Dewa Memasak – Bagian 209: Langkah pertama (3)
Translator : Hennay
Editor : MEIONOVEL.ID
Profreader : CHGAI
‘Level 6, akhirnya.’
Senyuman muncul di wajah Jo Minjoon. Ini adalah momen yang penuh arti baginya. Tidak hanya karena levelnya naik. Bukan. Apa yang penting baginya adalah fakta bahwa dia naik dalam waktu singkat setelah bergabung dengan Rose Island.
Tentunya, dia naik cukup cepat selama Grand Chef. Akan tetapi, hal itu sangat tak terhindarkan. Lagipula, dia telah bersaing dengan beberapa chef yang lebih baik darinya. Di Rose Island, dia akan diusir begitu dia mengacau. Dengan harus membuat hidangan baru dalam tekanan besar… di sana, dia telah berkembang, itu adalah hal yang tak terhindarkan.
‘Setidaknya, aku tahu sedikit lebih banyak tentang tema sebelumnya.’
Tema berganti beberapa kali berikutnya pada program acara. Tetap saja, selama tahap awal, pengetahuannya dari masa depan sedikit membantunya.
‘Aku harap aku bisa menggunakan ini di restoran juga.’
Andai dia punya banyak sekali pengalaman dengan restoran, dia akan mampu memprediksi tren makanan di masa depan dengan baik. Namun, dia hanya bekerja di satu restoran sebelumnya, dan dia sungguh belajar berbagai resep atau budaya makanan di seluruh dunia. Berusaha memprediksi tren makanan hanya dengan pengalaman itu merupakan usaha yang bodoh.
“…Plus, berusaha mengetahui tren di sini, itu hanyalah kebodohan.”
“Apa itu?”
“Oh, maaf. Aku sedang berbicara pada diri sendiri.”
Maya tampak sangat gugup, melihat bagaimana dia tersentak begitu mendengar Minjoon mengatakan hal itu tadi. Minjoon tersenyum meminta maaf pada Maya lalu menggelengkan kepalanya. Rose Island adalah sebuah restoran yang tidak mengikuti tren. Orang bilang, restoran itu juga bukan yang menetapkan tren.
Rose Island ….seperti seekor anaconda. Kebanyakan, Restoran itu, dengan perlahan dan hati-hati menunjukkan apa yang diinginkan pelanggan, tetapi kadang-kadang, hal itu juga hanya akan mencabut preferensi pelanggan dengan kekuatan mentah. Bagi Rose Island, kekuatan mentahnya itu adalah kesempurnaan.
Yang terjadi sesekali, skor hidangan bernilai 7, tetapi Rachel dengan cara yang sederhana akan menaikkan skor itu hanya dengan kata-kata. Minjoon mengalami ini beberapa kali selama kompetisi, tetapi hanya saat dia masuk dalam zona. Namun, Rachel mampu membuat ini terjadi kapan pun, dan di mana pun.
‘Dia bisa melihat sesuatu yang tidak bisa kita lihat.’
Minjoon ingin bisa melihat itu. Dia ingin merasakannya. Dia ingin membuat ini dan itu. Saat ini, dia hanya melakukan pekerjaannya sebagai perpanjangan tangan Rachel. Tetapi dia ingin menjadi otaknya suatu hari nanti. Dia ingin tahu bagaimana perasaan saat mampu memperlakukan para chef yang tak terhitung jumlahnnya. Inilah apa yang diimpikan Minjoon. Dia ingin menciptakan hidangannya sendiri yang sempurna.
Memikirkan ini membuat Minjoon lapar. Keinginan ini semakin buruk dan bertambah buruk semakin ia mendorongnya. Tetapi saat ini, dia harus mengesampingkannya bahkan mengabaikannya. Dia harus memangkas keinginannya itu saat dia bekerja. Ini adalah dapur Rachel dan dia adalah tangannya. Dia tidak bisa mengotori hidangan Rachel dengan sesuatu yang bodoh semacam keinginannya itu. Dia tidak bisa memberikan makanan semacam itu pada pelanggannya.
Minjoon tidak bodoh. Dia tahu dengan baik apa yang para chef lain dan epicurean katakan tentangnya, tentang pewaris Rachel Rose. Seseorang yang mungkin akan bertanggung jawab tidak hanya restoran utama, tetapi semua cabang restoran juga…
Seseorang yang mungkin layak menjadi teman di masa depan. Dia sudah mendengar ini sedikit dari orang-orang di sekitarnya.
Akan tetapi, kata-kata semacam itu hanya diutarakan untuk membuat Jo Minjoon gugup. Minjoon tidak ingin memikirkan apapun selain makanan yang ada di depannya. Dia tidak ingin merespon kebaikan Rachel dengan keserakahan bodohnya. Beberapa orang akan menyebut Minjoon bodoh karena berpikir seperti ini tetapi dia menyukai sisi dirinya yang itu.
