Dewa Memasak – Bagian 175: Seseorang yang muncul di Truk (1)
“Kerja bagus hari ini, Chloe.”
“Oh, terima kasih juga atas kerja kerasmu.”
Chloe melihat PD dan tersenyum ceria. PD terpesona selama beberapa saat. Setelah bekerja bersama selama sekian waktu lamanya, pikiranmu seseorang cenderung sedikit mengendur. Ketika kita terbiasa dengan wajah orang-orang yang bekerja dengan kita, normal bagi kita jadi berekspresi hampir tertekan.
Tetapi Chloe tidak seperti itu. Dari saat mereka merekutnya sampai sekarang, dia selalu ramah dan menghormati semua orang. Suara PD secara alami juga menjadi sangat lembut
“Apa yang kau lakukan akhir-akhir ini? Bukankah syuting itu sulit?”
“Dibandingkan dirimu dan staff lainnya, ini tidak seberapa. Apa yang harus aku lakukan hanya memasak seperti yang selalu aku lakukan dan hanya membaca naskah.”
“Jika terlalu berat untukmu, beritahu kami. Kami akan melakukan apa yang kami bisa untuk membantumu keluar.”
“Tolong lanjutkan saja menjagaku.”
Chloe tersenyum dengan lembut. Kemudian, dia keluar studio.
Dalam perjalanannya keluar, setiap anggota staf berlari untuk tersenyum ceria dan menyapa Chloe. Di antara mereka, banyak pria bahkan bertanya apakah Chloe mau makan malam bersama, tetapi seperti biasa, Chloe hanya merespon dengan senyum meminta maaf.
Bahkan setelah meninggalkan studio, kedamaian tidak datang dengan mudah. Secara mengejutkan, Chloe adalah bintang yang populer. Jika hanya dilihat dari jumlahnya, mungkin dia punya lebih bayak penggemar dari pada Kaya atau Jo Minjoon. Setidaknya di antara para ibu rumah tangga.
Tidak seperti GrandChef yang penuh dengan hidangan rumit dan sulit, yang kebanyak orang normal tidak akan berani mencoba, program Chloe saat ini, Recipe Pro, berfokus pada resep yang mudah diikuti di rumah. Hingga sampai pada titik, ibu rumah tangga akan mencari di internet “resep Chloe Jung” saat mereka hendak memutuskan menu makan malam mereka.
Berkat itu, banyak orang berlarian ke arahnya saat dia berjalan, dan meminta berfoto dengannya serta meminta tanda tangannya. Mungkin itulah kenapa, Chloe tidak tampak baik saat dia berjalan menyebrangi parkiran. Agennya yang berdiri di sebelahnya bertanya dengan nada cemas.
“Chloe, apa kau baik-baik saja? Jika ini terlalu berat, haruskan aku memundurkan pertemuanmu hari ini?”
“Aku tahu ini tidak bisa di jadwalkan ulang. Jangan khawatir. Jika aku tidur sebentar di mobil, aku akan baikan.”
“…Maaf.”
“Tak perlu. Ini pekerjaanku.”
Chloe memaksakan diri untuk tersenyum pada agennya. Itu senyuman yang tampak sedikit lemah. Setelah itu, Chloe mengeluarkan ponselnya. Agen Chloe tidak tahu harus berkata apa lagi dan hanya lanjut berjalan bersama Chloe.
Pada saat itu, Chloe tiba-tiba berhenti. Agennya hanya bisa bingung melihat Chloe. Chloe tampak seperti orang beku yang hanya menatap ponselnya. Agennya bertanya?
“Chloe, apa semuanya baik?”
Chloe mendongak. Ekspresi yang dia buat saat itu, agen tahu bahwa dirinya tidak akan pernah melupakan ekspresi Chloe saat itu semumur hidupnya. Dia meratapi fakta bahwa dia bukanlah seorang artis. Seandainya dia bisa melukiskan ekspresi wajah yang baru saja ditunjukkan Chloe, lukisan itu jelas akan menjadi mahakarya yang terkenang sepanjang sejarah.
Chloe merespon.
“Aku mau merespon bahwa sesuatu telah …”
Suaranya terdengar seperti dia akan menangis.
“Tapi sekarang. itu… tidak ada hubungannya denganku.”
