Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak – Bagian 183: Kekuatan sains itu mengagumkan (1)
Ucapan Kaya pasti membuat syok. Chloe, yang meminum jus jeruk, langsung tersedak. Kaya menepuk-nepuk punggung Chloe dengan ekspresi santai.
Jo Minjoon tidak tahu harus bagaimana merespon ucapan Kaya. Jika Kaya tahu tentang perasaan Chloe, dia mungkin tidak akan bisa mengatakan hal seperti itu dengan mudah, dia sendiri pun tidak bisa mengatakan hal itu pada Kaya. Itu akan berakhir membuat persahabatan mereka berdua menjadi canggung. Dengan hati-hati dia menjawab.
“Menurutku, itu tidak bisa diputuskan sekarang.”
“Aku tahu. Jadi pertimbangkanlah pelan-pelan. Kita masih punya banyak waktu.”
Mereka membicarakan tentang banyak hal lain setelah itu, tetapi satu-satunya hal yang ada di dalam benak mereka saat meninggalkan hotel adalah tentang bagaimana Kaya mengajak mereka untuk tinggal bersama. Awalnya, sedikit membuat gugup, tetapi semakin dipikir, tawaran itu semakin menarik. Jikalau ada masalah, itu adalah…
“Anderson, aku akan mengantar Minjoon pulang. Aku punya sesuatu yang harus kukatakan padanya. Tak apa, kan?”
Anderson mengangguk. Anderson tidak menunjukkan fakta bahwa rumah Chloe berada di arah yang berlawanan.
Jo Minjoon masuk ke mobil Chloe. Chloe berkata dengan nada malu-malu.
“Maaf ya. Mobilnya kecil.”
Mobil Chloe adalah Mini Cooper kapasitas dua orang yang sangat sempit bagi seorag pria. Jo Minjoon tersenyum lalu menjawab.
“Tidak terlalu buruk. Aku merasa seperti di pesawat luar angkasa.”
“Keterampilan mengejekmu tampaknya semakin baik.”
“Iya, semakin baik secara alami semakin lama aku bersama Duksam.”
“…Dasar Anderson.”
Canda tawa hangat mengalir di dalam mobil. Jo Minjoon memutuskan untuk bertanya duluan.
“Tampaknya kau punya sesuatu yang ingin diutarakan. Apa itu? Apa tentang ajakan Kaya tadi?”
“Ada banyak hal, tapi ayo kita bicarakan yang itu dulu. Apa kau tidak apa-apa? Jika kita…tinggal bersama.”
Jo Minjoon tidak bisa menjawab dengan mudah pertanyaan itu. Pertanyaan hati-hati membutuhkan jawaban yang harus hati-hati. Dia perlu memikirkannya. Jalan yang bisa mencegah Kaya dan Chloe terluka. Tetapi bila salah satu dari mereka berakhir terluka, itu akan…
“Barangkali ini nanti menjadi alat yang bisa mengembalikan persahabatan kita menjadi seperti dulu.”
“Tapi juga bisa membuatnya lebih buruk.”
“Aku tidak ingin seperti itu. Aku juga percaya kau merasakan yang sama.”
Alih-alih percaya, nada bicaramu lebih ke ‘kau juga harus melakukannya’. Itulah bentuk ketegasan Jo Minjoon. Mobil Chloe berhenti. Mereka sampai dia rumah Rachel Rose. Chloe berkata.
“Kau tampaknya percaya padaku.”
Jo Minjoon menjawab dengan nada percaya diri.
“Aku tidak mempercayai semua temanku seperti ini, tapi aku percaya padamu, Chloe. Kau bukan orang yang bisa menyakiti orang lain.”
Chloe tidak merespon. Bibirnya hanya tersenyum simpul lalu perlahan dia berkata.
“Selamat malam. Nanti, kita…”
“Oke. Telepon aku jika kau sudah memikirkannya. Terima kasih sudah mengantarku pulang.”