Dan sikap yang dia ambil untuk dirinya sendiri itu sangat kentara. Setidaknya, bagi Rachel. Lagipula, Minjoon melakukan yang terbaik untuk tidak bersikap buruk meski telah mendengar semua rumor tentang dirinya. Hal ini membuat Rachel semakin bangga pada pria itu.
‘Pewaris, hah…’
Rachel ingin terus merenungkan kata-kata itu, tetapi dia tidak bisa. Rachel melantangkan suaranya.
“Havierre! daging domba itu akan kematangan 5 detik. Keluarkan kisi itu!”
€
“Sial, bagaimana mungkin kita pergi ke restoran lain setelah ini?”
“Ini terasa terlalu enak, bukan?”
Joseph menyeringai saat dia mengambil sesuap pasta di depannya. Itu adalah spaghetti yang disajikan dengan ikan kakap dan pure ikan kakap. Segera setelah makanan masuk ke mulutnya, matanya menjadi tajam luar biasa. Cita rasa ini jauh lebih kuat daripada yang ditunjukkan Anderson di kompetisi. Hampir terlalu enak, bahkan setelah memperhitungkan Rachel.
“Purenya… sangat lembut sekali. Ikan kakap tidak berlebihan pula untuk pasta Betapa bagusnya ini. Aku tidak begitu yakin apakah aku seharusnya memuji chef Rachel untuk kepemimpinannya ataukah kemampuan chef Anderson dalam hal ini…”
“Apakah mengomando dapur sebegitu sulit?”
“Jika aku boleh jujur, sebenarnya seorang chef kepala yang dapat mengikuti alur dapur itu sangat jarang. Itu tak terhindarkan. Lagipula, seorang chef kepala juga manusia. Tidak mudah untuk mengikuti aksi sepuluh chef yang berbeda di dapur.”
Seseorag dapat dengan mudah mendeteksi sebuah isyarat kekaguman dari suara Joseph. Mau tak mau, Sera terkejut akan hal itu. Joseph adalah chef yang dihormati dalam industri restoran. Dia juga terkenal. Seseorang selevel itu sedang mengekspresikan sedikit kekagumannya pada Rachel.
Sera mengambil sesuap lagi pasta, berusaha lebih fokus lagi pada citarasa kali ini. Apakah itu berkat cara Joseph menggambarkannya? Hidangan ini terasa jauh lebih baik daripada sebelumnya. Saat dia mengunyah, dia bisa merasakan sedikit pasta yang belum matang di bagian tengah mie.
‘Aldente’ yang sempurna adalah topik hangat di antara banyak orang, tetapi sebagian besar menerima bahwa itu adalah hal subjektif. Well…Setidaknya, entah seperti itu atau baru mencoba pasta di Italia.
Tetapi spaghetti tidak subyektif sama sekali. Itu mutlak. Sulit untuk membayangkan pasta yang lebih sempurna setelah dia mencicipi ini. Sera tersenyum. Bukan senyum palsu untuk televisi, melainkan senyum bahagia yang sesungguhnya.
“Cita rasa ini sangat luar biasa. Ini mungkin lebih baik dari pasta di Italy.”
“Orang yang bertanggung jawab untuk pasta pastilah sangat bertalenta. Plus, Rose Island hanya mengolah bahan-bahan terbaik dari produsen-produsen yang paling terkenal. Padahal, kukira akan lebih akurat bagiku untuk mengatakan bahwa produsen muda yang bekerja dengan Rose Island semuanya menjadi sangat terkenal selama bertahun-tahun.”
“Jadi Rose Island bukanlah satu-satunya restoran yang mengalami pertumbuhan.”
“Kebanyakan restran tumbuh seperti ini. Padahal tentu saja, seseorang harus memilih orang-orang baik untuk tumbuh bersama.”
“Rachel sungguh beruntung, hah. Ngomong-ngomong soal itu, Joseph, bagaimana perkembanganmu? Apa menurutmu kau telah memilih orang-orang bagus untuk bekerja denganmu?”
“Seringnya, iya.” Beberapa dari mereka menyerah di tengah, ingin menjadi tukang kayu atau aktor. Itulah kenapa aku menghampiri beberapa produsennya Rose Island sesekali, tetapi … mereka tidak tampak sangat bersedia untuk bekerja denganku.”
Joseph menghabiskan hidangannya saat dia mengatakan ini. Tekstur pasta benar-benar tak tertahankan.
“Aku penasaran apakah chef Anderson telah berkembang ataukah chef Rachel yang sangat bagus, tetapi kukira itu bukan masalah. Dengan makan yang seenak ini, jelas keahlian seseorang telah berkembang.”
“Ada alasan mengapa chef kepala Rose Island semuanya disebut monster.”
“Para chef di restoranku sangat hebat juga.”
“Tapi tidak sehebat para chef di sini.”
“… Itu menusukku di tempat yang benar-benar sakit, ya.”
