Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak: Bagian 233 <Pria Yang Mengupas Kastanya (1)>
Hallo, semua. Ini Jasper.
Aku tahu apa yang sedang kalian pikirkan.. Kalian pasti penasaran tentang apa yang terjadi dengan pertemuan singkatku dengan chef Rachel.
Well, singkatnya, itu adalah sesi makan yang menyenangkan sekali. Tetapi sebaiknya kalian tidak penasaran tentang itu. Kalian semua pasti penasaran apakah aku bisa atau tidak menebak hidangan dengan benar. Sejujurnya, aku merasakan hal yang sama ketika aku pertama kali masuk ke restoran. Namun, tidak lagi.
Mari kita mulai dengan hidangan yang pertama. Makanan pembukanya adalah sebuah… (lewati).
Setelah sesi makan selesai, aku menyadari bahwa pendapatku sangat salah. Hanya beberapa minggu yang lalu, aku bilang bahwa alasan kenapa kita pergi ke Rose Island hanyalah untuk chef Rachel. Oleh karena itu, dengan menyajikan makanan yang dibuat oleh para chef demi, itu benar-benar kasar.
Aku hanya tidak paham selama ini. Sekarang aku menyadari betapa aku salah. Meskipun hidangan itu diciptakan oleh chef demi, akar hidangan itu kembali pada chef Rachel.
Para chef ini mendapatkan ide hidangan setelah belajar dari chef Rachel dan mereka terus mendapat bantuan dari chef Rachel sampai hidangan mereka selesai. Sama seperti bagaimana saat kau membuat telur goreng, kau yang memasaknya, bukan wajannya.
Chef Rachel bersikap baik padaku sejak awal hingga akhir. Dia membuatku menyadari semua ini melalui makanan, bukan melalui kata-kata yang kasar. Aku berterima kasih lagi padanya untuk ini dari dasar hatiku.
Aku ingin meminta maaf pada semua chef di Rose Island atas kesalahanku. Aku tidak mengerti bagaimana restoran bekerja dan aku menyoroti kepala chef sendiri. Aku minta maaf atas segala yang telah kulakukan.
Aku senang setidaknya aku mampu untuk memahami hal ini pada akhirnya. Terima kasih semua telah membaca ini.
Dengan hormat,
Jasper
#
High-class Watch: Lalu kenapa? kau tidak mengerti pada akhirnya?
└ Breaking Pot: Inikah semua yang kau dapat? Dia menerima suatu pelajaran dan belajar untuk menghormati restoran pada akhirnya.
└ Fabio da Cunha: @Breaking Pot Tapi ini agak aneh, bukan? Dia berubah total di banding sebelumnya.
└ Breaking Pot: @Fabio da Cunha Itulah yang membuat tempat ini luar biasa.. Tempat ini mengubah orang-orang.
Carol Lee: Sejujurnya, apa yang bisa dilakukan oleh orang macam dia dalam situasi ini, omong-omong? Dia bahkan tidak sepopuler itu, dan dia hendak menyerang restoran yang super terkenal. Dia menggali kuburnya sendiri..
└ Cynthia Dorado: Masuk akal sih. Apa kau sudah melihat videonya? Orang itu tampak benar-benar gugup. Barangkali tidak ada restoran lain di dunia ini yang bisa membuat seorang pengkritik merasa gugup.
└ Carol Lee: @Cynthia Dorado Baru saja nonton videonya.. Iya, dia tampak benar-benar gugup. Tapi kenapa mereka mengunggah versi yang diedit?
└ Cynthia Dorado: @Carol Lee Mungkin aslinya terlalu panjang? Aku semacam ingin melihatnya juga. Mungkin si pengkritik dipermainkan di video asli
└ Kaya Jo: @Cynthia Dorado Pacarku bekerja di sana, dan iya, dia sangat dipermainkan. Itu membuat dirinya sendiri terlihat bodoh.
“…Kaya, hapus itu.” kata Minjoon saat dia membacanya.. Kaya menoleh melihat Minjoon saat tengah berselancar di ponselnya.
“terlalu jelas?”
“Setidaknya ubahlah namamu.”
“Sudah. Jadi Kaya Jo. Mungkin sebaiknya Jo Kaya, sebagaimana nama orang Korea.”
