Translator : Hennay
Dewa Memasak – Bagian 172: Bayangan yang tumpang tindih (3)
“…Berhentilah mengatakan sesuatu yang murahan. Itu memalukan.”
“Lagipula, kau memakai masker dan kaca mata. Kau bahkan tidak perlu memperhatikan pandangan orang-orang.”
“Tapi mereka sudah tahu aku.”
“Bagaimana mereka tahu?”
“Siapa lagi yang akan berpegangan tangan denganmu selain aku?”
Tidak ada orang lain. Jo Minjoon hanya melihat Kaya. Pada saat itu, Kaya sungguh sangat bersyukur dengan kaca mata hitam dan maskernya. Jika wajahnya tidak tersembunyi di balik itu, dia tidak percaya diri bisa merespon tatapan Jo Minjoon dengan santai. Mungkin karena flu, tangan Jo Minjoon yang menggenggam tangannya terasa panas. Jo Minjoon berkata.
“Kenapa kau berhenti menghubungiku?”
“Maaf ya.”
“Apa karena hal yang kau bicarakan waktu itu? Bahwa ada sesuatu yang akan terjadi?”
Kaya tidak merespon pertanyaan Jo Minjoon. Jo Minjoon sungguh tidak perlu bertanya. Satu-satunya alasan Kaya menghindarkan diri dari godaan untuk menghubungi Jo Minjoon adalah karena itu. Kaya dengan cepat memasukkan tangan kanannya yang bebas ke dalam hoodienya. Jo Minjoon bertanya dengan suara cemas..
“Kau kedinginan, kan? Apa sebaiknya pergi ke tempat yang hangat?”
“……Hei, temperatur tertinggi hari ini adalah 27 derajat.”
“Oh, benar.”
Jo Minjoon merespon dengan wajah bodoh.
Terlepas dari pandangan orang-orang dan ponsel yang merekam mereka, mereka berdua berjalan seolah tidak ada orang lain di sekitar mereka. Saat hendak meninggalkan bandara, mereka baru menyadari bahwa mereka tidak punya tujuan pergi. Jo Minjoon bertanya dengan wajah bingung.
“Ke mana kita pergi?”
“Apa? Kau datang ke sini bahkan tanpa tahu mau mengajakku ke mana?”
“Aku tidak tahu kalau aku bisa menghabiskan waktu denganmu seperti ini. Apa kau baik-baik saja? …Sepertinya kau agak demam.”
Jo Minjoon meletakkan tangannya ke dahi lalu ke leher Kaya sebelum bertanya dengan nada cemas. Kaya merespon seolah dia tidak mempercayainya.
“Aku paham kau menyentuh dahiku, tapi apa kau juga perlu memegang leherku?”
“Entahlah. Aku ingat seseorang mencium leherku waktu itu.”
“Apa? siapa yang berani…oh, itu aku ya.”
Kaya mengernyit beberapa saat lalu teringat apa yang terjadi di Florence dan mulai bergumam dengan nada konyol.
Jo Minjoon tertawa lalu berkata.
“Jadi, apa yang ingin kau lakukan? Apa kau ingin beristirahat saja? Atau kau ingin jalan-jalan?”
“Aku lapar. Aku mau makan.”
“Oh, ada tempat yang kupikirkan. Kaya, kau suka tempat yang asyik atau tempat yang mewah?”
Kaya melepas kaca matanya. Mata Kaya, dengan riasan gotik, menatap Jo Minjoon.
“Jika kau terus bercanda denganku, jangan salahkan aku jika aku memukulmu.”
€
“Dan kau membawaku ke kedai hot dog?”
“Kau bilang kau lapar. Plus, kau akan terkejut saat mencicipinya. Ini kedai yang populer di LA.”