€
“…Sepertinya mereka memutuskan untuk tidak sembunyi-sembunyi lagi sekarang. Sangat terang-terangan.”
Rose Island, di aula, Anderson melihat ke arah ponselnya dengan ekspresi jijik. Di ponselnya ada foto Kaya dan Jo Minjoon. Tentu jika hanya itu, ada banyak sekali foto mereka berdua di internet, tetapi inilah yang spesial.
“Ciuman Hamburger, ciuman kentang goreng, dan bahkan sekarang ciuman masker…Film macam apa yang sedang meraka mainkan dalam dua hari terakhir?” (TL: Penulis sengaja menuliskan hamburger tetapi barangkali maskudnya adalah ciuman hot dog)
“…Aku benci film.” gumam Ella dengan nada sedih saat matanya mulai memerah. Anderson menggunakan jari-jemarinya untuk menyibakkan rambut Ella di wajahnya.
“Aku juga. Aku yakin Santa Claus tidak akan memberi hadiah apapun pada sutradara film manapun. Ya, kan?”
“Tidak. Aku yakin mereka akan mendapatkan lebih banyak dari kebanyakan orang.”
“…… Hiks hiks.”
Ella terisak sembari berbaring di atas bangku. Janet yang menonton dari samping melihat Anderson seolah mengatakan ‘apa yang kau lakukan pada anak-anak?!’, tetapi Anderson tidak peduli dan hanya mengangkat bahunya.
Foto Kaya dan Minjoon mulai terunggah sejak kemarin. Untuk seseorang yang populer selevel Kaya, punya paparazi di sekitarnya setiap saat, itu tak terhindarkan… tetapi fakta bahwa mereka menunjukkan adegan-adegan cinta kasih di tempat umum seperti cafe atau restoran tanpa mempedulikan para paparazi, membuat cerita tentang mereka semakin besar. Foto mereka bahkan ada juga di ponsel orang-orang.
Bukan hanya foto-foto itu yang tersebar. Fakta bahwa Kaya bertemu dengan ayah kandungnya juga secara instan terunggah lewat artikel-artikel. Artikel pertama datang dari…
“Jessica Prada.”
Seorang wanita yang mengangkat kisah tentang insiden Tess Gilly. Bagaimana dia bahkan berhasil mendapatkan cerita dan berhasil memposting artikel dengan cepat…
Seperti biasa, Jessica Prada memutar balikkan detail cerita sebagaimana biasa, agar terbentuk gosip yang bagus. Setelah hidup tanpa menengok selama 18 tahun, ayahnya muncul ketika Kaya sudah terkenal. Tidak seperti Kaya, dia mapan, dan Kaya memperlakukan ayah kandungnya dengan sikap yang galak…
Tentunya agen Kaya memosting pernyataan resmi segera setelah itu. Isinya sebagai berikut: Dia muncul setelah Kaya terkenal. Namun, momen dia kebetulan mencari kaya, bersamaan dengan tayangan Grand Chef. Baru-baru ini saja dia menjadi mapan, dan Kaya paham situasi ayahnya sebelumnya.
Awalnya, mungkin hal ini tampak seperti situasi yang parah, tetapi Anderson tidak terlalu khawatir tentang Kaya. Bukan karena hubungan teman tapi musuh dengan Kaya, melainkan karena ada Minjoon di sisi Kaya. Anderson yakin bahwa Minjoon akan menjaga Kaya dengan baik sampai pada titik, Kaya pun tidak perlu khawatir.
Sebenarnya ada orang lain yang dia khawatirkan.
‘…Apa dia menderita sendiri saat ini?’
Tiba-tiba dia menghela napas. Saat dia hendak melepaskan hela napas terakhir dari dadanya, pintu terbuka dan Jo Minjoon masuk ke aula dengan ekspresi santai. Chef demi, chef preparasi, chef magang Justin, Ella, dan Lisa beserta asisten pemanggang, semuanya melihat ke arah Jo Minjoon. Mau tak mau dia tersentak dan berhenti karena tatapan yang diterimanya.
“…Kenapa kalian semua menatapku seperti itu?”
“Paman!”
