Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak – Bagian 200: Masa penjajakan 36 orang (4)
‘…Tapi ini bukan sesuatu yang perlu kita pikirkan.’
Dave menenangkan diri sendiri. Meskipun Jo Minjoon menunjukkan kinerja yang tanpa cacat dan tampak jauh lebih baik dari level chef demi, yang bisa digunakan untuk menentukan masa depannya nanti.
Dave berkata.
“Minjoon, Rafael bilang awalnya kau tidak suka bagian gastronomi molekuler.”
“Bukan berarti aku tidak suka…aku hanya sedikit enggan.”
“Itu terdengar sama saja bagiku.”
“Bukan berarti aku tidak suka gastronomi molekuler. Ini asik dan menyenangkan. Begitulah yang aku rasakan dari awal. Namun, saat itu…aku bertanya-tanya apakah fondasiku sudah cukup kuat untuk mengerjakan gastronomi molekuler.”
“Jadi kau mengatakan saat kau mencobanya, kau merasa fondasimu kokoh? Atau apakah kau memustukan bahwa fondasi tidaklah penting?”
Jo Minjoon tidak menoleh untuk menatap Dave, dia membersihkan krim dari piring dengan kain lap saat dia menjawab dengan nada serius tapi santai.
“Keahlianku semakin meningkat bahkan ketika mengerjakan gastronomi molekuler. Lebih tepatnya, intuisiku tentang memasak. Pada akhirnya, semuanya terhubung.”
“Apa kau tidak menyesal? Aku yakin ada bahan-bahan yang kau nikmati dalam mengolahnya. Ikan, daging, atau perasaan apapun yang menginginkan kau untuk bekerja lebih dengan bahan-bahan itu?”
“Hal yang paling aku suka adalah saus. Jika ada sesuatu, bahkan dalam kategori saus, yang paling aku suka adalah menarik keluar cita rasa alami dari buah-buahan tanpa kehilangan apapun.”
Dia menjadi semakin yakin tentang yang terakhir itu pada beberapa hari terakhir. Dia tahu akan bagaimana gayanya sendiri nanti. Itu sedikit berbeda dengan naturalisasi, dia ingin mengeluarkan cita rasa hidup dari buah-buahan.
…
Tentunya, bukan berarti dia tidak suka hal-hal seperti saus demi-glace yang terbuat dari daging. Kecap asin, gochujang, kecap ikan, sayur-mayur, kacang-kacangan, dan menggunakan berbagai jenis bahan-bahan itu asyik. Namun, cita rasa yang kaya dan manis saat menggunakan buah untuk saus merupakan hal yang paling menghibur dan menyenangkan bagi Jo Minjoon.
Dave tampaknya berperan seolah sebagai penasihat iblis ketika ia mengajukan pertanyaan lanjutan.
“Tampaknya kau sudah menentukan jalurmu. Ada banyak orang yang tidak tahu bagaimana gaya mereka bahkan saat mereka menjadi chef sous. Tidakkah kau merasa mungkin kau telah menata pikiranmu terlalu dini?”
“Menurut pendapatku, mengetahui apa yang kita inginkan dengan segera tidak akan menjadi masalah.”
“Kau belum memiliki kesempatan untuk mencoba semua aspek memasak yang berbeda. Bukankah keputusanmu akan lebih akurat jika sudah mencoba lebih banyak hal?”
“Fakta bahwa aku telah menentukan gayaku bukan berarti aku tidak akan melihat hal lainnya. Aku akan melihat semuanya. Namun, aku akan menempatkan spinku sendiri pada semua itu. Aku yakin bahwa kau perlu memiliki spesialisasimu sendiri, jenis senjatamu sendiri, untuk masa depan.”
Dave tersenyum alih-alih merespon. Sejujurnya, Dave tidak berpikir bahwa sudah memiliki filosofi memasaknya sendiri itu buruk bagi Jo Minjoon. Dia hanya ingin tahu apakah Jo Minjoon benar-benar telah memikirkan segalanya untuk mengetahui filosofi memasaknya sendiri atau apakah dia memilih sesuatu karena dia hanya menyukai bagian itu dan ingin melanjutkannya.
Setelah mendengar jawaban Minjoon, menurut Dave, dia tidak perlu membaca Jo Minjoon lagi. Ketika Dave pergi ke aula dan duduk, Debra, yang baru saja selesai bercakap-cakap dengan Janet, datang dan duduk di sebelahnya. Dave tersenyum saat melihat Debra lalu bertanya.
“Bagaimana menurutmu soal chef demi guru?”
“Mereka tidak buruk.”
“Benarkah?”
