Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak: Bagian 221 <Guru terbaik adalah rekan kerja (3)>
“…Dan kau bilang untuk tidak menganggap serius gurauan itu.”
Anderson melihat Minjoon dengan kecewa. Minjoon dengan cepat mengabaikan Anderson lalu menoleh ke Janet dan Javier.
“Kalian berdua dalam masalah besar sekarang.”
“Kenapa?”
“Ini bukan tentang siapa yang menjadi yang kedua, ini siapa yang akan menjadi yang terakhir. Dan jika salah satu dari kalian gagal…Kalian akan menderita selama sepanjang musim. Buka begitu?”
Janet dan Javier saling berpandangan. Setelah menghabiskan beberapa saat saling melotot satu sama lain, Javier membuka mulut.
“Kenapa kita tidak menyerah saja?”
“Kau saja. Aku akan membuat sesuatu untuk di menu.”
“Aagh… Apa kau sungguh menjadi seperti ini?”
Janet berjalan menuju mesin sous vide alih-alih merespon. Minjoon mendekati Javier diam-diam.
“Butuh bantuan?”
“…Apa?”
“Membuat menumu. Aku bisa membantu.”
“Aagh… Tidak. Beraninya kau. Aku harus melakukan ini sendiri. Itu curang.”
Javier tampaknya tergoda, tetapi harga dirinya tampaknya tidak mengizinkan dirinya mendapat bantuan. Minjoon bersandar di posnya.
“Baiklah, untuk sekarang, iya. Tetapi setelah musim ini, kita akan saling bergantung satu sama lain. Lagipula, ini bukan seperti kita semua sempurna seperti Rachel.”
Itulah apa yang dipelajari Minjoon ketika dia memikirkan ketiganya. Memasak tidak bisa dilakukan sendiri. Tidak hanya di dapur, tetapi juga dalam mengembangkan resep. Bekerja bersama dengan yang lain dan terus menerus mendapat umpan balik itu penting dalam menciptakan sebuah hidangan yang sempurna.
Sementara dia bisa mengatakan hidangan delima dibuat seluruhnya oleh dirinya sendiri, nyatanya itu menjadi sempurna berkat umpan balik. Seharusnya dia bisa menyebut itu saran yang tersembunyi di bawah kedok mencicipi. Lagipula, mereka adalah alasan kenapa dia bisa mulai meningkatkan hidangannya.
Tetapi sebenarnya mengatakan ini akan menjadi tidak ada artinya. Ada arti dalam memahami ini oleh mereka sendiri. Barangkali Rachel memberi semua orang kesempatan untuk membuat mereka mengerti dengan kejadian ini.
“Anderson, kau tampak sangat gembira.”
“Tentu saja. Aku melakukan segala yang kuinginkan.”
“Kau ingin mencoba membuat sebuah hidangan bersama selanjutnya? Kau mungkin akan sakit karena stress jika kau terus membuat resep seperti kali ini.”
“Tentu, kenapa tidak?”
“Aku juga bisa bertanya pada Kaya tentang pendapatnya lain kali. Betapa asyiknya.”
Fakta bahwa ini adalah hidangan pertamanya dan fakta bahwa ini akan disajikan untuk keluarga Kaya membuat Minjoon tidak bisa meminta bantuan Kaya. Itu sungguh sangat disayangkan mengingat bakat dan lidah pengecapannya.
Kaya selalu menjadi bantuan terbesar Minjoon dari belakang. Itu tak terhindarkan, sungguh. Lagipula, papilanya adalah salah satu yang terbaik di dunia. Dia mampu mengutarakan kelemahan suatu hidangan setelah satu suap hidangan saja. Sebuah senyuman muncul di wajah Jo Minjoon saat dia memikirkan bakat itu. Meminta bantuan bakatnya akan sungguh sangat membantunya. Anderson menghela nafas.
“Aku tahu kau sungguh mencintainya, tapi bisakah kau benar-benar berhenti melakukannya?
“Apa? kau merasakannya?”
“Aku hanya sangat lelah dengan itu saat ini.”
“Bagus. Kau akan terbiasa.”
Anderson membelalak pada Minjoon dengan dinginnya, yang mana dia buru-buru mengabaikan itu dengan bersiul-siul. Kemudian, Janet berjalan mendekat ke Minjoon dengan sebuah piring.
“Icipilah.”
“…Kau tahu berapa kali aku makan hari ini? Kaya akan marah padaku.”
“Aku akan memberimu sesuatu sebagai balasannya. Jadi cobalah. Aku yakin kali ini.”
“Kau selalu mengatakan itu…”
“Sungguh untuk kali ini.”
