Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak – Bagian 197: Masa Penjajakan dari 36 orang (1)
Romantisme dalam pernikahan dan tinggal bersama, sering kali memiliki satu persamaan. Yaitu, bangun di pagi hari saat terdengar kicauan burung dan sinar matahari yang masuk melalui jendela. Saat kau mengerutkan wajahmu yang masih mengantuk lalu membuka mata, kau melihat wajah tampan dari pasangan yang tidur lelap tepat di depan matamu.
Dan saat ini Kaya tengah berada di momen romantis itu. Ini masih terlalu pagi. Kabut masih belum hilang, jadi sinar matahari belum terlalu terang. Burung-burung juga belum berkicau. Satu hal yang ada adalah rasa kantuk yang membuatnya terasa berat, dan pemandangan di sebelahnya, Jo Minjoon, hampir tidak bisa dia lihat karena kelopak matanya yang terasa berat. Jo Minjoon hanya sejauh dua lengan darinya.
‘…Ngantuk sekali.’
Dia mau memejamkan matanya karena rasa kantuk ataukah lanjut memandangi wajah Jo Minjoon. Setelah merenungkan keputusan sulit itu sejenak, kelopak matanya gemetar lalu tertutup. Setelah beku dalam tidur sejenak, Kaya mengambil napas dalam-dalam lalu dengan hati-hati menggapai meja di sebelahnya. Dia mengambil ponselnya.
6:57 pagi. Alarmnya diatur pukul 7 pagi. Pada awalnya, dia akan mematikan alarm dan kembali ke tempat tidur, haruskah dia senang bahwa dia sekarang dapat membuat dirinya bangun sebelum alarm berbunyi?
Dia hanya diam berdebat dalam hati sampai alarm berbunyi, tetapi pada akhirnya, Kaya mematikan alarmnya dan bangkit. Dia tidak ingin mengganggu tidur Jo Minjoon. Kaya menghampiri tempat tidur Jo Minjoon lalu berlutut, memiringkan kepala seperti kucing lalu memandangi wajah Jo Minjoon. Sebuah senyuman terbentuk di wajah Kaya yang lelah.
“Dia tidur dengan nyenyak.”
Beberapa orang berekspresi aneh saat mereka sedang tidur, tetapi Jo Minjoon tidur dengan sikap tenang dan lembut seperti dirinya yang biasa. Bahkan selimutnya tidak berantakan. Dia benar-benar pacar sangat sempurna. Mungkin itulah alasan Kaya sangat menyukainya.
Kaya menjulurkan jari-jemarinya lalu menepuk pipi Jo Minjoon. Kaya sungguh suka dengan tekstur pipi Jo Minjum yang kencang tapi elastis. Dia mungkin akan bisa menyentuhnya seharian jika dia bisa.
Tetapi dia tidak punya banyak waktu. Kaya mengecup bibir Jo Minjoon lalu berdiri. Ini saatnya bersiap untuk bekerja seperti biasa.
Hari Kaya dimulai dengan menyiapkan sarapan. Kaya juga seharusnya membuat makan siang sesuai dengan dua ketentuan di kontrak mereka, tetapi secara realistis itu tidak mungkin. Mereka berdua tidak bersama-sama saat makan siang. Hal yang hanya bisa dia lakukan secara realistis adalah membuatkan sarapan, oleh karena itu, Kaya bersungguh-sungguh dalam membuat sarapan.
“Hmm. Ini terfermentasi dengan baik.”
Kaya membuka penutup panci untuk melihat ke dalamnya lalu mengangguk puas. Di dalam panci tidak lain adalah doenjang jjigae [rebusan pasta kacang terfermentasi ala Korea}. Dia telah merebusnya kemarin dan membiarkannya dingin untuk mengeluarkan rasa yang lebih sedap. Kaya meletakkan panci di kompor dan menyalakan api kecil, lalu mulai mencuci beras.
Dia tidak menyalakan kran air bahkan ketika dia mencuci beras. Cita rasa beras akan sangat berbeda bergantung pada air yang digunakan untuk pertama kali membilas. Kaya menggunakan air filter yang keluar perlahan untuk tiga kali pencucian beras. Itu pekerjaan yang berat tetapi dia tidak keberatan. Hal favoritnya adalah memasak, dan orang terfavorit baginya adalah Jo Minjoon. Jadi kenapa dia tidak suka melakukan sesuatu yang dia suka untuk orang yang berharga baginya?
