Dewa Memasak – Bagian 170: Bayangan yang tumpang tindih (1)
“Oo……”
Ella meremas pipinya dengan ekspresi rumit. Melihat Ella, Janet bertanya dengan nada percaya diri,
“Bagaimana menurutmu? Ini enak, kan?”
“…Aku lebih suka buatan paman Minjoon, lebih enak.”
“Baiklah. Apa yang kau suka itu terserah padamu. Tapi bagaimana rasanya?”
Ella hanya melipat bibirnya tidak menjawab. Itu membuat Janet marah karena yang dibuat Janet lebih enak daripada buatan Jo Minjoon. Ekspresi cemberutnya menjadi jawaban. Jo Minjoon mengangkat bahu.
“Ella, sikap yang baik adalah dengan mengatakan itu enak jika ditanya tentang rasanya.”
“Jeli paman juga enak.”
Mungkin dia tidak mau mengatakan Jo Minjoon kalah sampai dia mati; Ella mulai menangis karena frustasi. Adakah penggemar lain yang perasaannya sebegitu kuat? Janet bertanya dengan nada kaku.
“Apa aku menjadi tokoh jahat?”
“Bukan tokoh jahat, barangkali hanya seorang penyihir jahat yang mengganggu peri.”
“…Aku sudah sering dipanggil penyihir.”
Jo Minjoon setengah bercanda, tetapi respon Janet sangat serius. Jo Minjoon meriding melihat Janet. Janet mengatakan dia keturunan Taiwan ataukah Jepang, ya? Dia tidak tampak begitu berbeda dengan orang Korea. Jadi, Jo Minjoon merasa sangat familier awalnya, tetapi semakin dia mengenal Janet, dia menyadari bahwa Janet sungguh sulit dipahami (TL: Anderson juga berpikir sama denganmu)
‘Berdasarkan bagaimana dia memperlakukan Ella, dia tidak tampak seperti orang yang jahat.’
Tentunya, sulit menentukan watak seseorang hanya dengan bagaimana dia memperlakukan anak kecil. Namun, ekspresi bahwa Janet yang sering dia tunjukkan pada Ella penuh kasih. Hampir seperti dia melihat pada anaknya sendiri. Jika seseorang bisa mengasihi anak orang lain sebesar itu, Jo Minjoon pikir sifat asli mereka pastilah baik.
‘Meskipun dia tetap berduri pada orang lain.’
Anderson juga sama berdurinya, jadi dia tidak benar-benar berusaha berbincang dengan Janet. Chef preparasi sibuk mengenal satu sama lain, dan chef pemanggag pun sama. Kita bahkan tidak perlu membicarakan tentang chef magang. Secara alami, sulit bagi chef magang berbicara santai dengan chef demi.
Stereotip umum di negara-negara Barat adalah hubungan horizontal antar pekerja tanpa hierarki. Tentunya, ada beberapa dari itu diberlakukan karena aturan perusahaan. Tetapi tidak di restoran.
Alasan hierarki ditegakkan di restoran dapat dijelaskan oleh sifat profesi. Harus seperti itu. Ketika restoran ramai pelanggan, suasana dapur menjadi lebih sibuk. Tidak dapat dihindari, seseorang akan menjadi kacau dalam situasi itu. Agar tetap dihasilkan kesempurnaan, sistem komando yang tegas sangat penting.
‘…Kukira sungguh tidak ada alasan bagi chef demi ramah dengan yang lain.’
Lagipula, kita akan berada di bagian yang berbeda, jadi seharusnya tidak banyak kesempatan jalur kita saling tumpang tindih. Akan tetapi, itu hanya dalam konteks efisiensi dapur. Apapun itu, kecuali sesuatu yang aneh terjadi, mereka adalah rekanan yang bekerja bersama selama bertahun-tahun. Jika saling canggung satu sama lain, mungkin akan sangat sulit ditangani.
Dengan gagasan itu dalam kepala.
“Coba ini! Ini quiche buatan nona Lisa. Ini quiche terbaik yang pernah aku makan!”
Javier sangat santai. Aura positif tampaknya berasal dari seluruh tubuhnya,. Sebenarnya, dia memang tipe orang yang seperti itu. Lisa berbicara dengan ekspresi agak malu-malu dari belakang Javier.