“Itu juga…”
Minjoon melihat Janet dengan wajah curiga, sebelum ia melihat ke bawah, ke hidangan, dengan kekalahan. Cannelloni udang. Daging sapi ungkep dengan vanilla. Dan daging kalkun yang telah dimasak sous vide, lalu dilapisi. Setelah mengambil sesuap dari ketiganya, Minjoon mengangguk dengan senyum.
“Jelas jauh lebih baik dari sebelumnya. Terakhir kali ayam kalkunnya agak sedikit berlebihan, tetapi tidak kali ini. Sepertinya kau menggunakan yang lain kali ini…Apa itu molase delima?”
“Betul. Aku menyadari bahwa aku menahan keserakahanku saat aku sedang memasak. Jadi alih-alih berusaha untuk menemukan keseimbangan kecil pada hidanganku, aku memutuskan untuk membuat penutup yang sangat bagus dengan molase delima yang akan mengeluarkan rasa kalkun.”
“Aku paham. “Jadi kau telah menemukan jawabannya.”
Jo Minjoon menyeringai. Jelas bahwa dia gembira untuk Janet dengan tulus. Janet tidak terbiasa dengan ekspresi itu. Dia mengalihkan pandangan sebelum dia melanjutkan.
“Terima kasih untuk tidak memberitahuku. Menurutku mempelajari hal ini sendiri sungguh membantu.”
Bagian pemahaman. Itulah kekurangan Janet. Bukan, itu kekurangan semua orang, sungguh. Tidak ada satu orang pun yang sungguh paham pentingnya seberapa bagus sebuah makanan akan berpadu satu sama lain.
Carbonara Anderson terlalu berat sebagai hidangan utama, tetapi meletakkan sejumlah kecil hidangan tidak akan cocok juga sebagai hidangan utama. Hidangan Janet adalah yang paling buruk. Hidangannya punya daging dari daratan, laut, dan udara, tetapi hidangan itu kurang keuletan yang diperlukan sebagai sebuah hidangan utama.
Tetapi itu juga cukup rawan untuk dijadikan hidangan pembuka. Karena itu, tempat sempurna untuknya adalah dengan menjadi hidangan utama pertama dalam sesi makan.
Dalam hal ini, hidangan utama harus sedikit mengenyangkan, tetapi juga harus menaikkan selera makan seseorang bahkan untuk hidangan selanjutnya. Janet sangat sukses mengerjakan hal itu.
“Ini akan lolos kali ini, Janet.”
“Semoga yaa.”
“Kau tidak akan menggangguku sekarang, kan?”
“Aku harus bekerja pada hidangan untuk musim berikutnya sekarang.”
“…Kumohon jangan.”
Minjoon berseru memohon. Janet tersenyum lalu berjalan menuju ke kantor. Minjoon menoleh ke Javier. Pria itu memberi semangat pada Janet, tetapi juga tampak cukup takut menjadi yang terakhir.
Ketakutannya tidak berdasar. Ketika pintu kantor terbuka, piring Janet kosong, dan… Rasa puas muncul di wajah Janet.
€
“Kau mau enyah, Anderson?
Hal pertama yang Anderson dapat ketika dia masuk ke rumah adalah sebuah makian. Anderson menatap Kaya dengan lelah. Kaya, di sisi lain, membelalak balik seperti harimau.
“Apa? Apa yang aku lakukan sekarang?” tanya Anderson lelah.
“Kau bilang pada Minjoon kau sudah akan berselingkuh dengannya jika kau seorang gadis?”
“Aku tidak pernah mengatakan itu. Aku hanya bilang aku akan menciumnya.”
“Sama saja. Tidak bisakah kau tidak membuatku merasa seperti sainganmu?”
“Serius? Bisakah kalian berdua berhenti soal ini? Aku hanya bercanda.”
“Tetapi kau tidak bercanda.”
“Aku memang bercanda. Bersih-bersih sajalah kau. Apa-apaan sih ini?”
Anderson mengeluh setelah melihat ruang tamu. Ada pakaian dan peralatan memasak, dan bahkan bungkus camilan berserakan. Kaya mendengus marah.
“Berhentilah berbicara seolah kau suamiku. Orang-orang mungkin berpikir kita berkencan.”
“Kita adalah teman serumah. Menurutku, aku bisa mengatakan sesuatu seperti ini sebagai teman serumah. Apa kau lupa dengan perjanjian kita?”
“Aku bilang aku yang membersihkan. Aku tidak pernah mengatakan aku akan sering-sering melakukannya.”
“..Oh, kau akan memainkan itu denganku?”
Anderson menyipitkan matanya, sama seperti yang dilakukan Kaya. Minjoon menyela dari belakang Kaya lalu meraih bahu Kaya.
