Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak: Bagian 244 <Tak biasa (4)>
“…Chef sejati!”
Kamerawan tercengang dan mengulang kata-kata Raphael. Dia ada di sana, di belakang panggung ketika syuting Grand Chef. Karena itulah dia syok saat ini. Hanya dalam satu tahun, tidak, beberapa bulan yang lalu, Minjoon hanya seorang chef yang penuh harap.
‘Bisakah seseorang berkembang sebegitu cepat?’
Mungkin inilah kenapa orang-orang berekspektasi tinggi pada Minjoon. Dia selalu unggul. Sebelumnya, dia hanya menunjukkan keunggulannya dalam kondisi yang berkaitan dengan lidahnya, tetapi sekarang dia telah tumbuh lebih dari itu.
‘Membuat sesuatu yang memuaskan Rachel Rose saat berusia 22 tahun…’
Bagaimana menurut orang-orang tentang ini? Akankah mereka curiga? Ataukah mereka sangat senang?
Hanya memikirkan tentang ini sudah membuatnya senang. Di dunia ini, ada orang-orang yang bisa menjadi bintang yang sesungguhnya. Minjoon salah satunya.
‘Aku bisa melihat kenapa PD berekspektasi tinggi terhadapnya sekarang.’
Seorang bintang di dunia memasak. Begitu ini tayang, orang-orang akan menyadari bahwa Minjoon bukanlah berlian yang masih kasar, tetapi sudah menjadi permata yang bersinar. Minjoon akan menjadi bunga yang mekar yang bisa menarik banyak pelanggan, sama seperti Rachel Rose.
Selama ada angin, aroma manis Minjoon akan menyebar.
Dan angin itu datang lebih cepat dari dugaan siapa pun.
€
Mungkin karena staf dapur sudah dikelilingi oleh banyak kamera, tetapi tak seorang pun sungguh menduga Minjoon menjadi populer melalui video-video yang direkam oleh pelanggan.
“..Aku tidak pernah menyangka aku mendapat pujian dari orang ini dari semua orang.”
Minjoon bergumam sendiri dengan nada terkejut. Dia sedang melihat artikel Akira di internet. Pria itu baru saja memosting ulasan baru tentang Rose Island dalam situsnya. Biasanya, ulasannya tentang Rose Island hanya berisi pujian untuk hidangan chef Rachel.
Dia tidak hanya melakukan itu. Dia adalah pendukung besar dari gagasan bahwa ‘makanan yang dibuat oleh chef kepala terasa lebih enak’.
Tetapi kali ini berbeda. Judulnya sendiri ‘Aku ingin makan stik, tetapi malah terkesima dengan hidangan pendampingnya.’ Jelas bahwa pria itu merujuk pada Rachel dan Minjoon. Maya membaca blog dengan seringai di wajahnya.
“’Aku selalu berpikir diriku tidak akan puas jika suatu hidangan bukan buatan chef kepala sendiri. Hidangan penutup yang kusantap hari ini mengubah pendapatku sepenuhnya. Hidangan itu dibuat oleh Chef Minjoon, 5 cita rasa dan tekstur yang berbeda dari parmigiano reggiano.’”
“…Hentikan, Maya. Kau membuatku malu.”
“Sedikit lagi. ‘Aku sungguh tidak tertarik mencicipi makanan yang dibuat oleh murid chef kepala di suatu restoran. Aku masih tidak tertarik. Tetapi ini bukan makanan yang dibuat oleh seorang murid. Ini makanan yang dibuat oleh Minjoon. Aku ingin menyampaikan rasa hormatku padanya…’”
“Berhenti.”
“Siap, Pak”
Maya menutup mulutnya sambil tersenyum. Janet bertanya pada Minjoon dengan tatapan bingung.
“Kenapa kau mengerutkan dahi? Dia memujimu. Bukankah kau seharusnya senang?”
“Aku tidak suka tulisannya. Aku senang dia mengakui diriku, tetapi itu terasa seolah dia sedang membuat cahaya chef Rachel akan…”
“Maksudku, kau tidak pernah bisa mendengar yang ingin kau dengar dalam hidup.”
“Aku tahu. Maka dari itu aku tidak berkata apa-apa.”
“Omong-omong, kau hebat. Kau mendapat pengakuan dari seorang kritikus. Well, kritikus dan chef, yaa begitulah.”
“…Bagaimana para chef masuk ke perkumpulan ini?”
Janet menarik ponselnya. Minjoon melihat ke layar dengan tatapan penasaran.
“Apa ini?”
“Ini komunitas chef. Banyak orang sedang mebicarakanmu dan Akira saat ini.”