Selain doenjang jjigae dan nasi, sisanya adalah lauk pauk kering yang bisa diambil langsung. Hanya satu yang dia buat sendiri. Tetapi itu bukan hidangan yang mudah. Puree bisque udang dan ikan sea bass kukus dengan udang. Ini terasa sedikit ala barat untuk sarapan Korea, tetapi dia tidak berpikir cita rasanya akan saling bentrok.
“..Kau sangat berisik bahkan di pagi hari.”
Kaya bisa mendengar seseorang mendecakkan lidah di belakangnya. Dia bahkan tidak perlu berbalik. Kaya merespon dengan kasar.
“Jangan makan itu kalau kau tidak suka. Aku pikir aku mungkin juga membuat beberapa untukmu sembari aku membuat untuk Minjoon, tetapi kau malah menendangnya sendiri.”
“Aku bilang kau berisik, aku tidak pernah mengatakan aku tidak suka.”
“Kalau begitu diamlah dan tunggu saja. Jangan membuatku kesal.”
Kaya menjawab dengan kasar. Anderson sedih, tetapi saat ini Kayalah yang sedang memegang pisau. Dia hanya menghela napas dalam hati saat berkata.
“Tampaknya kau hampir selesai. Haruskah aku membagunkan Minjoon?”
“Tidak, biarkan dia tidur beberapa menit lagi. Dan aku yang akan membangunkannya. Aku akan membunuhmu jika kau yang melakukannya. Aku bersungguh-sungguh.”
Tidak ada yang lebih baik dari melihat seseorang yang tampak kebingungan saat orang itu baru bangun. Beberapa saat kemudian, Kaya melepas apron lalu berkata.
“Atur mejanya. Aku akan membangunkan Minjoon.”
Jo Minjoon masih tidur meski sudah hampir pukul 8 pagi. Itu masuk akal. Akhir-akhir ini, Minjoon sering melakukan riset resep hingga larut malam. Selain itu… mungkin dia merasa bisa rileks sekarang ketika berada di rumahnya sendiri.
Kaya merasa sedih akan hal itu, tetapi dia harus membangunkannya. Kaya mengecup bibir Jo Minjoon. Dia tidak melepasnya hingga Minjoon tidak bisa bernapas. Pada akhirnya, badan Minjoon mulai bergerak lalu perlahan dia mengangkat kepalanya.
“…Apa yang kau lakukan?”
“Aku membangunkanmu.”
“Betapa menariknya alarm ini.”
Jo Minjoon tersenyum lalu memeluk Kaya. Kaya menepuk-nepuk Jo Minjoon dan berkata.
“Tidak. Kau harus bangun. Aku sudah membuat sarapan.”
“Oke. 1 menit saja. Tidak, 1 menit 30 detik.”
“Kau seirit itu bahkan untuk mengulur waktu.”
Kaya melihat Minjoon tak percaya lalu tertawa. Anderson melihat mereka dari dapur lalu mengangkat tangannya menutupi muka. Dia meninggalkan rumah orang tuanya untuk berhenti mendengar omelan mereka, tetapi Jo Minjoon dan Kaya adalah teman sekamar yang buruk dengan cara yang berbeda.
Tindakan bermesraan mereka tidak berakhir di tempat tidur. Jo Minjoon tersenyum ceria lalu terpesona segera setelah dia duduk.
“Wow! Doenjang jjigae dan nasi. Ini sungguh seperti makanan Korea.”
“Aku yakin kau merindukannya di pagi hari. Ini bagus sekali untukmu, untuk mengawali pagi dengan cara yang familier saat tinggal di luar negeri. Orang-orang di pasarku juga sama. Beberapa dari mereka bahkan akan tetap tinggal secara ilegal dan tidak kembali ke negara asal mereka, tetapi mereka selalu menginginkan makanan asal mereka.”
“Ada dua hal yang memisahkan negara. Orang-orang dan makanan.”
“Jadi pastikan untuk menjaga diri sendiri. Apa kau makan siang dengan baik di restoran? Bukan, aku yakin kau makan dengan baik saat ini. Tapi bagaimana nanti saat restoran buka?”
“Aku yakin aku tetap akan makan dengan baik kapan pun. Tentunya, chef magang mungkin tidak punya banyak waktu karena mereka harus mempersiapkan bahan-bahan dan menyiapkan apa saja selama jeda wktu, tetapi aku kan chef demi. Plus…”
Jo Minjoon lanjut dengan nada sedikit masam.