“Tolong jangan memuji sebanyak itu.”
“Aku tidak memuji. Aku hanya mengatakan yang sebenarnya.”
“Mengatakan yang sebenarnya itu termasuk memuji karena rotiku ada di level itu.”
“…Kukira itu bukan itu alasanku memuji.”
Lisa tertawa jahil mendengar gurauan Javier. Jo Minjoon sangat terkejut. Lisa sangat mirip dengan Janet tetapi dengan sudut pandang berbeda. Sangat sulit melihat senyum ceria seperti itu di wajah Lisa.
“Ah, Minjoon. Apa yang kau lakukan? Ini, makanlah.”
“Kau memuji quiche ini, membuatku berekspektasi tinggi, kemudian kau hanya memberiku sepotong kecil ini?”
Jo Minjoon berkata dengan nada kecewa. Hanya ada sepotong pai berukuran jari di atas piring. Pinggiranya renyah seperti keripik, dan keju leleh dan tomat kering yang terpanggang ada di atasnya. Quiche. Itu adalah hidangan pai yang sering dimakan oleh orang Perancis. Javier tersenyum ceria.
“Kita adalah chef. Kau seharusnya bisa tahu estetikanya hanya dengan sekali gigitan.
Itu benar. Jo Minjoon memasukkan pia ke dalam mulutnya lalu perlahan mengunyahnya. Mungkin karena itu adalah pia, hanya ada sedikit mentega. Rasa yang menyebar di mulutnya manis, dan rasa berminyak dari keju terasa kuat. Jo Minjoon diam-diam memikirkannya. Dari keju apa ini? Dia menyusuri ingatannya untuk mengingat-ingat nama keju itu lalu menemukannya, melalui sistem dia mendapati bahwa tebakannya benar. Jo Minjoon berkata dengan ekspresi puas.
“Ini keju Gruyère. Rasa berminyaknya sangatlah kuat.”
“Kau sungguh menebak dengan benar.”
“Keju Gruyère punya rasa yang kuat. Ella, kau pasti gembira. Apa ibumu membuatkanmu roti seperti ini setiap hari?”
“Iya. Tapi aku lebih suka jeli dari pada roti.”
Sorot mata Lisa pedas pada Ella. Menonton Ella mengalihkan pandangan dari sorot mata Lisa, Janet tersenyum dengan lembut. Tentunya, ekspresinya berubah, segera setelah sorot matanya bertemu dengan sorot mata Jo Minjoon.
“Janet, kau pasti sangat suka anak kecil.”
“…Orang seperti apa yang tidak suka anak kecil?”
“Kau bisa menemukan mereka di mana-mana, pokoknya yang mengatakan anak kecil itu berisik dan mengganggu.”
“Ah, aku pendiam kok. Aku juga tidak mengganggu orang.”
“Iya. Itu karena Ella gadis kecil yang baik.”
Jo Minjoon tersenyum lembut pada Ella yang sedang menunjukkan aksi protesnya dengan anggapan negatf itu. Ella tertawa lalu bertanya.
“Tapi paman, apa yang akan kau masak? Bibi Janet bilang dia akan memasak a….app… apa ya itu namanya?”
“Appetizer?”
“Oh, iya! Bibi bilang itu akan menjadi tugasnya. Bagaimana denganmu, paman?”
“Masih bingung.”
“Aku harap paman akan membuat jeli.”
Janet, yang menyimak Ella, mulai tertawa. Dia mulai tertawa sambil berusaha menahannya, tetapi mungkin dia merasa malu karena tatapan yang lain tertuju padanya, dia menutup mulutnya dengan tangannya lalu berbalik. Lisa mendekati Janet dan berkata.
“Kau pasti suka dengan anakku.”
“…Kau punya anak perempuan yang hebat. Aku iri denganmu.”
Tidak hanya terlihat jujur, suara Janet juga terasa berat. Tetapi begitulah Lisa. Dia tidak panik dan menjawab balik dengan nada beratnya juga.
“Dia adalah kebanggaan dan kegembiraan terbesarku.”