Jo Minjoon membuka pintu lalu melangkah keluar. Chloe bergumam pada diri sendiri sepelan mungkin sambil melihat punggung Jo Minjoon.
“…Dia bahkan tidak menoleh ke belakang sekali pun.”
€
Tawaran Kaya tidak membuat rumit kepala Jo Minjoon. Yaa, lebih tepatnya, dia tidak punya waktu untuk membuat hal itu menjadi rumit di kepalanya. Rafael membuat Jo Minjoon menghafal puluhan, tidak, tetapi ratusan resep gastronomi molekuler yang mungkin tidak pernah Jo Minjoon bisa bayangkan. Pada waktu yang sama, dia punya PR yang berbeda. Dia tidak berpikir akan sulit, tetapi hal ini lebih mengganggu dari yang dia bayangkan.
“…Jadi, masih tidak ada seorang pun yang ingin mengerjakan gastronomi molekuler?”
Jo Minjoon bertanya dengan suara tertekan. Semua chef preparasi berusaha keras tidak membuat kontak mata dengan Minjoon dan tetap menutup mulut. Jika dipikir-pikir, itu bisa diduga. Semua chef demi berusaha sebaik mungkin menghindari gastronomi molekuler, jadi chef preparasi pun sama.
Lebih masuk akal bila mereka lebih menghindari gastronomi molekuler. Pekerjaan chef preparasi adalah mempersiapkan makanan untuk chef demi pada masing-masing bagian. Jika chef demi memberikan sentuhan terakhir, itu berarti chef preparasi harus bertanggung jawab terhadap semua hal sebelum itu.
Hal itu berarti bahwa mereka harus mengerjakan semua proses yang sulit dan rumit itu. Tidak ada seorang pun yang akan menyambut pekerjaan semacam itu. Hingga berujung pada situasi saat ini. Jo Minjoon meminta mereka untuk maju bila mereka memutuskan ingin menjadi sukarelawan bagian gastronomi molekuler, tetapi tidak ada seorang pun yang mau.
Jo Minjoon menghela nafas.
“Kenapa kalian semua sangat takut terhadap gastronomi molekuler? Pada akhirnya, itu salah satu jenis teknik memasak. Perbedaannya dengan masakan tradisional adalah kau mengerjakannya dengan pendekatan sains.”
“…Kau bilang sendiri chef waktu itu, kau sendiri juga tidak mau gastronomi molekuler?”
“Aku dulu jurusan seni liberal.” jawab Jo Minjoon dengan percaya diri sambil menatap Maya.
“Maya, kau dulu jurusan seni liberal atau sains?”
“Aku jurusan seni.”
“Gerrick, bagaimana denganmu?”
“Seni liberal.”
“Antonio?”
“Aku atlit.”
“…Fred, jawab.”
“Sains…tapi nilaiku buruk sekali! Sumpah!”
Jo Minjoon melihat mereka dengan wajah frustasi. Javier yang berada di samping, sedang kesulitan menahan tawa. Dia mulai terkikik lalu berbisik pada Janet.
“Peringkat pertama malah menghadapi masalah. Bukankah dunia ini sungguh ironis?”
“Peringkat terakhir malah sebahagia ini, ini memang ironis.”
“…Aku tetap bekerja pada bagian hidangan utama, kau tahu kan? Di sebagian besar restoran, itulah bagian yang paling populer.”
“Iya, kau menakjubkan, juara terakhir.”
Dia tahu, pertikaian seperti ini akan terulang walaupun perbincangan berlangsung lebih lama. Seperti yang disebutkan Janet, pada akhirnya, dia mendapat juara terakhir. Javier kembali melihat Jo Minjoon dengan wajah muram.
Jo Minjoon sedang menjelaskan berbagai hal pada chef preparasi saat ini. Alih-alih memaksa seseorang untuk bekerja dengannya, tampaknya dia ingin seseorang bersedia secara sukarela. Masalahnya adalah tidak ada seorang pun yang bersedia sebagai tumbal.