“Sejujurnya mereka bagus. Aku yakin kita aka tahu lebih banyak ketika kita mencicipi makanan mereka tetapi apa yang aku lihat di sana hampir mendekati sempurna. Kau mungkin bisa memanggil mereka para elit di antara para chef demi. Bahkan chef preparasinya pun sama. Sungguh sulit menemukan sesuatu untuk mengkritik mereka.”
Debra mengangkat bahu. Tetapi ini normal. Chef demi Rose Island selalu yang terbaik. Chef-chef yang paling berbakat berkumpul di sini karena Rose Island adalah restoran yang paling terkenal. Selain semua chef yang berbakat itu, hanya yang terbaik dari yang terbaik yang bisa melewati seleksi untuk berdiri di dapur Rose Island ini. Karena semua orang berbakat dari bawah, makanan yang keluar untuk pelanggan tidak lain adalah makanan yang mendekati sempurna. Karena restoran cabang pun seperti ini, bagaimana mungkin ada perbedaan dengan restoran utama?
“Tampaknya kau menghabiskan banyak waktu dengan chef demi wanita itu.”
“Apa boleh buat. Sebagai wanita, mau tak mau aku merasa emosional ketika melihat wanita lain berusaha untuk bertahan di dapur. Aku pernah di sana sebelumnya, aku tahu betapa kerasnya melakukan itu.”
“Hanya wanita yang merasakan kesulitan? Pria juga merasa kesulitan.”
“Bukan berarti itu mudah bagi pria. Ini bukan tentang siapa yang lebih baik. Pria dan wanita itu berbeda. Dan tidak mudah untuk bertemu seseorang yang bisa membimbingmu menavigasi perbedaan itu. …Tentunya, itu sungguh tidak masalah di sini karena guru Rachel ada di sini. Jadi, mungkin aku melakukan lebih banyak entah kenapa.”
“Tapi itu hal yang bagus. Kau terbiasa menderita dengan masalah itu di masa lalu, tetapi sekarang kau ada di posisi di mana kau bahkan bisa memberi saran pada orang lain.”
Dave tersenyum lembut. Saat Debra mengangkat bahu lagi, mereka mendengar suar mesin aneh dari luar restoran. Ketika mereka menoleh ke jendela, mereka melihat bis TK berhenti di luar.
Debra bertanya dengan nada agak cemas.
“Apa ada sekolah TK dekat sini?”
“Hanya satu anak yang turun jadi mungkin dia tinggal di sekitar sini.”
“…Dia tampaknya berjalan ke sini?”
Gadis berambut coklat yang mengenakan terusan berpola tetesan air, Ella, sedang berjalan menuju restoran. Beberapa saat kemudian, tangannya yang kecil membuka pintu restoran. Setelah melihat wajah dari 36 orang yang tidak familier di aula dan dapur, Ella terkesiap lalu dia mulai cegukan.
“Ini, ini tempat yang benar…”
Dia tampak takut dengan stuasi yang tiba-tiba ini dan melangkah mundur untuk melihat bangunan lalu kembali masuk ke dalam dengan wajah hendak menangis. Bagian luar bangunan, bagian dalam bangunan, dan bahkan furnitur, semuanya sama, tetapi orang-orangnya berbeda. Ella menggigit bibirnya. Dia takut, tetapi dia tidak mau menangis. tetapi Ella tidak bisa melakukan sesuatu dengan air mata yang terbentuk di matanya. Pada saat itu,
“Ella, apa yang kau lakukan di sana? Ayo cepat masuk.”
“Paman!”
Ella tampak sangat lega saat dia beranjak dan memeluk Minjoon. Melihat Minjoon menepuk punggung Ella yang tersedu-sedu, Dave bertanya seolah dia bisa memahami situasi ini.
“…Apa yang…siapa anak itu?”
“Ah, dia adalah putri dari patissiere kami. Putri Rose Island. Dia sering datang ke restoran.”
Jo Minjoon tersenyum saat dia menenangkan Ella. Minjoon mengambil tisu dari meja lalu menempelkan ke hidung Ella.
“Oke, keluarkan.”
“Srooottt!”
Ella mengeluarkan ingus sekuat tenaga. Kemudian dia melihat Jo Minjoon dengan mata yang masih berkaca-kaca saat dia bertanya.
“Ada banyak sekali orang-orang hingga kupikir aku tersesat.”
“Apa yang harus kau lakukan jika kau tersesat?”
“Mm…Aku harus menelpon ibuku.”
“Dan jika kau tidak bisa mengingat nomornya?”
“Aku harus menelpon 911!”
“Ellaku pintar sekali.”
Ella tersenyum mendengar pujian dari Minjoon seolah dia tidak pernah takut pada awalnya. Debra tersenyum saat dia bertepuk tangan diam-diam.
“Wow, aku sungguh ingin belajar keahlian itu. Aku mutlak tidak punya ide apa yang harus dilakukan ketika keponakanku mulai menangis.”