“Kalian berdua, aku paham bahwa kalian sedang saling mengenal satu sama lain, tetapi menurutmu, tidakkah ini sangat mirip seperti program dokumenter?”
“Aku tidak memberi nasihat atau apapun itu?”
“Tidak semua program dokumenter berbagi nasihat kehidupan. Sekarang alih-alih dokumenter, hmmm…apa ya yang bagus?”
“Kalau di dapur, biasanya itu komedi atau drama.” jawab Jo Minjoon seolah sedang bergurau. Javier tersenyum lalu berkata.
“Drama bagus. Menurutku, komedi pasti terlalu melelahkan.”
“Jadi, apa yang ingin kau masak, Javier?”
“Maaf ya, Janet…tapi aku ingin hidangan pembuka juga.”
“Kalian berdua tumpang tindih. Apakah hidangan pembuka selalu menjadi bagian yang populer?”
“Itu bagus untuk kita.”
Suara dengan nada nakal berasal dari belakangnya. Itu suara Anderson. Jo Minjoon melihat Anderson lalu bertanya,
“Ku pikir kau juga tertarik pada hidangan pembuka. Jadi, kau ingin bagian mana?”
“Bagian Pasta.”
“……Hmm.”
Jo Minjoon menyilangkan lengan dan satu tangannya mengepal di bawah dagunya. Bagian itu disebut bagian pasta, tetapi realitanya, bagian itu meliputi semua biji-bijian, temasuk risotto. Bagian itu juga membuat Jo Minjoon tertarik.
Masing-masing restoran punya cara yang berbeda dalam membagi tugas. Restoran china cenderung membaginya menjadi mie, api, dan pisau. Sedangkan restoran barat cenderung melakukan pembagian berbeda-beda bergantung ukuran restoran. Ikan, daging, dan biji-bijian, restoran bisa membaginya berdasarkan bahan-bahan seperti itu…atau wajan, panci, dan lain-alin, restoran juga bisa membagi berdasarkan peralatan seperti itu.
Rachel telah memberi tahu mereka ada lima bagian. Chef pada bagian hidangan utama akan bertanggung jawab soal daging, ikan, atau stik. Chef bagian hidangan pembuka menangani sup, mousse, carpaccio, ceviche, dan hidangan lain yang seperti itu. Ada pula bagian yang menangani pasta, risotto, dan biji-bijian untuk hidangan. Chef bagian hidangan penutup dan segala sesuatu yang terkait dengan oven untuk roti, kue, puding, dan hidangan lain disebut patissier, yaitu Lisa, dan sisanya adalah bagian…
‘Gastronomi molekuler.’
Rachel sudah pensiun bahkan sebelum gastronomi molekuler berkembang. Jo Minjoon penasaran seberapa banyak Rachel tahu tentang gastronomi molekuler, tetapi Rachel percaya diri. Seolah dia punya sesuatu yang dia yakini.
Satu hal yang pasti adalah Jo Minjoon tidak terpikir tentang memilih gastronomi molekuler. Dia jelas tertarik, tetapi dia tidak tahu apa-apa. Jika dia mengambil gastronomi molekuler, dia harus berada di level pemula. Dia tidak percaya diri bisa menyajikan hidangan dengan baik sebagai chef demi pada bagian itu.
Jika kau mempertimbangkan kemampuan sistem, bagian terbaik untuknya adalah hidangan pembuka. Hidangan pembuka adalah hidangan yang membutuhkan kecakapan paling banyak tentang rasio bahan-bahan. Sistem akan membantunya menemukan sesuatu yang salahdengan segera, berdasarkan poin yang dicapai hidangan itu.
Akan tetapi bagian yang diinginkan Minjoon adalah bagian pasta, yang juga diinginkan Anderson, atau hidangan utama. Mayoritas hidangan pembuka membutuhkan kegigihan dan kesabaraan alih-alih reaksi dari waktu ke waktu, sedangkan Jo Minjoon ingin bertarung dengan waktu dan fokus pada pasta atau stik yang mana dia harus seperti bermain game yang harus fokus setiap saat. Itu lebih cocok dengan gayanya. Jo Minjoon, yang telah merenungkan apa yang dia pilih, menghela napas lalu berkata.
