Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak: Bagian 219 <Guru terbaik adalah rekan kerja (1) (1)>
“Apa kau lolos?”
Janet bertanya dengan gugup segera setelah Minjoon keluar dari kantor. Minjoon memutuskan untuk merespon dengan senyuman. Janet menghela napas.
“Jadi kau berhasil.”
“Bekerja keraslah. Aku sungguh berpikir kau akan lolos sesaat sebelumnya.”
“…Aku sendiri akan mendapatkan OK darinya segera.”
Janet masih memiliki api di matanya setelah kembali untuk yang kelima kalinya.
“Semoga kau berhasil. Di posisi kedua.”
“Diamlah.”
Janet menuju posnya dengan tatapan galak. Minjoon menyeringai sedikit lalu berbalik ke meja Chloe dan Martin. Anderson melihat Minjoon dengan kedua alisnya naik.
“Jadi kau lolos, hah?”
“Iya, aku lolos.”
“Wow, selamat! Jadi hidanganmu akan ada di menu sekarang?
Chloe bertanya hampir dengan mata yang berkilat. Minjoon tersenyum.
“Itu akan ada Natal nanti. Mungkin bahkan 1 musim lagi setelahnya.”
“Mengagumkan. Untuk memikirkan kau akan mebuat sebuah hidangan di menu..di restoran bintang tiga, itu…”
“Rachel memberimu kesempatan yang sangat besar. Syukurlah itu berjalan dengan baik. Anderson, apa kau juga bersiap-siap?”
Martin melihat Anderson dengan penasaran. Anderson, yang syok dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu, memalingkan muka sambil terbatuk.
“Er, pelan-pelan, iya.”
“Jadi akhirnya kau berakhir kalah dari Minjoon, hah?”
“Kau menyebut ini sebuah kekalahan? Kecepatan bukan segalanya dalam permaianan ini.”
Anderson membalas dengan tajam, membuat Martin semakin tersenyum lebar.
“Bercanda, bercanda.”
“…Omong-omong kenapa kau tidak mengatakan pada kami untuk apa kau datang ke sini?”
“Ck ck, Apa kau sungguh berpikir aku tipe orang yang tidak pernah ke sini tanpa urusan pekerjaan? Jahat sekali.”
“Yaa, siapa tahu? Jadi kau punya atau tidak?”
Minjoon diam melihat Martin. Hanya satu hal yang Martin inginkan dari mereka. Martin menggosok jemarinya dengan tatapan bermasalah.
“Well, ada satu, sebenarnya.”
€
[Senang mendengar kau berhasil, Minjoon.]
“Aku akan mengundangmu ke sini kapan-kapan. Jikalau pabrik tidak sangat sibuk sepanjang waktu…Ah, itu hal yang bagus, kan.”
[Haha, menjadi sibuk selama masa-masa ini adalah anugerah, sungguh.]
“Apa keluargamu baik-baik saja?”
[Kami terpaksa sedikit berjauhan di masa lalu, tetapi kami baik sekarang. Mereka mungkin hanya berpura-pura tidak masalah karena mereka mengkhawatorkan aku, tetapi…Kami akan terus melakukan yang lebih baik.]
“Kau akan melakukannya dengan baik. Kau pria yang baik. Jessie dan Jane juga orang yang baik.”
[Terima kasih.]
Minjoon hambir bisa merasa Lucas tersenyum masam di seberang. Minjoon bisa merasakan dirinya juga tersenyum.
“Lucas, apa aku sudah mengatakan padamu? Aku baru saja terperangkap membuat jeli-jeli di sini selama beberapa minggu.”
[Fantastik. Bagaimana kau menyukai itu?”
“Ini sedikit melelahkan awalnya, tetapi aku bisa katakan betapa dalamnya dunia jeli ketika aku benar-benar berada di dalamnya.”
[Kau telah belajar banyak, aku paham. Kau tahu, jeli…]
Lucas lanjut membicarakan tentang jeli selama beberapa menit. Sebagian besar tidak terlalu bermanfaat, tetapi beberapainformasi sebenarnya sangat berguna. Ketika telepon berakhir,Ella menjulurkan kepalanya dari punggung Lisa.
“Paman, siapa itu?”
“Hanya teman paman.”
“Jessie adalah teman paman?”
“Bukan, dia anaknya… Kau menyimak semuanya?”
Alih-alih merespon, Ella memutuskan untuk bersembunyi di kepala Lisa. Minjoon tertawa kecil saat dia menatap ke arah tangan kecil yang menepuk bahu Lisa. Melihat tangannya memijat bahu dengan kekuatan sebanyak yang dia bisa itu tampak sedikit mengagumkan.