“Dia baik terhadap orang-orang, sama seperti pada asistennya.”
“Terima kasih atas pujiannya.”
Jo Minjoon tersenyum saat mengangguk. Debra melirik ke belakang Jo Minjoon. Pada saat Jo Minjoon keluar dari dapur, sekitar tiga orang chef kepala yang berada di dapur mengikutinya keluar. Apa mereka sungguh mengawasi junior yang mungkin Rachel coba untuk dandani ini?
‘Kalau begitu aku sebaiknya mengatasi rasa penasaran mereka.’
Dave berkata.
“Minjoon, kudengar restoran akan mengubah menunya setiap 15 hari seperti sebelumnya.”
“Iya. Lebih tepatnya, bahan-bahannya yang berubah, bukan menunya. Kami selalu punya bahan musiman. Tentunya, ini adalah sesuatu yang kalian semua chef kepala tahu lebih dari aku.”
“Mengganti bahan juga membutuhkan perhatian pada perbedaan-perbedaan dalam mempersiapkannya. Apa kau sudah siap untuk selalu mampu menyesuaikan diri dengan baik pada perubahan itu? Bukan, aku yakin kau bisa menjawab pertanyaan ini dengan mengatakan kau percaya diri. Jadi, aku akan mengganti pertanyaannya. Bagaimana rencanamu dalam menyesuaikan perubahan itu? Apa aku terlalu banyak menggali?”
“Tidak. Kau bilang seluruh harga dirimu adalah restoran pusat Rose Island. Karena aku akan memegang sebagian harga diri itu, maka wajar bagimu untuk penasaran pada hal-hal semacam itu.”
Sungguh bukan itu yang dimaksud Dave. Dari awal, tidak ada dari mereka berpikir bahwa Rachel akan mengizinkan chef demi untuk membuat kesalahan. Mereka tidak khawatir tentang reputasi Rose Island sama sekali. Ini adalah Rachel yang mereka bicarakan. Terlepas dari 36 chef kepala yang berkumpul di sini hari ini, tidak ada di antara mereka yang akan mampu mengatakan bahwa mereka lebih baik dari Rachel. Dia adalah mentor mereka, guru mereka, dan yang paling penting, panutan mereka sebagai chef.
Apa yang membuat mereka penasaran adalah orang bernama Jo Minjoon. Dia adalah orang pertama di dunia dengan indera pengecap yang mutlak dan juga orang pertama yang di bina Rachel secara pribadi dan membuatnya tertarik. Mereka ingin tahu batas potensinya, juga bagaimana citra yang ingin diciptakan Rachel melalui dirinya,…mau tak mau mereka penasaran.
‘…Apa dia berpura-pura sengaja tidak tahu?’
Dave tersenyum dengan lembut sembari juga menginspeksi ekspresi Jo Minjoon. Dia tidak tampak berpura-pura rendah hati. Seharusnya hal itu berarti bahwa dia sungguh tidak tahu apa yang dibicarakan mereka tentangnya, juga masa depan potensial yang tersimpan untuknya…
‘Alan menyebutkan bahwa orang ini tidak menganggap dirinya jenius.’
Apakah itu adalah kerendahan hati ataukah dia hanya tahu bagaimana menilai bakatnya sendiri dengan akurat? Dave bisa melihat kemampuan Jo Minjoon yang menakjubkan. Tidak hanya lidahnya yang berkembang, cara dia menjalankan bagian ini. Ada…
‘Sebelumnya, dia menyebutkan bahwa dia paling suka saus.’
Lebih realistisnya, siapapun yang menjalankan dapur berskala besar cenderung berakhir fokus terhadap saus. Dia tidak punya pilihan. Meskipun seseorang tertarik dalam memasak stik atau membuat pasta dan meraih level master pada area itu…begitu orang itu menjadi chef kepala, mereka tidak akan memasak. Mereka hanya bisa mencampuri secara tidak langsung seperlunya.
Oleh karena itu, tidak peduli betapa berbakatnya seseorang, kualitas hidangan yang mereka sajikan pada pelanggan ketika mereka menjadi chef kepala bisa jadi buruk sekali. Faktanya, hal ini sebenarnya sangat sering terjadi.
Namun, saus tidak akan menghadapi masalah yang sama. Chef kepala spesialis saus tidak akan fokus pada masakan daging atau tekstur al dente suatu pasta, tetapi pada saus yang menyelimutinya. Dan saus adalah sesuatu yang benar-benar tidak bisa salah, siapapun yang membuatnya, sepanjang dia mengikuti resep dengan benar.
‘Itu keputusan bijak.’
