Dewa Memasak: Bagian 213 < Kisah semua orang (3) >
Translator : Hennay
Editor : MEIONOVEL.ID
Memasukkan resep mereka sendiri pada menu restoran. Ini adalah impian setiap chef demi di dunia, tetapi ini juga susah diwujudkan. Bukan karena tidak banyak kesempatan, bukan. Hal itu karena sangat sulit untuk seorang chef bahkan yang berpengalamansekalipun untuk menciptakan sesuatu yang bisa memuaskan chef kepala.
Normal untuk menolak meski itu resep yang dikembangkan oleh chef sous di sini. Tidak diragukan lagi betapa sulitnya tugas Minjoon di sini.
Apa yang membuatnya lebih sulit adalah fakta bahwa Rachel telah memberikan kesempatan ini pada semua chefnya juga. Tapi itu sudah diduga. Rachel bukan orang yang suka pilih kasih.
“Aku mendapat kesempatan yang sungguh bagus berkat dirimu.”
“Apa? kau memikirkan sesuatu?”
“Sepanjang waktu. Tetapi aku tidak tahu apakah itu bekerja.”
Javier mengangkat bahu. Rachel sering kali membuang jauh resepnya sendiri, mengatakan bahwa itu tidak akan bekerja pada menu. Tidak peduli betapa menakjubkannya resep itu.
“Dia menolak memasukkan resep itu pada menu meskipun mendapat sepuluh poin, dia mengatakan itu tidak cocok di menu.”
Jika Minjoon ada di sepatunya, dia akan harus bekerja keras untuk mencoba memanfaatkan hidangan itu dengan suatu cara atau entah bagaimana. Tetapi Rachel bahkan tidak berkedip, dan segera membuang resepnya. Lagipula, meskipun hidangan itu sesuatu yang Minjoon tidak pernah bisa capai dengan keterampilannya saat ini, Rachel bisa membuat yang lain seperti itu dalam sekejap.
Minjoon menoleh untuk melihat ke layar penyimpanan. Ratusan layar dari masing-masing bahan bermunculan di depannya. Minjoon, yang sedang melihat ke dinding layar makanan yang begitu banyak, bergumam pada dirinya sendiri.
“Aku penasaran apa yang membuat aku dan Rachel berbeda?”
“Apa itu pertanyaan sungguhan?”
“Maksudku, tentu kita punya perbedaan. Aku penasaran apa penyebabnya. Kemampuan untuk menemukan harmoni di antara bahan-bahan? Kreativitas? Perhitungan yang kita gunakan untuk mengeluarkan cita rasa? Entahlah. Aku penasaran apa yang akan membuatku selangkah lebih dekat ke level keahliannya…Tidakkah kau penasaran?”
“Memang. Tapi itu tidak seperti aku bisa ke mana-mana hanya dengan berpikir saja. Kita hanya harus tetap bertahan dan belajar.”
“Apa menurutmu, kau sungguh akan membuat resep yang bisa memuaskan Guru pada natal dengan seperti itu?”
“Well. kaulah yang ingin melakukannya, bukan aku.”
“Benar, benar.”
Minjoon menatap lantai dengan lelah. Janet menatapnya dari belakang sebelum berbicara.
“Tidakkah kau menjadi terlalu serakah?”
“Aku?”
“Kau punya segalanya. Rachel menyayangimu, semua orang memperhatikanmu, dan kau punya bakat. Tetapi kau tidak puas sama sekali. Bisakah kau sedikit santai saja?”
“…Janet, aku tak pernah berpikir aku akan mendengarnya darimu.”
“Aku serakah, juga. Kadang-kadang tidak sabaran, bahkan. Tetapi aku tidak berpikir aku chef yang buruk sama sekali. Aku melakukannya dengan baik. Aku bekerja keras untuk sampai di sini. Hanya karena ada beberapa langkah lagi yang harus aku ambil sebelum aku menjadi chef yang hebat, bukan berarti langkah-langkah yang telah aku ambil untuk sampai di sini sia-sia. Jadi…”
Suara Janet menjadi lebih tajam dari sebelumnya.
