- Home
- God of Cooking
- Chapter 246 Bahasa Indonesia - Seekor burung gereja, katak, atau bahkan kupu-kupu (2)
Penerjemah: Hennay
Dewa Memasak: Bagian 245 <Seekor burung gereja, katak, atau bahkan kupu-kupu (2)>
“Maaf, kurasa itu sulit.”
Jawaban Minjoon cepat, hingga membingungkan Alex. Dia berpikir Minjoon akan menanyakan banyak hal padanya. Lagipula, ini adalah kesempatan bisnis yang sangat bagus.
Dia tidak pernah menyangka Minjoon akan menolaknya seperti itu. Siapa pun akan ingin tahu bagaimana menjadi model agar mendapat banyak uang. Alex menjawab dengan kebingungan yang terlihat dari sorot matanya.
“Tunggu. Barangkali kau akan berubah pikiran setelah sedikit lagi…”
“Tidak. Itu tidak perlu. Aku tidak akan mengungkap resepnya jika dari awal aku ingin mendapat uang dari ini. Jika aku mulai terlibat menggali uang dari ini pada titik ini. Menurutku, diriku sudah mengkhianati tujuan awalku. Maaf.”
“Ah…”
Mau tak mau Alex menutup mulutnya. Tidak perlu uang? Dia mendengar para bintang kaya mengatakan itu berulang kali di masa lalu, yakin. Namun, untuk orang seperti Minjoon di jaman sekarang, itu adalah sebuah kejutan.
‘Bagaimana mungkin kau mengatakan kau tidak perlu uang?’
Alex bahkan tidak bisa mulai memahaminya. Kepalanya menajadi kosong. Minjoon tampaknya menyadari kebingungan Alex, lalu merespon dengan lembut.
“Aku tidak masalah Anda menggunakan resepku. Aku hanya berpikir itu akan sulit bagi diriku untuk mempromosikannya. Silakan menggunakan resepku dengan sebaik-sebaiknya. Aku akan senang jika kau membuat pelanggan gembira dan puas.”
“…Apa itu yang kau mau?”
“Iya. benar.”
“Baiklah. Aku akan menghubungi bosku soal ini. Ah, satu lagi Chef.”
Alex mengambil tasnya dengan tersenyum.
“Aku sangat menghargai keputusanmu. Terima kasih atas makanannya. Aku menikmatinya.”
“Terima kasih. Kepuasaan Anda berarti pujian untukku.”
“Sampai jumpa lagi.”
“Iya. Terima kasih sekali lagi.”
Alex pergi dengan cepat. Akan tetapi, dia tidak bisa memperhatikan semua orang sama seperti itu. Minjoon tersenyum masam saat dia berjalan ke area parkir dengan Anderson.
“Kau berusaha terlalu keras, Ms Terry.”
“Maaf, Chef.”
Terry menatap balik dengan ekspresi meminta maaf. Anderson menoleh ke Minjoon tampak kesal.
“Berapa lama ini?”
“Tidak tahu, bagaimana menurut Anda , Ms Terry?”
“Saya tidak tahu. Sebanyak yang bisa Anda berikan untuk mentolerir saya, saya kira.”
“Hm. Susah sekali.”
Minjoon mulai berpikir sedikit untuk diri sendiri. Anderson menusuk samping badan Minjoon, mengisyaratkan agar bergerak, tetapi Minjoon tidak bisa meninggalkan gadis itu seperti itu.
“Tidak ada bis juga pada jam sekian. Kalau aku bicara sebentar dengannya, apa kau keberatan untuk menungguku?”
“Tentu aku tidak keberatan! Aku bahkan bisa memulangkanmu ke Korea.”
“Itu terlalu jauh… Maaf, Anderson.”
“Kaya mungkin akan marah padamu, kau tahu.”
“Tidak apa-apa. Kau yang harus berurusan dengannya, bukan aku.”
Wajah Anderson berubah sangat masam kemudian. Minjoon tertawa saat dia menaruh tangannya di bahu Anderson.
“Aku bercanda, kawan. Kau bisa melakukannya. Aku yakin padamu.”
“… Tidak banyak yang bisa kulakukan, kau tahu. Cepat kembali. Dia akan sangat marah jika kau terlambat.”
“Baiklah, baiklah. Aku janji.”
Minjoon mengangguk dengan santai. Anderson melihat Terry dengan kesal lalu melangkah ke mobilnya. Terry memainkan rambutnya dengan gugup. Cahaya malam memantulkan rambut pirang, sehingga membuat dia terlihat sangat keren. Entah karena dia biasanya tampak sangat kaya, tetapi Minjoon merasakan keterasingan yang aneh dari dirinya.
“Anda tahu, bukan?”
“Tahu apa?”
“Bahwa tidak mungkin saya bekerja dengan Delia.”