“…Tapi siapa peduli kita membicarakannya seperti ini. Ini bukan metode penentuan bagian, nanti akan diputuskan.”
“Itulah kenapa penting bagi kita membicarakannya seperti ini. Kita setidaknya harus mengatakan apa yang kita ingin lakukan dan memikirkannya, jadi tidak terasa seperti kita dibayar secara cuma-cuma.”
Jo Minjoon hanya mengangkat bahu.
“Aku tidak tahu. Aku masih belum dibayar.”
“Ssh, kenapa itu jadi masalah? Kau mendapat kartu kredit Rachel dan dia bahkan menyediakan tempat tinggal untukmu.”
“Tapi, aku tetap sangat khawatir tentang itu. Oh, aku yakin satu hal.”
Dia berkata dengan yakin.
“Aku tidak akan mengerjakan gastronomi molekuler.” (TL: Oh, terdengar bahwa itulah yang akan dihadapi.)
€
“4,996, 4,998, 4,999……”
Jo Minjoon menghitung angka lalu menatap ponselnya sejenak kemudian mengklik tombol ‘refresh’. Tidak lama kemudian, dia tersenyum lebar.
“Lima ribu orang!”
“…Kau, kau sengaja kan, agar aku mendengarnya?”
Di rumah Rachel. Tepatnya, di kamar Jo Minjoon, Anderson melihat Jo Minjoon dengan ekspresi menggerutu.
“Kau sirik yaa?” jawab Jo Minjoon sambil tertawa.
“…Tidak juga.”
Angka yang dia sebut adalah jumlah penggemarnya di Starbook. Dibanding Anderson yang memulai jauh lebih lama, Anderson hanya punya 4000 penggemar. Itu perkembangan yang sangat cepat. Anderson menggerutu lalu berkata.
“Itu karena aku tidak sering memosting.”
“Menurutku tidak. Tampaknya kau memosting setidaknya sekali sehari. Sesuatu seperti tips memasak harian.”
“…Diamlah. Aku mau tidur.”
“Hei, jangan berbaring di ranjang orang tanpa izin.”
“Aku akan membelinya. Ranjang ini. Berapa harganya?”
“Isaac bilang bahwa matrasnya saja $4.000.”
Anderson melompat bangun begitu dia mendengarnya, lalu melihat ranjang itu. Dia menekan ranjang dan ekspresinya tampak penasaran.
“Ini seharga gajiku?”
“Lebih tepatnya, ini $500 lebih banyak dari gajimu.”
“…Kau bahkan belum mendapat gaji.”
“Awalnya aku sedikit kecewa, tetapi ini juga tidak buruk. Aku bisa tidur di ranjang yang lebih mahal dari gaji seseorang.”
“Aku ingin tinggal di sini juga.”
“Menurutku, itu akan sulit sampai kau bisa menaklukkan orang tuamu.”
“Meski aku melampaui mereka, aku tidak tahu apakah guru Rachel akan menerimaku. Aku iri. Dia sangat menyayangimu seperti putranya. Bagaimana rasanya?”
Jo Minjoon tidak merespon. Bukan dia berusaha mengabaikan Anderson. Ada alarm muncul di ponselnya yang membuatnya membeku. Anderson melihat Jo Minjoon dan memasang wajah aneh.
“Ada apa? Apa terjadi sesuatu?”
“……Ah, mmm. Hei, apa hari ini tanggal 25?”
“Tidak. Sekarang tanggal 23. Kenapa?”
“Lihatlah.”
Jo Minjoon menjawab singkat sembari menunjukkan ponselnya pada Anderson. Yang tampak di layar adalah sebuah foto. Foto tiket pesawat. Tujuannya adalah LAX. Itu adalah nama bandara di LA. Tanggal kedatangan 25 Agustus. Anderson bertanya dengan nada aneh.
“Kenapa dengan itu?”
Jo Minjoon menekan bagian atas ponselnya alih-alih menjawab. Kata yang muncul membuat Anderson menghela napas dengan ekspresi gugup di wajahnya.
[Kaya: Wanita yang sungguh perlu diet, akan segera datang.]
< Bayangan yang tumpang tindih (1) > Selesai