“Terdengar… sedikit aneh. Selain itu, bahkan kita belum menikah, kenapa kau menggunakan nama belakangku?”
“Ingin saja. Berhentilah bersikap picik pada hal-hal seperti ini.”
Kaya mengernyit. Minjoon bersandar di sofa dengan ekspresi canggung. Anderson mendecakkan lidahnya lalu menggelengkan kepala.
“Mereka seperti itu sepanjang waktu. Bukankah itu lucu?” kata Anderson
Orang di baliknya adalah separuh manusia, dan separuh mesin. Seorang kamerawan, tepatnya. Oh, tiga kameramen, lebih tepatnya.
Mereka adalah orang-orang yang dikirim untuk memeriksa bagaimana kehidupan kontestan Grand Chef musim sebelumnya. Satu kameramen untuk satu orang. Ini berakhir membuat situasi yang aneh dengan tiga kamerawan dalam satu ruangan.
“Bagaimana kalian berakhir tinggal bersama?” tanya kamerawan Anderson.
“terjadi begitu saja dalam satu dua cara. Kami bertiga datang ke LA, dan kami jadi berteman, itu saja.”
“Kudengar Ms. Chloe juga seharusnya tinggal di sini…”
“Dia berubah pikiran, sayangnya.”
Minjoon terbatuk lalu melihat ke arah kamerawan.
“Boleh aku bertanya sesuatu?”
“Tentu.”
“Apa kau tahu apa yang dilakukan Marco akhir-akhir ini?”
“Apa? Ah! Marco. Kau tidak dengar?”
“Iya, aku tidak bisa menghubunginya akhir-akhir ini.”
“Tidak, baiklah… Dia agak sedang dalam masalah akhir-akhir ini.”
“Apa? Apa yang terjadi?”
“Well…”
Kamerawan dengan gugup melirik ke kameranya. Mungkin itu sesuatu yang tidak boleh dikatakan saat syuting? Sekarang Kaya menatap Jo Minjoon untuk memberi tanda.
“Apa itu? Kau selalu bisa mengeditnya nanti.” kata Kaya.
“Tidak semudah itu… Baiklah, aku akan memberi tahumu. Marco… ah, mungkin ditipu kata yang terlalu kuat.. Dia dimanipulasi, kurasa.”
“Apa maksudmu?”
“Kau tahu betapa sangat populernya Grand Chef, kan?”
“Iya, itu memang benar. Pemenangnya juga hebat.”
Kaya mengangguk dengan bangga. Anderson melihatnya dengan ekspresi takjub tetapi Kaya mengabaikannya.
“Popularitas Marco juga naik.. Lagipula kepribadiannya adalah pendiam. Jadi dia direkrut, tetapi … Sepertinya toko roti yang mempekerjakannya tidak benar-benar menganggapnya sebagai chef, tetapi seorang bintang.” lanjut Kamerawan itu.
“Mereka tidak memecatnya setelah menggunakannya sebagai alat pemasaran, bukan?”
“Tentu tidak, mereka akan dituntut untuk pengelakan jika itu terjadi.”
“Lalu apa?”
“Mereka tidak memperlakukan dia dengan baik sama sekali.”
Mata ketiga chef itu menyipit. Itu penjelasan yang terlalu singkat. Kamerawan melanjutkan.
“Mereka hanya menggunakan Marco sebagai maskot. Mereka tidak benar-benar membiarkan dirinya melakukan sesuatu sama sekali.”
“…Tidak bisakah dia menuntut mereka untuk hal itu?”
“Dia bisa, tetapi yang kudengar, baginya itu perlawanan yang sangat sulit. Marco justru ingin terlepas saja dari mereka.”
“Jadi, itulah kenapa aku tidak bisa menghubunginya.”
Minjoon menghela nafas. Dia teringat wajah senyum Marco setelah mendapat panggilan perekrutan. Anderson bergumam dengan marah di balik napasnya.
“Aku benci orang yang mempermainkan mimpi orang lain.”
“Apakah orang-orang tahu soal ini?”
“Kebanyakan orang-orang di sekitarnya tahu. Tetapi khalayak umum tidak.” jawab kamerawan.