“…Saya memang sedikit berharap, tapi iya. Sepertinya sungguh begitu. Apa Anda hanya mentolerir saya karena menghormati saya saat ini?”
“Yap, betul sekali. Anda seharusnya tahu bahwa Delia sebenarnya tidak mencari seorang chef.”
Terry mengangkat satu kakinya tanpa berkata apa-apa. Setiap kali sepatu hak tingginya menyentuh lantai aspal di bawahnya, suaranya terdengar seperti burung pelatuk mematuk-matuk pohon. Terry mulai dengan suara pelan.
“Iya. Saya sangat tahu itu. Saya akan memberi tahu Anda untuk mengambil keuntungan darinya seandainya Anda sedikit ambisius, tetapi.. menurut saya, Anda tidak mau itu.”
“Jika Anda sungguh ingin saya bekerja dengan Delia, justru sebaiknya Anda berusaha mengubahnya. Anda berdua adalah teman, bukan?”
“Iya… Setidaknya, menurut saya begitu. Delia mungkin berpikir dia juga adalah teman saya. Meski definisinya mungkin sedikit berbeda.”
“Anda sebaiknya berbicara serius dengannya jika Anda sungguh ingin merekrut saya. Saya tahu sulit bagi seseorang untuk berubah, tetapi Anda tidak bisa membuang-buang waktu seperti ini.”
Terry tersenyum lemah saat dia menatap lantai.
“Anda kuat. Saya selalu bilang pada Delia bahwa ada hal yang tidak bisa dibeli dengan uang, tetapi Andalah yang pertama kali membuktikan itu. Oleh karena itu, saya berharap, di bagian belakang kepala saya, Anda menolaknya. Namun, hal itu membuat saya penasaran. Bagaimana Anda bisa tetap tidak menginginkan uang?”
“Saya juga suka uang. Maksud saya, saya kehilangan waktu tidur karena sewa lebih banyak daripada yang bisa saya hitung. Alasan kenapa saya menumpang mobil Anderson karena saya ini juga pelit.
“Ah, begitu?”
“Iya benar.”
“Kalau begitu, kenapa Anda menolak tawaran Delia? Hidup Anda akan berubah.”
“Itu jelas. Tetapi bukan berarti lebih baik.”
Minjoon tidak memberi tahu hal ini pada siapa pun, tetapi dia sangat penasaran apa yang akan terjadi jika dia sungguh menerima uang. Yaitu, tentang hal-hal yang dia bisa beli, makanan, dll tetapi…
“Saya akan punya rumah, furnitur saya akan lebih berkualitas, dan saya mungkin bisa membeli rumah. Kamar saya akan lebih besar, dan TV saya akan lebih bagus juga. Tentu saya merasa senang dengan hal-hal semacam itu. Tetapi saya merasa paling senang saat memasak. Terutama saat saya memasak makanan yang enak.”
“Seperti Jo Reggiano, contohnya?”
“Iya. Kaya sedih saat saya kehilang kesempatan mendapatkan uang dari ini, tetapi…. Saya merasa seolah dunia ada di tangan saya sekarang.”
Minjoon menyeringai gembira. Mau tak mau Terry percaya pada Minjoon saat ini. Senyuman itu sangat tulus. Terry menunduk melihat sepatu hak tingginya sesaat. Kakinya, yang terbungkus bahan mahal… Tidak pernah terlihat lebih lemah untuk dirinya daripada sekarang.
€
Pagi berikutnya Minjoon sampai di cafe dengan Kaya dan Anderson. Mereka bertiga mencoba Jo Reggiano di sana.
“Sepertinya mereka menggunakan keju yang benar untuk ini.”
“Di sana ada banyak orang. Mereka mungkin bisa mengambilnya.”
“Maksud saya, sepotong keju bisa bertahan cukup lama. Kebanyakan cafe mungkin membuatnya dengan satu jenis keju.”
“Kenapa mereka tidak bisa hanya menjual porsi keju yang lebih kecil?”
“Kenapa begitu? Porsi kecil itu menyebalkan. Kau seharusnya tahu betapa sulitnya parmesan didapat. Tidak segampang kau melemparnya ke sebuah pabrik juga.”
“Bagaimanapun juga, melihat hidanganku di tempat seperti ini, itu hebat.”
Jo Minjoon tersenyum gembira. Anderson hanya menghela napas sendiri.
“Aku akan membuat sesuatu yang seperti ini nanti, sumpah.”
“Boleh aku memberi nama? Kenapa tidak menggunakan semacam kue bodoh?”
“…Aku tidak membuat kue.”
Anderson menggeram dengan marah, yang ditanggapi Minjoon dengan senyuman. Senang melihat Anderson sedikit lebih ceria dari sebelumnya. Melihat pria itu merasa rendah diri seperti itu mengingatkan perasaannya sendiri saat Level Memasak Kaya dan Anderson menjadi 8.