“Lisa, apa terasa nyaman?”
“Tentu saja. Ella melakukan semuanya untukku.”
Berbanding terbalik dari respon itu, Lisa justru tampak lebih lelah daripada bahagia. Meskipun Minjoon mengira dia meminjam tangan putrinya karena dia sudah sangat lelah untuk memulai. Minjoon melihatnya dengan cemas.
“Kau sebaiknya menyerahkan ulenan ke asistenmu setidaknya. Melakukan itu semua pasti luar biasa lelah.”
“Tangan seorang tukang roti cukup berarti di toko roti. Kita bisa menggunakan mesin, tetapi menurutku tanganku selalu melakukannya lebih baik.”
“Aku sangat menghargai pemikiran itu. Tetapi kau akan berakhir menyakiti dirimu sendiri.”
“Dia akan baik-baik saja dengan bantuan Ella. Jangan khawatir, Paman.”
kata Ella sambil tersenyum. Dia anak yang cantik. Hal itu mungkin yang membuat Minjoon semakin khawatir. Lisa tersenyum saat dia meletakkan tangannya di atas tangan Ella.
“Aku bersyukur atas perhatiamu padaku, Minjoon. Tetapi sungguh kau tidak perlu khawatir. Ibu-ibu itu kuat, kau tahu?”
“Itu..”
Minjoon hampir ingin mengatakan bahwa alih-alih menjadi kuat, ibu-ibu harus seperti itu. Julukan ibu bukanlah sesuatu yang memberi kekuatan, melainkan tanggung jawab. Itu adalah sesuatu yang memaksa seseorang berjalan di jalan terjal dengan kaki telanjang…
‘…siapa aku menilainya?’
Minjoon hanyalah rekan kerjanya. Tentunya, Ella memperlakukannya seperti paman sungguhan, tetapi itu tidak memberikannya hak untuk ikut campur urusan Lisa seperti itu. Khususnya di depan Ella. Lagipula, orang tua harus tampak sempurna di depan anak-anaknya.
“Iya. Kau sungguh kuat, Lisa. Tetapi apa masih ada yang bisa kubantu?”
“Banuan…entahlah. Seperti yang kubilang, Tangan seorang tukang roti cukup berarti. Akan bagus jika kau mengenalkanku pada tukang roti yang benar-banr bagus, hingga aku bisa mempercayai dia menguleni adonan. Tetapi karena orang-orang yang paling ahli pasti sudah dipekerjakan di tempat lain…”
“Iya. Aku memikirkan seseorang, tetapi orang iu bmungkin menjalankan toko rotinya sendiri sekarang.”
“Yaa, itu akan bekerja.”
“Mom, kau mau aku melakukannya? Aku pintar membuat roti.”
Ella menjulurkan kepalanya di sebelah Lisa. Lisa meraih pipi Ella bermain-main.
“Ibu baik-baik saja. Ella hanya perlu mendengarkan ibu, oke?”
“Oke”
“Sini, kau pasti lelah. Sini berbaringlah di pangkuan ibu.”
Ella dengan cepat melompat dan meletakkan kepalanya di pangkuan Lisa. Dia kemudian berusaha melambaikan tangan juga ke Minjoon.
“Apa kau ingin berbaring juga, paman?”
“…Itu akan sungguh buruk jika aku melakukannya.”
Minjoon tertawa dengan canggung saat dia menggelengkan kepalanya. Dia ingin menyodok pipi Ella yang cemberut, tetapi menahan dirinya.
“Aku akan pergi ke dapur. Banyak prang meminta bantuanku. Beristirahatlan dengan baik.”
“Ah, iya. Aku akan tidur sebentar. Ajari mereka dengan baik.”
Lisa tersenyum. Mengajari. Kata itu tidak lagsung tertuju pada asisten chef. Kata itu justru tertuju pada chef demi. Minjoon diberi tugas mengajari mereka. Segera setelah Minjoon masuk ke dapur, dia bisa mendengar seseorang berkata dengan begitu menjengkelkan.
“Hei, Minjoon, apa yang membuatmu sangat lama?”
“Sesuatu selain telepon tadi. Bagaimana pekerjaanmu? Apa saus bubuknya bagus?”
“Yaa, aku bisa membuatnya sekarang, tapi… itu tidak terasa enak sekali.”
“Javier tidak berhasil ketika menyangkut gastronomi molekuler. Ini, lihatlah punyaku. Ini adalah jeli aprikot. Aku inginmeletakkannya di atas ayam kalkun. Bagaimana menurutmu?”