Minjoon mengajak Kaya ke suatu tempat, yaitu kedai berlantai satu yang berlokasi di pusat kota (TL: Mereka secara ajaib bepergian tanpa kendaraan atau semacamnya…). Sebagai tambahan hot dog, ada kentang goreng Belgia, dan bir Belgia yang terkenal…Tapi yang paling unik adalah menu hot dog. Ada varian toping, saus, dan sosis. Kau bisa memilih salah satu dari ragam pilihan untuk masing-masing. Akan tetapi, senjata yang paling kuat dari kedai ini adalah sosisnya. Kaya bergumam dengan nada marah.
“Sosis jalapeno, sosis vegetarian Italia, sosis apple, sosis mango, ……sosis daging ular? Tempat apa ini?”
“Bukankah tempat ini asik? Menurutku, aku tidak akan bisa berhenti datang ke sini sampai aku sudah mencoba semua jenis sosisnya.”
“…Kau berencana membawaku ke sini, terlepas dari entah aku lebih suka tempat asyik ataukah tempat yang mewah?”
Jo Minjoon memalingkan muka merasa bersalah. Setelah selesai memesan, dia meraih tangan Kaya, lalu menuju ke ujung bar. Ujung bar merupakan lokasi yang minim perhatian orang-orang. Dia tidak bisa lanjut menggandeng tangan Kaya setelah duduk, jadi, dia melepaskannya. Melihat Jo Minjoon melepas tangannya, Kaya berkata.
“Kau cukup sering menggandeng tanganku. Apa kau punya banyak pengalaman sebelumnya?”
“Tidak. Aku tidak pernah melakukan itu sebelumnya.”
“Kau tidak pernah berkencan?”
Jo Minjoon berpikir sesaat. Jo Minjoon, yang berusia 30 tahun, punya pengalaman sedangkan Jo Minjoon yang sekarang belum pernah. Dia tidak tahu bagaimana jawaban yang benar. Namun, fakta bahwa dia tidak bisa menjawab tepat setelah ditanya membuat tatapan Kaya berubah tajam.
“Jadi, kau punya pengalaman. Apa dia cantik?”
“…Tidak, aku tidak punya pengalaman.”
“Sekarang, kau bahkan berbohong padaku. Kupikir kau tidak akan berbohong padaku.”
“Sungguh. Aku belum pernah. …Terlebih, kenapa aku harus membela diri soal ini?”
“Kau sungguh tidak tahu kenapa?”
“Iya. Aku bertanya karena aku tidak tahu.”
Mendengar respon polos Jo Minjoon, Kaya menatap Jo Minjoon dengan keraguan. Pada saat itu, seorang pria botak berkulit putih dan bertatoo, dengan lengannya yang seukuran paha wanita, menghampiri mereka dengan sepiring hot dogs, kentang goreng, dan saus. Dia melihat Jo Minjoon lalu berkata. Dibanding penampilannya yang kasar, suaranya sangat melengking.
“Kau datang lagi, Minjoon. Aku melihat videomu setelah kau datang ke sini waktu itu. Indera pengecap mutlak. Sekarang jika kupikir-pikir, kau mungkin bisa menebak bahan-bahan dalam toping dan saus ini.”
“Apa sebaiknya aku tidak memakannya?”
“Tentu saja makanlah. Orang macam apa yang menarik hidangan dari pelanggan hanya karena mereka punya lidah yang sensitif? Aku akan senang jika kau menikmati makanannya. Ah, begitu juga dengan pacarmu. Silakan menikmati waktumu di sini.”
Dia tampak tidak mengenali Kaya. Dia mungkin sebenarnya tidak tahu siapa Kaya. Kecuali dia menikmati menonton TV, jika bukan Kaya dan beberapa aktor Hollywood terkenal, dia tidak akan mengenalinya. Alasan dia tahu bahwa Minjoon punya indera pengecap mutlak hanya karena telah mendengar ucapan dan cerita dari pelanggan lain.
“..Dia tidak mengenaliku.”
“Apa kau kecewa?”