“Berhentilah mengatakan kau menghadapi dinding besi yang tidak bisa kau lalui. Itu menyedihkan.”
“…Maaf.”
“Asal kau tahu.”
Janet mengalihkan pandangan kesal. Dia terdengar seolah akan memulai berkelahi, tetapi pada akhirnya dia hanya memberinya saran. Yang mana ucapannya itu sangat membantu.
‘Langkah-langkah yang telah aku jalani, bukan langkah yang harus aku jalani…’
Perjalanan seperti apa yang telah dia lalui selama ini?
€
Sering kali Minjoon harus memikirkan suatu hidangan baru dalam jangka waktu tertentu. Saat kompetisi, dia harus melakukannya hanya dalam sepuluh menit. Di Rose Island, dia punya waktu yang banyak untuk merenungkan hidangannya sendiri, untuk mampu menciptakan sesuatu yang spektakuler.
Tanpa keraguan, dia tidak pernah diberi waktu sebanyak ini sebelumnya. Dia punya waktu hampir sebulan. Tetapi hal ini, pada saat yang sama, adalah pekerjaan yang paling berat yang pernah ia dapat. Lagipula, dia harus menciptakan resep sembari bekerja. Dia sudah punya banyak sekali hal-hal untuk disulap.
[Apa Kaya sudah merasa lebih baik?]
“Iya, Bu. Aku akan kembali bekerja mulai besok.”
[Kau bekerja sangat keras padahal masih sangat muda. Kumohon jaga dia dengan baik juga. Sama seperti yang kukatakan sebelumnya, kalian berdua secara teknis sudah menikah jika kalian tinggal bersama. Pikirkan dia sebagai keluargamu.]
“Iya, sudah. Jangan cemas.”
[Tidak ada yag spesial juga kan akhir-akhir ini?]
“Well…”
Minjoon ragu-ragu sesaat. Dia tidak harus menyembunyikannya, tetapi dia penasaran apakah dia ingin membicarakan tentang situasi resep pada ibunya. Lagipula, keahlian memasaknya tidak begitu hebat. Tetapi dia tetap mengutarakannya bagaimanapun juga.
“Aku punya PR. Natal ini, keluarga Kaya…oh, aku sudah menceritakannya, kan? Tentang keluarga Kaya.”
[Benar. Lanjutkan.]
“Iya, jadi mereka memutuskan untuk datang ke restoran kami. Rachel menawarkan untuk memasukkan satu resepku ke dalam menu jika aku bisa membuat sesuatu yang enak.”
[Oh, Jadi semuanya akan menjadi hidanganmu di menu?]
“Tidak, aku sudah beruntung aku bisa memasukkan satu di antaranya. Well, sekarang subyeknya sudah ditetapkan. Kami menggunakan kepiting, cumi-cumi, dan tiram untuk boga laut. Untuk buahnya, kami menggunakan pomegranat. Tampaknya ini yang terbaik yang bisa kita lakukan untuk California saat Desember. Kita bisa menggunakan unggas atau hewan darat apa pun yang kita mau.”
[Benar. Tetapi kupikir aku tidak punya apa-apa yang bisa kuberikan padamu sebagai saran mengenai hal seperti ini.]
“Tidak apa-apa. Aku tidak berharap apa-apa.”
Minjoon dapat mendengar hela napas yang datang dari seberang. Hyesun bergumam dengan nada sedih.
[Apa ini yang orang bilang bahwa tidak ada anak yang tidak menghargai masakan ibunya…]
“Yaa, sepertinya ibu dari orang-orang itu sebenarnya bisa memasak.”
[Shshsh. Bagaimanapun, aku hanya ingin mengatakan satu hal. Ingat saat aku datang ke kompetisi waktu itu bersama Ara?]
“Benar. Aku kalah.”
[Bagaimana kau memasak saat itu? Apa kau ingin menang? Apa kau ingin menunjukkan pada kami makananmu? Ataukah kau ingin membuat sesuatu yang membuat kita ingin menyantapnya?]