“…Apa Akira seterkenal itu?”
“Tidak, kau yang terkenal.. Atau kukira malah Rose Island? Maksudku, kau sudah masuk TV karena kau berciuman.”
Minjoon menggaruk-garuk kepala malu. Janet mengerutkan dahi sambil memegang ponselnya.
“Berapala lama lagi kau ingin aku memegang ini?”
“Oh, maaf.”
Minjoon mengambil ponsel darinya lalu mulai membaca.
# Judul: Minjoon mendapat pujian dari Akira.
# Nama: Tidak ada
# Desk: Akira Bangsat. Dia tidak pernah menyebutkan chef demi ketika dia datang ke restoran kami.
HW: Akira memuji hidangan chef demi? Di Rose Island? …Apa sih yang dia makan?
└ David Chung: Kudengar dia menyantap lima cita rasa berbeda dari keju. Menggunakan busa, gelembung, galette, souffle , dan saus. Menarik sekali. Konsepnya itu sendiri sungguh keren.
└ HW: @David Chung Itu pasti lezat. Bagaimanapun, Akira tidak mungkin berbohong. Ah… Aku penasaran. Apa mungkin sebaiknya aku berkunjung?
└ Benjamin Matthewson: @HW Bukankah harus membuat reservasi dulu sebulan sebelumnya? Menurutku, mereka sudah mengubah menunya saat itu nanti.
Sae Hakayami: Kukira dia hanya pandai memasak? Bagaimana dia bisa membuat sesuatu seperti itu?
└ Benjamin Matthewson: Mungkin dia sudah berkembang?
└ Sae Hakayami: @Benjamin Matthewson Tidak mungkin. Kau tidak bisa menjadi lebih baik sebegitu cepat. Tidak mungkin dia sudah semahir ini hanya dalam beberapa bulan setelah apa yang dia tampikan di Grand Chef.
└ Benjamin Matthewson: @Sae Hakayami Tetapi akhirnya dia mendapat pujian dari Akira. Itu tidak mengubah fakta.
Taraneh Kashani: Sebenarnya semua kritikus memujinya saat ini. Mereka mengatakan bahwa hidangannya tidak berbeda dari hasil kerja Chef Rachel. Dia yang melakukan sesuatu semacam itu di usia dua puluhan,…sungguh mendorongku untuk bekerja keras.
└ HW: @Taraneh Kashani Teknik yang terampil membutuhkan usaha, bukan bakat. Namun, kreativitas harus disertai bakat pada akhirnya. Jika usaha adalahsegalanya, semua orang yang ada di Michelin Guide akan menjadi super tua.
└ Taraneh Kashani: @HW Itu adil. Ah, aku iri.
‘…Aku juga bekerja keras.’
Minjoon melihat layar dengan ekspresi sedih. Dia berhenti sejenak saat mengembalikan ponsel Janet. Matanya sedang mengatakan banyak hal. Minjoon sedikit mengernyit.
“Ada apa?”
“Aku merasa iri.”
“…Bukankah kau terlalu jujur saat ini?”
“Aku lebih baik jujur daripada berbohong pada diri sendiri. Jadi, aku berterus terang.”
“Tidak ada yang perlu dicemburui. Kau hanya perlu melalukannya sendiri.”
Minjoon menyadari dirinya terdengar seperti teman bijaknya di sekolah saat itu. ‘Di kelas, kita hanya mematuhi apa yang dikatakan guru lalu kita akan mendapat nilai yang baik. Apa kau sudah mengerjakan PR-mu?’ Minjoon terbatuk malu lalu memalingkan muka. Janet tampak sangat kesal.
“Sejujurnya aku sangat senang untuk Minjoon.”
Marco yang mengatakannya. Dia tersenyum dengan badan penuh tepung.
“Aku merasa seolah aku akan melakukan dengan baik jika dia juga melakukan dengan baik. Itu juga bagus bahwa dia melakukan dengan sangat baik untuk dirinya.”
“…Aku tidak mengatakan aku benci dia berhasil. Aku hanya iri.” timpal Janet dengan nada kesal, lalu pergi setelah mengatakan bahwa dia harus memasak. Minjoon melihat Marco dengan senyum.
“Apa kau senang dengan pekerjaanmu?”
“Iya. Lisa hebat, tetapi…bertemu dengan Jack itu lain lagi. Dia tahu sangat banyak soal membuat roti.”
“Itu bagus, kau bisa belajar banyak.”
“Terima kasih.”
Marco tersenyum canggung. Dia menarik napas sebelum melanjutkan.
“Aku di sini karena kau menyeretku ke sini. Aku tidak pernah lebih bahagia dari ini. Semua berkat kau.”
