Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak: Bagian 232 <Di Hadapan Pertarungan Nyata (4)>
Kemudian, Jasper merasa jantungnya berdebar kencang. Ini bukan buatannya? Apa chef Rachel bercanda? Tidak, chef Rachel tampak terlalu serius untuk dianggap bercanda tentang hal seperti ini. Sebagian dari dirinya ingin bertanya apakah chef Rachel berbohong, tetapi dia di depan kamera. Melakukan itu hanya akan menggali kuburanya sendiri. Justru, dia memutuskan untuk mengulang apa yang dia katakan pada chef Rachel.
“Bukan?”
“Bukan. Hidangan itu diciptakan oleh Javier dan Minjoon.”
“Mengagumkan. Kau punya murid yang brilian. Ini bahkan tidak terasa seperti sebuah hidangan yang dibuat oleh seseorang yang masing sangat muda.”
Menghina mereka berdua saat ini hanya akan membahayakan dirinya lebih dari apapun.. Justru lebih baik dia memuji chef itu saja. Jasper melanjutkkan perlahan.
“Dengan sesuatu yang seenak ini, tak terhindarkan bahwa aku mendapat kesan pertama yang salah. Aku harus mencicipi hidanganmu sekarang agar paham.”
Saat itu, tampak sangat jelas bahwa dia berusaha untuk mengubah topik. Tetapi dengan betapa sangat gugupnya dia, siapa pun di ruangan tidak ingin repot-repot memberitahunya.
Jasper dengan cepat menggigit scallop Rachel. Jeli di atasnya tampak menjadi semacam saus kecap asin Jepang. Saat itu meleleh, dia bisa merasakan saus meresap ke dalam sudut dan celah kerang untuk membuat dagingnya terasa lebih gurih dan lezat . Otaknya bahkan berhenti bekerja sedetik akibat betapa sedapnya hidangan itu.
‘Ya Tuhan, apa aku membuat kesalahan?’
Ini sudah terlambat. Dadu sudah dilempar dan dia sudah berada jauh di dalam teritorial musuh. Saat ini, bergantung dari apa yang dia lakukan, dia pun bisa langsung naik ke surga ataupun jatuh ke neraka. Jelas sangat bergantung pada dirinya, menjadi sampah ataukah kritikus abad ini. Jasper memutuskan untuk tersenyum.
“Ah, sekarang aku bisa mengatakan apa yang berbeda. Hidangan ini memiliki keseimbangan sempurna antara gastronomi molekuler dan masakan tradisional. Sesuai apa yang diharapkan darimu, Rachel. Aku seharusnya mencoba keduanya sebelum berbicara sesuatu. Betapa konyolnya aku.”
“Jadi, kalau begitu apa menurutmu kau bisa menebak dengan benar yang berikutnya?”
“Kubilang baru saja, bukan? Apa yang ingin aku kritik bukan mampu membedakan antara makananmu dan makanan mereka. Ini semua tentang siapa yang membuat hidangan.”
“Kalau begitu, apa maksudmu dengan ‘ini hidanganmu’ yang kamu katakan beberapa detik yang lalu?”
“…Aku hanya bersemangat. Dari… Ah, ledakan citarasa di dalam mulutku. Kegembiraan membuat saya benar-benar tidak dapat berpikir dengan benar.”
Rachel menarik napas. Dan di sini dia berpikir bahwa pria itu setidaknya sedang memainkan sebuah trik…
‘Idiot sekali.’
Bahkan dia merasa seperti seorang idiot untuk ikut bermain dalam permainannya. Dia tidak akan melakukan semua ini jika dia tidak melihat wajah terluka Minjoon.
Itu terasa seperti baru kemarin ketika dia mulai memasak sendiri. Tetapi memikirkan bahwa dia sudah punya murid-murid… Tidak ada yang terasa sungguh nyata kadang-kadang. Rachel menoleh ke para chef demi.
“Maaf, kalian berakhir membuat hidangan selama sepuluh hari hanya untuk melayani…orang macam ini.”
“Tidak ada tamu yang buruk, kata orang-orang. Tidak masalah.”
“Beberapa orang tidak datang sebagai tamu.. Dalam kasus itu, kau harus membuat sesuatu yang berbeda dari makanan yang kalian sajikan untuk para tamu. Kalian akan melihat ketika kalian mulai menangani kritik yang sesungguhnya.”
Minjoon tidak memahami itu. Lagipula, dia tidak pernah bertemu dengan seorang pengkritik yang tidak pernah berusaha untuk memahami sisi baik dirinya sejauh ini.
Kali ini, hidangan utama disajikan. Pertama adalah sebuah hidangan ikan seabream yang disajikan dengan saus yang terbuat dari kari hijau dan keju kambing, dan yang kedua tampak seperti sepasang paru-paru manusia.
“Ini… apa ini bayi burung?”
“Iya, seekor bayi merpati. Kita memasaknya di wajan. Kubis savoy dibumbui dengan bawang putih hitam dan garam truffle. Dan bahan di sebelahnya adalah…Maukah kau menebaknya? Tampaknya, kau seorang penggemar permainan tebak-tebakan.”
Rachel bertanya dengan santai. Jasper melihat hidangan itu dengan seksama. ada saus coklat kemerahan di bawah keseluruhan hidangan. Dia meraih sendoknya dengan gugup.
‘Ada jamur… dan daging… sebuah rebusan. Benar. Apa tadi ini namanya…?’
Dia merasa sangat gugup hingga hampir terkejut bahwa dia tidak bisa mencicipi apa pun. Saat ini, menebak tidak penting baginya. Dia selalu bisa mengelak ketika salah menebak.
‘Sial, Aku tidak seharusnya berusaha bertingkah pandai tadi.’