Ella melompat turun dari kursi dan berlari menuju Jo Minjoon secepat dia bisa dengan kakinya yang pendek. Dia berhenti di depan Jo Minjoon lalu merentangkan lengannya. Jo Minjoon dengan cepat melirik Lisa, melihat anggukan Lisa, dia dengan hati-hati menggendong Ella. Ella meletakkan wajahnya di leher Jo Minjoon lalu membusungkan pipinya seperti ada dua bakpao.
“Paman, kau tidak akan pergi saat kau menikah nanti, kan?”
“Hmm.? Kenapa aku harus pergi?”
“Tapi kau akan menikah?”
“Entahlah. Setidaknya menurutku itu tidak sekarang.”
“Kalau begitu, kau akan tetap tinggal dengan Ella?”
“Iya. Jangan khawatir soal itu.”
Melihat Minjoon menghibur Ella dengan lembut, Javier berkata dengan terpesona.
“Minjoon sungguh populer bagi para wanita.”
“Kenapa kau mengatakan itu sambil melihatku?”
“Tidak ada. Aku hanya bertanya-tanya apa kau juga suka dia.”
“…Emosi yang aku bawa ke dalam dapur hanyalah rasa bersaing.”
“Itu bukan jawaban yang sangat ramah karena jelas kita berdua mengincar bagian hidangan pembuka.”
Janet memandang Javier dengan acuh tak acuh. Javier mundur lalu memegangi bahunya.
“Maaf. Tolong, jangan melihatku seperti itu.”
“Aku hanya melihatmu seperti biasa. Karena mataku miring, kukira tatapanku jadi terlihat seolah sengit padamu.”
“Oh. Apa maksudmu dengan miring?…Kukira itu sipit.”
Tatapan Gaze berubah galak. Javier berkata dengan terpesona.
“Oh, kali ini, itu sungguh seperti kau membelalak padaku.”
Janet menjawab dengan nada dingin.
“Kali ini, aku memang membelalak padamu.”
“……Aah.” Javier hanya menggaruk-garuk kepala seperti orang bodoh.
Jo Minjoon dan Anderson berhadap-hadapan tidak lama setelah itu. Ketika suasana aneh sedikit mereda , Anderson bertanya dengan nada tertahan.
“Jadi hal yang diurus adalah?”
Mengingat Ela masih dalam gendongannya, Jo Minjoon menjawab pelan. Ella berada di situasi yang sama dengan Kaya. Dia tidak mau menlontarkan kata ‘ayah’ di depan Ella.
“Aku yakin dia masih belum bisa menghilangkan semua sakit di hatinya. Ini sudah lama …sejak terakhir mereka bertemu.”
“Siapa yang sudah lama tidak kau temui?”
“Tidak ada. Seseorang yang Ella tidak tahu.”
“Apa seseorang yang penting bagi mereka?”
“…Aku kira begitu.”
“Itu pasti menyedihkan.” gumam Ella pelan.
Jo Minjoon mendudukkan Ella di pangkuannya lalu memandangnya. Ella menatap balik Jo Minjoon dengan mata bulat yang lebar.
“Kenapa kau melihatku seperti itu?”
“…Tidak ada apa-apa. Kau hanya merespon seperti orang dewasa.”
“Jika kau tidak bertemu seseorang sejak lama, itu sedih sekali. Hal itu kadang-kadang menyedihkan. Aku ingin bertemu dengan ayahku.” gumam Ella dengan nada ingin menangis lalu dengan hati-hati melihat ke dapur.
Di sisi lain, Lisa sedang sibuk berdiskusi tentang resep kue yang baru dengan asisten pemanggangnya. Walaupun Ella berbicara dengan nada biasa, Lisa tidak mungkin bisa mendengarnya. Akan tetapi, mungkin Ella merasa bersalah, lalu dia lanjut berbisik pelan.
“Jangan cerita pada ibuku. Dia akan sedih jika mendengarnya.”
“Oke. Aku tidak akan menceritakan padanya.”
“Hehehe, Terima kasih.”
Jo Minjoon menggendong Ella. Karena dia anak yang manis, kepolosannya membuat Jo Minjoon semakin merasa sedih. Melihat Ella seperti itu, Anderson merasa seolah dia bisa paham apa yang Jo Minjoon katakan. Tidak bisa menyembuhkan luka di hatinya. Hal itu membuat anak kecil tidak bisa bertingkah seperti anak kecil dan …memberikan perhatian pada ibunya.