“Jangan bertengkar. Aku tidak ingin mendengar kalian berdua berteriak segera setelah aku masuk rumah. Aku lelah. Aku bekerja 14 jam hari ini.”
“…Kau sebaiknya pergi ke tempat yang lebih baik. Rose Island itu aneh. Kebanyakan restoran lain yang baik tidak menyajikan makan siang.”
“Itu karena kita baru buka. Kita akan mengubahnya menjadi makan malam saja mulai tahun depan. Kita hanya perlu melewati rintangan ini. Setidaknya menjalaninya dengan baik.”
“Tapi kau menyimpan semua uangmu.”
“…Susah menghabiskannya.”
Jo Minjoon tersenyum canggung. Kebanyakan orang Amerika tidak berpikir terlalu banyak soal menabung. Mereka jusru berfokus pada membangun kredit yang bagus, untuk mendapat tawaran yang bagus dalam meminjam uang.
Mereka yakin dengan masa depan mereka, pun seharusnya Minjoon. Dengan waktu, mereka semua memperoleh pengalaman, dan dengan itu, gaji mereka akan naik. Keahlian mereka akan berkembang juga. Hidup yang berkualitas akan mengikuti setelahnya. Jo Minjoon menoleh untuk melihat Kaya.
“Kau juga tidak terbiasa membelanjakannya. Apa kau menghabiskan semua uangmu?”
“Tidak, tetapi aku tidak berusaha untuk menabungnya. Aku ingin membeli sebuah rumah ketika aku menemukan yang bagus.”
“…Pacarku akan punya rumah?”
“Hmm, apa aku tampak lebih mapan sekarang atau bagaimana?”
“Aku sebaiknya memperlakukanmu dengan lebih baik.”
“Teruskan apa yang sudah kau lakukan. Sudah cukup bagus.”
“…Kalian yaa…”
Anderson menghela napas. Pasangan ini membuatnya mual kadang-kadang.
‘…Aku bodoh dengan mulai datang ke rumah ini.’
Anderson duduk di sofa lalu menyalakan TV. Setelah mengklik beberapa saluran TV, dia terhenti pada sebuah wajah yang familiar.
“Oh, itu Chloe. Program apa ini?”
“Bagaimana mungkin kau tidak tahu? Ini tayangan ulang Grand Chef. Lihat? Itu kau yang ada di sana.”
“…Ya ampun, melihat diriku sendiri membuatku merasa aneh. Tapi, kulitku tampak cukup bagus di sana.”
“Cukup bagus juga pada kenyataannya.”
Anderson mengerutkan dahi. Kaya membelalak sejenak sebelum mengalihkan perhatiannya kembali pada TV. Itu tayangan pada bagian awal program acara. Ketika Minjoon dan Kaya belum berteman. Kaya terus melontarkan satu demi satu cercaan pada Minjoon yag muncul di televisi.
“Bagaimana kau bisa bersikap baik padaku dengan aku yang seperti itu ?”
“Aku sudah bilang, kau adalah chef yang patut dihormati.”
“Tidak mungkin. Satu-satunya hidanganku yang kau lihat saat itu adalah hidangan belut itu. Plus, kau bukan tipe orang yang mengabaikan bajingan. Kau sudah jatuh cinta padaku saat itu, bukan?”
Tampaknya Kaya ingin mendengar sesuatu yang dimulai secara khusus. Minjoon tersenyum, and membelai rambut Kaya. Kaya tersenyum puas, tampak bahagia dengan jawaban tanpa suara itu.
Setelah beberapa saat menonton TV, Anderson berkata.
“Javier pasti merasakan kemiripan pada mereka saat ini.”
“Javier. Anak itu? Kenapa?”
“Dia masih belum bisa membuat hidangan untuk menu. Ah, Anderson dan Janet lolos dengan hidangan mereka hari ini.”
“Ah, Aku paham. Selamat.”
Sedikit ucapan selamat yang asal. Anderson tidak merespon. Dia sungguh tidak mengharapkan apa-apa dengan itu. Minjoon memeluk Kaya lebih erat dari tempatnya duduk.
“Terkadang, tidak, cukup sering, aku memikirkan satu hal. Aku ingin sekali kau ada di dapur. Aku bisa belajar banyak dari para chef demi lainnya ketika aku bekerja dengan mereka. Aku ingin belajar darimu juga. Dunia memasak Anda.”
“Kenapa tidak di rumah?”
“Tidak ada cukup peralatan. Itu membuatku sedih kadang-kadang.”
“Selain itu…”
Anderson menyela. Dia tampak lebih dari sekedar jengkel.
“Bisakah kalian berdua berhenti mengumbar kemesraan di depanku?”
<Guru terbaik adalah rekan kerja (2)> Selesai.