Dia pikir dia bisa menyeret wanita itu melalui sisi butanya karena hidangannya sangat Rachel sekali. Tetapi ternyata, dia sedang berjalan menuju sebuah perangkap. Jelas dia harus mencicipi keduanya sebelum memberikan jawaban. Ah baiklah. Terlalu terlambat untuk menyesalikeputusannya sekarang.
“Jasper?”
“Ah, ah! Aku sedang berpikir sejenak. Ada sebuah hidangan yang mirip dengan ini di Perancis. Salon?”
“Rebusan di kebanyakan negara mirip-mirip satu sama lain. Tetapi kau masih memahaminya. Tapi kau salah menyebutkan namanya. Ini salmi. Ini semacam rebusan burung.”
“Aku tahu. Itu terjadi pada salah satu hidangan favoritku.”
“Sekarang, apa itu? Kukira kau tidak suka karena kau salah menyebutkan namanya.”
Wajah Jasper memerah karena malu sekali lagi. Dia nyaris tidak berhasil tersenyum ketika menjawab.
“Maaf. Ingatanku bermasalah.”
“Itu tragis, apalagi masih muda. Ini, silakan lanjutkan.”
“Tentu, tentu.”
Jasper mulai memotong daging dengan tangan gemetar. Dia mencelupkan daging pada saus lalu menggigitnya. Dia harus mengakui, itu enak. Cukup enak untuk membuatnya melupakan di situasi macam apa dia berada.
“Bagaimana rasanya?”
“Mengagumkan! Burung dan saus saling berpadu sempurna dalam harmoni. Ini sangat jujur, tapi sangat kompleks. Aku bisa merasakan kedalaman dan pengalaman…”
Jasper menyadari di tengah-tengah bahwa dia hanya menirukan apa yang dia katakan dengan hidangan pertamanya. Dengan cepat dia mengoreksi dirinya sendiri.
“Ini menakjubkan. Itu semua yang bisa kukatakan.”
“Jadi, apa kau tahu siapa yang membuatnya?”
“…Aku akan mencoba kedua hidangan ini kali ini.”
Rachel tersenyum. Jelas betapa gugupnya pria itu. Kasihan sekali, sungguh. Jasper mengusap keringat di alisnya saat dia berpindah ke hidangan berikutnya.
‘…Ini juga tampak tradisional.’
Sausnya tampak semacam penuh teknik sains dan aneh, tetapi hidangan itu sendiri dibuat dengan teknik tradisional. Stik ikan yang cantik. Itu tampak hampir seperti sebuah karya seni baginya. Tentunya cita rasanya sama cantiknya. Dagingnya dengan lembut berpisah di mulutnya, dan lapisan renyah itu memberikan rasa berminyak.
Kari hijaunya juga hampir luar biasa enak. Dikombinasikan dengan keju kambing, Jasper merasa bahagia dan marah sekaligus.
‘Siapa sih yang membuat makanan ini?!’
Dia tidak akan merasa seburuk ini jika hidangan-hidangan ini hanya lezat semata. Akan tetapi hidangan ini hampir enak hingga tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
“Bisakah kau memberi tahu siapa yang membuat hidangan ini?”
Dia sudah menyerah. Jasper masih belum punya jawaban. Baginya, hidangan merpati sebelumnya tampaknya milik Rachel, tetapi dia sungguh tidak punya ide apakah dia benar atau salah.
Namun, dia harus tetap membuat keputusan. Dia mengamati kedua hidangan itu, lalu akhirnya menunjukkan sebuah hidangan. Dia menunjuk hidangan ikan. Rachel tersenyum.
“Menurutmu, kau sudah paham?”
“…Siapa tahu. Aku tidak berpikir benar dalam menebak adalah bagian yang penting.”
“Tentu saja. Itulah yang coba kau beri tahukan pada kami awalnya.”
“Apa yang kubilang sebelumnya adalah…”
“Ah, dengarkanlah hasilnya dulu.. Ikan itu bukan buatanku, itu dibuat oleh para chef.”
Jasper bahkan tidak kecewa.. Situasi tidak bisa kembali. Dia bahkan tidak menduga untuk menebak dengan benar.
“Kau serius? Ini dibuat oleh para chef demi sendiri?”
“Apa menurutmu aku bercanda tentang hal sperti ini?”
“Tidak, hanya saja… kau pasti mengajari mereka. Itulah kenapa hidangan-hidangan ini mirip dengan hidangan-hidanganmu yang lain.. Jika itu yang terjadi, kalau begitu bukankah secara teknis kau yang membuat hidangan ini?”
Maya tertawa kemudian. Tidak ada pula yang menghentikannya. Lagipula, secara teknis semua orang di dapur berusaha menahan tawa. Rachel tampak hampir jijik pada pria itu.
“Jadi kenapa kau mengkritisi hidangan-hidangaan yang secara tidak langsung aku yang membuatnya? Menurut logikamu, hidangan-hidangan yang kau kritisi adalah milikku, bukan?”
“…Kau benar?”
Jasper tampak hampir bingung. Dia jela bahkan tidak tahu apa yang dia katakan saat ini. Keringat di alisnya muncul semakin deras, dan wajahnya lebih pucat dari sebelum-sebelumnya.
Dia mulai bertepuk tangan. Kemudian, dia meletakkan tangan menutupi mulutnya lalu tertawa. Seiring waktu, tawa itu terdengar lebih seperti isak tangis, dia membuka tangannya untuk memperlihatkan hidungnya yang memerah.
“Kumohon…” dia mulai berkata dengan suara seperti anak kecil yang ketakutan.
“Kumohon lepaskan aku, sekali ini saja.”
<Di Hadapan Pertarungan Nyata (4)> Selesai.