“Chef Rachel sangat peduli dengan kesehatan pekerjanya. Dia punya pengalaman buruk di dapur. Dia mungkin tidak mau mengalami yang seperti itu lagi.”
“Aku yakin akan buruk mengalami hal seperti itu. Jadi pastikan kau menjaga diri sendiri. Janji yaa?”
“Aku harus mengatakan itu padamu. Kau tampaknya sangat kurusan akhir-akhir ini.”
“……Hei. Bisakah kita diam saja saat makan, kumohon? Kaya, bukankah kau bilang kita seharusnya fokus saat makan waktu itu?” tutur Anderson seolah dia lelah. Kaya mendongak untuk melotot untuk merespon Anderson.
“Diam saja kalau kau mendapat makanan gratis, dasar pemalas. Kau terlalu banyak bicara untuk seseorang yang sama sekali tidak membantu. Terlebih, yang terakhir kali adalah hidangan yang menakjubkan yang kita harus fokus menyantapnya. Sejujurnya, ini tidak selevel dengan itu.”
“Kenapa tidak? Aku lebih suka ini daripada restoran itu.”
Kaya mulai tersenyum mendengar respon Jo Minjoon. Anderson menggelengkan kepala.
“…Orang-orang stres ini.”
€
Rose Island lebih sibuk dari biasanya hari itu. Tidak hanya karena ada pramusaji dan penyaji wine (sommelier) yang baru dipekerjakan. Ada kamera-kamera di sekitar dapur dan aula, juga kameramen yang berkeliling dengan kameranya masing-masing yang seukuran anak kecil.
Mereka melakukan itu khusus untuk Rose Island. Restoran pusat yang didekorasi dengan indah yang hidup dalam ingatan orang-orang tua, dan fantasi kaum muda. Mampu membuat tayangan yang spesial pada lokasi semacam itu adalah topik menarik bagi stasiun penyiaran. Untungnya bagi Rose Island, rekaman dijadwalkan sampai sebelum hari pembukaan. Betapa kacaunya jika mereka tidak memahami bagaimana para chef mereka.
Tetapi kameramen dan staf terjebak di situasi yang tak terduga. Chef demi dan chef preparasi menoleh ke staf setiap kali selesai memasak suatu hidangan dan meminta mereka mencicipinya. Awalnya, mereka mencicipi dengan senang hati, mereka bersuka cita karena mereka akan meyantap makanan mewah secara gratis, tetapi pemberian makanan tidak berhenti. PD di sebelah Jo Minjoon menjulurkan lidahnya.
“Kalian sudah bekerja sedemikian keras meski kalian belum buka?”
“Ini sudah berlangsung beberapa bulan. Kami tidak bisa mengujikan kerja tim kami pada pelanggan.”
“…Jadi staf kami yang jadi kelinci percobaan?”
Jo Minjoon menghindari tatapan PD. PD terkekeh lalu berkata lagi.
“Aku mendengar sedikit tentangmu dari Martin. Dia bilang kau menjadi orang yang sangat berbeda saat kau memasak.”
“Tidak selalu begitu. Jika iya, aku akan gila. Oh, mungkinkah Martin menyebutku gila?”
PD mengangguk dengan hati-hati. Melihat Jo Minjoon menghela napas, dia segera menambahkan.
“Ah, tapi dia tidak hanya menyebutmu gila, dia juga bilang kau pecinta yang gila.”
“Apa bedanya itu?”
“Fakta bahwa dia perhatian denganmu.”
“…Aku tidak yakin. Aku tidak berpikir perhatian Martin akan membantu menghibur fakta bahwa dia menyebutku gila.”
“Dia benar. Kau gila.”
Janet, yang sedang menuju lemari es, dengan santai berkata sambil berjalan. Jo Minjoon melihat Janet dengan ekspresi kecewa lalu menoleh kembali untuk membuat kontak mata dengan PD. PD mengangkat bahu.
“Tampaknya itu julukan resmi yang bagus?”
“Tolong hapus bagian itu.”
Jo Minjoon menjawab singkat lalu fokus kembali memasak. PD melihat Jo Minjoon yang fokus mememasak juga penyaji yang berlatih menyajikan hidangan di dapur dan aula. Baik dapur dan aula tampak sangat diatur dengan rapi.
‘…Betulkah yang mereka bilang bahwa menu berganti setiap 15 hari?’