Jeremy menyeringai mengejek pada wajah muram Joseph. Sera meghela napas kecewa.
“Aku agak sedih datang karena untuk program acara TV. Aku ingin menikmati waktuku menikmati makanan.”
“Ck ck ck, kau seharusnya tidak boleh mengatakan itu sebagai selebriti. Kau seharusnya dengan gembira menjelaskan cita rasa makanan yang kau santap.”
“Aku masih jauh, hah.”
Sera berkespresi malu pada sindiran Jeremy. Penyaji mengeluarkan sorbet. Duo mint + Jeruk nipis membersihkan lidah dengan sangat baik. Minuman itu untuk mengatur ulang lidah mereka sebelum menuju ke hidangan utama. Sera menoleh ke Joseph.
“Menurutku, Minjoon yang membuat ini. Bagaimana menurutmu?”
“Mengagumkan. Minjoon tampak sangat gugup dengan hidangan penutup beberapa waktu yang lalu. Tentunya, ini bukan sebuah hidangan penutup, tetapi ini tetap sangat enak. Hampir tidak bisa dipercaya bahwa minuman ini enak sebagai pembersih langit-langit mulut.”
“Tampaknya Anderson dan Minjoon banyak berkembang di sini.”
“Ada alasan mengapa banyak sekali chef ingin bekerja di sini. Mereka akan mengalami perkembangan besar-besaran di tempat seperti ini.”
Pada saat hidangan utama akan datang, tepuk tangan meriah terdengar dari aula. Rachel keluar dari dapur untuk berbicara.
“Terima kasih telah percaya pada seseorang yang telah mati selama satu dekade. Saya berharap Anda menikmati makanan yang saya sajikan hari ini. Saya berusaha yang terbaik untuk memenuhi ekspektasi Anda yang tumbuh selama 10 tahun terakhir.”
Riuh tepuk tangan terdengar lagi. Bahkan beberapa orang bersiul. Lisa, yang sedang melihat Rachel dari belakang, tampak ingin menangis. Ini adalah tempat ayahnya yang telah menunggu selama sepuluh tahun. Dia bahagia bisa di sini, di tempat Jack, tetapi … dia juga merasa sangat sedih karena ayahnya. Seorang pemanggang yang berdiri di sebelahnya berseru terkejut.
“Lisa, kau menangis?
“Tidak, tidak.”
“Tapi…”
Seorang pemanggang lain menghentikannya sebelum berkata lebih lanjut. Lisa diam-diam memperhatikan Rachel. Chef kepala sekarang sedang menyapa pelanggan secara pribadi. Tentunya, tidak berbeda pula dengan Joseph dan lainnya yang ada dalam ruangan.
“Sudah lama sekali, ya Rachel.”
“Oh, Sera. Aku tidak melihatmu sejak perjalanan kuliner. Bagaimana makanannya?”
“Apa perlu ditanyakan? Ini menakjubkan! Aku tidak akan pernah melupakan restoran seperti ini!”
“Terima kasih atas pujiannya. Apa yang paling kau sukai sejauh ini?”
“Hidangan penutupnya belum keluar, jadi aku tidak bisa mengomentari itu tetapi …”
Sera berhenti sejenak untuk melihat dua rekan semejanya. Mereka bertiga mengampil napas lalu berseru bersamaan.
“““Sup kentang!”““
Rachel menaikkan alisnya terkejut.
“Jadi sup kentang itu sungguh hidangan yang paling populer. Murid-muridku juga berpikiran sama. Pelangganku juga.”
“Hidangan itu benar-benar sempurna. Sup kentangnya sendiri enak, tetapi tidak terlalu spesial. Busa bacon adalah pengubah permainan. Aku tidak akan pernah terpikir bahwa suatu busa akan terasa sekuat itu.”
“Itu adalah sebuah kombinasi dari daya tarik gastronomi molekuler dan daya tarik metode tradisional. Menurutku, itu adalah bentuk terbaik dari masakan fusi yang pernah diicipi seseorang.”
Rachel menoleh ke Jeremy. Pria itu merespon dengan mengangkat bahu.
“Itu sedap. Aku sungguh tidak punya banyak kata untuk menambahkan. Busa bacon tidak akan sesedap itu dengan sendirinya. Mungkin sedikit terlalu asin, nyatanya. Tetapi kawan, kau sungguh pandai membuat bahan terasa enak…”
“Apa itu pujian atau hinaan?”
“Pujianlah. Aku hanya sedikit tergaggu. Aku ingin menghinamu kadang-kadang, tetapi kau tidak memberiku kesempatan melakukannya.”
Rachel tersenyum sedikit. Sera menyela untuk bertanya.
“Apa yang Minjoon katakan? Aku ingat dia punya kebiasaan menyebutkan skor makanan.”
“Oh…skor itu.”
Rachel tersenyum.
“Rupanya 10 poin.”
<Langkah pertama (3)> Selesai.