Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak: Bagian 217 < Cara menggambar mata naga (2) >
Senyum di wajah Minjoon mengeras. Dia merespon dengan nada syok.
“Guru, tidak bisa…?”
Kata-kata Rachel terdengar keras padanya secara khusus. Akan tetapi dia tahu Rachel tidak akan mengatakan hal ini tanpa alasan.
“Ini mantap. Hidangan yang enak, tidak diragukan. Jadi ceritanya…Kau mungkin ingin delimanya terlihat seperti hadiah ulang tahun.”kata Rachel santai.
“…Aku terkejut Guru dapat mengetahui itu semua.”
“Itu terlihat sangat jelas. Jika kau memasukkan sebuah cincin di dalamnya, ini akan menjadi sebuah lamaran yang bagus sekali.”
“Ti, tidak. Aku tidak mau. Kaya marah padaku terakhir kali karena menyarankan hal seperti itu.
“Gadis itu sendiri juga sesuatu. Well, selain itu, hidangan ini masih belum lengkap.”
“…Ya, aku paham.”
Minjoon menundukkan kepalanya sedih. Rachel melihatnya seperti seorang ibu yang menyayangi anaknya.
“Jangan terlalu sedih. Aku tidak mengatakan bahwa aku tidak akan mengizinkan hidangan ini masuk di menu. Aku hanya mengatakan hidangan ini sedikit kurang, masih.”
“Bisakah guru mengatakan padaku apa yang belum ada?”
“Well…Itu tidak akan sangat menyenangkan, bukan? Selain itu, itu tidak akan membuat hidangan ini seluruhya milikmu jika aku membantumu.”
Minjoon mengangguk perlahan. Dia tidak akan menyebut hidangan itu seluruhnya miliknya jika Rachel yang memperbaiki kesalahan penting di dalamnya. Rachel tersenyum.
“Kadang-kadang, mengetahui bahwa hidangan kita kurang sempurna dapat menjadi hal yang paling membantu. Kau paham jika kau harus mengembangkan hidanganmu atau tidak, setelah semuanya. Aku harap kau menemukan jawabannya segera, Minjoon.”
“…Iya, terima kasih. Aku akan segera membuat sesuatu yang lebih baik.”
Minjoon merespon setenang yang dia bisa, tetapi kekecewaan dalam suaranya tidak mungkin tersembunyi. Ketika Minjoon meraih pegangan pintu, Rachel bertanya padanya.
“Apa kau membiarkan orang lain mencoba hidanganmu?”
“Mm… Tidak. Aku membawanya padamu sebelum ke orang lain.”
“Kalau begitu berikan ke orang lain. Masalahnya mungkin akan berakhir lebih mudah.”
“Aku paham.”
Masalah menjadi lebih mudah hanya dengan membiarkan orang lain mencicipi hidangan. Minjoon meninggalkan ruangan dengan memikirkan gagasan itu. Saat dia masuk dapur, Janet adalah yang pertama kali menyapanya.
“Apa yang Rachel katakan?”
“Dia bilang ini butuh dikembangkan.”
“Ah, sayang sekali.”
“….Apa kau barusan tersenyum?”
“Apa, haruskah aku menangis, kalau begitu?”
“Ini jelas bukan situasi yang kau bisa tersenyum, kau tahu?”
Janet hanya mengangkat bahu lalu berpaling. Pertanyaan tentang hidangan siapa yang akan masuk di menu Natal adalah topik yang sangat sensitif di antara semua chef. Minjoon mencicipi hidangan yang baru saja Rachel tolak.
“Ini enak.”
Selain menetralkan rasa beku yang es krim berikan. Keseimbangannya, faktanya, lebih memperkuat rasa manis hidangan, memberikan rasa seimbang yang sangat bagus untuk hidangan.
“Apa yang aku lewatkan di sini?’
Kemudian, Minjoon teringat apa yang Rachel anjurkan. Dia membawa hidangan lalu berjalan mendekati chef lain. Javier, setelah mencicipi hidangan, dia menegakkan kepalanya.
“Ini sungguh enak, lho! Juga sangat menyenangkan menyantapnya. Kenapa ini mendapat penolakan,… itu aku tidak yakin.”
“Anderson, bagaimana menurutmu?”
“Aku setuju dengan Javier. Ini terasa sempurna. Aku suka bagaimana ini terasa manis dan asam. Ini sangat sempurna sebagai hidangan penutup.”
Minjoon menatap semua chef di sekitarnya. Mereka tampak sedikit terkejut, saat mereka tidak menyangka harus memberikan opini mereka. Yang pertama bicara adalah Gerrick.
“Orang bilang elemen paling penting dalam makanan adalah cita rasa, penampilan, dan tekstur. Hidangan ini mempunyai ketiganya. Aku tidak tahu apa yang ingin kau perbaiki dari ini.”
