Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak – Bagian 178: Seseorang yang muncul di Truk (4)
“Aku sudah bilang aku tidak mau. Kalau kau terus bercanda, kupukul kau.” jawab Kaya sembari menjulurkan kepalan tangannya dan meninju lengan Jo Minjoon. Jo Minjoon menggosok-gosok lengannya sambil menatap Kaya tidak percaya.
“Kau sudah memukulku duluan padahal masih memperingatkan.”
“Jangan terlalu cerewet. Omong-omong, bagaimana harimu?”
“Sama saja bagiku setiap hari. Belajar gastronomi molekuler dari chef kepala dan chef sous, riset, mencoba mengembangkan resep,…ah. Aku sungguh ingin bagian pasta atau hidangan utama. Kau ingin yang mana?”
“Entahlah. Sepertinya aku tidak akan membenci gastronomi molekuler. Itu kan asyik.”
“Itu memang asyik. Itu juga terasa seperti melakukan percobaan sains. Tapi bagaimana bisa aku melakukannya? Aku tidak merasa aku memasak…aku ingin lebih fokus ke dasar. Itulah kenapa aku tidak berniat memenangkan pertandingan resep ini.”
“Ayo istirahat sebentar.”
Kaya berhenti berjalan lalu menghempaskan badannya duduk di bangku taman sambil mengatur napas. Saat Jo Minjoon duduk di sebelahnya, perlahan Kaya menyandarkan kepalanya di bahu Jo Minjoon dan memeluknya. Jo Minjoon berkata dengan nada gugup.
“Hei, bagaimana jika seseorang melihat kita…”
“Biarkan saja. Aku memeluk pacarku.”
“Tapi ini berlebihan.”
“Oh, jadi berciuman dengan santainya di cafe tidak berlebihan? Kau membuat foto gadis belum genap 20 tahun yang berciuman dengan pria tersebar di internet.”
Kaya mendongak melihat Minjoon lalu meletakkan kembali pipinya di leher Jo Minjoon. Jo Minjoon menghela napas.
“Hari itu, kau terlalu banyak memprovokasiku. Kau berulang kali melakukannya hingga aku tidak bisa mengendalikan logikaku.”
“Apa? Jadi ciuman itu tidak logis dan hanya sebuah insting? Benar begitu?”
“Jangan menyebutnya insting, tapi emosi.”
Kaya mendongak menatap Jo Minjoon. Jo Minjoon menatap balik Kaya lalu berkata dengan nada lelah.
“Kau tampak sangat aneh saat ini.”
“Hati-hati bicara ya. Aku pacarmu. Aku tidak berharap Romeo ataupun Hamlet, jadi bagaimana kalau setidaknya polos seperti Werther?” [1]
“Jika kau membicarakan tentang The Sorrows of Young Werther. Bukankah itu yang karakter utamanya memiliki cinta sepihak dan tak berbalas lalu dia bunuh diri? “
“Iya. Jadi, bagaimana kalau sedikit bersyukur. Kau tidak perlu menghadapi atau berakhir dengan cinta sepihak seperti itu.”
“Aku syok sebelum aku bersyukur. Kapan kau membaca buku seperti itu? Itu novel klasik. Pasti sulit membacanya.”
Mendengar kata-kata Jo Minjoon, Kaya menyeringai lalu mengeluarkan ponselnya. Setelah membaca barisan di layar, Jo Minjoon berkespresi jijik. Ada informasi tentang semua jenis sastra klasik dan karya agung yang dirangkum dalam dua hingga tiga baris. Sebagai contoh, The Sorrows of Young Werther, tertulis novel karya Goethe, karakter utamanya mengalami cinta sepihak lalu berakhir bunuh diri.
“…Apa ini?”
“Cara berubah menjadi orang terpelajar hanya dalam 5 menit, halaman 1.” jawab Kaya sambil tertawa. Jo Minjoon tidak menunjukkan respon dan hanya diam melihat Kaya.
Kaya memajukan bibirnya lalu menyimpan kembali ponselnya.
“Aku tidak pernah belajar apapun. Semua orang mengabaikanku. Jadi aku ingin menunjukkan bahwa aku tidak sebodoh yang mereka pikir! Aku ingin bisa mengatakan itu…Apa aku bodoh?”
“Aku semakin penasaran. Kau cukup perhatian untuk memikirkan hal semacam itu, tapi kenapa kau tidak terpikir untuk membaca buku saja?”
