Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak: Bagian 228 <Kadang Teman, Kadang Musuh (4)>
”Kau… Kau… Aagh!”
Kaya berusaha mengatakan sesuatu sembari menunjuk Minjoon, tetapi matanya kembali berair untuk yang kedua kalinya. Minjoon menyeringai dan mengusap air mata Kaya. Kaya menepis tangan Minjoon lalu dengan cepat menutup hidungnya lagi.
“Oh, apa ingusmu keluar? Kau butuh tissue?”
“…Aku akan membunuhmu.”
“Ini bukan apa-apa dibanding habanero di pagi hari, kau tahu? Kupikir lidahku akan lepas.”
“Tapi kau yang memulai…!”
“Siapa yang membalas dendam lewat makanan? Itu curang.”
“Kau lebih suka aku menggunakan tinjuku?”
“Tidak akan sepedas habanero.”
Kaya membelalak pada Jo Minjoon. Dia bergumam di balik napasnya.
“Jangan kau pikir ini sudah selesai yaa.”
“Kau terdengar seperti penjahat ketiga.”
“Kau yang penjahat di sini, kau tahu? Pergilah, aku tidak mau tinggal denganmu lagi.”
Kaya berjalan menghampiri Chloe. Ella, yang berada di sebelah Chloe sepanjang waktu, berekspresi takut. Kaya melihat Ella dengan wajah jengkel.
“Kenapa kau selalu berekspresi seperti itu ketika aku datang?”
“Miss Chloe! Penyihir itu berusaha menakutiku!”
“Ella, kau tidak boleh memanggil orang seperti itu.”
Chloe berlutut agar sama tinggi dengan Ella dan menggoyangkan telunjuknya.. Ella menatap ke bawah ke arah lantai dengan rasa bersalah, dengan gaun Natal merahnya.
“Maaf…”
“Bukan padaku, pada Kaya.”
Ella berhenti sejenak lalu menoleh pada Kaya. Dia tampak seperti sungguh tidak mau meminta maaf. Kaya menghela napas, lalu meletakkan tangannya di bahu Chloe.
“Chloe, tak apa.”
“Tidak, Kaya. Ella mau meminta maaf. Benar kan Ella? Lagipula kau baik.”
Ella ragu sejenak, tetapi akhirnya mendekat untuk memeluk pinggang Kaya.
“…Maaf.”
Kaya menatap gadis itu. Dia tidak bisa melihat wajah Ella karena gadis itu membenamkan wajahnya, tapi kepalanya saja sudah tampak sangat manis sekali. Kaya menghela napas lalu mengecup kepala Ella.
“Tak apa.”
Orang-orang di sekitarnya bertepuk tangan. Kaya memerah, membuat Chloe tersenyum.
“Hei Kaya, bisakah kau balas memeluk Ella?”
“…Kenapa kau berusaha membuat ini berlebihan?”
“Entahlah, setidaknya itu hal yang bagus terjadi saat Natal, bukan?”
Kenapa senyum Chloe hari ini tampak sadis? Ella melepaskan diri dari Kaya lalu dengan enggan merentangkan lengannya.
“Kau bisa memelukku. Hanya hari ini saja.”
“…Terima kasih. Sungguh”
Tetapi akhirnya Kaya memeluk gadis itu. Lagipula, pada satu titik, dia sebenarnya ingin memeluk putri kecil itu. Kaya berekspresi syok saat dia mengangkat gadis itu.
“Kau lebih ringan dari penampilanmu.”
“Aku kurus!”
“Memang siapa yang bilang tidak? Omong-omong, saatnya turun. Aku tidak punya stamina.”
Ella melepaskan lengannya dari leher Kaya dengan wajah kesal. Saat Minjoon menonton semua ini dengan senyum di wajahnya, Jemma berjalan ke sebelah Minjoon.
“Mingjyun, terima kasih. Untuk undangannya.”
“Ini pesta untuk semua orang. Tentu aku akan mengundang kalian.”
“Ini pertama kalinya aku melihat kakakku bahagia. Ini semua berkat Mingjyun.”
“Dia bahkan lebih bahagia setelah kau dan Grace datang. Jadi, ini bukan berkat aku sama sekali.”
“…Tidak. Kita, bukan, aku… hanya beban di bahu kakakku, tapi kau…menyelamatkannya.”
Gadis itu terdengar malu sekaligus bersyukur. Minjoon menggelengkan kepala dengan senyum.
“Maksudmu sebuah dinding, yaitu sebuah dinding tempat dia bisa bersandar. Aku hanya berada di sebelah pintu yang dia buka pada dinding itu. Aku hanya beruntung.”
Jika dia kembali beberapa tahun, atau beberapa bulan melenceng dari ini – dan melewatkan Grand Chef serta Kaya … Apakah mereka masih memiliki hubungan seperti ini? Tidak, mereka tidak akan pernah bertemu.