Konsep hidangan Jo Minjoon, yaitu memasukkan udara ke dalam keju mozarella lalu meniupnya menjadi seperti balon, sangat menarik. Untuk menciptakan menu baru seperti itu setiap lima belas hari…orang normal mungkin akan merasa kepalanya akan meledak.
‘Tapi kukira inilah Rachel Rose dan Rose Island, hal seperti itu mungkin terjadi.’
Bahkan chef restoran terkenal yang sangat berbangga diri tidak bisa bertindak seperti itu di depan Rachel Rose. Apakah karena begitulah dapur milik orang semacam itu? Ataukah karena dia hanya memilih yang terbaik dari yang terbaik? Semua chef demi di dapur tampaknya sangat terlatih.
Tidak ada yang menghalangi cara mereka memasak dan tidak ada yang membuat mereka cemas. Semua hidangan yang mereka buat adalah karya seni. Meskipun mereka cukup banyak membuat hidangan yang sama berulang-ulang, itu …… sebenarnya lebih sulit daripada membuat hidangan yang berbeda. Sangat mudah untuk berpuas diri sambil membuat sesuatu yang sama berulang kali. Hanya fakta bahwa mereka dapat mempertahankan kualitas yang sama untuk setiap hidangan, itu menunjukkan bahwa mereka sudah cukup melakukan tugasnya sebagai chef demi.
‘Kudengar Minjoon baru belajar gastronomi molekuler selama beberapa bulan.’
Untuk hanya belajar selama beberapa bulan, dia tampak sangat terbiasa menggunakan jarum suntik, nitrogen cair, dan agar. Apa memasak sesuatu yang membutuhkan presisi visual itu lebih mudah? Meskipun PD bukan seorang ahli, dia telah banyak bertemu dengan banyak chef ahli sembari bekerja sebagai PD. Dia bisa mengatakan bahwa pergerakan tangan Jo Minjoon tampak sama natural dengan para ahli.
‘……Aku teringat Martin mengatakan itu sebagai seorang PD, dia harus fokus pada pengecapannya yang mutlak, tetapi sebagai pelanggan, mau tak mau kau akan terpesona dengan kemampuannya.’
Lebih realistisnya, kau tidak bisa memisahkan dua hal itu. Indera pengecapannya yang mutlak adalah bagian dari kemampuan Minjoon. Hal itu membuat PD mengingat kembali percakapannya dengan Martin.
‘Apa kau tahu apa yang paling menakjubkan dalam membuat serial ini? Pada awalnya, Minjoon sungguh bukan chef yang sangat bertalenta.’
‘Tetapi dia berusaha hingga akhir sampai dia masuk tiga besar, bukan? Dengan kepribadianmu, aku ragu kau akan diminta untuk mendorongnya maju soal indera pengecapnya yang mutlak. Tidak, meski kau melakukannya, tidak mungkin para juri melakukannya seperti yang kau mau. Lalu apa yang terjadi? Apa dia hanya beruntung?’
‘Bagaimana mungkin dia bertahan dengan keberuntungan ketika ada begitu banyak kompetisi? Keahliannya meningkat.’
‘…Apa memasak sesuatu yang keahlian seseorang bisa meningkat dengan begitu cepat?’
‘Aku yakin tekniknya berkembang dengan lambat. Tetapi intuisinya tentang makanan meningkat luar biasa cepat. Tidak, lebih tepatnya, dia menyerap gaya memasak semua orang di sekitarnya. Jika kau memperhatikan lebih dekat, di antara hidangan yang dimasak Minjun di paruh kedua kompetisi, ada banyak hidangan yang telah dicoba buat oelh kontestan lain. Itulah bagaimana dia banyak terstimulasi.’
‘Apa yang coba kau katakan?’
Saat PD tida bisa menahan rasa frustasi dan bertanya, inilah bagiamana Martin merespon.
“Dia akan menjadi orang yang sangat berbeda bergantung pada siapa yang ada di sekitarnya. Jika dia masuk ke dapur chef yang bagus, dia akan menyerap semua ilmunya dan membuatnya dirinya menguasainya. Fokusnya saat belajar sesuatu sangat luar biasa.’
Dan saat ini, Jo Minjoon ada di dapur Rachel. Dapur dari orang yang terkenal sebagai chef terhebat di dunia. PD mulai memikirkan.
‘Minjoon, kumohon tunjukkan pada kita. Kumohon tunjukkan perkembanganmu padaku, dan…’
< Masa pacaran 36 orang> Selesai