“Gerrick. Kau bilang padaku kau ingin menjadi chef sepertiku. Kalau begitu maukah kau belajar banyak hal dengan bekerja di sampingku?”
“Untuk melihat hutan, alih-alih pepohonan, lebih baik berdiri dari jarak yang tepat.”
“…Jelas kau itu pandai bicara.”
Sejujurnya, hanya ada dua chef preprasi yang membuat Jo Minjoon tertarik, Gerrick dan Maya. Kalau Gerrick, dasarnya sedikit lebih baik dari tiga chef lainnya. Sedangkan Maya, itu karena tangannya. Tangan-tangan kecil wanita cenderung menguntungkan ketika melakukan pekerjaan yang membutuhkan presisi seperti gastronomi molekuler.
“Aku tidak punya pilihan lain. Aku ingin menjadi bijaksana dan menyelesaikan ini hanya dengan kata-kata, tetapi sepertinya tidak bisa. Maya, Gerrick, Salah satu dari kalian akan menjadi asistenku. Kalian berdua putuskan siapa yang bersedia. Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Deadline kalian adalah besok.”
Maya dan Gerrick saling bertatapan dengan ekspresi gugup. Jo Minjoon menempatkan pertempuran mental di antara mereka berdua, di balik punggungnya, lalu dia menuju ke dapur. Rafael, yang menonton Jo Minjoon, terkikik lalu berkata.
“Bagaimana? Sekarang kau paham bagaimana perasaanku?”
“…Aku kira begitu. Menurutku, ini sedikit berlebihan.”
“Begitulah gastronomi molekuler. Meskipun kau mengawali ini karena kau menginginkannya, ini sangat rumit dan merepotkan hingga mudah sekali untuk menyerah. Tetapi Minjoon, akan kukatakan sesuatu yang akan memberimu harapan.”
Rafael mendekatkan bibirnya ke telinga Jo Minjoon.
“Setidaknya di antara kalian berempat, para chef demi, kaulah yang paling berbakat dalam gastronomi molekuler.”
“…Bagaimana kau menilai itu? Karena hasil ajang mencicipi itu?”
“Aku paham dengan baik gaya masakanmu. Kau tertarik dengan bagaimana bahan-bahan berkerja bersama dalam harmoni. Alih-alih menjadi master dalam satu jenis masakan, kau ingin mengkombinasikan semua metode untuk menciptakan masakan jenis baru. Sederhananya, kau punya kreativitas yang tinggi. Kau punya jiwa seniman. Dan untuk gastronomi molekuler, kreativitas itulah yang paling penting.”
“Kau terlalu memujiku. Kau memberiku begitu banyak wortel hingga aku takut kapan tongkat akan datang.”jawab Jo Minjoon dengan ekspresi kaku.
Rafael terkikik lalu menjawab.
“Seharusnya tidak lama.”
€
“Lihat. Bagaimana dengan rumah ini? ini di Mar Vista. Lokasinya sangat bagus bagi semua orang…kukira suatu tempat di Beverly Hills lebih baik.”
“…Tampaknya soal rumah menjadi satu-satunya hal yang kau pikirkan beberapa hari terakhir.”
“Tentu saja. Hanya memikirkannya saja membuat jantungku berdegup kencang.”
Pipi Kaya memerah saat dia menjawab. Jo Minjoon menjewer pipi Kaya sambil berkata.
“Chloe harus menjawab dulu.”
“Kupikir Chloe yang pertama setuju untuk kita tinggal bersama.”
“Mengertilah. Rumah adalah sesuatu yang harus kau pikirkan dengan seksama.”
Kaya bersandar di bahu Minjoon dengan wajah kecewa. Namun, Kaya segera mengangkat kepalanya karena syok. Rachel datang ke dapur. Di tangannya, ada sepanci penuh paella. Mata Jo Minjoon berbinar.