Anderson menghela napas lalu mengubah topik. Jika itu adalah percakapan yang hanya akan memberimu perasaan yang berat, tidak ada alasan untuk mempertahankannya.
“Sekarang jika kupikir-pikir, kau tidak akan tahu soal ini. Saat kau pergi, Guru Rachel meninggalkan kita dengan sebuah pengumuman.”
“Pengumuman? Apa itu?”
Anderson menjawab.
“Chef sous akan datang besok.”
€
Keesokan harinya. Pukul sepuluh pagi. Semua orang, termasuk chef demi, berkumpul di aula. Alasannya sederhana. Mereka di sana untuk menyapa chef sous yang akan segera tiba bersama Rachel, tetapi tidak sampai seperti membuat poster sambutan selamat datang atau semacamnya. Mereka merasa tidak perlu untuk melakukan sesuatu yang merepotkan, dan bahkan jikalau mereka ingin, mereka tidak bisa melakukannya karena mereka tidak tahu identitas orang tersebut.
“…Bahkan Chef Rachel pun punya sisi jahat.”
Janet berkata seolah dia agak lelah. Jo Minjoon menganggukkan kepala seolah setuju dengan Janet.
“Menurutku, guru telah banyak terpengaruh oleh Martin.”
“Martin…maksudmu PD yang kau ceritakan sebelumnya itu?”
“Iya. Dia suka membuat orang tegang seperti ini.”
“Menurutmu, siapa yang akan muncul?” tanya Javier.
Tidak ada dari mereka yang segera menjawab. Mereka pun tidak tahu tentang semua chef sous di seluruh penjuru negeri. Mungkin Javier menyadari kesalahannya, kemudian dia berkata lagi.
“Kukira pertanyaanku salah. Menurut kalian, orang seperti apa yang akan muncul? Level pengalaman dan keunggulannya bagaimana?”
“Kita bisa setidaknya yakin bahwa dia bukan seseorang dari hotel.”
Jo Minjoon menjawab tanpa ragu. Javier menganggukkan kepala. Selain chef pemilik yang sukses, hotel adalah tempat seorang chef bisa menghasilkan banyak uang. Jika seorang chef hotel meninggalkan hotel, pastinya dia akan membuka restorannya sendiri, bukan untuk menjadi chef sous di restoran lain.
Tentu ketika membicarakan seseorang seperti Rachel yang punya popularitas tinggi, meskipun mereka datang sebagai chef sous, mungkin ada cukup banyak orang yang berpikir melakukannya untuk mempelajari kemampuan Rachel. Tetapi Rachel tidak mungkin menerima orang-orang seperti itu. Dia butuh seseorang yang bisa bekerja dengan baik di restorannya. Javier menggaruk-garuk kepalanya lalu mulai menggerutu.
“Kebanyakan murid guru Rachel adalah chef kepala sekarang , jadi tidak mungkin mereka akan datang ke sini sebagai chef sous …”
“Akankah dia hanya membawa chef sous yang bekerja di tempat lain? Atau mungkin dia membawa chef sous dari salah satu cabangnya?”
“Aku tidak yakin soal itu. Restoran itu selanjtnya akan kehilangan chef sous juga.”
Mendengar jawaban Janet, Minjoon seketika menyela. Janet hanya mengangkat bahu dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Pada saat itu, Anderson akhirnya angkat bicara.
“Pekerja lepas.”
“……Pekerja Lepas?”
“Sebagai contoh, seorang chef kepala yang gagal dan mengacaukan restorannya sendiri, sebagian besar pemilik restoran tidak akan mau mengontraknya. Dia punya keahlian, tetapi tidak ada tempat tujuan. Lalu, dia mungkin bersedia sebagai chef sous di sini. Aku sudah banyak melihat orang-orang seperti itu yang kami tahu bekerja di restoran keluargaku selama beberapa bulan saat aku masih kecil.”
“Entahlah. ceritanya sama. Akankah seseorang seperti itu mau lanjut bekerja di restoran ini? Mereka pasti mau menjadi chef kepala lagi.”