“…Entahlah? Ini sedikit rumit.”
[Kau mungkin tidak mendengarkan karena aku tidak bisa memasak tetapi aku akan mengatakannya. Kau adalah seorang profesional. Orang-orang membayar untuk menyantap makananmu. Satu perbedaan antara yang profesional dan yang amatir adalah apakah kau memasak sesuatu yang kau inginkan ataukah kau memasak sesuatu yang pelanggan inginkan?]
Minjoon segera bisa tahu apa yang ibunya coba ungkapkan padanya. Mulutnya menganga terkejut.
“Membuat sesuatu yang Kaya dan keluarganya ingin…itu kan?”
[Itu benar. Aku senang kau bisa paham dengan sangat cepat.]
“Aku paham. Terima kasih, Bu. Aku akan memikirkannya.”
[Tentu. Baiklah, mari kita akhiri telepon sampai di sini. Aku lelah.]
“Aku akan menelponmu lain kali.”
Minjoon mematikan teleponnya lalu menoleh ke dapur. Tidak banyak makanan di lemari es, karena dia ada di rumah. Hanya ada…daging, pomegranat, dan cumi beku di lemari es. Dia bisa mendengar suara di belakangnya yang berasal dari kamar.
“Apa kau baru saja berbicara dengan ibumu?”
“Iya. Dia mencemaskan dirimu.”
“Benarkah?”
“Lalu apa menurutmu aku berbohong?”
“…Itu bagus. Fakta bahwa seseorang mencemaskan aku.”
“Kau mengatakan bahwa tidak ada orang yang mencemaskan dirimu?”
“Tidak banyak.”
Kaya tersenyum. Minjoon berbicara dengan nada santai.
“Ribuan orang akan mencemaskan dirimu mulai sekarang. Kau adalah orang macam itu sekarang.”
“Apa kau jadi serius sekarang?
“Aku tidak bisa memperlakukanmu seperti anak kecil selamanya.”
Minjoon merespon dengan nada santai. Dia mengeluarkan bahan-bahan dari lemari es lalu bertanya perlahan.
“Keluargamu tidak punya sesuatu yang tidak mereka makan?”
“Tidak ibuku ataupun Jemma. Tapi…”
“Yeah, Aku tahu kau pasti tidak akan tahu tentang ayahmu.”
“…Iya.”
Kaya berbicara dengan nada berat dalam suaranya. Dia meletakkan lengannya di sekeliling dada Minjoon, dan meletakkan dagunya di bahu Minjoon. Tampaknya bukan karena cinta atau apa pun. Dia tampak lebih seperti bayi kucing yang menginginkan pelukan. Kaya berbicara dengan dengan nada sedih.
“Ini menggembirakan… Aku tidak tahu dia seperti apa, atau apa yang dia sukai. Hanya karena dia terkait denganku, aku memanggilnya ayah. Hanya karena dia terkait denganku, dia berandil besar dalam hidupku.”
“Kau tidak suka?”
“Entahlah. Ini tidak bagus. Tidak peduli dia orang seperti apa…tetap saja dia meninggalkan keluarganya selama 20 tahun. Meski kita mengatakan bahwa dia tidak punya pilihan…Aku tetap membencinya. Tapi…”
Lengan Kaya melingkar semakin erat di dada Jo Minjoon. Jo Minjoon bisa merasakan Kaya gemetar. Jo Minjoon tidak berkata apa-apa. Diamnya membantu Kaya mengeluarkan perasaan yang sebenarnya dalam hati Kaya.
“Aku akan memaafkannya.”
“Kenapa?”
“Karena dalam hati, aku menginginkannya. Karena aku ingin seorang ayah yang menyayangiku dalam hidupku. Tidak peduli betapa aku membenci hal ini…Tidak ada yang bisa kulakukan untuk itu.”
Minjoon perlahan melepaskan lengan Kaya darinya. Dia berbalik untuk memeluknya.
