Dewa Memasak – Bagian 167: Juri yang ramah (3)
“Oh, sepertinya mereka berdua akan memasak.”
“…Aku di sini menonton mereka juga.” sahut Janet ikut merespon.
Di dapur. Apa yang akan didemontrasikan? Jo Minjoon dan Anderson bediri di depan meja masak. Jo Minjoon berkata dengan suara pelan dan jernih.
“Hanya ada dua hidangan yang akan kalian buat. Spaghetti saus tomat dengan udang dan kerang simping; stik salmon dengan saus velouté di atas lobak goreng. Ini resepnya.”
“Minjoon dan aku sekarang akan menunjukkan pada kalian bagaimana cara memasak pasta dan stik itu. Jika kalian tidak bisa mengetahui rasa dari resep itu sendiri, temukan dengan menonton kami memasak. Kalau begitu…kami akan mulai.”
Sebelum para pelamar bisa menyiapkan pikiran mereka, Anderson dan Jo Minjoon mulai memasak. Anderson memasak spaghetti saus tomat dan Jo Minjoon memasak stik salmon.
Kedua masakan itu tidak begitu rumit. Namun, bukan berarti bahwa kedua hidangan itu mudah dibuat. Apa yang orang-orang cenderung sering salah paham adalah mereka mengira resep yang sederhana berarti tingkat kesulitannya rendah. Namun, ternyata salah.
Ada orang-orang yang akan gagal dalam memanggang ikan. Banyak orang akan menggosongkan bagian kulit ikan atau bermasalah dalam mengontrol api hingga membuat ikan menempel di wajan. Hal itu tidak hanya terjadi pada pemula, tetapi juga pada beberapa chef. Chef terkenal pun bisa dengan mudah menggosongkan ikan jika mereka kehilangan fokus mereka.
Spaghetti saus tomat juga sama. Untuk pasta yang menggunakan saus tomat sebagi dasar, tantangan terbesar yang harus dihadapi adalah membuat saus tomat. Alasannya sederhana, yaitu sulit mengeluarkan cita rasa saus tomat.
Ketika kau menumis potongan tomat di atas wajan, bagian yang paling sulit adalah menentukan seberapa matang tomat itu. Tomat yang terpotong-potong cenderung dikelilingi air, jadi sulit menentukan secara visual, kau harus bergantung pada lidahmu. Akan tetapi, itu pun tidak mudah. Tidak mudah untuk mencium aroma wangi tomat dengan hidungmu dan kemudian secara akurat menentukan cita rasa dengan lidahmu.
Tentunya, intuisi berkembang dari pengalaman tahun demi tahun, serta memasak dengan durasi waktu yang akurat juga dapat digunakan. Namun, kuncinya adalah pengalaman bertahun-tahun atau menjadi seorang jenius dengan indera pengecap yang mutlak seperti Kaya. Oleh karena itu, metode paling cerdas yang semestinya para pelamar pilih saat ini adalah menemukan seberapa lama durasi yang dibutuhkan untuk memasak saus.
‘Iya, itu lah yang harus dilakukan pelamar.’
Sorot mata Jo Minjoon tajam. Itu adalah resep hidangan 8 poin. Resep Rachel sederhana, dimulai dengan membuat kaldu sayur kemudian memasukkan daun timi, krim segar, dan parutan kulit lemon untuk membuat saus velouté. Kemudian, memasukkan lobak goreng yang berlapis tepung maizena di atas saus. Di atasnya lagi ada salmon yang telah dimarinasi dengan garam, lemon, dan lada, lalu dipanggang di atas wajan dan menaikkan api di atasnya setelah ditambahkan wine putih.
Itu sebuah resep yang hebat untuk menguji fondasi seseorang. Meski orang itu mungkin terbiasa menggoreng, normal bila orang itu menjadi gugup saat menggoreng bahan yang tidak biasa dia tangani. Lobak adalah bahan seperti itu. Memanggang salmon semestinya lebih familier, itu tidak menjadi masalah. Mereka juga bisa melihat seberapa baik seseorang bisa memasak sesuatu yang biasa dia masak tetapi pada situasi tegang seperti ini.
