Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak – Bagian 185: Kekuatan sains itu mengagumkan (3)
“Tidak perlu gugup. Tapi, kau juga tidak boleh santai. Semua orang memperhatikan kita saat ini. Semua yang harus kau lakukan adalah membuat tatapan-tatapan yang tidak yakin itu berubah pikiran dalam waktu yang sama.”
Jo Minjoon hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa mendengar pernyataan Rafael. Permintaannya sederhana. Saat ini, mereka tidak perlu pemasaran, apa yang mereka perlukan adalah verivikasi. Faktanya, jika kau mempertimbagkan semuanya, benar-benar tidak ada gunanya menambah pemasaran.
Juara kedua Grand Chef, Anderson. Indera pengecapa yang mutlak, Jo Minjoon. Kreator truk makanan gastronomi molekuler, Rafael Yoon. Plus Sang legenda sepanjang masa Rachel Rose. Mungkin tidak banyak restoran di seluruh Amerika Serikat yang punya orang terkenal yag berkerja bersama-sama.
Apa yang Rachel ingin lakukan adalah menghancurkan pertanyaan ‘Seberapa hebat yang bisa mereka lakukan?’ Dan memenangkan kompetisi ini akan menjadi pernyataan kuat dalam menunjukkan level mereka.
Aturan kompetisinya sederhana. 4 orang dalam satu tim. Kategori memasak diserahkan pada masing-masing tim. Waktu yang diberikan adalah 30 menit. Ekspresi semua chef demi santai saat Rachel menjelaskan detailnya. Ya, lebih tepatnya, sampai Rachel mengatakan hal berikut:
“Kalian berempat yang akan berpartisipasi dalam kompetisi.”
“Apa?”
Bahkan Jo Minjoon, mau tak mau, terkejut dengan ucapan Rachel. Rahangnya bergerak turun, dia melongo melihat Rachel. Javier berkata dengan suara gugup.
“Tetapi tidak ada batasan dalam aturan mereka. Bukankah restoran lain akan mengirimkan empat chef terbaiknya, terlepas dari apakah mereka chef sous ataukah chef demi?”
“Ada restoran yang mengirimkanchef terbaik mereka seperti itu. Bagi beberapa dari mereka, mereka mungkin terkendala dengan jumlah. Akan tetapi kita tidak. Rafael dan aku akan melakukan pekerjaan yang lebih terkait dengan mata dan mulut, alih-alih tangan kita. Kalian berempat yang akan memasak semua menunya. Oleh karena itu, kalian berempat juga harus mewakili kita di kompetisi. Makanan yang kalian buat pada kompetisi adalah makana yang akan dimakan pelaggan.”
Itu masuk akal. Jo Minjoon kagum. Dia penasaranapakah kemauan keras kepala itu untuk tidak berkompromi adalah apa yang membantu Rose Island menjadi sebesar itu. Chef demi lain masih berekspresi yang membuat mereka tampak seolah mereka tidak bisa menerima itu. Perlahan Jo Minjoon berkata.
“Apa kau dulu juga mengirimkan chef demi?”
“Iya. Dan…”
Rachel melanjutkan.
“Anak-anak tidak pernah kalah sekalipun.”
€
Beruntungnya, resep untuk kompetisi tidak diserahkan juga pada chef demi. Itu normal. Rachel sudah mengatakan bahwa chef demi adalah yang berpatisipasi karena mereka yang sebenarnya memasak di dapur.
Sementara chef demi memasak di dapur, sebagian besar pengembangan resep adalah tanggung jawab Rachel. Oleh karena itu, masuk akal bila resep untuk kompetisi berasal dari kepala Rachel juga.
Kurang dari 6 bulan sebelum kompetisi. Mugkin itulah kenapa, Rachel menjadi sangat tegas dibanding gaya Rachel biasanya. Jika itu tampak seperti kau hendak melakukan kesalahan sedikit saja, Rachel segera mendatangimu dan meneriakimu dengan kejam.
“Gerakkan tanganmu. Meskipun kau meletakkan itu ke dalam wajan, itu hanya akan berakhir menjadi sampah goreng.
“Bayangkan di aula sana penuh dengan pelanggan. Kau baru saja memberi tahu pelanggan untuk menunggu 20 menit lagi!”
