Dewa Memasak – Bagian 20: Pemahaman terhadap Siaran (2)
[Jessie]: Jadi, hari ini siaran dimulai kan?
[Jo Ara] : Oppa, bisakah kau setidaknya menelepon kita? Kirimlah foto.
[Lucas] : Aku yakin kau juga akan melakukan fase kedua dengan baik.
Jo Minjoon tersenyum sembari melihat pesan yang terkumpul di ponselya. Dia sedang akan menjawab. Lalu di sebelahnya duduk seorang pria muda. Dia berkulit hitam dan memiliki lengan dan kaki yang gempal. Dia adalah Marco Denver yang sama-sama datang dari New York. Jo Minjoon melihat Marco dan Marco tersenyum canggung. Terdengar suara serak dengan nada yang agak tinggi.
“Kita berdua dari New York, bukan? Aku hanya tidak kenal siapapun untuk diajak bicara.”
“Aku sebenarnya bukan penduduk asli sini. Tapi aku peserta yang datang dari New York.”
“Oke, ngomong-ngomong kita sudah berkenalan bukan?”
Marco bertanya dengan hati-hati. Pemuda gendut yang tingginya mencapai 190cm dan menunjukkan sikap pemalu itu cukup menarik. Jo Minjoon mengangguk. Boleh dikatakan bahwa mereka sudah saling kenal. Meski atmosfer menjadi canggung karena pertengkaran Kaya dan Amanda. Marco bertanya,
“Apa yang mereka tanyakan saat wawancara?”
“Entahlah. Jika aku yakin akan menang, lalu siapa lagi yang tampak seperti kandidat pemenang. Hal semacam ini”
Tidak ada yang perlu dikatakan bahwa dia ditanya soal menyukai Kaya atau tidak. Marco membalas,
“Menurutmu siapa yang akan menang?”
“Kaya Lotus.”
Jo Minjoon tidak ragu-ragu sedikitpun saat menjawab. Marco mengangguk seolah-olah dia setuju.
“Jika kau melihat bagaimana dia memasak saat di New York, kau akan paham.”
“Kira-kira orang lain menduga siapa yang akan menang?”
“Yaaa. Aku tidak tahu karena aku masih belum berinteraksi dengan mereka. Sejujurnya, menurutku masih terlalu dini untuk menentukan siapa yang akan menang.”
Jo Minjoon mengangguk, tapi dia sebenarnya menentang pendapat itu. Dengan mengesampingkan bahwa dia datang dari masa depan, Jo Minjoon dapat melihat level memasak para peserta. Dan apa yang Jo Minjoon pahami saat ini adalah bahwa dari para peserta yang tersisa, hanya 3 orang yang memiliki level memasak 7. Kaya Lotus, Anderson Rousseau, dan Chloe Jong.
Chloe adalah separuh kulit putih dan separuh Asia. Karena pengaruh dari ibunya tionghoa yang menjadi penduduk Amerika, maka dia dapat menunjukkan hidangan yang menakjubkan yang tidak bisa dibandingkan dengan peserta lain. Namun, di ingatan Jo Minjoon, dia adalah peserta yang didiskualifikasi sedikit lebih cepat. Jika bukan begitu, maka ingatannya tentang Chloe sedikit kabur.
Selain mereka, peserta lain memiliki level 6. Apakah itu kebetulan, ataukah keahlian mereka dapat terbaca. Tidak ada seorang pun yang memiliki level 5 yang bertahan hingga saat ini.
Tapi untuk level memanggang itu berbeda. Mereka kebanyakan memiliki level 5 atau 6. Jika tidak, level mereka di bawah itu. Kecuali Anderson yang memiliki level 7, hanya ada satu orang yang memiliki level yang setara. Yaitu…
“Apa? Mengapa kau melihatku seperti itu?”
Itu adalah Marco. Jo Minjoon melihat seorang negroamerika yang pemalu. Itu hanyalah pendapatnya, tapi tidak ada kesalahan terjadi hanya karena dia berteman dengan Marco. Jika dia berpikir tentang misi tim Grand Chef, lebih baik dia akrab dengan para peserta yang memiliki keahlian.
Dan disamping itu, Jo Minjoon menyukai seseorang yang tahu bagaimana memasak dengan baik. Memanggang dan memasak adalah spesialisasi yang berbeda, tapi sama-sama membuat sesuatu yang lezat.
“Aku ingin mencoba rotimu sekali-kali.”
“…Bagaimana kau tahu aku membuat roti?”
“Aku hanya basa-basi. Kau nampak seperti orang yang pandai membuat roti.”
Marco mulai berpikir serius bahwa dia tampak seperti seorang yang pandai memanggang. Jo Minjoon berdiri dari tempatnya. Marco melihat Jo Minjoon dengan ekspresi yang bingung. Jo Minjoon berkata.