Pertama Jo Minjoon menyiapkan bahan-bahan. Dia mulai dengan kaldu sayur. Jo Minjoon meletakkan panci di atas kompor lalu meraih pisau. Jo Minjoon tidak ragu bahkan sedetik pun. Sayuran di atas talenan mulai terpotong-potong seukuran pegangan tangan bayi.
Setelah memasukkan bahan-bahan kaldu sayuran, segera setelah itu, waktunya membuat saus velouté. Jo Minjoon melelehkan mentega dan tepung terigu untuk membuat roux. Tidak sesulit itu. Masalahnya adalah penambahan bahan-bahan seperti kaldu sayuran dan membiarkannya berkurang setengah tanpa membuatnya hangus, itulah bagian yang sulit. Jika kau tidak sering-sering mengaduknya, saus akan cepat hangus.
Oleh karena itu, bahkan jika kau mulai mengerjakan tugas lain, perhatianmu harus tetap ada pada saus velouté. Itulah kesulitan pada tes ini. Tentunya, saat mereka melayani pelanggan, saus velouté sudah disiapkan. Namun, bila instan seperti ini, mereka sendiri yang harus melakukan segalanya dari awal sampai akhir. Perhatianmu secara alami akan terbagi dan kualitas hidangan biasanya menjadi turun.
Jika orang lain, itulah masalahnya.
Namun, tidak terjadi pada Jo Minjoon. Dia memotong lobak dan membalurnya dengan maizena, menggorengnya, kemudian memarut kulit lemon untuk membuat lemon garam. Jo Minjoon tidak gugup bahkan saat dia menuangkan minyak zaitun ke atas wajan dan meletakkan salmon ke atasnya. Gerakannya di dapur terkesan seperti ada dua orang yang bekerja di dapur.
“Kupikir masakannya yang mewah di Grand Chef, itu karena siaran … tapi apakah itu benar-benar seseorang yang tanpa pengalaman bisa berada di dapur profesional?”
“…Akhirnya aku paham bagaimana orang jenius.”
“Anderson setidaknya punya pengalaman bekerja di restoran orang tuanya, tetapi…”
Para pelamar melihat Jo Minjoon dan membisikkan kekaguman. Dia terlihat sangat sempurna hingga membuat para pelamar merasa sedikit tertekan soal kemampuan mereka sendiri. Itu jelas. Setiap kali Jo Minjoon lolos dari sebuah misi Grand Chef, dia telah mencurahkan jiwanya di atas meja masak.
Situasinya jelas sangat berbeda dari dapur. Mereka punya waktu yang terbatas, dan bahkan tema yang tidak familier. Tidak hanya sekali atau dua kali dia harus menunjukkan level konsentrasi melampaui batas kemampuan manusia. Jo Minjoon jelas tidak melupakan sedikit pun pelajaran yang dia dapat dari pengalaman semcam itu. Dia berdiri berkali-kali di depan meja masak untuk mengingat sensasi yang dia alami, bahkan hingga kehilangan waktu tidur.
Itulah yang membuat dia seperti sekarang ini. Setelah semua itu, jelas tidak akan ada kesalahan dalam masakan Jo Minjoon. Di antara para pelamar, seorang remaja Asia dengan rambut hitam yang dicukur, bergantian menonton tangan dan mata Minjoon sebelum menelan ludahnya.
‘Sudah kuduga…dia keren.’
Pria muda bernama Gerrick, sedang menonton Jo Minjoon dengan tatapan iri. Sering kali dia berpikir untuk menyerah menjadi chef, tetapi ketika dia belajar dari Jo Minjoon, yaitu seorang pemasak pemula yang berdiri dengan bangga dan menjadi terkenal dari Grand Chef di antara pemasak amatir terbaik dalam negri yang juga pemilik indera pengecap yang mutlak.
Selain fakta bahwa mereka berdua adalah orang Asia, ada terlalu banyak perbedaan pada kemampuan keduanya, untuk mengatakan dia merasa punya banyak kesamaan dengan Jo Minjoon. Bukan karena keahlian yang membuat Gerrick berpikir Jo Minjoon keren, melainkan sikap. Sikap Jo Minjoon. Ekspresi wajah dan pergerakan ujung-ujung jarinya, setiap momen dia memperlakukan bahan-bahan, serta perasaan yang dia curahkan pada hidangan. Cinta, atau mungkin komitmen. Semua itu sampai di mata Gerrick menembus layar TV seolah dia bisa dengan jelas merasakannya. Jadi, itu tidak perlu, atau bahkan membahas tentang bagaimana perasaanmu berdiri di depan Jo Minjoon saat ini.