“Kau bilagn sendiri. Itu akan sulit. Omong-omong, aku juga mau memberimu saran. Soal gastronomi molekuler, bukankah itu mudah, bila dipikir-pikir? Sama seperti informasi ringkas sebuah buku, gastronomi molekuler hanya mengeluarkan keunikan bahan-bahan. Aku tidak yakin akan memahami buku klasik bahkan jika aku membacanya. Itulah kenapa aku butuh ringkasan seperti ini. Aku yakin ada orang semacam itu. Pelanggan pun seperti itu.”
Jo Minjoon menyimak penjelasan Kaya dan tidak mengatakan apapun. Kaya lanjut seolah dia berbisik. Suara dan napasnya mendekati Jo Minjoon dan mulai menggelitik rahangnya.
“Aku tahu pacarku. Jika ada pelanggan, tidak peduli bagaimana situasinya, dia tipe orang yang akan mencurahkan seluruh usahanya dalam suatu hidangan. Jadi, jangan cemas soal nantinya akan berakhir di bagian gastronomi molekuler. Dan soal misi itu, berusahalah untuk menang. Aku tidak ingin kau kalah terhadap siapapun kecuali aku.”
“Aku kan sudah kalah dari Anderson?”
“Oh, benar. Kenapa kau membicarakan dia? aku hanya meracau. Hanya meracau yang tidak menjelaskan suasana…”
Kata-kata Kaya terpotong. Jo Minjoon mengecup Kaya lalu tersenyum. Pipi Kaya merona lalu dia menarik bajunya ke atas menutupi hidung dan mulutya sambil melihat ke sekeliling.
“Hei! Apa yang kau lakukan, di sini banyak orang?”
Jo Min Joon tersenyum.
“Biarkan saja mereka melihat kita. Aku mau mencium pacarku.”
“…Itu membuatmu terdengar seperti buaya darat.”
“Aku hanya mengulang perkataanmu.”
“Nuansa antara memeluk dan mencium itu beda sekali! Duuuh, aku cemas. Tidak ada gadis di sekitar dapur yang mengatakan dia menyukaimu, kan?”
Dia hendak mengatakan tidak ada, tetapi wajah Ella muncul dalam benaknya dan mulutnya terhenti. Kaya tidak melewatkan momen itu dan membalalak pada Jo Minjoon.
“jadi, memang ada?”
“Dia gadis 6 tahun. Jangan khawatir.”
“Bagaimana mungkin aku tidak…dia 6 tahun?”
Sekarang Kaya menatap Jo Minjoon seperti seorang kriminal. Jo Minjoon menatap Kaya seolah bertanya kenapa dia melihat dirinya seperti itu. Kaya tampak seolah tidak ingin mengakhiri pembahasan, dia berteriak dalam bisikanya.
“Aku tahu kau suka dengan gadis yang lebih muda, tapi bukankah itu keterlaluan? Aku masih 18 tahun dan sekarang ada gadis 6 tahun…!”
“Alih-alih lebih suka gadis yang lebih muda, menurutku, lebih tepatnya akulah yang populer di antara para gadis muda.”
“Aku harus menandai kau milikku. Di mana sebaiknya aku tempelkan?”
Jo Minjoon hanya menggaruk-garuk kepalanya lalu menjawab.
“Jika kau ingin bantuan hukum, kukira itu surat nikah.”
€
Kaya sendiri tidak tahu soal ini, tetapi Jo Minjoon menganggap kata-kata yang keluar dari mulut Kaya bukan hanya sebagai kata-kata dari pacarnya, melainkan dari ucapan dari seseorang yang selalu jadi panutannya, tidak berbeda dengan kegiatan belajar-mengajar. Dia ingin menjadi chef yang baik. Dia ingin menjadi seperti Kaya.
Itulah kenapa dia berhenti menghitung. Satu hal yang perlu dipikirkan soal bahan-bahan yang ada di depannya adalah menemukan resepnya. Pola pikir seperti itu jelas terlihat dari cara dia sekarang menangani gastronomi molekuler. Ekspresinya lebih fokus dari sebelum-sebelumnya, tangannya bergerak dengan cepat. Rachel bertanya dengan ekspresi agak bingung.
“Tampaknya kau lebih fokus dari biasanya. Apa kau akhirnya menyadari sisi menyenangkan dari gastronomi molekuler?”