Janet menyerahkan sebuah hidangan. Itu hidangan yang sama seperti sebelumnya. Canneloni udang, daging ungkep, dan ayam kalkun. Hal yang berubah hanyalah jeli apricot.
Janet and Javier, yang keduanya sangat congkak dalam masakan tradisional, justru malah beralih memikirka gastronom molekuler . Mereka sudah penasaran apa bagian yang kurang dari hidangan mereka.
Rachel tidak memberi tahu mereka tepatnya pa yang salah denga hidangan mereka, dan petunjuk yang mereka bisa dapat hanyalah dari Minjoon. Perbedaan terbesar antara hidangan Minjoon dan mereka adalah penggunaan gastronomi molekuler.
Seseorang bisa bertanya kenapa mereka mencari saran dari Minjoon alih-alih Raphael, tetapi jawabannya sangat jelas. Yaitu, Minjoon baik dalam mengajari. Selain itu, Raphael itu sangat aneh.
‘…Rachel pun kesulitan membacanya.’
Tetapi setelah membuat hidangan penutup, Minjoon bisa mengerti bagaimana perasaan Rachel tentang makanan. Minjoon, berkat dia, mampu memperoleh sesuatu tentang memasak. Pemahaman lokasi dan pelanggan.
Sama seperti bagaimana menyantap hidangan dingin di tempat dingin tidak akan sedap, Janet dan Javier perlu memahami restoran seperti apa tempat mereka memasak. Mereka juga perlu memahami apa akan yang akan muncul sebelum dan sesudah hidangan mereka saat acara makan.
Tetapi dia tidak bisa mengatakannya terus terang. Dia tahu Rachel ingin mereka belajr dengan sendirinya. Jika dia mengungkapkan itu secara angsung, mereka tidak akan belajar apa pun.
“Menurutku gastronomi molekuler bukanlah yang terpenting.”
Javier mengeluh. Sebagain besar restoran menggunakan busa jaman sekarang, tetapi tidak banyak tempat menyajikannya seperti Rose Island. Sedikit restoran yang sensitif dengan waktu, mungkin? Minjoon tersenyum saa dia melihat Javier menderita.
“Apa? kau ingin bergati peran denganku?”
“tidak, sungguh tidak …” Pekerjaanmu tampaknya sungguh membosankan.”
“Ini sangat mengasyikkan, kau tahu. Kau hanya perlu terbiasa dengan itu.”
“Itu asyik hanya jika kau berhasil. Saus bubukku selalu gagal, tetapi milikmu tidak sama sekali. Apa rahasiamu?”
“Siapa yang tahu? Konsentrasi?”
“Aagh, lagi-lagi soal konsentrasi.”
Javier menggelengkan kepala. Dia sudah bosan dengan bahasan Minjoon tentang konsentrasi. Lagipula, pria itu merespon dengan konsentrasi bahkan saat ditanyai tentang indera pengecapannya. Minjoon tersenyum saat dia melihat Janet dan Javier.
“Maksudku, bantuan apa yang kalian berdua butuhkan dariku, omong-omong? Kalian berdua hebat dalam memasak. Sejujurnya aku menganggap kalian lebih baik dariku waktu itu saat audisi. Alasan kenapa Rachel mengembalikan kalian bukan hanya karena gastronomi molekuler. Gastronomi molekuler itu…well, sebenarnya aku tidak tahu. Mungin dia berpikir itu penting karena itu tren yang baru. Tapi.”
Minjoon menunjukkan Anderson. Pria itu sedang sibuk di posnya membuat sesuatu.
“Lihatlah Anderson. Dia gigih tanpa meminta bantuan siapapun. Mungkin dia yang paling banyak pergi menghadap Rachel di antara kita semua. Tetapi dia tidak pernah meminta aku mengajarinya. Mungkin kalian berdua hanya perlu sikap keras kepala itu?”
Anderson berfokus pada metode tradisional sepanjang waktu. Bukan berarti dia tiidak suka dengan gastronomi molekuler. Itu mungkin karena dia tidak mau dibandingkan dengan Minjoon. Bagaimanapun, yang penting adalah Anderson berjalan di jalannya sendiri.
Tetapi kemudian, mata Janet dan Javier berbelok ke belakang Minjoon. Itulah, arah di mana Anderson berada beberapa saat yang lalu. Minjoon melihat ke belakang dengan gugup. Anderson berdiri tepat di belakangnya dengan semangkok penuh busa.
“Aku sedang berpikir membuat busa parmesan, tapi…ini terus menggumpal. Tolong.”
Minjoon menghela nafas.
“Anderson, bahkau kau juga…”
<Guru terbaik adalah rekan kerja (1)> Selesai.
Bawang guys