Tidak hanya Gerrick yang merasa demikian. Tidak hanya Minjoon yang seperti itu, sikap Anderson pun sama. Mereka berdua yakin makanan yang sedang mereka buat adalah hidangan yang harus dibuat oleh pelamar, tetapi semacam ada kekuatan dalam diri mereka seolah mereka sedang berperang.
Memasak. Jika dipikir-pikir, itu adalah sebuah pekerjaan dengan topik yang sangat luas. Itu juga berarti bahwa sebuah pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi penuh. Bahkan para chef sering mengatakan sesuatu semacam ini, ‘Aku sudah memasak sepanjang hidupku, tetapi aku masih tidak paham apa itu memasak’. Mereka tidak mengatakan memasak itu sederhana; mereka benar-benar tidak tahu.
Beberapa orang mungkin berkata bahwa memasak adalah menggunakan pisau, menyalakan api, menaburkan bumbu ke dalam masakan. Akan tetapi, itu adalah jawaban yang tidak akan membuat chef puas. Apa yang mereka kejar sepanjang hidup mereka bukanlah bagaimana menggunakan pisau, bagaimana menggunakan api dengan baik, atau bahkan bagaimana menangani bumbu. Mereka mengejar memasak secara keseluruhan. Perbedaan halus yang membuat ……sesuatu yang akan datang dari pola pikir mendasar yang kau miliki tentang memasak.
Mereka bisa melihat bahwa Jo Minjoon dan Anderson berpendirian kuat. Mereka yakin dengan pekerjaan yang mereka lakukan dan jalan yang mereka lalui. Mereka paham memasak. Mereka harus paham. Kalau tidak, mereka takkan bisa menunjukkan ekspresi penuh cinta saat mereka memasak. Kita tidak bisa mencintai sesuatu yang tidak kita pahami.
‘Seharusnya murid-muridku …… tetapi sebenarnya merekalah yang mengajariku.’
Rachel tersenyum lembut sembari menonton mereka dari jauh. Jalur yang telah terlupakan, dia merasa seperti dia bisa perlahan mulai mengingat sembari menonton mereka.
Memasak selesai. Jo Minjoon melihat hidangan dengan ekspresi puas di wajahnya.
Di tengah saus velouté yang menggenang di tengah piring seperti sebuah danau, lobak goreng duduk di atasnya seperti sebuah pulau. Dan stik salmon yang diletakkan di atasnya berwarna merah muda berkilauan dengan kulitnya yang renyah. 8 poin. Itu berarti Jo Minjoon tidak membuat kesalahan apapun.
Anderson juga selesai tanpa membuat kesalahan apapun. Scalop mengelilingi bagian tepi piring seperti kelopak bunga dan di tengah ada spaghetti yang tergulung dengan seekor udang yang tampak terbelit di tengahnya.
“Bagaimana menurut kalian? Apa kalian bisa memahami resepnya?” tanya Anderson.
“Iya, kami bisa.”
“Kalian belum bisa.”
Setelah seorang pelamar menjawab, Jo Minjoon dengan cepat menyela. Dia menusuk stik salmon dengan garpu saat dia lanjut berbicara.
“Intinya ada pada cita rasa. Setiap gerakan yang aku buat selama memasak, tak peduli seberapa kecil atau sepele, sekarang hasilnya ada dalam hidangan ini. Jadi, kalian harus merasakannya.”
Jo Minjoon mulai memotong lobak dan salmon menjadi potongan kecil-kecil. Ini tidak cukup untuk santapan 15 orang, tetapi tidak masalah karena mereka hanya akan mencicipi rasanya. Hidangan Anderson pun sama. Dengan hidangan ini, semua yang harus mereka lakukan adalah merasakan sausnya. Selain resep, hal lain yang mereka perlu tahu hanyalah seberapa lama mereka harus memasak tomat dalam saus untuk membuatnya sempurna.