“Jika ini semua yang kau bisa, aku tidak akan bsa berkata apa-apa saat epicurean mengatakan bahwa Rose Island tinggallah fosil dari masa lalu.”
Mungkin ini karena permainan yag sesuagguhnya baru dimulai. Rachel yang biasanya lembut telah benar-benar hilang sampai-sampai kita hampir tidak bisa mengingatnya. Itulah betapa kasarnya Rachel sekarang.
Apa yang mereka buat adalah empat menu lengkap. Hidangan pembuka, pasta, hidangan utama, dan hidagan penutup. Jo Minjun bertanggung jawab pada hidangan penutup. Pada waktu yang sama, dia juga kapten tim. Alasan dia menjadi kapten tim dari mereka berempat sederhana.
‘Kau punya indra terbaik dalam hal gastronomi molekuler. Oleh karena itu, kau harus menjadi kapten tim.’
Itu bukan penjelasan yang menyenangkan, tetapi masuk akal. Hidangan penutup Jo Minjoon tidak hidangan dengan fitur metode gastronomi molekuler. Pasta Anderson, ya lebih tepatnya, selain gnocchinya, hidagan yang lain semuanya terpengaruh gastronomi molekuler.
Apa yang dia pelajari di bawah bimbingan Rachel adalah bahwa kontrol Rachel terhadap dapur, juga perhatiannya pada semua yang terjadi, begitu sempurna hingga enakutkan. Faktanya, kepemimpinannya lebih terhormat dari pada keahlian memasaknya.
Meskipun keempat chef memasak berjauhan, tetapi Rachel seperti hantu. Dia tahu persis kapan mereka membuat kesalahan kecil sekalipun. Jika seseorang mengacaukan proporsi bahan-bahan, Rachel bahkan dapat dengan cepat menyatakan bahan apa itu dan berapa banyak dari mereka.
‘…Levelnya, hampir setingkat dengan sistem.’
Hal yang membuat Jo Minjoon paling puas dengan kemampuan sistem yang dia punya adalah sistem mampu dengan cepat mengetahu adanya kesalahan. Lebih mudah menyelesaikan masalah-masalah jika kau tahu apa yang salah saat kau sedag memasak, alih-alih diberutahu apa yang salah ketika sudah selesai.
Terlebih, Jo Minjoon bisa menggunakan ckor estimasi untuk menentukan langkah terbaik. Itulah keuntungan yang tidak dimiliki chef lain di dunia ini. Yaa, itulah yang dipikirkannya.
Tetapi momen saat dia mejadi murid Rachel, dia harus mengabaikan pemikira itu. Rachel adalah mentor yang sempurna. Dia memberimu saran yang paling kau butuhkan saat kau sangat membutuhkannya.
Dengan mentor seperti dia, bahkan tanpa sistem, perkembangan mereka seharusnya tidak begitu lambat dari Jo Minjoon. Jo Minjoon tidak cemas. Dia tidak berharap untuk berdiri di atas seorag diri. Apa yang dia inginkan adalah tidak ada orang dia inginkan lari bersamanya tertinggal di belakangnya Berada di puncak bersama-sama alih-alih sendirian. Jo Minjoon lebih suka seperti itu.
Tentu saja.
“…Ini sangat melelahkan.”
Hanya karena kau menikmatinya itu tidak berarti bahwa ini tidak melelahkan. Javier menjulurkan lidahnya seperti anjing saat dia menghempaskan badannya di kursi aula. Ella, yang baru saja pulang dari taman kanak-kanak, mengeluarkan permen vitamin dari ranselnya yang lucu lalu memengangnya. Dia bertanya dengan nada cemas.
“Apa sungguh melelahkan? Akan lebih baik jika paman memakan ini.”
“Apa itu menyelesaikan masalah?”
“Iya. Ibu bilang ibu jadi tidak capek sama sekali setelah memakan ini. Dia juga lebih bersemangat lagi jika aku menciumnya.”
Apa kau mau mencium paman juga?”
Janet melempar sarung tangan karet pada wajah Javier. Suara yang ditimbulkan terdengar seolah dia tertampar. Janet berkata dengan nada dingin.
