God of Cooking – Bagian 203 < Masa penjajakan 36 orang (7)>
Translator : Hennay
Editor : MEIONOVEL.ID
Bahkan setelah acara pencicipan Rachel berakhir, para chef kepaa tidak langsung meninggalkan tempat. Seharusnya itu bukan berarti mereka tidak sibuk karena chef kepala adalah interior terindah dari sebuah restoran. Beberapa chef kepala terbang ke sini tanpa ragu karena mereka sedang libur, tetapi kebanyakan dari mereka tidak. Beberapa chef juga harus menempuh penerbangan selama 10 jam lebih, jadi logikanya, seharusnya mereka sudah pergi sekarang agar tepat waktu pada jadwal mereka.
Tetapi hanya beberapa yang pergi karena mereka juga manusia. Rose Island cabang Venice adalah rumah mereka dan Rachel Rose adalah ibu mereka. Ada alasan kenapa mereka tidak bisa pergi. Khususnya ketika mereka kembali ke rumah dan ibu mereka setelah 10 tahun.
“Guru akan menghubungiku, kan?”
“Iya. Aku bosan hidup seperti orang yang sudah mati. Jadi, jangan khawatir.”
“Bagaimana mungkin aku tidak khawatir. Guru sudah hidup seperti itu selama 10 tahun. Guru akan mendapat 10 tahun lagi kekhawatiranku.”
“Tampaknya aku akan mati sebelum mendapat semua perhatian itu. ……Ya Tuhan, oke. Jangan melihatku dengan galak seperti itu. Aku bisa bercanda dan bersenang-senang seperti ini karena aku sudah tua sekarang. Brengsek.”
Dengan malu-malu Rachel mengalihkan pandangan dari para murid-muridnya yang menatapnya dengan galak. Dia akan mengumpati mereka untuk sorot mata mereka yang seperti itu jika dia masih muda, tetapi sekarang, itu canggung melihat dia diam saja.
‘…Ini sungguh menunjukkan kalau Guru sudah tua. Mengecewakan.’
Mau tak mau, mereka berpikir seperti itu. Chef Rachel masih tetap kuat. Bukan, dia mungkin lebih baik dari sebelumnya. Tetapi Rachel …punya kelemahan dan kesepian yang tidak pernah ada sebelumnya. Itu hal yang alami dirasakan orang lansia, tapi melihat itu tetap saja menyedihkan.
“Raphael. Aku meminta padamu! Jaga dengan baik chef kita.”
“Aku akan melakukannya sebaik mungkin. Tetapi jangan khawatir. Isaac bersamanya. Dia adalah manager terbaik di dunia.”
Saat Raphael mengatakan itu, Jo Minjoon mengangguk setuju. Sama seperti yang dikatakan Raphael, Jo Minjoon tidak banyak bertemu seorang manager, tapi Isaac sangat sempurna yang mana tidak bisa lagi berharap lebih.
Isaac melakukan banyak sekali pekerjaan. Managemen restoran utama Rose Island, managemen umum semua cabang dan juga berjejaring dengan penjual yang memasok bahan-bahan. Dengan begitu, dia juga adalah sekretaris Rachel, jadi tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa Rachel tidak bisa melakukan semuanya tanpa Issac.
‘…… Tapi dia agak sulit bersamanya.’
Bahkan Janet dan Anderson tidak bisa setegas Isaac. Pada saat memikirkan itu, Deborah muncul di depannya dengan sepotong stik dengan puree alpukat, krim jeruk japonica, dan Half Glaze Sauce.
“Hai, Minjoon. Apa kau bisa mencicipi ini?”
“Ah, iya. sini!”
Jo Minjoon menerima piring itu. Sebenarnya dia sungguh kenyang. Tidak hanya Deborah, banyak sekali chef kepala yang ingin Jo Minjoon menyantap hidangan mereka. Khususnya chef yang berbintang rendah atau yang peringkatnya turun, mereka membawa banyak hidangan untuk Jo Minjoon.
Mungkin mereka ingin tahu apa masalah yang sangat buruk dengan pertolongan si superpencicip itu. Untuk itu, Jo Minjoon tidak bisa mengabaikan mereka meskipun dia kenyang.
“Seperti yang selalu kukatakan, level pencicipanku tidak…”
“Tidak setinggi yang kau pikirkan. Aku hanya bagus dalam mendeteksi bahan-bahan. Aku sudah sering mendengar itu. Aku tidak selugu itu untuk terpengaruh dengan ucapanmu, jadi jangan khawatir.”