[Paella Lemon dengan udang dan Remis]
Kesegaran: 89%
Asal: (Tersembunyi, terlalu banyak bahan)
Kualitas: High
Cooking score: 9/10
‘…Bagaimana dia membuat hidangan 9 poin hanya dengan kombinasi sederhana seperti ini?’
Entah dia membuatnya melalui proses khusus, atau keterampilannya dalam mempersiapkan masing-masing bahan pada tingkat master, hal itu mungkin. Rachel tersenyum lembut lalu berkata.
“Minjoon tampaknya ingin makan hidangan yang berat akhir-kahir ini, jadi aku berusaha keras membuatnya. Kaya, apa kau juga suka pella?”
“Tidak banyak yang tidak aku suka. Terima kasih atas hidangannya.”jawab Kaya sambil tersenyum.
Senyum itu membuat Jo Minjoon memikirkan tentang masa lalu. Penampilannya yang berduri membuatnya tampak secantik mawar, tetapi penampilan seperti bunga lotus polos ini juga cantik. Meskipun akarnya mungkin tertancap jauh di dasar kolam berlumpur, sekarang, dia telah mekar dengan indahnya.
Menyantap paella dengan senyum Kaya yang terkembang sebagai acar, Jo Minjoon merasa bisa merasakan hidangan dengan lebih jelas. Akhir-akhir ini, dia sudah menyantap makanan level tinggi begitu sering seolah itu fastfood, tetapi apresiasi terhadap makanan lezat tidak hilang bahkan setelah waktu yang lama.
Asin tapi manis. Sekaligus, aroma pedas berpadu bersama dengan udang dan remis. Paella terkenal dengan tekstur unik yang dihasilkan, dengan makanan laut dan sayuran yang meresap ke dalam nasi. Hanya menyantap nasi saja membuat kita merasa seperti menyantap itu semua bersama-sama.
“Wow…ini sungguh enak.”seru Kaya sangat takjub. Rachel tersenyum lalu menjawab.
“Aku tidak bisa menyajikan makanan yang buruk pada pacar muridku.”
“Terima kasih telah mengundangku. Aku merasa gugup pada awalnya.”
“Aku suka kau jujur. Jadi, kau menjalankan restoran di LA beberapa hari terakhir?”
“Aku tidak benar-benar menjalankannya. Ada perbedaan dengan chef kepala yang sebenarnya dalam menjalankan tugas. Aku lebih seperti maskot…dan pengembang menu.”jawab Kaya sambil mengangkat bahu.
Tidak tampak rasa malu di wajahnya. Di usianya, bisa sampai sejauh ini sudah sangat bagus. Rachel mengangguk.
“Tidak perlu cemas dengan jabatan chef kepala. Hal yang penting adalah apakah kau bisa memasak atau tidak. Di usiamu, kau hanya perlu melakukan apapun yang bisa kau kerjakan di dapur. Lalu keahlianmu akan meningkat secara alami.”
“…Guru, saat kau masih muda, bukankah orang-orang menyepelekan chef wanita? Bagaimana kau bisa bertahan?”
“Dengan sikap.”
Rachel meletakkan sendoknya lalu terjatuh dalam pikirannya, ke dalam ingatannya. Di dalam matanya dia bernostalgia tentang seseorang yang pingsan. Perlahan dia melanjutkan.
“Jika mereka hendak memaki atau menggangguku, aku mengembalikannya sepuluh kali lipat. Meski itu memang menyebabkan aku diusir beberapa kali. Faktanya, setelah itu, aku gagal pada banyak wawancara setelah disebut gila. Lalu aku berakhir di restoran tempat suamiku bekerja sebagai chef sous…”
“Dan kau jatuh cinta?”