Pada akhirnya, mereka tidak bisa mendapat kesimpulan. Mereka hanya diam dan memandangi jam. Tiba-tiba mereka mendengar bunyi mesin datang dari depan restoran. Apa yang mereka lihat melalui jendela adalah truk es krim berwarna merah muda. Jo Minjoon mulai berkata dengan nada tidak percaya.
‘Tidak mungkin mereka berencana berjualan di sana, kan?”
Sebenarnya itu sudah biasa. Ketika Rose Island tutup, banyak truk makanan berhenti di depan restoran untuk berjualan makanan pada turis yang datang ke Rose Island. Namun, hal itu tidak bisa diizinkan lagi. Ketika Rose Island buka lagi, mereka harus melarang truk makanan parkir langsung di depan restoran.
“Es krim! Terdengar enak. Haruskah aku beli es krim?”pekik Justin.
Jo Minjoon diam menatap Justin. Justin akhirnya menyadarinya lalu berkata dengan wajah malu-malu.
“Ah, aku akan pergi dan mengatakan padanya untuk tidak berjualan di sini.”
“Tidak, tunggu”
Jo Minjoon menghentikan Justin dan menuju jendela. Ella berdiri di dekat jendela, melongo menatap tulisan di truk es krim. Jo Minjoon tersenyum dan bertanya.
“Sepertinya kita kejam jika hanya mengusirnya, kenapa kita tidak membeli es krim sebelum mengusirnya? Ella, kau mau es krim?”
“Ah…… ah……”
Ella melirik Lisa. Lisa menghela nafas lalu menggelengkan kepala.
“Minjoon, gigi Ella akan keropos.”
“…Sepertinya tidak boleh. Ella, ibumu berkata tidak.”
“Oke……”
Ella menundukkan kepala dengan ekspresi kecewa. Jo Minjoon melihat bolak balik antara Ella dan Lisa. Melihat Jo Minjoon seperti itu, Lisa tidak punya pilihan selain menyerah. Bagi Jo Minjoon yang sangat menyukai Ella yang bahkan bukan anaknya sendiri, Lisa tidak membenci perasaan itu. Lisa berkata denga nada tegas.
“Ella, setelah makan es krim, kau harus segera gosok gigi. Paham?”
“Iya! Aku bahkan membawa pasta gigi stroberiku!”
Ella tersenyum ceria saat menjawab. Jo Minjoon menggandeng tangan Ella lalu bertanya pada yang lain.
“Yang lain ada yang mau juga? Es krim? Kutraktir.”
“Aku. Cookies and Cream.”
“Jika kau mau, ayo sini.”
“Kalau begitu tidak jadi. Repot. Aku tidak mau.”
Anderson menyandarkan kepalanya di kursi dengan ekspresi dongkol.
Pada akhirnya, orang yang menuju petualangan menuju truk es krim adalah Ella, Minjoon, dan Janet. Mungkin dia sungguh suka es krim. Tidak. Mungkin dia ingin melihat ekspresi suka cita Ella setelah mendapat es krim. Secara mengejutkan Janet tampak sangat peduli dengan Ella.
Jo Minjoon menuju ke depan truk es krim. Di balik pintu samping yang terbuka ada seorang pria kulit putih berambut merah yang melihat mereka dan menganggukkan kepala.
“Selamat. Tuan dan nyonya kecil. Kalian berdua adalah pelanggan pertamaku hari ini.”
“Untuk menambahkan satu hal lagi, kami mohon maaf, kami juga pelanggan terakhir Anda. Aku yakin Anda pasti dengar bahwa tempat ini sudah tutup sebelum datang kemari, tetapi sekarang tidak lagi.”
“Aku tahu.”
“Iya. Karena itu…hah?”
Pria itu meletakkan sebuah piring dengan dua buah sendok di depan Jo Minjoon. Sendok itu tampak seperti sendok yang biasa digunakan di restoran untuk menyantap amuse-bouche. Di atas sendok, ada sesuatu yang tampak seperti sorbet berwarna hijau terang di bagian dasar, dan di tengahnya ada ceri berkarbonasi.
Jo Minjoon melongo lalu berkata.
“Gastronomi… molekuler?”
<Seseorang yang muncul di Truk (1)> Selesai