspresinya saat menghibur Ella terlihat lembut dan hangat.
Suasana di antara keduanya mengendurkan ketegangan di ruangan itu. Rachel berbisik pelan.
“Jack, setidaknya kau masih punya sebuah keluarga yang membuatmu merasa hangat dari dalam.”
“Itu adalah harta terakhir yang tersisa.”
“Apa sebaiknya kita mulai membicarakannya?”
Jack tidak menjawab. Rachel menganggap Jack yang diam sebagai tanda setuju dan perlahan menoleh pada Lisa. Lisa perlahan berkata.
“Aku bisa menebak apa yang akan kau katakan.”
“…Aku berasumsi aku akan mengatakan persis seperti yang kau pikirkan. Tetapi pertama, aku ingin mulai dengan permintaan maaf. Bisakah kau menerima permintaan maafku?”
“Kau tidak punya alasan memnta maaf padaku. Orang yang kau perlakukan dengan kejam adalah ayahku, bukan aku. Tentu, itu bohong jika aku bilang bahwa tidak ada kebencian dalam benakku terhadap dirimu. Putri mana yang bisa bersikap baik terhadap seseorang yang berbuat jahat pada ayahnya?”
Suaranya tenang, tetapi segala emosi yang ada keluar bersama suara itu. Rachel menurunkan sorot matanya seolah tak bisa menjawab apa-apa, dan berakhir bertemu pandang dengan Ella. Ella menatap Rachel dengan ekspresi bingung sebelum mulai tersenyum. Senyum Ella menenangkan Rachel dan bahkan memberi Rachel sedikit keberanian berserta rasa tidak tahu malu.
Rachel berkata.
“Iya, aku yakin kau tidak tampak baik hati. Aku tebak sulit bagimu juga untuk mendengar tawaran yang hendak aku katakan padamu.”
“Iya. Aku tidak mau bekerja di dapurmu. Namun, bukan karena perasaan pribadiku, Rachel. Bagaimana mungkin aku mempercayaimu? Kau sudah pernah menyerah sekali pada dapur. Aku seorang ibu. Aku tidak mau mencurahkan waktuku pada seseorang yang mungkin akan menghilang sewaktu-waktu.”
Setiap perkataan Lisa tak terbantahkan. Lisa berdiri di depan Rachel yang tidak bisa merespon. Lisa melihat Jo Minjoon.
“Sebelumnya, kau berbicara tentang ketulusan. Ayahku juga tulus sama sepertimu. Bagaimana mungkin kau percaya bahwa dia tidak akan membuangmu sama seperti yang dia lakukan pada ayahku?”
“…Aku percaya pada guruku.”
“Aku yakin iya. Kau tidak pernah terluka. Namun, aku tidak. Aku sulit untuk percaya.”
Lisa tidak bisa percaya karena emosi. Dia hanya berbicara tentang masa lalu dan masa sekarang. Inilah alasan Rachel tidak bisa mengatakan apapun soal itu. Bagaimana mungkin Lisa bisapercaya saat dia telah terkhianati sekali.
Oleh karena itu, dari awal, hanya satu orang yang bisa meyakinkan Lisa. Jack, pria yang telah menunggu selama 10 tahun berkata.
“Lisa, sekali saja…Bagaiamana kalau kau memberinya kesempatan sekali lagi?”
“…Ayah, apa kau paham yang baru saja kau katakan? Ini sudah 10 tahun. Hanya dalam satu hari, kau mau percaya pada seseorang yang telah mengkhianati keparcayaanmu selama 10 tahun?”
“Aku tidak mengatakan aku mempercayainya. Aku hanya memberinya kesempatan. Sebuah kesempatan untuk menghapus penyesalannya. Bagi Rachel, sekaligus bagiku juga.”
‘Bagiku’, bahkan Lisa, mau tak mau, menjadi lemah mendengar kata-kata itu. Jack menghela nafas.
“Tentu, jika kau mengatakan tidak, tidak ada yang bisa dilakukan. Itu hanya membuatku serakah sebagai seorang ayah. Bukannya aku berharap kau bisa menggapai impian yang tidak bisa aku raih. Aku tahu kau menjalankan kedai ini dengan baik. Namun, aku berharap kau bisa hidup lebih damai dan lebih sejahtera. Jika Rachel, orang jahat ini, tidak kabur lagi seperti pecundang,…ini akan jadi kesempatan yang bagus untukmu.”
“Ini akan jadi kesempatan yang baik buat kita semua, Lisa. Kami menyantap beberapa roti buatanmu di sana. Kau sama berbakatnya dengan ayahmu.”