“Dari awal memang menyenangkan. Namun, fakta bahwa aku akan terjebak dengan gastronomi molekuler untuk sementara waktu jika aku menang, hal itu membuatku frustasi …… tapi aku hanya perlu membuang pemikiran itu. Aku percaya padamu, Guru Rachel, dan chef sous Rafael.. Aku juga percaya dengan yang kuyakini, bahwa ini semua tidak hanya akan meningkatkan kemampuanku dalam gastronomi molekuler, pemahamanku terhadap memasak yang sebenarnya juga akan meningkat. Aku yakin kalian berdua akan membimbingku agar hal itu terjadi.”
Rachel tersenyum mendengar respon Jo Minjoon. Anderson yang berdiri di dekat mereka, mendengus lalu berkata.
“Itu hanya jika kau menang.”
“Kau sejujurnya tidak berhasrat ingin menang. Benar, bukan?”
Anderson menunjukkan ekspresi bersalah mendengar pertanyaan Minjoon. Tidak hanya Anderson. Janet dan Javier pun sama. Mereka bertiga ingin menangani masakan tradisional dari pada gastronomi molekuler. Janet berkata dengan nada acuh seperti biasa.
“Melihat bagaimana kau bicara, tampaknya sekarang kau punya alasan untuk menang?”
“Ini pertandingan. Kenapa kita bertanding? Tentunya untuk menang, kan?”
“…Kau sebut itu alasan?”
Jo Minjoon mengangguk. Janet melihat Jo Minjoon seolah tak mengerti. Javier berdehem.
“Baiklah. Aku akan memberikan kau posisi pertama. Tetapi aku harus mendapat posisi kedua.”
“…Maksudmu kedua dari bawah, kan?”
“Tentu saja keduadari atas.”
Javier, Anderson, dan Javier, saling membelalak satu sama lain. Rafael, yang menonton mereka bertiga, berkata dengan nada kecewa.
“Jangan terlalu terang-terangan bahwa kalian tidak suka gastronomi molekuler. Ini sedap.”
“Itu sedap, tapi sangat merepotkan. Plus, tidak lebih enak dari pada masakan tradisional. Itu kelezatan yang berbeda.
“Kalian harus tahu di mana poin perbedaannya!”
“Aku tidak bilang aku tidak tahu apa poin perbedaannya.” jawab Janet dengan nada santai.
Rafael tampak ingin berteriak, tetapi hanya menghela napas dan menutup kembali mulutnya. Jo Minjoon berhenti memperhatikan mereka dan kembali fokus pada hidangan yang dia buat.
Jeli memiliki sejarah yang lebih luas dari yang diharapkan. Bangsa Romawi kuno memadatkan daging dan kaldu untuk memakannya dalam bentuk agar-agar. Dan metode baru diciptakan dari gastronomi molekuler adalah menggunakan agar.
Dibanding jeli yang terbuat dari gelatin, jeli yang terbuat dari agar lebih kenyal, tetapi juga terasa mudah hancur…hampir seperti tekstur mie.
Resep Jo Minjoon sederhana. Pertama, bawang putih, basil, dan bawang bombay yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam kaldu, lalu tambahkan agar, garam, lada, dan bumbu lain sebelum mendidih. Setelah mendidih, tuang ke dalam tabung suntikan, lalu tekan, hasil keluaran dari suntikan, di masukkan ke dalam tabung silikon setebal mie spageti. Lalu biarkan tabung itu mendingin di dalam air dingin.
Bagian selanjutnya adalah yang paling sulit. Bagian itu juga yang tampaknya paling jauh dari memasak. Isi tabung suntikan dengan udara, lalu masukkan ujung suntikan ke dalam tabung agar udara dapat mendorong mie spaghetti jeli keluar dari dalam tabung silikon.
Dilihat sekilas, bisa tampak lucu karena seperti sedang melakukan eksperimen, tetapi Jo Minjoon sangat fokus lebih dari sebelumnya. Pertama, dia harus merapatkan suntikan pada tabung silikon untuk mencegah udara bocor keluar, kedua dia harus menekan suntikan dengan hati-hati agar mie yang terdorong oleh udara tidak pecah.
“……Selesai.”