“……Oke. Tentu. Baiklah, pertama ini lezat. Hidangan ini memiliki setiap elemen yang harus dimiliki makanan tetapi …… Jika saya harus mengomentari ini, saya akan mengatakan tidak ada yang asyik dalam hidangan ini. “
“Asyik?”
Deborah menjawab seolah dia tidak menduganya. Jo Minjoon mengangguk.
“Aku mengatakan ini sebagai pelanggan nomor satu yang memiliki selera modern, bukan sebagai Minjoon si superpencicip. Ketika orang-orang mencari sebuah restoran mewah mereka berharap menyantap makanan lezat. Dengan itu, mereka ingin menyantap sesuatu yang tidak pernah mereka makan sebelumnya, sesuatu yang mereka tidak berani menebak bagaimana itu dibuat.”
“Hmmm…jadi kau mengatakan stik ini biasa saja?”
“Ini stik yang mengagumkan untuk dibilang stik biasa, tapi secara kasar betul.”
“…Haa, sayangnya beberapa epicurean selalu bersikap kasar. Mereka tidak memberiku bintang lagi karena terlalu biasa.”
Jo Minjoon tidak bisa mengatakan apa-apa pada keluh kesah Deborah. Kekhawatiran seorang chef kepala adalah sesuatu yang terlalu besar baginya untuk dipikirkan.
Setelah mencicipi makanan Debora, chef lain datang menginginkan Jo Minjoon untuk mencicipi makanannya juga. Sayangnya, Rachel membuka mulut.
“Anak-anak. Jangan mengisengi Minjoon. Ketika restoran utama sudah stabil, aku akan berkunjung ke restoran kalian masing-masing.”
“Apa? Benarkah?”
Semuanya gembira dengan pengumuman Rachel. Biasanya chef kepala tidak akan suka diatur oleh orang lain meski itu adalah manager lain, tapi Rachel adalah pengecualian. Mereka tidak menganggap Rachel sebagai kompetitor mereka. Rachel tersenyum lembut.
“Jangan terlalu gembira. Aku berencana menjadi secerewet mungkin. Jadi jangan serakah dan lakukan sesuatu mulai saat ini, lakukan saja yang terbaik, dan sajikan hidangan terbaik pada tamu mulai sekarang. Ini tidak dihitung sebagai teknik, bukan?”
Ucapan Rachel tampaknya berpengaruh. Ada orang-orang yang ingin Jo Minjoon mencicipi hidangan mereka, tetapi bukan karena mereka ingin menantang diri mereka sendiri …… tetapi lebih karena mereka ingin membuat si super pencicip mencicipi makanan mereka.
Dan sekarang Dave memberi Jo Minjoon hidangan yang lain. Itu adalah hidangan ikan kakap yang dimasak dengan mentega dan minyak zaitun dengan teknik arroser dan ada gula yang dilelehkan dengan obor gas. Dia atasnya adalah busa jeruk nipis yang dibawahnya ada saus yang terbuat dari alpukat dan minyak zaitun.
Ini lezat. Tidak, ini lebih dari lezat. Ini sama enaknya dengan hidangan ikan kakap yang Rachel mengizinkan mereka membuatnya. Jo Minjoon melihat Dave dengan kerlip di matanya. Level memasak 9. Dia selevel dengan Rachel. Tentunya ada chef-chef lain yang berlevel 9, tetapi tidak banyak. Dia sebagus itu. Jo Minjoon berbisik.
“Sejujurnya, di antara makanan yang diberikan semua chef, Aku paling suka buatanmu, Chef.”
“Kenapa kau berbisik? Katakan dengan keras agar semua orang dengar.”
“Ah, tunggu. Aku tidak mau orang-orang membenciku.”
Dave tertawa mengejek pada Jo Minjoon. Dave duduk di sebelah Jo Minjoon lalu mulai berbincang.
“Pasti ada waktunya saat kau harus memilih sebagai chef. Mungkin kau sudah mengalami itu sebelumnya.”
“Pilihan apa?”
“Saat ini, kau mengerjakan masakan molekul, itu juga merupakan sebuah pilihan. Orang dengan skor terbaik mengerjakan masakan molekul, kan? Maka kau hanya bisa memberikan sedikit usaha. Kau melakukan yang terbaik, itu adalah pilihan.”
“Kukira kau bisa memahaminya sepeti itu.”