“Aku setuju. Ini juga sangat terasa seperti delima…aku penasaran apa yang menurut Rachel salah tentang ini?”
“Mm…Mungkin guru menyuruhmu untuk mengembangkannya?”
Maya adalah seseorang yang mengatakan itu. Minjoon menoleh padanya. Maya memalingkan muka dengan tidak percaya diri saat mata mereka bertemu.
“Lanjutkan.”
“Ti, tidak. Sepertinya aku hanya mengatakan sesuatu yang tidak berguna barusan.”
“Akulah yang akan memutuskannya. Aku butuh semua saran yang bisa aku dapat saat ini.”
“Hidangan-hidangan di Rose Island tidak hanya sedap. Semuanya menunjukkan pada para tamu kesegaran atau cita rasa yang dalam pada makanan. Hal-hal itu seharusnya membuat para tamu akan berseru ‘Wow, jadi makanan bisa terasa seperti ini, juga?’ atau ‘hah, makanan ini memiliki semacam cita rasa yang luar biasa kompleks.’ Ah, bukan berarti makananmu itu buruk, itu jelas.”
Gadis itu tampak sangat gugup saat dia berbicara. Hampir seakan-akan dia takut Minjoon akan salah paham. Minjoon berkata untuk menenangkannya.
“Jangan terlalu gugup, Maya. Kau tahu aku. Aku bisa menerima satu atau dua pukulan. Katakan padaku pendapatmu.”
“…Sejujurnya, itu agak kurang menarik. Ini super enak tetapi itu terasa seperti sesuatu dari sebuah restoran bagus lainnya, hampir. Itu terasa agak kurang dibanding hidangan-hidangan di sini.”
“Jadi ini kurang faktor WOW itu.”
“Mm… Kukira itulah masalahnya.”
Maya tersenyum canggung. Tidak pernah mudah untuk mengkritik makanan orang lain. Khususnya jika makanan itu dibuat oleh seseorang yang lebih ahli darimu.
Minjoon mengetuk hidangannya saat dia berguman sendiri.
“Faktor wow…”
Sulit.
€
Sedikit hal yang membuat orang terbiasa saat mereka mulai bekerja di Rose Island. Salah satunya adalah makanan yang enak. Kebanyakan makanan mereka tersusun dari hidangan-hidangan eksperimen yang dikembangkan seorang chef. Akan tetapi karena sebagian besar hidangan-hidangan itu dibuat oleh Rachel Rose sendiri, bahkan hidangan eksperimen itu jauh lebih baik dari pada hidangan-hidangan di restoran kelas atas.
Yang kedua, hal yang membuat orang terbiasa adalah orang-orang terkenal. LA adalah tempat yang penuh dengan bintang-bintang dan artis Hollywood. Kunjungan dari para bintang cukup lumrah dan bahkan beberapa orang datang naik pesawat untuk mencicipi makanan. Bahkan orang kedua terkaya di dunia terbang ke sini beberapa hari yang lalu untuk makan.
Namun bahkan dengan itu, dia tidak terbiasa dengan orang-orang di meja di aula saat ini. Begitulah, Minjoon tidak terbiasa dengan mereka. Salah satu dari mereka adalah komedian terkenal, dan yang lainnya adalah seorang MC wanita yang terkenal. Satu lagi adalah seseorang yang wajahnya familiar baginya. Martin. Martin ada di meja mereka. tetapi mereka bukanlah alasan mengapa Minjoon merasa seperti itu pada meja itu.
“Jadi, Chloe sekarang sudah cukup populer untuk bergaul dengan orang-orang seperti itu.”
Minjoon menatap meja itu dengan wajah bodoh. Tentu saja, bukan seperti dia tahu apa yang akan terjadi pada orang-orang di masa depan, tetapi dia tetap terkejut melihat seseorang yang tinggal bersamanya beberapa bulan yang lalu berada di meja yang penuh dengan para superbintang. Anderson merespon dengan senyum.
“Kau tidak tahu? buku masaknya telah menjadi bestseller selama beberapa waktu. Dia mendapat semua jenis program acara.”
“Kenapa kau tampak sangat bangga dengan fakta itu?”
“Tidak.”
“Iya, betul.”
“Sungguh tidak, lho..”
Anderson berekspresi jengkel, tetapi Minjoon mengabaikannya. Janet menghampiri mereka berdua denga lengan tersilang.
“Apa kau berteman baik dengan Chloe? Dia juga datang ke sini waktu itu, jika ingatanku benar.”
“Well, iya, kami berteman baik. Bukankah kita juga teman, kan?”
Minjoon menoleh untuk tersenyum pada Janet tetapi wanita itu merespon dengan tatapan dingin.
“Kau tahu kau sungguh menakutkan kadang-kadang?”
“…Kukira begitulah aku.. Baiklah, maaf.”