Kaya melihat ponselnya sesaat lalu menoleh ke Minjoon.
“Haruskah aku mengunggahnya ke internet? Kita bisa membuat tutup toko ro-…”
“Jangan.”
Minjoon memotongnya dengan tegas. Kaya berhenti sejenak untuk menatap Minjoon. Minjoon sungguh tidak tampak marah. Dia mungkin marah.
“Kenapa?” tanya Kaya dengan hati-hati.
“Ini urusan Marco. Dia akan mengunggahnya sendiri jika dia mau. Ini bukan ranah kita untuk ikut campur.”
“Kau tahu kepribadian Marco. Dia terlalu lembut untuk melakukan sesuatu yang besar.”
“Meski begitu, tetap saja jangan. Meski kita membuat toko roti itu tutup, Marco tetap akan terluka.”
“Lalu bagaimana, kita di sini tanpa melakukan apa pun!”
Kamerawan saling bertatapan dengan gugup. Situasinya meningkat terlalu cepat. Mungkin dia ikut campur dengan syuting lain? Cukup mengejutkan, tetapi, yang lain tampak gembira tentang ini.
‘…Ah, seharusnya ini meteri yang bagus.’
Adegan itu tiba-tiba tampak berbeda baginya. Kamerawan fokus menyorot Minjoon. Pria itu tiba-tiba tampak kejam di depan kamera.
“Aku belajar sesuatu dari pengalaman dengan pengkritik. Kau harus berhitung saat kau memulai perang. Sama seperti makanan. Kau bisa dipermalukan dengan mudah jika kau hanya ikut campur tanpa berpikir.”
“Lalu, memangnya kenapa?”
“Mari kita berpikir tentang Marco dulu. Kami tidak bisa sekedar mengejar penjahat setelah seseorang tertembak. Kita harus membantu korban terlebih dahulu.”
“Tidak ada yang akan berubah jika kita hanya duduk di sini berpikir.”
“…Itu betul.”
Minjoon mengambil ponselnya. Tidak ada yang akan berubah jika dia tetap di sini berpikir. Dia harus bertindak. Minjoon menoleh ke kamera.
“Marco tidak melakukan apa pun, kan?”
“Dia seharusnya syuting saat ini.”
“Ini waku yang bagus baginya ada di TV. Melihatnya seperti itu akan membuat toko ini banyak kritik. Aku sebaiknya menelponnya dulu. Kurasa di sana tiga jam lebih cepat…masih di hari yang sama di sana. Baiklah, aku akan menelponnya.”
Minjoon mulai menelpon, dan Kaya mendekatkan telinganya ke ponsel Minjoon. Kring. Kring. Kring. Setelah berbunyi beberapa kali, dering telepon berhenti. Mata Kaya melebar.
<< Hallo! Ini Marco. Aku tidak bisa mengangkat telepon saat ini. Silakan tinggalkan pesan. Dah! >>
“…Dia memutuskannya terlalu cepat.”
“Iya. Telepon dia lagi.”
“Tentu.”
Minjoon menelponnya lagi. Setelah beberapa kali menelpon, akhirnya dia menjawab.
<< …Hai Minjoon. >>
“Sudah lama ya, Marco. Apa kau sudah makan malam?”
<< Tidak, aku sedang merasa tidak sehat saat ini. Ada apa? >>
“Aku penasaran apakah kita bisa makan bersama.”
<< Tapi aku ada di New York? >>
“Tentu, kau bisa membelikan makanannya nanti, kukira.” gurau Jo Minjoon.
“Aku akan membayar tiket pesawatnya.”
<Pria Yang Mengupas Kastanya (1)> Selesai.
belom lanjut lagi ne novel ??
Komen dlu, nyoba baca
Seru banget, cuma grand chef nya lama bet wkwk
Di tunggu chap selanjutnya
MANA NIH LAJUTANNYA???
Baguss bgtt. Jadi inget shokugeki no soma wkwk ?
Min add yg raw mtl dari website candemo
Next~ ty for the update~
semangat tlnya min
Up min?
Chapter 74 isinya sama kaya chapter 73
ty infonya dah udah di perbaiki gan
166 = 165
sudah di perbaiki ty infonya