Gerrick memasukkan salmon masakan Minjoon ke dalam mulutnya dengan ekspresi suka cita. Ukurannya tidak lebih besar dari jempolnya bahkan dengan digabung dengan lobak. Tetapi ketika giginya menembus ke dalam lapisan renyah dan menghancurkan tekstur lembab dari lobak, cita rasa manis dan lembut dari saus velouté yang bertabur zest lemon di lidahnya memenuhi mulutnya. Bagian salmon di lidahnya sangat lembut dan meleleh di mulutnya hampir seperti es krim yang terbuat dari narkotika (TL: …itu perbandingan yang menarik)
“Oh……!”
Mereka bisa mendengar seruan yang berasal dari mana-mana. Citarasanya sangat luar biasa hingga membuat mereka lupa akan ketegangan dan kegugupan mereka. Mereka melihat Minjoon dengan terkejut. Sejujurnya, ada beberapa orang di sana yang berpikir alasan Jo Minjoon diberi posisi chef demi hanyalah karena siaran dan citra positif yang dia kembangkan karena mempunyai indera pengecap yang mutlak.
Tetapi mereka tidak bisa merasakan seperti itu lagi setelah mencicipi masakannya. Tidak ada satu orang pun yang bisa dengan percaya diri mengatakan bahwa keahlian mereka lebih baik dari keahlian Jo Minjoon. Mereka merasa bahwa Jo Minjoon jelas punya kualifikasi bagi mereka untuk bekerja sebagai asistennya.
Itu berlaku juga untu spaghetti Anderson. Setiap kali mereka mengunyah mie pasta, citarasanya seperti menghangatkan tubuh mereka dan membuat mereka penasaran apakah tomat adalah bahan yang punya rasa manis sebegitu jelas.
‘Apa aku…sungguh harus membuat ini?’
Ketika Gerrick sadar akan fakta, perasaannya mulai berdegup kencang. Gerrick mengepalkan tangannya. Bisakah aku melakukannya? Dia ingin melakukannya dan bahkan hasrat berkobar ingin membuatnya dengan sukses apapun yang terjadi. Dia pun ingin berdiri di belakang Jo Minjoon. Dia ingin menjadi asisten Jo Minjoon. Tentunya, mutiara terbesar di restoran ini adalah Rachel, tetapi dia ingin mengikuti langkah kaki yang berada tepat di depannya. (TL: Aku penasaran berapa level memasak Gerrick, dan benarkah ini? Dua orang Asia bekerja bersama-sama? Aku harap Gerrick terpilih bekerja dengan Anderson agar jalan ceritanya mengejutkan.)
15 pelamar berdiri di depan meja masak, aura yang keluar berbeda. Entah siapa yang mengatakan ada 25 orang di dapur saat itu. Jo Minjoon mondar-mandir mengamati mereka semua memasak.
Hidangan pertama adalah pasta Anderson. Sesuai dugaan, semuanya berjuang dalam membuat saus tomat. Jo Minjoon melihat orang-orang yang memasak tampak cukup lihai. Orang-orang yang bisa dikatakan mengerjakan dengan baik tentulah orang-orang dengan level memasak 6.
Lagipula, bagi mereka, itu bukan sebuah jalan-jalan di taman. Itu harus dijalani dengans serius karena skor memasak yang diharapkan adalah 8 poin. Tidak semua orang bisa menggunakan resep itu dan membuat hidangan 8 poin.
‘…Sekarang jika dipikir-pikir, sejak kapan aku mulai merasa membuat hidangan 8 poin terasa mudah?’
Tentu sulit pula untuk menciptakan resepnya. Tetapi membuat ulang resep itu mudah. Bahkan di sebagian besar restoran, yang sebenarnya membuat hidangan 9 atau 10 poin adalah chef demi dan chef preparasi yang memiliki level memasak 6 atau 7…tetapi itu mungkin terjadi karena mereka membuat hidangan yang sama berkali-kali hingga tangan mereka bergerak seolah itu adalah tangan chef kepala.
Sekarang dia tahu bahwa sebuah hidangan dengan poin lebih banyak bukanlah yangdibutuhkan, tetapi tidak ada hidangan yang mudah dengan poin yang banyak. Hidangan itu harus melalui semua jenis prosedur yang rumit dan kau perlu fokus dan cermat untuk mendapat lebih banyak poin. Bahkan spaghetti buatan Anderson tampak sederhana tetapi semua komponennya, termasuk saus, dibuat dari gurat-gurat usaha..