“Ayo pergi ke aula. Orang-orang pasti ada di sana juga.”
Marco memasang ekspresi tercengang seolah-olah dia tidak mengerti. Jo Minjoon tidak kesal dan dengan tenang menjelaskan.
“Ini saatnya siaran.”
Para peserta berkumpul di depan TV di aula. Disana tidak hanya ada para peserta. Beberapa karyawan juga duduk di sana. Jo Minjoon bersama Marco duduk di kursi yang kosong. Layar TV sedang menampilkan iklan lalu segera muncul logo Grand Chef. Beberapa sorakan terdengar dari para peserta.
Yang menghiasi di awal siaran adalah presentasi para juri. Beberapa orang membicarakannya seolah-olah mereka sudah tahu apa yang akan terjadi, dan wajah para peserta muncul dengan sangat cepat. Di antaranya juga ada wajah Jo Minjoon. Marco menggoyang-goyang pundak Jo Minjoon solah-olah dia terpesona.
“Minjoon. Apa kau lihat? Kau baru saja muncul!”
“Iya, aku lihat.”
Jo Minjoon menjawab seolah-olah dia tenang, tapi sebenarnya dia sungguh senang karena ini pertama kalinya dia muncul di TV. Jantungnya tidak bisa berhenti berdegup kencang.
Jo Minjoon berkonsentrasi pada layar. Mungkin, di sana ada separuh peserta yang tersisa muncul di layar. Mereka memiliki kisah yang menakjubkan atau keahlian yang hebat. Jika tidak punya salah satunya, mereka pasti menjadi karakter yang terlalu aneh. Yang muncul pertama kali adalah Chloe Jong. Dia yang memakai qipao warna putih, sedang menunjukkan menu khas andalannya, yaitu kkuobarou(鍋包肉) yang dicampur dengan kemangi atau nasi manis tangsuyuk.
Hanya dengan melihatnya kau bisa tahu saus coklat terang itu lengket, dan karena tangsuyuk dan saus digoreng bersamaan, sausnya terlihat merembes ke wajan. Emily memasukkan tangsyuk ke mulutnya, dan karena itu masih panas, dia menyemburkan udara melalui mulutnya. Tapi meski begitu dia tampak menikmatinya.
Karena itu digoreng, suara renyah tidah bisa terdengar dengan jelas, tapi suara renyah saat memakan saus yang mengandung kemangi dan bawang bombay segar terdengar sangat menggiurkan. Tidak ada seorang pun, tanpa terkecuali, yang melepaskan pandangan dari layar.
Tentu saja, apa yang terjadi selanjutnya adalah dia lolos. Melihat Chloe dipeluk ibunya, Jo Minjoon tidak bisa berhenti merasa iri tanpa sadar. Pasti sangat menyenangkan jika orang tuanya bisa bersamanya. Namun itu adalah hal yang tidak berguna. Benar bahwa orang tuanya ingin dia mandiri. Sebagai putra sulung, memulai perjalanan memasak tanpa visi apapun dan mendedikasikan hidupnya pada memasak, itu adalah sesuatu yang mereka hanya bisa menyemangatinya di awal.
Jo Minjoon frustasi. Dia menghela nafas. Tampak seolah-olah para peserta memperhatikan Chloe, karena terdengar suara bisik-bisik di antara mereka. Jo Minjoon mendecakkan lidahnya dan melihat pemandangan itu. Itu adalah sesuatu yang tidak berguna. Jika orang lain melakukan hal yang baik maupun tidak, jika mereka didiskualifikasi atau tidak, itu merupakan sesuatu yang bergantung dari keahlian memasak mereka sendiri. Bagi mereka, membicarakan Chloe seperti itu…
Layar TV menampilkan seorang peserta masuk yang bahkan tidak berada di tempat siaran. Berusia 16 tahun, gadis berkulit putih yang bahkan jejak lemak bayinya belum hilang, memasak sebuah stik tenderloin. Hasilnya sudah pasti, dia didiskualifikasi. Pada saat itu, layar TV memperdengarkan suara dari narator.
-Bahkan di sesi ini banyak sekali penantang yang masih muda. Lihatlah peserta ini. Jo Minjoon, dia adalah penantang dari Asia yang menyeberangi dunia dari belahan lain, yang yakin dengan hasratnya di Grand Chef.
Jo Min Joon mendongak.
Layar TV menampilkan foto Jo Minjoon. Lebih tepatnya, foto saat Jo Minjoon sedang memanggang ikan. Adegan dimana dia sedang membuat saus paprika ditampilkan sekilas tapi setelah itu menampilkan wajah Jo Minjoon yang diperbesar dan suaranya terdengar.