Lisa menggigit bibirnya sembari menunduk melihat Ella. Dia mulai membelai dagu Ella lalu berkata.
“Aku tidak bisa menutup kedai ini. Pelanggan akan kecewa, terlebih, hal yang paling penting untukku adalah mempunyai kehidupan yang stabil.”
“…Iya. Tentu saja. Aku paham.”
Rachel mengangguk dengan ekspresi kecewa. Pada saat itu, Lisa ragu sebelum lanjut berbicara.
“Saat subuh, aku harus memanggang roti. Saat waktunya sarapan, seharusnya lebih mudah ditangani. Jika hanya untuk makan siang dan makan malam, mungkin aku bisa ke sana. Kau tidak akan buka pada pagi hari, kan?”
Rachel mulai tersenyum dengan ekspresi yang tampak seperti akan menangis.
“Tentu saja tidak.”
€
Anderson pergi untuk mengantar Amelia ke restoran dengan mobilnya, meninggalkan Rachel dan Jo Minjoon di kedai roti. Rachel tampak seperti masih punya banyak sekali hal yang ingin dibicarakan, tetapi Jo Minjoon tidak bisa pergi dengan mudah. Alasannya sederhana.
“Ella sungguh tertarik pada Paman Peri.”
Jack tersenyum lembut saat melihat Ella. Ella mtersenyum lebar sambil mengangguk-angguk. Sama seperti hubungan yang baik antara kakek dan cucu perempuannya, jikalau ada masalah, yaitu di mana Ella duduk. Dia tidak duduk di kursi. Dia sedang duduk di kaki seseorang. Bukan kaki Lisa dan juga bukan kaki Jack, melainkan duduk di atas kaki Jo Minjoon.
Mungkin pikiran kaak-kanak Ella sungguh percaya bahwa Jo Minjoon adalah seorang peri, dan Ella tampak enggan pergi dari sisi Jo Minjoon. Di saat yang sama, Ella terlihat tidak punya keberanian untuk berbicara dengan Jo Minjoon dan hanya duduk di kakinya sambil memainkan pound cake lemon yang besar di tangannya. (TL: Sayang Amelia tidak bisa makan pound cake itu.)
‘…Ella tidak masalah duduk di kaki Jo Minjoon tetapi susah dalam memulai pembicaraan dengan Jo Minjoon.’
Pikiran anak-anak selalu rumit dan aneh. Ella mencubit pound cake lalu mengarahkannya ke depan mulut Jo Minjoon. Jo Minjoon spontan tersenyum lalu melihat Ella.
“Apa kau mau memberikannya padaku?”
Ella mengangguk dan menggoyangkan kue di tangannya. Jo Minjoon menyantap kue itu dari tangan Ella seperti bayi burung. Ella tertawa malu-malu sebelum menoleh melihat Lisa. Jo Minjoon menelann kue kemudia bertanya.
“Apa biasanya Ella malu-malu seperti ini?”
“Normal bagi dia malu-malu. Kau adalah paman peri dalam legenda.”
“Ella, apa aku terlihat seperti peri?”
“…Iya!”
Badan Ella menengok ke belakang lalu kepalanya mengangguk-angguk penuh semangat. Rambutnya berkibar membuat geli lengan Jo Minjoon. Itu adalah permulaan. Ella perlahan mulai bertanya. Seperti apa Peter Pan? Apa kau pernah bertemu Cinderella? Di mana lokasi cermin yang bisa mengatakan orang paling cantik di dunia ini? Setiap kali dia bertanya, Jo Minjoon menjadi pengarang dongeng dan berakhir menceritakan suatu dongeng pada Ella.
Rachel melihat mereka berdua sebelum berbisik pada Jack.
“Aku iri padamu. Kau punya keluarga yang hebat.”
“Tampaknya kau berencana memperlakukan anak muda itu seperti anggota keluarga.”
Kemudian dengan santai, Rachel melihat Jo Minjoon. Keluarga. Itu adalah kata yang sudah lama tidak dia ucapkan. Dengan santai, Rachel menjawab.
“Aku bersyukur. Dia adalah orang yang bisa meraih impianku, tidak, impian kita.”
“Aku pikir tidak ada impian yang orang lain bisa berikan padamu, tapi sekarang sulit untuk mengatakannya, karena dalam beberapa aspek, Lisa sedang berusaha menggapai impianku.”