Dia merasa bahwa dia berkembang sangat cepat selama beberapa bulan terakhir, setengah tahun lebih sedikit, tetapi ada banyak sekali hal yang dia pelajari dan meresap ke dalam kepala dan tubuhnya.
Mereka selesai membuat spaghetti. Sebagian pelamar buru-buru mulai fokus pada stik salmon tanpa jeda, Jo Minjoon diam-diam melihat semua spaghetti mereka. Kemudian dia melihat sebuah spaghetti, hanya satu spaghetti. Satu spaghetti dengan 8 poin.
‘……Gerrick.’
Seberapa fokus dia telah fokus dalam membuat hidangan ini? Jo Minjoon mencicipi spaghetti Gerrick. Kemudian dia mengangguk-angguk sembari berbisik pada Anderson.
“Hei, yang ini terasa mirip dengan buatanmu.”
“…buatanku sedikit lebih enak.”
“Kau bahkan tetap menjaga harga diri di saat seperti ini?”
“Hmmph, jika harga dirimu goyah bergantung pada situasi, apa benar itu disebut harga diri?”
“Kukira kau benar. Aku setuju dengan alasanmu.”
Setelah mereka selesai menilai kelima belas spaghetti, pelamar chef preparasi mulai memanggang salmon di wajan. Jo Minjoon mengerutkan dahi sembari melihat salah satu pelamar. Mungkin karena dia gugup, tetapi api di sekeliling wajannya terlalu besar.
Meskipun Jo Minjoon sebaiknya membiarkan para pelamar bekerja sendiri untuk tes, dia tidak bisa membiarkan salmon menderita seperti itu. Jo Minjoon menghampiri Rachel lalu menunjuk pelamar itu.
“Haruskah aku membiarkannya?”
“Kurangi poin dan beritahu dia. Jika dia lanjut seperti itu, salmonnya yang akan menderita.”
Setelah mendapat persetujuan Rachel, Jo Minjoon mengangguk dengan ekspresi gembira. Sebagai chef, mereka tidak bisa menerima bahan-bahan menjadi sia-sia dalam bentuk yang mengerikan. Jo Minjoon berdiri di hadapan pelamar itu lalu berkata.
“Apa yang kau pikirkan dengan menyia-nyiakan bahan? Itu adalah sesuatu yang harus dihindari oleh semua koki. Pilar pertama dari dapur adalah kepuasan pelanggan, dan yang kedua adalah keuangan yang baik. Lalu apa yang kau lakukan saat ini? Apa kau tidak bisa mendengar salmon itu berteriak?”
Pelamar itu terkejut mendengar kata-kata Minjoon dan buru-buru membalik salmon. Belum selesai. Jo Minjoon lanjut berjalan mengelilingi pelamar itu dan mengurangi poinnya. Sangat berbeda dengan Anderson yang sedang berdiri di sisi dapur dengan lengan tersilang.
“Kami meminta kalian membuat saus velouté, bukan saus lava. Kecilkan api kalian.”
“Kalian harus seperti film drama. Salmon dan wajan menempel bersama lebih dari sepasang kekasih.”
“Kupikir kami menyuruh kalian untuk menaikkan api ke atas wajan, kapan kami menyuruh kalian mengurangi pemakaian wine?”
Saat Jo Minjoon berjalan berkeliling seperti itu, para pelamar terlihat gugup setiap kali Minjoon melewati mereka, mereka dan menelan ludah. Rachel melihat Minjoon seolah itu tak terduga. Rachel pikir Jo Minjoon akan lunak terhadap pelamar dan mengalami kesulitan mengungkapkan sesuatu pada orang-orang, tetapi dia secara tak terduga bersikap keras.
Sebenarnya itu peran yang ia duga akan terlihat pada Anderson. Karena sesuatu yang tidak terduga ini, Rachel berkata pada Anderson, entah bagaimana dia gugup.
“Aku terkejut Minjoon ternyata punya karisma. Aku pikir dia akan melunak.”
Anderson menjawab sambil mengangkat bahu.
“Dia adalah Tinkerbell yang dibesarkan di alam liar.”
< Juri yang ramah (3) > Selesai