Karena itulah sarannya akhir-akhir ini adalah berupaya membuat saus jika kau ingin menjadi chef kepala restoran mewah. Tetapi hal itu sungguh tidak mudah dilakukan saat kau masih chef demi. Tidak peduli apakah kau di bagian pasta, hidangan penutup, atau bahkan hidangan utama, sulit untuk meletakkan semua usahamu ke dalam saus.
Pada aspek itu, fakta bahwa Jo Minjoon berakhir di bagian gastronomi molekuler adalah sebuah kesempatan baginya. Gastronomi molekuler punya banyak hidangan yang berkaitan dengan saus atau berfokus pada saus sebagai intinya. Hasil dari menggabungkan bahan-bahan yang berbeda, cita rasa yang diciptakan saat bahan-bahan bertemu teknik gastronomi molekuler juga berbeda…ini akan menjadi momen Jo Minjoon dalam mempelajari ini semua dengan baik.
‘Apa dia sungguh berakhir di bagian gastronomi molekuler secara kebetulan, ataukah tujuannya adalah itu…’
Jika tujuannya itu, dia sungguh seekor rubah licik. Pada saat Dave tenggelam jauh dalam pikirannya. Mungkin staf menemukan Dave menjadi mudah dipengaruhi ketika ia terus berbicara dengan Jo Minjoon. Ketika mereka mendekati Dave dan meminta wawancara, Dave secara alami tidak menolaknya. Di sudut aula ada PD Pabo, berdiri dengan senyum formal lalu berkata.
“Suatu kehormatan bertemu denganmu, Dave.”
“Tidak perlu memuji seperti itu. Aku hanya salah satu chef biasa di dunia ini.”
“Jika chef kepala bintang tiga sudah umum, adegan memasak negara kita akan mendominasi dunia.”
Formalitas itu tidak berlangsung sangat lama. Segera Pabo memulai pertanyaannya.
“Aku yakin kau sudah mendengar rumor dalam dunia memasak bagaimana Chef Rachel berpikir untuk membuat Chef Minjoon menjadi pewarisnya. Namamu selalu berada dalam daftar pewaris potensial Chef Rachel, jadi bagaimana menurutmu soal ini?”
“…Kukira jawabanku atas pertanyaan ini bisa membangun atau malah menghancurkan citraku.”
“Jadi silakan berpikir dengan seksama sebelum menjawab.”
Dave tersenyum kecut. Meskipun dia mungkin mendedikasikan hidupnya pada memasak, bahkan dia tidak benar-benar terbebas dari hal-hal yang disebut keserakahan. Rachel tidak punya anak, dan hal ini membuat banyak chef kepala berharap bahwa dia akan menyerahkan Rose Island pada salah satu dari mereka di masa depan.
Tidak semua dari mereka seperti ini, tetapi hal ini adalah alasan kebanyakan dari mereka sangat sadar akan keberadaan Minjoon. Jika Jo Minjoon benar-benar penerus Rachel, mereka tidak tahu apakah dia hanya akan mendapatkan kendali penuh atas restoran di Venesia ini … … atau kontrol penuh atas merek Rose Island dan semua lokasi di seluruh dunia.
Sejujurnya, Dave sungguh tidak peduli dengan uang. Jika iya, dia tidak akan pernah bekerja di Rose Island. Dia akan bekerja sebagai chef hotel. Hanya ada satu yang dia inginkan.
“Rose Island telah menjadi seluruh hidupku. Dan aku bahkan tidak pernah menyesali keputusan itu sekalipun.”
“Iya, itu memang kehidupanmu yang menakjubkan.”
“Aku yakin chef-chef lainnya mungkin merasakan hal yang mirip dengan yang kurasakan. Meskipun berbicara tentang sesuatu seperti ini, ketika guru Rachel secara pribadi tidak mengatakan apa, ini tampak menyedihkan …… tapi karena kau bertanya padaku, mau tak mau aku memilih untuk tidak menjawab. Iya. Jika aku jujur padamu, jika dia menjadi pewaris saat ini, aku tidak akan menerimanya. Dia jelas berbakat dan mungkin akan menjadi chef yang menakjubkan. Namun, dia belum siap. Dia masih chef demi dan masih perlu berkembang lebih lanjut. Bergantung pada seberapa jauh dia bisa berkembang, sikap chef-chef lainnya juga akan berubah.”
“Ketika kau mengatakan sikapnya…apa maksudmu perasaan mereka tentang apakah iya atau tidak dia akan memegang kendali penuh atas merek Rose Island?”
“Semacam itu. Jika dia tumbuh menjadi chef biasa, tidak ada yang akan menyetujuinya, jika dia mampu menunjukkan bakat luar biasa dan hidangan menakjubkan selevel guru Rachel atau guru Daniel …… “
Dave mengangkat bahu.
“Siapapun yang waras tidak akan berusaha untuk mengadilinya?”
< Masa Pejajakan 36 orang (4) > Selesai