-Hanya ada satu alasan aku datang ke sini dari Korea. Aku ingin konfirmasi diriku bahwa aku adalah seseorang yang punya kualifikasi dalam memasak.
Itu adalah kata-katanya saat dia diwawancara. Ikan air tawar panggang dengan saus paprika muncul di layar, dan suara Jo Minjoon terdengar lagi.
-Bagiku Grand Chef adalah kompetisi yang menarik. Akan baik jika aku dapat menunjukkan keahlianku memasak hingga akhir.
Setelahnya adalah para juri. Ketika Jo Minjoon melihat penampilan para juri saat memakan hidangannya, Jo Minjoon tidak bisa berhenti merasa canggung. Melihat dirinya mencoba merasa tenang saat dia jelas-jelas merasa gugup, bahkan tampak di wajahnya, dia merasa malu dan frustasi. Ketika beberapa peserta menunjukkan kekaguman, Jo Minjoon semakin bertambah malu.
Penjurian berlanjut. Itu seperti yang Jo Minjoon pernah dengar. Di tengah-tengah penjurian, ada hal buruk, Jo Minjoon merasa bingung. Mengapa mereka menyiarkan seseorang yang tidak spesial sama sekali? Apakah peserta yang datang dari belahan lain itu begitu menarik?
Saat dia sedang memikirkan itu, ada beberapa yang diam-diam menatapnya. Para peserta melirik bergantian dan saling berbicara di antara mereka. Jo Minjoon nyaris tidak tahan menghela nafas. Dia tidak punya keahlian sebanyak itu, tapi mereka dengan tanpa alasan membuatnya mendapat banyak perhatian.
Namun, dengan menunjukkan wajahnya tersiar sudah cukup membuat dia mendapat alasan. Karena, dari semua peserta, casting director memilih dia yang disiarkan. Hanya dengan tidak membuat kesalahan luar biasa, kemungkinan Jo Minjoon bertahan lebih tinggi. Tapi…
“Minjoon? Kau tidak muncul sekilas tapi mereka jelas-jelas menampilkanmu. Aku juga ingin muncul…”
Marco melihat Jo Minjoon dengan tatapan yang sangat iri. Melihat tatapan itu, Jo Minjoon merasakan segala kegundahannya menghilang. Jo Minjoon tersenyum dan berkata,
“Sekarang jika aku memikirkannya, aku juga ingin muncul di layar TV setidaknya sekali, sepertinya impianku tercapai.”
“ugh… Aku juga ingin muncul di layar TV.”
Itu hanya sesaat ketika dia melihat Marco menunjukkan senyuman. Tatapan Jo Minjoon bertemu dengan tatapan Anderson yang sedang memperhatikan mereka. Dan pada saat itu, dia mengerutkan kening. Cara melihat Anderson pada Jo Minjoon sangat tidak ramah. Itu bukan cara menatap pada musuh. Namun, tatapan mengancam itu membuat Jo Minjoon gelisah.
‘Apakah itu ketidakberuntunganku?’
Dia tidak banyak bersinggungan dengan Anderson, jadi tidak ada alasan Jo Minjoon sangat membencinya. Tapi Jo Minjoon benar-benar tidak suka cara melihat Anderson padanya. Tatapan Jo Minjoon semakin tajam. Anderson mengalihkan perhatiannya pada layar TV. Itu akan sangat lucu untuk dibicarkan dengannya soal momen tatapan itu. Jadi hal yang Jo Minjoon hanya bisa lakukan adalah melihat layar TV seperti Anderson.
Dan pada saat itu, Jo Minjoon mulai berkonsentrasi tanpa berkedip. Apa yang ditampilkan di layar adalah Kaya. Adegan dimana dia membantu ibunya berjualan buah-buahan di pasar dapat terlihat sekilas, dan kemudian menampilkan foto kaya saat sedang memasak. Dia sedang memasak belut bakar.
Melihat belut bakar yang berlumuran minyak dan kecap asin adalah hal yang spektakuler meski dia sudah pernah melihat itu sebelumnya. Jo Minjoon dapat mengatakan dengan sangat yakin bahwa badan belut itu lebih indah daripada air terjun Niagara. Dan sama halnya dengan peserta yang lain.
Semua orang melihat cara memasak Kaya dengan bingung. Mereka adalah orang-orang yang tahu bagaimana mengkritisi hidangan. Samar-samar mereka bisa merasakan rasanya hanya dengan melihat persiapan hidangan itu. Dan mereka bahkan dapat menyadari kemampuan Kaya. Dapat membuat belut bakar dengan sempurna pada usia 18 tahun merupakan sesuatu yang tidak mungkin terjadi tanpa bakat dari lahir.
