Dewa Memasak – Bagian 2: Kembali ke 7 tahun lalu (2)
“Layar Status”
[Jo Minjoon]
Level Memasak: 5
Level Memanggang: 4
Level Mengecap:6
Level Mendekorasi:4
Dia memikirkan banyak hal tentang situasinya, tetapi tidak pernah terbayangkan bahwa dia akan melihat hal semacam ini. Seolah-olah hidupnya seperti dalam game memasak. Dia menatap layar dengan perasaan aneh dan bingung untuk sementara waktu, lalu menoleh ke arah ibunya. Dan terperangah.
“Layar Status”
[Lee Hyeseon]
Level Memasak:3
Level Memanggang:0
Level Mengecap:4
Level Mendekorasi:2
Itu status yang cukup menyedihkan. Tetapi Jo Minjoon ingat bahwa hampir semua masakan ibunya kurang sedap. Status keahlian yang rendah itu menjelaskan penyebabnya.
“…Layar Keahlian.”
Dia bergumam barangkali akan muncul layar yang lebih terperinci. Keahlian menggunakan pisau, keahlian mengatur panas, pemahaman hidangan tradisional Korea, dll. Tetapi dari sekian keahlian, Jo Min Joon ingin tahu tentang 2 hal.
[Pemahaman Hidangan Italia] – Kemampuan 23%
Ketika menyiapkan pasta, pizza, dan sup dolce, serta hidangan Italia lainnya, pemahamannya tentang masakan tersebut akan meningkat.
Ketika menyiapkan masakan Italia, kemungkinan gagal menurun. Pada level sekarang ini, meski kesempatannya kecil, kemungkinan untuk dapat menyajikan masakan tersebut masih ada.
[Etika riset chef]
Etika riset chef harus dilakukan ketika mencoba resep baru. Saat mencoba resep baru, kecil kemungkinan untuk membuka resep baru.
Dia tidak mengeluh perihal kemampuannya pada hidangan Italia. Tampaknya setiap kali dia belajar ataupun membuat masakan Italia, kemampuannya memang meningkat dan dia tidak yakin. Tetapi tampaknya ada sistem yang memberikan kompensasi pada hidangannya.
Dia juga paham kenapa dia tidak punya kemampuan chef dalam etika meriset makanan. Itu soal etika, akan lebih aneh jika seseorang mengajarinya itu. Tetapi deskripsi itu kurang jelas. Kecil kesempatan untuk membuka resep baru, apakah maksudnya itu bisa terbuka seperti layar status dan keahlian? Ataukah maksudnya hanya muncul dalam kepalanya? Dan kata hidangan baru juga kurang jelas. Apakah itu berarti hidangan baru yang tidak seorang pun pernah mengetahuinya. ataukah hidangan yang Jo Minjoon belum pernah buat.
“Aku akan mencari tahu dengan mencobanya.”
Jo Min Joon tersenyum. Dia sebenarnya chef junior berusia 30 tahun yang secara praktik belum berpengalaman. 23 tahun, bukanlah usia yang muda, tetapi belum terlalu terlambat untuk mencoba tantangan di dunia memasak. Meski usia 30 tahun juga belum terlalu terlambat. Dia hanya perlu belajar dengan cepat.
Tetapi rintangan pertama yang akan dia hadapi adalah orang tuanya. Kariernya menjadi guru sudah diatur setelah dia lulus oleh orang tuanya. Jadi, akan sangat sulit untuk mendapatkan ijinnya. Jo Minjoon memikirkan hal itu dengan seksama dan membuat sebuah rencana. Langkah yang pertama adalah menunjukkan pada orang tuanya bahwa keahlian memasaknya cukup bagus.
Saat itu terbesit dipikirannya sebuah program televisi. Grand Chef Korea. Dia sangat menyukai acara itu hingga dia tidak pernah melewatkan satu episode sekalipun. Jika dia berpartisipasi dalam acara itu, meskipun dia tidak bisa menang, paling tidak dia mendapat nilai yang bagus dimata orang tuanya. Namun…
“Apakah program itu masih ada?”
Program itu mulai tayang di Inggris dan dan Amerika lalu menyusul tayang di Korea. Jo Minjoon membuka telepon genggamnya dan mencari tahu program TV Grand Chef. Tentu saja belum ada beritanya di Korea. Mungkin mereka akan membuat kontrak pada akhir tahun ini dan mulai tayang di tahun berikutnya.
“Program itu belum bisa diandalkan”
Jo Minjoon menghembuskan nafas dan lanjut mencari tahu. Dia menelusuri kompetisi memasak di Korea namun tidak ada yang terorganisir dengan baik. Bahkan jika dia berpartisipasi dalam kompetisi itu, sudah pasti dia akan memenangkannya. Kemampuan yang dia miliki sekarang belum teruji. Sebaiknya dia perlu memoles lagi keahlian memasaknya.
Hasil penelusurannya berjam-jam di internet membawanya pada kesimpulan bahwa dia harus mengikuti kompetisi memasak tingkat internasional.
Dia tidak percaya diri akan menang, tetapi dia percaya diri dapat masuk ke babak final. Karena dia bukan tidak punya kemampuan sebagai chef.