“Haruskah aku melaporkanmu?”
“…Aku hanya bercanda! Bercanda! Apa aku tidak boleh sering-sering bercanda? Kau perlu menonton komedi tunggal atau semacamnya. Kau terlalu kaku.”
“Tontonlah acara dokumenter dulu lalu beritahu aku.”
“Tidak jarag melihat mereka berdebat seperti ini. Anderson menatap Jo Minjoon. Jo Minjun mengangkat kepalang seolah bertanya ‘Apa yang kau lihat?’ Anderson berkata.
“Bukankah mereka sama seperti kau dan Kaya?”
“Mereka bisa mendengarmu. Diamlah.”
“Apa yang baru saja kau kataka. Kaya terus mengatakan padaku hal yang sama.”
Janet melotot pada Anderson setelah mengatakan itu. Tentunya, Anderson bukan tipe orang tersentak karena tatapan Janet. Pada akhirnya, Jo Minjun melangkah maju lalu berkata.
“Berhentilah bertengkar. Kita ini satu tim. Kita harus berada di sisi yang sama.”
“…Apa maksudmu? Kita hanya harus memasak hidangan kita masing-masing.”
“Janet, apa kau sungguh berpikir begitu?”
Jo Minjoon menatap Janet. Tidak ada niat jahat, tatapan itu justru penuh kekecewaan. Oleh karena itu, lebih sulituntuk berdiri. Jikalau ada tanda-tanda niat jahat, Janet akan mendebat lagi, tetapi karenahaya ada kekecewaan dan perhatian, itu membuatnya merasa seperti orang jahat.
‘…Yaa, it benar kalau aku bukan orangbaik.’
Tetapi Jo jelas chef yang bagus dan orang yang baik. Bakat alami. Bakat itu berpasangan dengan keberuntungan melalui siaran untuk membuatnya seorag jenius yang menjadikannya chef demi di Rose Island di usia muda, 21 tahun. Karena begitulah Jo Minjoon, Janet selalu menganggapna menjadi saingan yang harus dilampauinya.
Tetapi Jo Minjoon menganggap Janet sebagai teman. Ketika Janet menyadari bagaimana perasaan Jo Minjoon, mau tak mau, dia mengaku telah kehilangan. Dia seperti itu saat ini. Janet menghela nafas.
“Aku tarik kembali kalimat terakhirku.”
“Oke, terima kasih.”
Jo Minjoon tersenyum lebar. Janet menghela napas lagi pelan. Hal itu membuat Janet memikirkan pacar Jo Minjoon. Kaya. Citra bagaimana wanita yang terkenal akan kelakuannya bersikap lembut di depan Jo Minjoon masih segar dalam ingatannya. Tetapi dia paham apa yang Kaya lalui. Jo Minjun tidak hanya memiliki kepribadian yang baik. Sikap tulus dan sopan Jo Minjoon telah mendarah daging dalam setiap tingkah lakunya. Untuk memperlakukan dengan buruk orang seperti ini hanya berakhir merendahkan harga diri kita.
Suasana menjadi lebih baik. Jo Minjun memencet hidung Ella pelan saat dia berlutut lalu berkata.
“Omong-omong, bukankah gastronomi molekuler asyik dan menakjubkan semakin sering kau mengerjakannya?”
“Dia berusaha menerimanya perlahan. Kukira itu masuk akal. Jika dia tidak melakukannya, bertanggung jawab pada bagian gastronomi molekuler hanya akan membuatmu super lelah.”
“…Diam, Anderson. Aku tidak berusaha mencuci otakku sendiri. Aku sungguh merasa seperti itu. Ini asyik. Ini sangat menarik menonton krim dan saus menjadi bubuk yang tadinya kupikir hanya bisa dalam bentuk cairan . Aku menikmati membuat pasta dari pada hal lain yang hanya tepung, da fakta bahwa air bisa membentuknya, itu sungguh…Chef Rafael mengatakan itu padaku. Dia berkata aku tidak akan menyesal mendapat bagian gastronomi molekuler. Akhir-akhr ini, aku mulai paham kenapa dia mengatakan itu.”
“Lihatkan, penerimaan.”
kata Anderson sambil mengangkat bahu. Jo Minjun membalalak pada Anderson tanpa berkata apa-apa lalu menunduk melihat Ella.