Jo Minjoon berseri-seri dengan bangga. Dave tersenyum lalu lanjut berbicara.
“Menurutku, bagian masakan molekul sudah tepat untukmu. Semacam sebilah roda gigi yang pas dengan sempurna. Aku tidak yakin betapa hebatnya nanti, tapi aku menantikannya.”
“Terima kasih. Karena seorng chef hebat seperti Dave mengatakan itu padaku, aku merasa berada di langit ketujuh. Jadi menurutmu, apa yang akan aku pilih berikutnya?”
Dengan wajah penasaran, Jo Minjoon bertanya. Sama seperti mereka yang ingin komentar dari super pencicip, Jo Minjoon pun ingin nasihat mendalam dari pengalaman mereka. Beruntungnya, Dave adalah orang yang tepat untuk itu. Dia berpikir sejenak dan perlahan membuka suara.
“Yah, pada saatnya nanti, kau harus memilih di mana bagianmu. Ada beberapa jenis chef. Pertama, chef masakan otentik dan chef masakan molekul itu berbeda, seorang chef yang hanya di dalam dapur dan chef berbintang yang berdiri di depan kamera itu berbeda. Beberapa orang menggunakan bahan-bahan mahal untuk mendapatkan pujian keren,, sementara yang lain menggunakan bahan-bahan murah untuk membuat makananan umum. Ada chef kepala yang fokus memimpin dan mengelola dapur dan ada seniman yang berpikir hal itu tidak berarti, mereka ingin memasaknya sendiri.”
“…Aku sungguh berpikir manusia punya keserakahan yang tak ada habisnya. Aku ingin melakukan semua yang kau katakan padaku.”
“Yaaa. Aku ingin mendukungmu…tapi setidaknya untuk sekarang aku tidak pernah melihat seseorang yang bisa semuanya. Kau harus memilihnya suatu hari nanti. Dan ketika saatnya datang, berpikirlah. Berpikirlah hingga saat-saat terakhir. Tidak masalah meskipun itu butuh berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Karena setelah kau selesai memikirkannya, pilihan akan mengubah hidupmu mulai dari sana.”
“Ini rahasia, tapi sebenarnya aku suka berpikir. Jadi apa yang kau katakan padaku tidak tampak sulit bagiku.”
“Itu bagus.”
Dave tersenyum. Senyumnya keren dan menawan untuk ukuran pria. Sebuah senyuman yang akan membuat orang berpikir mereka ingin menjadi chef yang tersenyum seperti itu di masa mendatang. Jo Minjoon melihat-lihat. Dia melihat Rachel berdiri di antara chef-chef terkenal di seluruh penjuru negeri.
“Aku ingin tempat seperti ini.”
“Tempat?”
“Tempat di mana guru dan murid berkumpul, berbincang, dan memikirkan tentang kecemasan mereka bersama-sama. Itu semacam pemandangan yang luar biasa.”
“Itu aneh. Minjoon. Kau sudah punya.”
Dia melihat Jo Minjoon. Jo Minjoon bingung. Dave tersenyum padanya.
“Kau adalah bagian dari keluarga kita. Bagian dari pemandangan ini. Tidak perlu melihat ini dari belakangnya.”
“…Kau benar. Iya. Itu aneh. Entah kenapa terasa jauh dariku.”
“Apa kau ingin merasakannya lebih dekat?”
Jo Minjoon bingung dengan ucapan Dave. Dave melihat ke sekeliling dan berteriak dengan suara keras.
“Guru, teman-teman, ayo berfoto.”
“Ah, iya. Tidak terpikir soal itu. Kita juga tidak punya banyak kesempatan untuk berkumpul seperti ini.”
“Ella mau berfoto!”
“Jangan, Ella. Kau terlalu kecil.”
“…Aku bisa naik ke meja.”
Ella memberengut, wajahnya cemberut. Jo Minjoon tersenyum dan menepuk Ella.
“Bagaimana kalau kita berdua berfoto setelahnya. Ella boleh mendapatkannya.”
“Oke……”
Dia tidak mencoba untuk menunjukkannya, tetapi tampaknya dia kecewa. Semua chef, penyaji, pemanggang, berkumpul di depan dapur. Jo Minjoon memegang kamera. Dia mengatur penghitung waktu dan buru-buru berdiri di belakang Ella. Dan menaikkan bibir Ella yang cemberut dengan jarinya.
Klik. Lampu flash menyala.
< Masa penjajakan 36 orang (7) > Selesai