“Bukankah kehidupan orang tua seperti kita? Menyerahkan harapan kita pada generasi selanjutnya.”
Ekspresi Jack tidak puas dan mencoba lanjut berbicara, tetapi tidak bisa membalas dengan cepat.
Diskusi Ella dan Jo Minjoon sampai pada topik terkait Santa Claus.
“Jadi, Ella, apa kau yakin kau akan menerima hadiah pada natal kali ini?” tanya Jo Minjoon pada Ella.
“Iya. Uh, ah…tapi, ah…apa Santa Claus sungguh tidak akan memberikan hadiah jika aku menangis?”
“Hmm. Jika kau rewel dan menangis, kau bukan lagi anak baik, jadi, dia tidak akan memberimu hadiah. Namun, jika kau menangis karena alasan yang berbeda, itu tidak masalah. Misalnya kau menangis karena kau terluka.”
“Ah, …sebelumnya, tetangga kami, Matilda, pamer padaku, dia baru pergi rekreasi dengan ayahnya. Aku menangis karena aku ingin bertemu ayahku. Apa aku bukan anak baik?”
Jo Minjoon menoleh melihat Lisa. Wajah Lisa berubah kaku. Jo Minjoon menghibur Ella dengan suara lembut.
“Kau anak yang baik. Jadi, jangan khawatir. Santa Claus pasti akan memberimu hadiah.”
“Benarkah?”
“Tentu saja. Maka dari itu, kau harus mendengarkan kata-kata ibumu dan menjadi anak yang baik.”
“Jika aku melakukannya, apakah Santa Claus juga bisa membawa ayahku ke sini?” tanya Ella sambil mengedipkan matanya yang terbuka lebar dan berkaca-kaca.
Dengan harus mencampurkan kebohongan di depan tatapan tanpa dosa, itu melukai perasaan Jo Minjoon. Jo Minjoon membersihkan remah-remah roti di pipi Ella sambil menjawab.
“Aku tidak yakin soal itu tapi aku bisa jadi pamanmu.”
“Paman apa?”
“Emmm..pikirkan saja seorang paman yang sangat menyukaimu. Paman yang akan memberi apapun yang Ella mau dan mendengarkan keluh kesah Ella.”
“…Ella, berhentilah mengganggu paman dan kemarilah. Ibu akan buatkan susu hangat untukmu.”
“Oke.”
Ella mengikuti Lisa masuk ke dalam rumah. Jack menghela napas sebelum mengepalkan tangannya.
“Aku tidak tahu begundal macam apa ayahnya, tetapi hari dia berakhir ditanganku adalah hari kematiannya.”
€
Perbincangan berlanjut sedikit lebih lama sebelum akhirnya Anderson kembali menjemput mereka. Rachel diam saja, tampaknya dia punya banyak sekali pikiran dan Jo Minjoon pun sama. Ella polos dan lucu, karena keadaannya seeprti itu, Jo Minjoon merasa sedih.
‘Apa mirip dengan Kaya?’
Kaya tumbuh besar dengan situasi yang sama dengan Ella. Secara realistis, dia tumbuh dengan situasi yang lebih buruk. Keluarga Ella tidak punya masalah finansial, sementara Kaya harus membantu ibunya bekerja di pasar dan berinteraksi dengan para orang dewasa yang kasar sembari menjaga adiknya yang sakit.
“Mungkin karena itulah perasaannya sangat sedih melihat Ella. Kaya pasti punya kesedihan yang sama semasa kecilnya. Jo Minjoon melihat ponselnya. Pesan yang dia kirim beberapa hari yang lalu masih belum dibaca.
“Apa Kaya akan bertemu dengan ayahnya lagi?’
Jo Minjoon tidak tahu. Entah terjadi atau tidak, tidak ada artikel yang membahasnya, atau mungkin dia hanya tidak melihat informasi apapun tentang itu. Setidaknya dalam ingatannya, tidak ada apapun yang berkaitan dengan ayah Kaya. Ekspresi wajah Jo Minjoon layaknya seseorang yang sedang berusaha menyelesaikan soal matematika yang sulit. Kemudian, dia menyandarkan kepalanya pada sandaran kepala. Anderson melirik Jo Minjoon.
“Hei, Tinkerbell.”
“Apa.”
“Kenapa wajahmu muram? Kau bilang tidak ada masalah.”
“Memang tidak ada masalah. Kita akhirnya punya patissier.”
“Lalu kenapa?”
“Hanya sedih saja. Pada situasi Ella. Lisa juga. Situasi mereka membuatku merasa sedih dan juga membuatku terpikir Kaya.”