Memikirkan itu membuat Minjoon sedikit ngeri. Jemma melihat Minjoon dengan cemas saat Minjoon bergidik.
“Dingin?”
“Aah, hanya merinding.”
“Hati-hati. Ara cemas.”
“Kau masih berkomunikasi dengan Ara?”
“Iya. Ketika aku bertanya apakah dia banyak bermain, dia bilang dia sedang belajar bahasa Inggris.”
“Hah, itu alasan yang bagus.”
“Menurutku juga begitu.”
Jemma tersenyum. Sisi kiri wajahnya berkedut sedikit, berjuang untuk mempertahankan ekspresinya. Faktanya, seluruh sisi kiri badannya agak lumpuh. Kaki, lengan, wajah, dan semuanya. Sisi kiri badan gadis itu selalu terasa sedikit kaku. Minjoon harus menyembunyikan kecemasannya saat berbincang dengan Jemma.
“Bagaimana tempat tinggalmu saat ini?”
“Bagus. Punya halaman dan aku punya tempat tidur. Seperti mimpi. Sungguh”
Ucapan gadis itu sedikit kaku. Mendengar itu membuat Jo Minjoon sedikit menangis dalam hati. Sebagian besar orang akan merasa sedih pada gadis itu bahkan meski mereka benar-benar tidak mengenalnya, dan Minjoon…
“Bilang saja kalau kau butuh bantuan, oke? Aku selalu bisa…”
“Yo, Jemma, jangan ngobrol dengan Minjoon. Dia nakal.”
Kaya meraih lengan Jemma entah dari mana lalu mulai menariknya. Jemma tersenyum canggung.
“Kakak, kau sebaiknya membawa pergi pertengkaran cintamu…”
“Pertengkaran cinta pantatku, orang ini… Aduuh!”
Kaya berteriak lalu menoleh ke belakang. Grace, yang telah menepuk punggung gadis itu sekeras-kerasnya, sedang memelototinya.
“Aku bilang jaga sikapmu, kan? Aku sudah bilang jangan menunjukkan sisi burukmu di depannya.”
“Iya, sudah, ini tidak seperti aku bisa melakukan apapun soal ini, kau tahu.”
“Tapi apa kau sudah mencobanya?”
“Tentu saja! Aku selalu menggosok gigi dan memakai riasan saat bertemu dengannya. Aku masih tetap melakukannya juga.”
“Baiklah. Itu jelas suatu perkembangan. Omong-omong, bersikap baiklah padanya. Jika kalian bertengkar, hampir selalu dapat dipastikan kau yang salah.”
“…Apa kau yakin kau ibuku?”
“Tentu saja, karena itu aku tahu kau dengan baik. Aku tahu kalau Minjoon baik, jadi aku tahu dia tidak akan pernah memulai pertengkaran. Tidak seperti seseorang yang kukenal…”
Kaya melihat Grace kecewa, tetapi Grace dengan cepat mengabaikannya.
“Maaf membuatmu berurusan dengan putriku. Apa kau baik-baik saja?”
“Tentu saja. Kaya sangat baik. Dia bahkan membuatkanku burito pedas pagi ini sehingga aku tidak akan merindukan lagi pedasnya Korean.”
“Jadi, karena itu kau memutuskan untuk membalasnya.”
“Tentu saja. Aku senang kau memahamiku dengan baik.”
Kaya berekspresi sangat kesal di belakang mereka, tetap sayangnya, tidak ada yang peduli padanya.
‘aku akan membalasnya…’
€
[Cokelat dengan krim pisang] Kesegaran: 89%
Bahan Asal: (Tersembunyi karena jumlah bahan banyak)
Kualitas: Tinggi
Skor: 7/10
[Cokelat dengan durian muda] Kesegaran: 83%
Bahan Asal: (Tersembunyi karena jumlah bahan banyak)
Kualitas: Rendah
Skor: 2/10
‘Semakin kreatif, hah?’
Minjoon menunduk melihat kotak cokelat dengan senyum terkejut. Pacarnya konsisten ingin membalasnya sejak Natal.
Dengan melihat kotak cokelat ini sudah sangat jelas. Sebagian besar cokelat tidak masalah, tetapi satu di antaranya ada durian muda. Tetapi Minjoon tdak tenggelam memikirkan itu terlalu jauh.
Lagipula, sistem ada bersamanya dan dia menggunakan potensi sistem sepenuhnya.
“Kaya, kau tidak usil lagi dengan ini, kan?”
“Tentu saja tidak. Kau telah menghindari semuanya sejauh ini.”
“Kau masih marah?”
Kaya berhenti sejenak. Tetapi dia segera tersenyum lebar dan memeluk Minjoon.