“Kau sungguh harus memperbaiki itu. Beberapa chef bahkan tidak bisa bekerja dengan benar saat mereka mendengarmu berbicara.”
Dia sungguh tidak tahu apa yang harus dikatakan soal itu. Saat Minjoon menggaruk-garuk pipinya dengan canggung, Anderson menoleh melihat Janet.
“Kau juga seharusnya memperbaiki kepribadianmu. Kau menyebabkan para chef sangat stress.”
“Aku tidak berpiir aku harus mendengar itu darimu dari semua orang?”
Anderson juga bos yang hebat bagi Antonio, semua hal dipertimbangkan. Anderson hanya bisa berdiri di sana, tanpa bisa merespon sama sekali.
Saat acara makan selesai, Minjoon dan Anderson mendatangi meja Chloe. Minjoon tersenyum, lalu memberi salam pada mereka.
“Hello, Martin, Chloe. Ah, salam untuk kalian berdua juga. Ini pertemuan pertama kita, kan?”
“Kami diseret oleh Martin dan Chloe, haha. Ternyata hasilnya bagus.” canda si pembawa acara wanita. Martin melihat Minjoon dengan senyum.
“Minjoon, Anderson, senang melihatmu bekerja keras di sini. Bagaimana? Apa kalian suka di sini?”
“Sangat. Ini pekerjaan hebat.”
“Anderson, kau?”
“Tidak ada alasan untuk tidak menyukainya. Lagipula, aku bekerja sebagai chef sepanjang hidupku,
Anderson merespon dengan nada bosan. Minjoon menepuknya dengan keras.
“Hei, berhentilah sangat ketus pada pelanggan.”
“…Sudah banyak sekali chef ketus di luar sana.”
“Tak apa, Minjoon. Memang seperti itulah Anderson.”
“Kalian berdua masih tetap sama seperti biasanya.”
Chloe tersenyum dan Minjoon mengangakat bahu merespon.
“Ini hanya 10 hari berlalu, kau tahu?”
“10 hari di Hollywood itu sungguh lama. Banyak sekali hal yang terjadi.”
Chloe menghela napas. Dua orang yang lain yang ada di meja itu pergi karena jadwal mereka, sehingga Minjoon dan Anderson bisa duduk.
“Jadi, hidangan delima itu. Apa sudah berhasil?”
“Kukira sudah, tetapi…Rachel bilang dia tidak bisa memasukkannya ke dalam menu.”
“Kenapa?”
“Dia tidak akan memberi tahuku. Menurutku, dia ingin aku mengetahuinya sendiri.”
“Hmm……masuk akal.”
Chloe mengangguk. Martin melihat Jo Minjoon dengan wajah penasaran.
“Bisakah kau menunjukkan pada kita? Kita bisa memberimu umpan balik sebagai pelanggan. Plus, kita baru saja menyelesaikan menu saat ini, jadi kita bisa membandingkannya dengan sangat baik.”
“Apa tidak masalah? Hidangan itu mungkin akan sedikit mengacaukan pengalamanmu.”
“…Aku selalu bisa kembali nanti. Selama kau bisa mendapatkan meja untuk kita?”
“Baiklah, akan kucoba. Tunggulah.”
Minjoon berjalan ke dapur, lalu membawa keluar permen delima dan selai. Chloe memperlihatkan kekagumannya setelah memecahkannya untuk membuka cangkang permen.
“Wow, ini sangat cantik!”
“Dan sekarang tuangkan selai di sini.”
Minjoon menuangkan selai dalam satu kali tuang. Chloe mengambil sesendok penuh selai, es krim, dan toffee, lalu gemetar dengan suka cita.
“Uuuhh, ini enak sekali. Minjoon, kau hampir sangat hebat.”
“Bisakah kau katakan apa yang salah dengan itu?”
“Tidak, sungguh tidak ada …”
Minjoon menoleh menatap Martin, tetapi pria itu terlihat sama bingungnya. Saat Minjoon menghela napas, Chloe lanjut menyantap hidangan. Kemudian, Chloe memiringkan kepala bingung.
“Aneh…”
“Apa itu?”
“Well, cita rasanya terus berubah, menurutku. Ini hampir seperti aku mati rasa karenanya…”
“Itu karena kau menyantap rasa yang sama…”
Minjoon menutup mulutnya. Sesaat kemudian, dia membuka mulutnya lagi, tampak lelah dengan gelombang ide yang menyapu dirinya.
“…Orang bilang kita tidak boleh berhenti belajar. Terima kasih, Chloe, kau menyelamatkan aku.”
“Apa? kau terpikir sesuatu?”
“Iya.”
Minjoon berbicara dengan nada santai. Chloe melongo menatap Jo Minjoon. Kenapa wajah dari penampilannya begitu bisa dipercaya?
“Jawabannya. Aku sudah tahu.”
<Cara menggambar mata naga (2)> Selesai.