Sama dengan sebelumnya, tapi ada atmosfer yang berbeda terasa dari para peserta. Sudah pasti mereka memperhatikan Kaya. Itu adalah bakat dan keahlian yang membuatmu juga memperhatikan Kaya. Tapi pada saat yang sama, mereka merasa badan mereka melemah, seperti belum pernah terjadi sebelumnya. Hanya berusia 18 dan memiliki keahlian seperti itu. Dan yang paling utama, dia bahkan tidak mendapat pelatihan khusus….
Bakatnya adalah sesuatu yang membuat orang-orang ingin memilikinya dan iri dengan hanya melihatnya saja. Itu adalah keahlian yang mereka tidak pernah miliki sebelumnya, tapi mereka merasa kehilangan itu. Jo Minjoon memahami para peserta itu. Karena dia pun, saat pertama kali melihat video Kaya, juga merasakan kekaguman dan iri.
Jo Minjoon tiba-tiba menoleh untuk melihat ekspresi Marco, tapi dia menghela nafas tanpa sadar. Marco tidak tampak tertarik dengan keahlian Kaya. Dia seolah-olah ingin menyantap belut di layar TV, tapi dia hanya memperhatikan layar TV dengan mulutnya terbuka. Dia sedikit pemalu, tapi dia juga tidak normal. Jo Minjoon tidak kesal pada Marco.
“Apa kau ingin memakan itu?”
“…Hah, apa? Apa kau bilang?”
“Apa kau ingin memakan itu. Belut itu.”
“Tentu saja. Jika aku tidak suka makanan enak, badanku tidak akan menjadi seperti ini.”
Marco berbicara seperti itu sambil menepuk perutnya. Jo Minjoon membalas,
“Suatu saat, kita juga bisa membuat itu. Hidangan itu. Indera pengecap. Hari itu akan tiba saat kita menguasainya.”
“Mungkin kita sudah menguasainya.”
Mendengar jawaban Marco, Jo Minjoon melihat Marco dengan ekspresi bingung. Ketika tatapan mereka bertemu, itu Marco seolah-olah takut dan menjawab dengan tidak yakin.
“Oh, tidak… Aku mendengarnya dari TV. Itu bukan indera pengecap yang muncul melainkan indera yang terlupakan muncul kembali. Dan indera pengecap yang tertidur akan bangun seiring dengan meningkatnya keahlianmu… Tuhan, aku bahkan tidak tahu apa yang aku katakan. Biarkan seperti itu. Lupakan saja.”
“…Tidak. Itu adalah perkataan yang bagus.”
Jo Minjoon membalas seperti itu dan dia melihat ke layar TV lagi. Pujian-pujian dari para juri terdengar.
-Ini… Aku terkejut. Ini adalah hidangan terbaik yang aku coba di New York. Tidak, ini yang terbaik yang aku makan di sesi ini.
-Untuk seseorang yang bahkan belum berusia 20-an, memiliki keahlian tinggi membuat belut bakar, dia bukan orang yang biasa. Tampaknya kau diberkahi dengan banyak keahlian oleh Tuhan.
Itu adalah pujian yang tidak mengejutkan. Para peserta melihat ke layar TV. Jo Minjoon menoleh untk melihat Kaya. Dia bersandar di dinding aula dan menonton TV dengan ekspresi yang kau tidak bisa tahu apa yang dia pikirkan. Tidak, dia hampir melihat. Kaya menatap balik Jo Minjoon. Dia hampir selalu bisa merasakan ada pandangan yang tertuju padanya, seperti hantu. Kaya menggerakkan bibirnya. Jo Minjoon sekarang cukup terbiasa dengan kata-kata itu. ‘Apa yang kau lihat?’
Jo Minjoon menjawab terlalu cepat. Sejujurnya, itu hanya gurauan. Lalu Kaya pusing mencoba mengartikan apa yang Jo Minjoon katakan dengan gerakan bibirnya. Menurutnya itu adalah balas dendam yang kekanak-kanakan dan pada saat itu dia menoleh ke layar TV lagi. Jo Minjoon ditampilkan di layar TV. Ekspresi Jo Minjoon sedikit berubah. Mengapa tiba-tiba dia muncul saat menampilkan Kaya? Pertanyaannya segera terjawab. Jo Minjoon di layar TV membuka mulutnya dan berkata,
-Dia adalah peserta terbaik yang datang hari ini. Yang terbaik dari semua yang aku lihat hari ini. Dan mungkin, Dia akan menjadi yang terbaik di kompetisi ini.
-Dengan mengatakan bahwa dia akan menjadi yang terbaik di kompetisi ini apakah itu berarti menurutmu dia akan menang?
Pada pertanyaan dari PD Martin, Jo Minjoon menjawab,
– Itu akan terjadi jika tidak ada halangan.
< Pemahaman terhadap Siaran (2) > Selesai