Anderson mengangguk seolah-olah dia paham. Jo Minjoon memandang ke luar jendela. Secara kebetulan, terlihat sepasang suami istri yang sedang berjalan-jalan sambil mendorong kereta bayi. Melihat mereka, Jo Minjoon mulai bergumam pelan.
“Jika aku punya putri yang lucu seperti Ella, jelas aku tidak akan meninggalkannya.”
“Sepertinya kau sungguh menyukai gadis kecil itu.”
“Alih-alih menyukainya…aku hanya terus terpikir tentang anak itu.”
“Jangan terlalu memikirkan situasi orang lain. Apa kau tahu betapa banyak keluarga dengan orang tua tunggal di California? Atau di Venice saja? Jika kau mengkhawatirkan semuanya, itu hanya membuat hidupmu susah.”
“Mereka bukan lagi orang asing. Mereka bagian dari keluarga kita di dapur.”
“Aku tidak bisa berkata apa-apa jika kau menganggapnya seperti itu.”
Dengan begitu, hanya suara bising dari mesin kendaraan yang terdengar sekali lagi. Orang pertama yang membuka suara setelah itu adalah Rachel.
“Keluarga kita akan bertambah, Minjoon, Anderson. Sebagai chef demi, kalian harus menjaga orang baru yang kita rekrut. Tentu, kalian juga harus mendengarkan dengan baik ucapan sous chef yang akan kita pekerjakan.”
“Saya akan mengingatnya.”
“Segera…”
Rachel hendak berkata sesuatu tetapi menutup mulutnya lagi. Mereka tiba di depan Rose Island. Ini juga berarti bahwa mereka bertiga terlihat sekali lagi oleh kerumunan yang berkumpul di depan restoran. Mata mereka berkilat dari balik jendela yang berfilm gelap. Anderson mengambil kaca mata hitamnya yang seperti milik agen rahasia.
“Apa guru mau pakai juga?” tanya Anderson.
“Tidak. Aku kira ini soal waktu, kapan kita memberi mereka sesuatu yang mereka tunggu-tunggu.”
Kemudian, Rachel membuka pintu mobil. Ketika Jo Minjoon dan Anderson dengan cepat mengikuti di belakang Rachel, Rachel perlahan menoleh pada kerumunan. Kilat cahaya mulai berhenti, dan pertanyaan membanjiri mereka beserta hiruk pikuk suara tepuk tangan di sekeliling mereka.
“Semuanya!”
Semua kebisingan itu mulai berhenti ketika Rachel mulai bicara. Jo Minjoon dan Anderso terpesona melihat Rachel. Mungkin karena dulu Rachel sudah terbiasa dengan situasi semacam ini. Meskipun di depan banyak orang, suara Rachel kuat dan tidak bergetar. Suaranya sangat keras hingga sampai pada telinga masing-masing orang.
“Aku yakin kalian mungkin punya alasan berbeda berada di sini. Beberapa dari kalian datang hanya untuk melihat restoran utama Rose Island dengan mata kepala kalian sendiri, dan beberapa dari kalian ingin menjadi bagian dari dapurku. Aku pun yakin ada beberapa dari kalian yang berada di sini untuk mewawancaraiku.”
“Kapan Rose Island akan buka kembali?”
“Kumohon, rekrut aku menjadi chef! Aku akan bekerja keras bahkan sebagai chef station!”
“Saat ini, aku akan membagikan dua fakta yang sudah pasti pada kalian semua. Pertama…”
Rachel menahan napas sejenak lalu melihat ke belakang mereka. Dia melihat restoran Rose Island. Kehampaan di matanya berubah menjadi gairah berapi-api dalam hitungan detik. Suara menggelegar terdengar.
“Aku berencana membuka lagi restoran pusat Rose Island, yaitu pada tanggal 20 November dan itu tidak akan berubah. Yang kedua, untuk mendapat chef terbaik di dapur kami, akan ada audisi umum. Posisi yang tersedia adalah demi chef, penyiap masakan, dan pemagang (apprentice). Audisi akan dilaksanakan pada tanggal 20 agustus, 3 bulan sebelum tanggal pembukaan. Audisi umum ini akan lebih keras dari audisi-audisi lain. Untuk itu, juri untuk audisi ini adalah…”
Rachel menoleh sedikit. Ketika tatapannya tertuju pada Jo Minjoon, dia lanjut berkata.
“…muridku, Minjoon dan Anderson.”
< Pengumuman (1) > Selesai