“Tak apa. Aku tahu kau orang yang baik meski berbanding terbalik dengan sikapmu. Beberapa orang mungkin mengatakan kau meminta terlalu banyak, terus kenapa?”
“…Aku penasaran kenapa aku menyukaimu. Ini karena kau selalu mengambil bagian yang kubenci dari diriku dan mengatakan padaku bahwa itu baik.”
“Itu bukan sesuatu yang layak dibenci sama sekali. Banyak orang di dunia punya banyak perbedaan dalam berpikir. Tetapi omong-omong, terima kasih. Aku tahu sekarang apa yang ingin aku lakukan untuk resep ini.”
“Resep? Apa yang akan kau lakukan?”
Alih-alih menjawab, Minjoon mencium Kaya. Dia menyeringai setelah melihat mata gadis itu melebar.
“Sebuah hidangan yang akan membuat kecanggungan keluarga menjadi kebersamaan. Makanan dengan perasaan Kaya Lotus di dalamnya. Aku mau memasukkan cerita keluargamu dalam makananku.”
€
Kesempatan datang dari Minjoon sendiri, tetapi ide untuk mampu memasukkan resep ke dalam menu saat natal adalah sebuah tawaran menggiurkan bahkan untuk chef demi lain. Rachel terdengar seolah akan memberi banyak sekali kesempatan di masa depan, tetapi tidak mungkin bagi mereka untuk mempresentasikan sebuah resep yang mereka telah kerjakan selama sekian lama. Lagipula, menu restoran selalu mengikuti musim yang ada.
Karena itulah, chef demi lain sibuk bekerja dengan resep mereka juga. Mereka bahkan pergi jauh untuk bekerja saat waktu istirahat. Mereka selalu bisa menunggu hingga waku berikutnya, tetapi semangat Minjoon membuat mereka hampir merasa gugup untuk mundur.
‘Minjoon hanya…’
Javier menghela nafas. Sejujurnya, Minjoon adalah chef dengan masa depan cerah dari seluruh grup. Lagipula, tidak hanya terampil, tetapi juga punya aura bintang dalam dirinya.
Hampir seakan-akan dia terlahir untuk menjadi seorang bintang. Dia punya lidah yang bisa merasakan apapun, dia punya julukan sebagai murid Rachel, dan fakta bahwa dia adalah tiga besar di Grand Chef. Kecuali sesuatu yang gila terjadi, jelas tidak mungkin untuk menjatuhkan pria itu dari singgasananya.
Tetapi orang itu rela mengambil jalur yang paling susah sepanjang waktu. Mereka hanya bisa membuat orang-orang seperti Javier gembira. Begitu pula dengan Janet dan Anderson. Anderson adalah seorang chef yang tumbuh untuk menjadi kaum elit. Keahliannya terbaik di antara semua chef, dan…Ketekunan Janet hampir mengerikan untuk dilihat.
Di antara orang-orang seperti itu, bahkan Javier, mau tak mau, termotivasi dengan sendirinya. Dia mengambil olahan kepiting yang di atasnya ada salsa pomegranat, lalu berjalan melewati Minjoon. Minjoon sedang membuangi mulut hisap di kaki cumi-cumi. Javier perlahan berkata.
“Minjoon, maaf karena mengganggumu. Tapi bisakah kau mencicipi rasa yang sebenarnya ini sekilas?”
“Oh, iya… olahan kepiting…”
Dia tidak punya banyak kekuatan dalam suaranya. Wajahnya juga tampak sangat lelah. Matanya sedikit bengkak, dan pipinya juga memerah. Dia tampak luar biasa sakit dan lelah
“Apa kau baik-baik saja? Kau tampak tidak sehat. Aku sudah bilang untuk hati-hati saat musim dingin.”
“Musim dingin di sini sama seperti musim semi di Korea…Kukira itubukan masalah. Plus, aku tidak sakit karena cuaca.”
“Lalu darimana?”
Minjoon mengangkat bahu.
“Dari ciuman.”
<Kisah semua orang (3)> Selesai.