“Apa menurutmu aku bisa memelukmu jika aku usil terus?”
Minjoon mau tak mau merasa takut padanya melihat ini. Memikirkan dia bisa bersikap sangat natural… Minjoon menggerakkan tangannya ke kotak itu. Kaya melihat Minjoon penuh harap. Minjoon mengambil satu coklat lalu memasukkannya ke mulut dan mulai mengunyahnya.
“Bagaimana?”
“Ini enak. Apa kau menggunakan pisang goreng? cita rasa banana sangat kuat sebagai krim.”
“Iya, betul. Baguslah kalau kau suka.”
Kaya tersenyum. Benar. terus rendahkan pertahananmu seperti itu, kemudian satu coklat itu akan.. Hehe, hanya memikirkan itu membuat Kaya ingin tersenyum. Kemudian, Minjoon menyuapkan sepotong coklat kemulut Kaya.
“Ini, cobalah juga. Ini sungguh enak.”
“…Tapi aku sedang diet?”
“Satu saja. Itu sudah cukup.”
Kaya berhenti sejenak dengan gugup lalu mengambilnya. Lagipula, tidak mungkin dia mendapat ranjau di antara 30 buah cokelat dalam kotak itu… Akan tetapi, wajahnya membeku sejenak saat cokelat itu masuk ke mulutnya.
Minjoon melihatnya dengan penasaran.
“Ada apa?”
“…Bukan apa-apa. Ini enak.”
“Benarkah?
Kaya dengan cepat menelannya sebelum berusaha mengambil cokelat lain. Dia perlu menghilangkan rasa durian itu dengan suatu cara tetapi Minjoon menjauhkan kotak itu dari tangan Kaya.
“Kau bilang sedang diet. Kau harus menahan diri.”
“Satu lagi…”
“Tidak boleh. Kau akan terus mengatakan satu lagi satu lagi dan seterusnya.”
Pada titik ini, Kaya tampaknya tidak bisa mengakui apa yang baru saja dia makan. Kaya berdiri dari tempatnya dengan wajah pucat.
“Perutku sakit. Aku akan kembali.”
“Tentu, tentu.”
Minjoon tersenyum saat dia meninggalkan kamar. Minjoon bisa mendengar Kaya muntah di kamar mandi. Dia pasti sangat syok, terutama dengan lidah yang dia miliki.
‘Setidaknya dia harus berusaha lebih baik…’
Setidaknya dia tidak melakukannya dengan maksud membuatnya sakit. Kaya kembali dalam beberapat saat dengan menghela napas. Minjoon tersenyum.
“Apa kau merasa lebih baik?”
“Sedikit. Ini, ambil ini.”
Kaya melempar sesuatu pada Minjoon dengan suara jengkel.. Itu adalah kotak kecil. Minjoon tampak bingung.
“Apa ini?”
“Hadiah ulang tahunmu. Aku melewatkannya karena aku harus pergi ke Italia, ingat?”
“…Ah.”
Tanggal 30 Desember. Kemarin adalah hari ulang tahun Jo Minjoon. Minjoon melihat kado itu sejenak sebelum membukanya. Dia tersenyum saat melihat ke dalamnya.
“Kartu nama?”
Kartu berwarna silver itu mempunyai logo Rose Island dan tulisan pernyataan-pernyataan. Sebagian besar seperti ini:
– Mendapat juara tiga Grand Chef Sesi 3 (Kalah dari Kaya Lotus)
– Mendapat julukan lidah terbaik di dunia.
– Bekerja sebagai chef demi di restoran utama Rose Island.
– Properti miliki Kaya Lotus!
“…Apa-apaan ini?”
“Kartu nama. Jelas.”
“Apa aku sungguh harus memberikan ini pada orang lain?”
“Tentu kau harus. Memang itu tujuannya dibuat. Apa kau tidak suka?”
“Tidak, aku suka. Ini hanya…”
“Shshsh. Peluk aku jika kau suka. Aku harus pergi sekarang.” kata Kaya sambil merentangkan lengannya pada Minjoon Minjoon menghela nafas. Setelah memeluknya dengan erat, dia berbicara dengan suara berat.
“Kenapa kau punya banyak tempat yang memanggilmu, di saat akhir tahun pula?”
“Lagipula, aku adalah separuh selebriti saat ini. Aku libur saat yang lain sibuk, dan sibuk saat yang lain libur.”
“Well… Tapi kupikir aku tidak pernah melihatmu libur.”
“Eergh, makasih lho sudah memberitahuku.”
“Tidakkah itu berat?”
Alih-alih menjawab, Kaya mencium Minjoon.
“Aku pergi sekarang.”