Andaikan orang tuanya memiliki anggapan yang positif tentang chef, namun mereka hanya memandangnya sebagai profesi biasa. Saat itu bukan masanya orang yang suka memasak populer dimana-mana, jadi untuk mengubahnya, Jo Minjoon harus menunjukkan bahwa dia punya kemampuan memasak. Dan Jo Minjoon yakin untuk mengubahnya dia harus meraih nilai yang bagus dalam kompetisi.
Tetapi tidak ada kompetisi yang bagus di Korea yang bisa dia ikuti. Salah satu kompetisi yang bagus hanya bertema hidangan Korea yang merupakan kompetisi antar tim. Jadi dia tidak punya pilihan selain mencari kompetisi internasional.
Dan satu-satunya pilihannya adalah
“…Grand Chef.”
Bukan Grand Chef Korea, tetapi Grand Chef. Kompetisi Grand Chef dibuka di Amerika. Mungkin akan lebih baik menyebutnya sebuah program daripada kompetisi. Hal yang penting adalah Grand Chef merupakan kompetisi untuk para amatir. Dan tidak ada kompetisi lain untuk amatir yang semenarik Grand Chef.
Tidak hanya di Amerika, Australia juga akan menayangkannya. Tetapi untuk Jo Minjoon, Amerika lebih membuatnya tertarik. Jika dia punya kondisi yang sama, dia berpikir lebih baik dia pergi ke Amerika daripada Australia. Dia tidak masalah dengan penguasaan bahasa Inggris. Dia adalah guru bahasa Inggris. Jika dia tidak bisa berkomunikasi bukankah itu memalukan?
“Hanya ada satu masalah.”
Orang tuanya. Soal biaya perjalanan, dia bisa menggunakan tabungannya sebelum dia pergi wamil. Bagaimanapun, jika dia mengatakan pada orang tuanya bahwa dia akan pergi ke Amerika untuk mengikuti kompetisi memasak pastilah orang tuanya tidak mengijinkan. Haruskah dia mengatakan hanya bepergian? Dia mulai putus asa.
Sebelum renkarnasi, kala dia memutuskan berhenti mengajar, orang tuanya sangat marah dan membujuknya untuk mengurungkan niatnya. Tetapi orang tuanya tidak bisa menghentikan tekadnya. Dia memberikan luka kekecewaan pada orang tuanya. Jadi, dia tidak ingin hal itu terjadi lagi di kehidupannya sekarang.
“… tidak boleh.”
Aku harus menyembunyikannya dari mereka. Itu adalah keputusan terbaik. Sembari memikirkan hal itu, dia mencari tiket pesawat ke Amerika di internet. Dia mendengar seseorang menekan tombol kunci pada pintu masuk. (Catatan: Hampir semua rumah di Korea dilengkapi kunci elektronik). Jo Minjoon mematikan layar dan menuju ke ruang tamu. Dia pikir ayahnya yang datang, namun ternyata adik perempuannya Jo Ara. Seragam sekolahnya memperlihatkan badannya yang kurus dan berkulit gelap.
“Bu, Aku pulang~. Oh, kakak juga di rumah.”
Jo Minjoon merasakan emosi yang campur aduk melihat adik perempuannya memakai seragamnya. Itu adalah bukti dia kembali ke masa lalu. Lee Hyeseon berjalan menuju Jo Ara dan berkata
“Hei Ara, kemarilah dan coba ini. Kakakmu yang membuatnya.”
“Hah? Ini?”
Lee Hyeseon memberi Jo Ara souffle lalu menatap Jo Minjoon memintanya membuatkan lagi. Jo Ara ragu-ragu memegang sendok dan melahap souffle. Matanya terbelalak.
“Enak! Tidak mungkin. Bagaimana kakak bisa membuat kue seperti ini?”
“Benar? Aku sangat terkejut setelah mencicipinya”
“Oppa jujurlah. Ini pasti terbuat dari tepung instan kan?”
Jo Minjoon tidak menjawab dan medecakkan lidahnya lalu berkata pada ibunya.
“Bu. Jika kamu lelah aku bisa menyiapkan makan malam”
“Kamu? Kamu akan memasak untuk makan malam?
Lee Hyeseon memandang Jo Minjoon seolah-olah hal ini tidak mungkin terjadi. Dan sekarang, tampaknya Jo Minjoon tertarik memasak dan mencoba ini dan itu. Tetapi dia tidak tampak sudah mampu untuk menyiapkan makan malam. Dia tidak hanya mencoba memasak tetapi rasanya pun juga luar biasa, jadi ini sungguh diluar dugaan. Bagaimanapun dia tak kuasa menolak jika Jo Minjoon dengan sukarela akan menyiapkan makan malam yang begitu merepotkan, jadi dia mengangguk dan berkata
“Oke. Cobalah menyiapkan makan malam. Mari kita coba masakan anakku.”
“Tidak apa-apa kah, Bu? Ibu percaya pada kemampuan memasak kakak?”
“Anak ini… Lihatlah kue yang baru kau makan. Sepertinya kakakmu punya bakat dalam memasak.”
“Itu benar tapi…”
Jo Ara menatap Jo Minjoon dengan pandangan tidak yakin.
“Kakak benar-benar bisa memasak?”
Jo Minjoon menyeringai dan berbisik pada Jo Ara
“Akankah lebih sedap dari masakan ibu?”