“Tidak. Aku syok. Aku sangat egois saat itu. Aku pikir semua chef pria membual tentang keahlian mereka dan tidak bisa membuktikannya. Tetapi dia berbeda. Itu membuatku syok dan marah. Aku ingin melampauinya…tetapi sebelum aku menyadarinya, alih-alih melampauinya, aku malah menjadi pasangannya.”
Senyum lembut tersisa di bibir Rachel. Jo Minjoon merasa seolah paham dari mana Rachel berasal. Perasaannya terhadap Kaya tidak begitu berbeda. Seringkali dia merasa kecil dibanding kemampuan Kaya, terhadap jarak yang begitu jauh itu, dia merasa ingin marah. Rachel lanjut bercerita.
“Aku harap kalian berdua juga bisa membangun hubungan yang seperti itu. Menjadi stimulan bagi yang lain, saling mendorong dan menarik saat dibutuhkan.”
“Itu akan bagus jika bisa terjadi.”
“Kadang-kadang, kamu mungkin tidak mengatakan sesuatu karena kamu berpikir itu mungkin membuat orang lain khawatir. Sesekali kau merasa akan lebih bijak bila tidak mengatakan apapun. Tetapi kadang-kadang, rahasia itu akan menusukmu dari dalam. Jika kau terluka, katakanlah kau terluka. Jika terasa sulit, katakan apa yang kau inginkan untuk dilalui. Maaf ya. Aku tidak pernah bermaksud berkhotbah panjang lebar, tetapi tampaknya semakin tua, aku semakin ingin banyak bicara.”
“Tidak. Itu saran yang bagus. Aku akan selalu mengingatnya.”jawab Jo Minjoon sambil tersenyum.
Kaya tampaknya berada jauh dalam pikirannya setelah mendengar ucapan Rachel. Ekspresi Jo Minjoon bingung saat melihat Kaya.
“Ada apa? Apa terjadi sesuatu?”
“Baiklah…ini memalukan untuk dikatakan.”
Ekspresi Kaya menjadi aneh. Dia tampak sedikit malu, dan juga agak sedih. Begitu dia mulai berbicara, mata Jo Minjoon terbelalak.
“Mungkinkah ini karena aku populer. Bagaimana sebaiknya aku menyebutnya? Penggemar yang terobsesi? Tampaknya aku punya satu orang.”
“… Apa?”
“Oh, jangan terlalu serius. Aku mendapat pesan teks tidak jelas dari waktu ke waktu. Kau tahulah. ‘Aku mencintaimu, Kaya!’ ‘Tidurlah dengan nyenyak.’ Pesan-pesan seperti itu.”
“Bajingan gila mana yang melakukan itu pada pacar pria lain ……”
“ Kau bahkan tidak tahu entah dia pria atau wanita. Jangan khawatir. Aku baik dalam bertengkar.” jawab Kaya sambil megepalkan tangannya.
Tentunya, dengan mengatakan itu, sama sekali tidak mengendurkan ketegangan pada ekspresi Jo Minjoon. Rachel pun sama. Rachel melihat ke luar jendela lalu berkata.
“Sudah gelap. Kaya, apa kau sibuk besok?”
“Tidak. Tidak ada yang spesial, hanya pergi bekerja di restoran seperti biasa.”
Rachel mengangguk.
“Bagus. Kalau begitu menginaplah. Aku akan mengijinkanmu hari ini sebagai pemilik rumah ini.”
<Kekuatan sains itu mengagumkan (1)>
belom lanjut lagi ne novel ??
Komen dlu, nyoba baca
Seru banget, cuma grand chef nya lama bet wkwk
Di tunggu chap selanjutnya
MANA NIH LAJUTANNYA???
Baguss bgtt. Jadi inget shokugeki no soma wkwk ?
Min add yg raw mtl dari website candemo
Next~ ty for the update~
semangat tlnya min
Up min?
Chapter 74 isinya sama kaya chapter 73
ty infonya dah udah di perbaiki gan
166 = 165
sudah di perbaiki ty infonya