“Baiklah. Sampai jumpa. Ah, selain itu…”
Bibir Minjoon berusaha terbuka. Kenapa frasa ini sangat sulit untuk dikatakan dibanding yang lainnya? Kaya menyeringai mencium Minjoon lagi. Kaya berakhir mengatakan frasa itu untuk Minjoon.
“Aku cinta padamu.”
Pintu tertutup sebelum Minjoon bisa mengatakan apapun. Minjoon berbaring di sofa dengan lelah.
“Ini… sangat berbeda dibanding sebelumnya.”
Dia memikirkan tahun di saat dia berumur 30 tahun. Dia sedang mengupas bawang putih sendiri di sebuah restoran waktu itu. Tentunya, dia pun saat ini sendiri, tetapi setidaknya Kaya ada di sampingnya untuk membuatnya sedikit nyaman. Ini sangat berbeda dibanding sebelumnya.
Dia tidak perlu mengerjakan banyak hal. Rachel membiarkan semua stafnya melakukan urusan mereka masing-masing. Selama dua hari pula. Dia libur hingga tanggal satu Januari. Tiga hari yang cukup untuk berlibur, sungguh.
‘Apa yang harus aku lakukan selama tiga hari?’
Anderson memintanya untuk datang ke pesta di restoran orang tuanya, tetapi Minjoon sejujurnya bukan penggemar berat pesta ala barat. Dia jauh lebih suka keheningan.
Itulah kenapa dia berakhir pergi ke Rose Island. Pasti tidak ada orang di sana sekarang. Dia seharusnya bisa menggunakan dapur untuk dirinya sendiri sekarang. Tetapi bukan itu yang terjadi, sayangnya. Ada seseorang yang berada di sana sebelum dirinya.
“…Javier?”
“Ah, Minjoon.”
Javier terkejut melihat Minjoon. Dia tampaknya sedang menyiapkan sesuatu. Ada lembar-lembar kertas dengan catatan di mana-mana, dan blender-blender berisi bermacam-macam saus.
“Apa yang sedang kau lakukan?”
“Ah. Well… Aku sudah bilang aku akan membuat sediri resepku, jadi, aku memutuskan untuk terus bereksperimen.”
Suara Javier jelas semakin rendah. Itu masuk akal. Mau tak mau dia seperti itu, kurang dari sepuluh hari menuju hari H. Sedangkan Minjoon, Anderson, dan Janet membuat hidangan itu dalam empat hari…
Itu aneh. Dengan mereka bekerja sendiri, butuh waktu lebih dari satu bulan untuk membuat hidangan tunggal. Tetapi segera setelah mereka bersama, ide-ide mulai bermunculan dari mana-mana, dan mereka mampu membuat hidangan yang baik dalam empat hari.
Tetapi sekarang Javier harus memikirkan tentang sebuah hidangan yang akan cocok dengan hidangan mereka.. Barangkali itulah yang memberikan tekanan besar padanya. Dia tidak bisa menyakiti chef lain karena dirinya sendiri jika dia tidak bisa membuat apa pun di sini…
“Maaf. Aku sedang berpikir. Menurutku, aku sedang tidak bisa mengobrol.”
Minjoon tidak mengatakan apa pun. Barangkali Javier merasa sungguh rumit tentang keputusannya saat ini. Tidak seperti Minjoon bisa menyerah dan membantu pria itu, tetapi…
“M-Minjoon! Apa yang sedang kau lakukan?”
Javier berteriak terkejut. Minjoon baru saja mencicipi sedikit saus yang ada di bak cuci. Minjoon segera berkata.
“Puree avocado akan cocok dengan daging kalkun. Tetapi cita rasanya terlalu umum. Itu terasa seperti sesuatu yang bisa didapat di toko sandwich di pinggir jalan. Dan saus ponzu ini…Jeruk, hah? Ini kekurangan aroma. Kau harus mendapatkan aroma jeruk untuk membuat sausnya istimewa.”
“Apa yang kau …?”
“Aku tidak bisa memberi saran tentang apa yang sebaiknya kau lakukan pada hidanganmu, tetapi setidaknya, aku bisa mencicipinya. Semua orang membuat hidangan mereka dengan cara seperti ini. Jadi, jangan coba-coba untuk menghentikanku.”
Javier tampaknya berusaha mengataan sesuatu, tetapi malah menggigit bibirnya. Minjoon menunggu pria itu berbicara.
“Aku jadi terlalu kejam, bukan?”
“Beberapa orang harus jadi kejam kadang-kadang. Aku ada di sisimu. Jangan merasa bersalah, oke? Aku tahu kau merasa sangat tertekan, tetapi itu sungguh tidak perlu. Aku akan membantumu.”
“…Kenapa?”
“Kita kan teman?”
Tidak ada keraguan pada jawaban Minjoon.
“Ketika teman membutuhkan, kau harus selalu membantunya.”
<Kadang Teman, Kadang Musuh (4)> Selesai.