Jo Minjoon melihat mie itu dengan ekspresi bangga, mie transparan yang berwarna hijau. Belum selesai sampai di situ. Dia harus mengembalikan mie ke dalam lemari es dan membiarkan mie berfermentasi selama 24 jam. Setelah itu, apapun mungkin terjadi. Dia bisa menambahkan bahan apapun yang dia inginkan, dan selama temperatur tidak melewati 80 derajat, mie itu juga bisa disajikan hangat.
Tidak ada yang tahu kapan Ella muncul dan sorot matanya gelap. Lebih tepatnya, dia melihat ke arah spaghetti jeli buatan Jo Minjoon. Jo Minjoon menggelengkan kepala.
“Ella, maaf, aku tidak bisa memberikan mie itu sekarang. Besok, setelah mienya selesai terfermentasi, aku bisa memberikannya padamu.
Ella mengangguk hampir ngiler. Anderson melihat itu dengan ekspresi terpesona.
“Sepertinya kau akan menunjukkan menu ini untuk pertandingan. Aku benar, kan?”
“Asik, kan? Biasanya, kau akan mengunyah mie bersama dengan bahan lain, tetapi dengan mie ini, semua yang perlu kau lakukan hanyalah mengunyah mie untuk merasakan semua bahan-bahannya. Menurutku, resep semacam inilah yang membuat gastronomi molekuler itu asik.”
“Kau perlu menyantapnya agar tahu asik atau tidak.”
Namun, mie itu adalah sesuatu yang Jo Minjoon buat. Anderson sudah yakin bahwa hidangan itu pasti asik. Setidaknya, Jo Minjoon, yang telah dia lihat sampai sekarang adalah seseorang yang jenius jika berkaitan dengan resep. Dia sebanding dengan chef kepala dalam aspek itu. Tidak ada resep buatan Jo Minjoon yang tidak lezat.
Tidak hanya karena Jo Minjoon menggunakan kemampuan sistem untuk mengecek skor estimasi dari hidangan itu, tetapi akhir-akhir ini, saat dia mengecek skor estimasi hidangan, jarang sekali skornya di bawah angka 7. Itu menunjukkan betapa kerasnya dia berlatih. Ketika dia memegang wajan dan pisau, level memasaknya mungkin hanya 7, tetapi jika kau mempertimbangkan tentang kreativitas yang ada dalam resep…Jo Minjoon mungkin sudah jauh di depan Anderson.
Meskipun Anderson tidak bisa melihat sistem, dia merasa ada yang sesuatu yang mirip denga itu. Kreativitas Jo Minjoon menjadi semakin canggih dan teliti. Kadang-kadang sampai membuat takut Anderson. Anderson perlahan berkata.
“Apa kau yakin akan menang dalam pertandingan resep ini?”
“Bisakah seorang atlit naik ke ring tanpa keyakinan akan mengalahkan lawannya?”
“…Ini terasa aneh. Aku ingin mengatakan semoga kau menang, tetapi aku juga tidak mau kalah dengan sengaja dan membiarkanmu menang.”
“Kalah dengan sengaja? Iya benar. Ini lebih seperti kau akan berakhir kalah.”
Anderson tidak menjawab dan hanya memalingkan wajah dengan ekspresi rumit lalu pergi ke meja masaknya. Meskipun hadiah posisi pertama bukanlah yang dia inginkan, tetapi dia juga tidak tampak ingin kalah dari Jo Minjoon.
Janet dan Javier merasakan hal yang serupa. Mereka masing-masing menuju meja masak mereka lalu mulai merenungkan resep mereka dengan seksama. Rafael mengepalkan tangan. Kemudian, dia memeluk Jo Minjoon dan mencium pipinya. Jo Minjoon melepaskan diri dan mundur. Rafael tersenyum lalu berkata.
“Terima kasih, Minjoon. Kau adalah stimulan yang bagus untuk mereka.”
“…Haruskah kau menunjukkan rasa terima kasih dengan menciumku?”
“Kadang-kadang, aku perlu bersikap seperti orang putih.”
“Jika pacarku melihatnya, dia akan melayangkan tinjunya.
“Padamu? Atau padaku?”
Jo Minjoon tersenyum alih-alih merespon. Itu senyum penuh arti. Rafael mulai gemetar ketakutan.
“Kau pasti berkencan dengan wanita agresif itu, kan?”
Jo Minjoon mengangkat bahu.
“Dia adalah seorang wanita yang seperti MSG dalam hidupku.”
<Seseorang yang muncul di Truk (1)> Selesai