‘Kukira itulah yang membuat kami berteman.’
Sekaligus rival. Kemudian, Minjoon menyadari ada seorang nenek dan cucunya di sebuah meja di dekat mereka. Gadis itu sebaya dengan Ella. Beberapa menit kemudian, Mereka menyajikan seporsi Jo Reggiano.
‘Apa mereka berbagi?’
Ternyata sama sekali bukan itu yang terjadi. Hanya gadis itu yang makan. Nenek itu hanya menonton cucunya dengan senyum di wajahnya.
Melihat itu membuat Minjoon ingin menangis entah kenapa. Nenek itu mungkin saja intoleran laktosa. Dia mungkin tidak mau menyantap hidangan itu.
Akan tetapi, melihat mereka mengingatkan Minjoon bahwa masih ada orang di luar sana yang tidak mampu membeli hidangan itu. Lagipula, Jo Regianno masih seharga 20 Dolar karena resepnya yang sulit. Sama sekali bukan hidangan yang bisa dibeli orang miskin.
“Kau terganggu?” tanya Kaya.
Kaya tahu betapa perhatiannya Minjoon terhadap makanan. Kaya bisa paham sedikit tentang apa yang dirasakannya.
“Kau bilang sebelumnya bahwa kau ingin orang-orang miskin mencoba makanan enak, bukan?”
“Mungkin.”
“Terkadang aku bisa merasakan perasaan itu. Namun, aku juga tidak benar-benar ingin memulai jalan itu. Dengan membuat makanan yang murah, maka takterhindarkan lagi untuk menggunakan bahan yang murah, yang mana akan membuat performaku turun.”
“…Iya, aku tahu. Aku telah banyak memikirkan hal yang sama.”
“Anda saja kita bisa mendapatkan makanan enak dengan harga murah.”
Kaya menghela napas setuju dengan Minjoon.. Anderson hanya menonton mereka berdua dengan ekspresi bosan.
“Kalian tahu mungkin ada cara, kan?”
“…Apa?”
Kaya mengernyit tidak percaya.
“Kubilang, ada cara.”
€
“Ah, Minjoon!”
Alex melambai dengan seringai di wajahnya.
“Apa kau sudah lama menunggu?”
“Tidak. Tetapi aku terkejut! Aku sungguh tidak menduga ada balasan.”
“Aku akhirnya berubah pikiran. Maaf soal itu.”
Alex terlihat agak bingung, tetapi Minjoon memutuskan untuk melanjutkan.
“Aku punya beberapa persyaratan berat. Selama kau mengikutinya, aku memutuskan mau menjadi model untukmu.
“Iya. Kami akan melakukan apapun. Silakan katakan.”
“Pertama, kau harus mengikuti resepnya dengan sempurna.”
“Ngomong-ngomong, kenapa tidak mulai memproduksi campuran yang sudah jadi? Itu akan menurunkan biayanya.”
“Tetapi hasilnya akan sangat bergantung pada keahlian memasak.. Lagipula, ini bukan seperti pancake atau mie instan. Aku ingin membuat sesuatu yang mudah didapatkan dan murah.”
Alan mengangguk.
“Sebenarnya, itu bukan permintaan yang berat. Lagipula, membuat makanan murah adalah tujuan dari produsen makanan mana pun. Apa permintaanmu yang kedua?”
“Aku ingin memeriksa pabrik kapanpun aku mau. Aku mau metode produksinya membuatku puas.”
“Itu juga tidak begitu sulit. Kualitas itu kan penting.”
“Terakhir, harganya.”
Sorot mata Minjoon berubah serius. Alex berpikir sejenak barangkali Minjoon akan membahas tentang bayarannya. Namun, sama sekali bukan itu yang terjadi.
“Aku mau harganya terjangkau. Itu jelas hidangan yang mahal, tetapi aku mau semua orang mampu membelinya. Satu-satunya alasan aku memutuskan untuk menjadi model adalah karena menurutku, pabrik bisa menurunkan biaya produksinya. Kau bisa meminta saran tentang produksinya kapan pun.”
“Iya. Aku paham. Akan tetapi Minjoon, bagaimana dengan uang komisimu?”
“Ah, iya, itu.”
Minjoon terlihat bosan kemudian. Apakah pria itu sungguh tidak tertarik dengan uang, ataukah dia hanya berpura-pura? Alex mendapat jawaban lebih cepat dari yang dia bayangkan.
“Buat saja yang enak dan murah. Cukup enak hingga membuat para kritikus terkesan. Aku mau semua pelangganku tersenyum.”
“…Minjoon, bagaimana dengan bayaranmu?”
Minjoon tersenyum, paling indah yang pernah dilihat Alex seumur hidupnya.
“Kebahagiaan orang-orang adalah bayaranku.”
<Seekor burung gereja, katak, atau bahkan kupu-kupu (2)> Selesai.