“Tidak, ini sangat bagus. Dia memperlakukanku sama seperti pelanggan biasa. Akhir-akhir ini, ke mana pun aku pergi, orang-orang tahu bahwa aku Kaya Lotus… Ini sangat melelahkan. Plus, mereka mencari Kaya Lotus yang mereka lihat di siaran, dan bukan Kaya Lotus yang sesungguhnya.”
Kaya menurunkan maskernya dan menggigit hot dog. Dia memesan sosis ayam apel, yang terbuat dari daging ayam yang dimarinasi dalam saus apel. Di atas sosis ada saus yang terbuat dari kayu manis dan selai apel, dengan sedikit daging bacon dan bawang bombay di atasnya. (TL: Terdengar seperti hot dog pia apel yang aneh)
Hot dog Jo Minjoon terbuat dari daging domba dan cabai chipotle, dengan paprika yang dipotong dadu dan dipanggang dengan minyak truffle. Saat Jo Minjoon hendak menggigit hot dognya, mata Kaya terbelalak seolah dia tiba-tiba teringat sesuatu.
“Omong-omong, ayo lanjutkan apa yang sedang kita bicarakan. Kau bilang kau bertanya karena kau tidak tahu?”
Alih-alih merespon, Minjoon malah menggigit hot dog. Kaya, yang sedang menatapnya, tiba-tiba memajukan badannya, lalu menggigit ujung lain hot dog Jo Minjoon.
Roti hot dog yang garing mulai tertekan, gigi Kaya yang putih terlihat dibalik bibirnya yang tipis. Melihat gigi Kaya yang memotong selaput sosis seolah bergerak lambat. Setiap kali lidah Kaya yang basah oleh air liur terlihat, Jo Minjoon merasa bersalah, seolah-olah dia mencuri pandang sesuatu yang erotis.
Dia tidak bisa menentukan apakah Kaya sungguh makan dengan lambat ataukah itu hanya perasaannya saja karena dia gugup. Kaya melihat Jo Minjoon lau berkata.
“Hmmm. Aku akan membiarkanmu karena hot dog ini enak.”
“Kau akan membuatku sakit.”
“Jika kau takut, kau sebaiknya tidak menggandeng tanganku.”
“Kau bisa mencuci tanganmu.”
“…Oh jadi kau sudah memperhitungkannya, aku paham.” jawab Kaya dengan nada kesal.
Jo Minjoon menghela napas lalu mendekatkan kepalanya pada hot dog di tangan Kaya lalu menggigitnya. Dia menggigit hot dog pada bagian yang sama dengan gigitan Kaya sebelumnya. Tentu, tidak ada pesan yang muncul untuk memberi tahunya sesuatu seperti bahan-bahan pada liur Kaya. (TL: Sebagai orang Korea, itu disebut ciuman tidak langsung.)
Jo Minjoon menatap Kaya. Kaya menatap balik Jo Minjoon dengan ekspresi sedikit gugup. Jo Minjoon berkata.
“Di situ. Sekarang aku akan terserang flu berkat seseorang.”
“..Kau bilang itu tidak masalah jika aku merawatmu.”
“Kau mau?”
“Bagaimana denganmu? Apa kau mau merawatku?”
“Jika kau mau.”
Kaya mulai tersenyum mendengar respon Jo Minjoon. Selama beberapa saat, mereka berdua makan dalam suasana hening. Saat mereka hampir selesai menyantap hot dog, Kaya perlahan berkata.
“Bagaimana jika… Secara hipotesis, bagaimana jika aku berakhir melakukan hal yang sangat salah padamu…lalu apa yang akan kau lakukan?”
“Aku tidak paham yang kau maksud dengan ‘apa yang akan kau lakukan’?”
“Apa kau masih mau menemuiku? Apa kau akan memaafkanku?”