“Ella, Dari semua chef disini, masakan chef siapa yang paling kau sukai?”
“Aku paling suka masakan paman Minjoon.”
“Lihat kan. gastronomi molekuler itu seperti ini.”
Ketiga chef yang melihat Ella dengan antisipasi dengan cepat menundukkan kepala seketika dia menjawab dengan cepat. Janet membuka mulut seolah tidak suka dengan jawaban Ella.
“Ini tidak adil. Ella akan mengatakan enak pada apapun yang kau buat.”
“Kita akan tahu kalau kita bertanya. Ella. Apa kau suka apapun yang paman buat?”
“Mm, ahh……Aku tetap tidak suka brokoli.”
“Lihat kan. Dia bilang dia tidak suka itu.”
“…Itu agak beda.”
Meskipun Janet menjawab sembari menggelengkan kepala, Jo Minjoon tidakpeduli. Dia berkata dengan nada sopan, seolah dia seketika menjadi alim.
“Kekuatan sains itu mengagumkan. dengan mudahnya dapat menghancurkan hal-hal yang diketahu orang-orang tentang masakan. Hanya dengan gastronomi molekuler membuatku merasa seperti seorang revolusioner.”
“Aku menerima itu…tapi itu juga membuatku takut.” Jika alat gastronomi molekuler semakin berkembang…konsep memasak di rumah seperti yag telah kita jalani seumur hidup akan goyah. Itu membuatku penasaran apakah aku akan mampu mengikuti jaman bila aku sudah tua nati.”
“Lihat saja Guru Rachel. Usianya boleh tua, tapi dia sama bagusnya, tidak, dia bahkan lebih baik dalam menangani gastronomimolekuler daripada chef sous Rafael. Tidak ada hal yang tidak bisa kau lakukan jika kau mau berusaha.”
“…Apa kau membandingkan aku dengan Guru Rachel saat ini?”
Javier bertanya dengan ekspresi kaku. Jo Minjoon mengerang sambil memutar bola matanya.
“Apa ini melebih-lebihkanmu?”
“Saya dapat merasakannya di tulang saya berdasarkan resep dan pengetahuan yang diajarkan koki itu kepada kami saat ini. Dia punya sesuatu yang kau tidak bisa menjelaskannya dengan pengalaman lagi.”
“Itulah. Aku yakin guru akan mengajarkannya pada kita juga. Jadi jangan khawatir.”
kata Jo Minjoon seolah menenangkan Javier. Tidak ada yang menyadari itu, tetapi posisi kapten tim secara alami memberikan perhatian khusus pada hal-hal yang dikatakan Jo Minjun. Tidak, itu barangkali kan tetap seperti itu meski dia bukan kapten tim.
Jo Minjoon buka tipe orang yang memimpin orang-orang di sekitarnya untuk melakukan hal-hal yag revolusioner, tetapi karakternya cenderung membuat orang-orang di sekitarnya tenang dan terhibur. Lihat saja kompetisi Grand Chef. Orang-orang yang enggan mengenalnya di paruh pertama kompetisi akhirnya menjadi temannya. Karakter lembut namun tajam, murni, dan hangat itu adalah kemampuannya sendiri yang tidak bisa diungkapkan melalui sistem.
“Hal-hal yang bisa kita lakukan sekarang, dan hal yang kita perlu lakukan saat ini hannyalah melukiskan resep guru Rachel dengan akurat. Kita aka membuktikan dengan tanga kita sendiri chef seperti apa guru kita. Dan saat kita perlahan mulai menngenalkan guru pada orang-orang…”
Dia tertawa. Suara tawanya hangat yang mengingatkan kita pada anggota keluarga.
“Lalu suatu hari, tangan kita akan menyerupai tangan guru, kan?”
Yang lain hanya mengangguk dan tidak berkata apa-apa mendengar ucapan Jo Minjoon. Tidak ada senyum yang tampak, tetapi ada kehangatan di sekeliling mereka. Di tengah suasanan yang hangat itu, Ella menatap tangannya yang kecil dengan bingung lalu bergumam.
“Tapi tangan Oma Rachel penuh kerutan…”