“Ada apa denganmu?”
“Aku hanya mengutarakan rasa terima kasihku. Aku hanya ingin mengungkapkannya selagi aku bisa.”
Marco menggaruk pipinya dengan malu-malu. Tepung di tangannya meninggalkan garis putih di wajahnya. Minjoon mengulurkan tinjunya mengajak tos. Marco membalas.
“Benar. Mari saling berterima kasih untuk waktu yang lama.”
€
“Hidangan penutup Minjoon menjadi sangat populer.” kata Isaac. Rachel meraih garpunya alih-alih merespon. Hidangan penutup Minjoon masih belum habis di piring Rachel. Isaac menghela napas.
“Bahkan pelanggan reguler tampaknya khawatir jika hidangan itu akan dikeluarkan dari menu pada musim berikutnya. Aku sudah mendengar bahwa ada orang-orang yang menjual kursinya pada yang lainnya…”
“Makanan enak membuat orang-orang bahagia, dan makanan luar biasa membuat orang-orang menjadi gila. Kau tidak penasaran apa yang akan dilakukan Minjoon di masa depan?”
“Selain masa depan, Aku lebih penasaran apa yang akan kita lakukan. Apa yang akan kau lakukan dengan hidangan penutup Minjoon? Apa kau akan mempertahankannya di menu lebih lama?”
“Yaa…Menurutku sebaiknya kita tanya dia.”
Rachel mengambil ponselnya. Beberapa waktu kemudian, Minjoon dengan hati-hati masuk ke ruang kantor. Rachel juga tersenyum dan melambai pada kamerawan di belakang Minjoon.
“Apa terjadi sesuatu, Chef?”
“Hanya mau bertanya. Aku bertanya-tanya bagaimana kalau aku mempertahankan hidangan penutupmu di menu pada musim berikutnya? Lagipula, karena bahannya hanya keju, kita tidak perlu khawatir tentang kapan musim yang cocok untuk menyajikannya. Bagaimana menurutmu?”
“Ah, musimnya, hah…”
Minjoon tampak terkejut. Dia tidak menduga pertanyaan itu. Setelah beberapa menit, dia dengan hati-hati berkata.
“Menurutku, menyajikannya untuk beberapa musim itu bagus, apalagi kalau pelanggan lain menginginkannya. Akan tetapi mempertahankannya di menu dalam waktu yang lama itu tidak bagus.”
“Kau tidak perlu khawatir. Kita bisa membuatnya menjadi sesuatu yang bisa dipesan secara terpisah.”
“Itu ide bagus. Kalau guru tidak masalah, menurutku…”
Minjoon berhenti sejenak lalu melanjutkan
“Menurutku, kita bisa mengungkapkan resepnya juga.”
“…Resep?”
Mata Rachel melebar. Mengungkap resep yang menuai pujian dari semua kritikus yang menyantapnya? Menu andalan Minjoon? Itu…bukan sesuatu yang diduga oleh Rachel.
“Apa ada alasan?”
“Meskipun kita meningkatkan jumlah musim penyajiannya, tidak banyak orang-orang yang bisa mencicipinya. Menurutku,… akan lebih bermanfaat jika membiarkan orang lain mencicipi hidangan di waktu luang mereka sendiri.”
“Minjoon, ini bukan sesuatu yang remeh. Ini…”
Rachel menghentikan Isaac berbicara. Rachel tersenyum dengan lembut pada Minjoon.
“Kau tidak akan menyesal?”
Jo Minjoon menjawab dengan cepat.
“Tidak.”
Rachel menatap mata Minjoon selama beberapa saat. Kepolosan dan jiwa mudanya. Dia mengangguk setuju.
“Baiklah. Ini adalah resepmu. Lakukan sesukamu.”
“Terima kasih.”
“Orang-orang akan memperhatikan setiap gerak-gerikmu mulai sekarang. Orang-orang tidak ingin perubahan, mereka ingin perkembangan. Kau harus mengalahkan diri sendiri setiap saat. Kau bisa melakukannya?”
“Iya, aku bisa.” jawab Minjoon percaya diri.
Minjoon telah memikirkan ini beberapa kali. Dia sudah mendapat jawaban atas permasalahan ini. Dia tahu dia harus terus berkembang. Rachel tersenyum.
“Baiklah. Aku akan mempercayaimu.”
Rachel mengambil sesuap lagi hidangan penutup itu. Minjoon memejamkan mata sambil tersenyum. Layar sistem baru muncul dalam penglihatannya.
Jo Minjoon
Level memasak 8.
<Tak biasa (4)> Selesai.