Dia tidak paham kenapa Kaya menanyakan hal seperti itu. Seharusnya tidak ada sesuatu yang membuat dia merasa bersalah terhadap Jo Minjoon. Jo Minjoon menatap lekat Kaya. Riasan di matanya jelas, tetapi matanya berlapis awan kegelisahan yang tidak dia ketahui. Jo Minjoon menatap ke dalam matanya saat dia menjawab.
“Berdasarkan apa yang terjadi, aku mungkin atau mungkin tidak bisa memafkanmu. Tetapi aku yakin aku mau bertemu denganmu lagi.”
“Kenapa?”
“Menurutku aku bahkan tidak perlu menjawabnya.”
“…Iya, itu benar.”
Dengan itu, Kaya berhenti berbicara lagi. Jo Minjoon mengambil kentang goreng seukuran jari lalu mencelupkannya ke dalam saus mustard gandum sebelum memasukkannya ke dalam mulut. Secara mengejutkan, rasanya pedas. Dia mencelupkan kentang goreng lagi ke dalam saus lalu menyuapkan itu pada Kaya. Kaya melihat kentang goreng itu sejenak lali membuka mulut seperti bayi burung.
Perbincangan kembali dimulai setelah Kaya selesai mengunyah dan menelan kentang goreng itu. Kaya hanya mendesah tidak jelas.
“Ayahku menghubungiku.”
Wajah Jo Minjoon menjadi kaku sesaat. Dia tahu sedikit tentang Ayah Kaya. Dia orang yang sangat kejam. Dia kabur setelah membuat hamil Jemma.. Mungki Kaya bisa menceritakan apa yang Jo Minjoon pikirkan berdasarkan ekspresi Jo Minjoon, tetapi Kaya buru-buru lanjut bercerita.
“Bukan ayahku yang itu. Ayah … kandungku.”
“Ayah kandung?”
“Iya, dia menghubungiku. Dia bilang ingin bertemu denganku.”
Jo Minjoon tidak bisa memutuskan apa yang sebaiknya dia katakan. Tidak ada yang dia ketahui tentang ayah kandung Kaya. Mungkin mereka tidak pernah bertemu dalam kehidupan nyata pada kehidupan Jo Minjoon sebelumnya, atau hal itu tidak pernah diungkap oleh media. Bisa jadi hanya dia saja yang tidak pernah membaca artikel…
‘…Ini bukan waktunya untuk berpikir seperti ini.’
“Apa lagi yang dia katakan?”
Hal yang penting adalah saat ini. Kaya tidak mau mendengar dari orang aneh dari masa depan, tetapi dari Jo Minjoon yang dia tahu. Kaya ragu sebelum menjawab.
“Dia bilang dia tidak ingin apa-apa,…seperti uang. Apa yang dia inginkan dariku hanya sedikit waktu untuk bertemu dan mengobrol.”
Jo Minjoon menatap Kaya dalam diam. Dia berpikir dia bisa mengatakan kenapa Kaya menghindar darinya begitu lama. Kaya ingin mampu mengatasi semua ini sendiri, tanpa bergantung pada Jo Minjoon. Namun, Kaya tidak menceritakan pada Jo Minjoon soal ini bukan karena dia menyerah melakukan ini sendiri, justru, mungkin karena dia merasa seperti akan mengatasinya dengan cara tertentu. Jika dia tidak menemukan cara untuk mengatasinya, dia mungkin tidak akan pernah menceritakan kisah ini. Dia akan membawa serta dalam kuburnya.
Dia berhati-hati meraih tangan Kaya. Kaya menatap kentang goreng yang hangus lalu berkata.
“Awalnya, aku tidak ingin menemuinya. Aku menunggu selama hampir 20 tahun. Sedangkan dia berpikir dia bisa bertemu denganku dengan mudahnya. Memikirkan itu membuatku marah.”
“…Tapi kau tetap ingin bertemu dengannya.”
Kaya mulai mengerutkan dahinya. Kerutan di dahinya penuh dengan kemuraman dan nostalgia, itu adalah hati yang goyah dengan kebahagiaan, dan segala upaya tenaga untuk setidaknya mempertahankan harga dirinya.
“Aku sunguh-sungguh membencinya. Bagaimana mungkin tidak? Untuk menghubungi seseorang yang meninggalkan putrinya dan kabur, ayahku…tidak mungkin aku mau menemuinya setelah segala sesuatu yang terjadi pada ibuku saat membesarkan aku. Untuk kembali setelah semua ini dan mengatakan ingin bertemu denganku karena aku darah dagingnya…itu membuat situasi tampak terlalu mudah. Ini terlalu janggal.”
“Itu tidak janggal.”
“…Kenapa tidak?”
“Pada akhirnya tidak peduli betapa kau ingin menolak kenyataan itu…kau adalah putri dari ayahmu. Tentu aku juga paham kau berasal dari mana. Keputusan final ada pada dirimu untuk dirimu sendiri. Tapi, Kaya, Aku hanya berharap kau tidak berakhir menyesali keputusanmu.”
Ucapan Jo Minjoon tampaknya sampai jauh ke dasar hati Kaya. Dia terlihat seperti merenungkan sejenak ucapan Jo Minjoon lalu mengambil ponselnya seoalah dia telah mengambil keputusan. Kemudian, dia segera menghubungi manajernya.
“Ya, ini aku. Apa aku ada agenda besok? Bagus. Aku harus bertemu dengan ayahku. Katakan padanya untuk datang ke LA besok. Tidak, jangan memberi dia tiket pesawat. Jika dia sungguh ingin bertemu denganku, aku yakin dia akan menemukan cara untuk sampai di sini. Iya. Terima kasih.”
“…Bagaimana kau bisa membuat keputusan mendadak seperti itu?”
Melihat Kaya berbicara panjang lebar di telepon, Jo Minjoon bertanya dengan ekspresi khawatir. Dia khawatir dia memaksakan diri. Kaya perlahan menggelengkan kepala saat dia menggigit bibirnya. Dia menatap Jo Minjoon dengan mata berkaca-kaca.
“Jika aku tidak memutuskan ini sekarang, aku hanya akan terus memendamnya. Iya, aku mungkin akan mencaci maki saat menemuinya. Aku yakin bahwa aku bisa melontarkan segala jenis ungkapan buruk yang ada di dunia ini. Aku tidak yakin sama sekali aku mampu memahami dia. Karena ibuku, aku tidak pernah merindukan ayahku. Yang bertanggung jawab atas masalah ini hanya dia. Rasa sakit karena bertanggung jawab untuk itu, aku tidak yakin aku bisa memaafkan dia. Tapi aku harus bertemu dengannya.”
“Kau tidak perlu memaafkannya. Kau juga tidak perlu memahaminya. Memaki? makilah sebanyak yang kau inginkan. Jika kau mau, aku akan di sana bersamamu.”
Jo Minjoon berbisik pada Kaya dengan nada penuh simpati. Melihat Jo Minjoon seperti itu, Kaya tersenyum.
“……Oke. Kau mengatakannya duluan. Kau akan merawatku.”
Jo Minjoon hanya diam dan tersenyum. Kaya bisa melihat bekas luka bakar di leher Jo Minjoon. Kemudian, perlahan Kaya berkata.
“Aku sungguh polos tanpa dosa mengatakan ini. Jadi, jawablah seperti apa yang akan dilakukan anak kecil.”
“…Apa itu?”
“Janjimu untuk merawatku, tolong tepati. Saat ini aku terserang flu.”
“Tentu. Tapi apa hubungannya ini dengan polos tanpa dosa?”
“Aku ingin seseorang berada di sampingku sampai aku bertemu dengan ayahku. Tidak, aku ingin kau di sisiku.”
Kaya lanjut berbicara.
“…Malam ini, tinggallah bersamaku..”
< Bayangan yang tumpang tindih (3) > Selesai