Dewa Memasak – Bagian 25: 3 hidangan dan 1 masakan (3)
Itu bukan hidangan yang tepat.
Jo Minjoon berpikir seperti itu. Meski banyak keahlian dicurahkan untuk membuatnya, tapi hal itu seharusnya tidak pernah disertakan dalam hidangan. Sebuah hidangan yang dipenuhi dengan amarah chef yang membuatnya, meski skornya tinggi, hidangan itu tidak berharga.
“Kami tidak ingin memakan ini. Kembalilah ke temapat kalian.”
Alan berkata tegas. Itu tidak hanya ditujukan pada Kaya, tapi pada seluruh tim. Anderson memegang piring dengan wajah marah yang tampak dengan jelas. Kaya mengigit bibirnya dan melangkah menuju hidangannya.
Kemudian memakan salmonnya. Saat itu, tidak ada yang berkata apapun hanya memperhatikan Kaya. Setelah mengunyahnya, lalu menelannya, Kaya berkata, tampak tenang, tapi suaranya bergetar,
“Tetapi ini enak.”
Maknanya hanya sebatas itu. Dia mengambil piringnya dan kembali. Melihat dia menggigit bibirnya, bagi Jo Minjoon Kaya tampak mencoba menahan untuk tidak meneteskan air mata.
Namun Kaya tidak berhak menangis. Menurut Jo Minjoon, ketika seorang chef mementingkan emosinya dan harga dirinya alih-alih pelanggan, kau tidak bisa menggambarkan dengan kata-kata apa yang sudah dimasukkan ke dalam hidangan.
Dasar dari memasak set menu adalah keselarasan. Makanan pembuka punya peranan untuk menunjukkan hidangan utama dan meningkatkan selera makan. Namun, keegoisan Kaya memupuskan selera makan. Karena keegoisannya yang membuat Kaya memasak tataki salmon. Itu bukan menu untuk hidangan lengkap, melainkan hidangan individu.
Dan hidangan itu tidak mempertimbangkan pelanggan. Bahkan jika dia paham ataupun tidak, itu bukan sesuatu yang dibiarkan begitu saja.
Para juri mulai mengevalusi hidangan lagi, seolah-olah tidak ada yang terjadi. Setelah menunjukkan wajah tanpa ekspresi, mereka kembali naik ke panggung. Tapi evaluasi tim tidak segera dimulai. Hanya setelah 6 tim menunjukkan hidangan mereka kepada para juri, evaluasi tim dimulai. Alan berkata,
“Chloe. Minjoon. Marco. Majulah ke depan.”
Setelah mereka di depan, barulah Alan melanjutkan ucapannya, dengan wajah keras dan tanpa ekspresi seperti biasanya.
“Rasanya oke. Dapat dilihat bahwa kalian memilih menu dengan mempertimbangkan bahwa ini satu set menu. Remis setelah tofu kemudian biskuit, itu bukan menu yang tampak cocok satu sama lain, tapi tanpa diduga, rasa yang tertinggal di mulut sangat nikmat.”
“Terima kasih.”
Chloe dan Minjoon hampir bersamaan membuka mulut. Dan Marco melihat sekilas dan baru berkata, “Te, Terima kasih.” Joseph, yang sedang melihat Marco, berkata,
“Mungkin, seseorang yang telah menunjukkan potensi terbaiknya pada hidangan adalah kau, Marco. Chef cenderung memasukkan sesuatu yang lebih banyak pada hidangannya dan membuatnya lebih menggiurkan. Namun, biskuit mokamu tidak punya cita rasa yang berlebihan. Itu cita rasa yang melengkapi rasa dari remis dan tahu. Selain itu, adonan biskuitnya sempurna. Kau memasukkan rasa serta aroma yang dalam dan lembut ke dalam hidangan yang sederhana. Terima kasih.”
“Ha, Terima kasih.”
Marco membalas sambil menghirup nafas. Jo Minjoon melihat sekilas dan mengetahui bahwa mata Marco berkaca-kaca. Dia seperti seorang anak kecil yang polos meski penampilannya seperti babi liar. Jo Minjoon mengangkat tangannya dan menepuk punggung Marco.
Emily tersenyum dan berkata,
“Aku juga begitu menikmatinya. Di samping hidangan-hidangan itu, melihat kalian bersikap baik satu sama lain, itu menyenangkan. Menurutku kalian menunjukkan bagaimana seorang chef harus bersikap saat mereka membentuk tim.”
“Kalian bagus. Naiklah ke lantai 2! Kalian lolos.”
Mereka seharusnya sudah menduga bahwa mereka lolos dengan apa yang para juri utarakan, tapi segera setelah Alan menyelesaikan perkataannya, Chloe berteriak girang dan merangkul Marco dan Jo Minjoon. Tentunya, lengan Chloe tidak cukup panjang untuk merangkul badan Marco yang besar. Akhirnya, Marco dan Jo Minjoon harus mendekat agar lengan Chloe bisa meraih pundak mereka sembari lompat kegirangan.
Jo Minjoon tersenyum canggung. Dia tahu bahwa itu adalah suatu tindakan saat dinyatakan lolos, tapi itu terlalu berlebihan. Dia tidak ikut lompat dan hanya tersenyum, wajah Chloe memerah dan melepas apronnya.
Namun, saat-saat bahagia itu tidak berlangsung lama, Karena setelah itu, evaluasi tim Kaya. Alan berkata dingin, suaranya terdengar dengan jelas sedang marah,
“Secara pribadi, aku berharap terlalu besar pada tim kalian. Dan kekecewaan yang kuterima sama besarnya. Menurutku tidak ada artinya berebut peran memasak hidangan utama. Tapi baiklah, mari kita sudahi soal itu. Karena siapapun pasti ingin menjadi peran utama. Tapi apa yang terjadi selanjutnya bahkan lebih buruk lagi. Menurutku tidak ada yang perlu ditanyakan soal itu.”
Tidak ada yang membalas. Joseph menghela nafas.
“Sebuah hidangan mengandung ketulusan chefnya. Kaya, hidanganmu tidak mengandung ketulusan untuk pelanggan. Kau setuju bukan?”
“…Iya.”
Kaya menjawab dengan ragu-ragu. Dia tampak seperti anak-anak yang sedang diceramahi oleh guru. Emily membuka mulutnya, sikapnya tegas dan keras tidak seperti biasanya.
“Kami tidak menguji hidangan kalian karena itu sesuatu yang tidak bisa kami makan. Jelas, kalian didiskualifikasi. Kembalilah ke tempat kalian.”
“…Aku keberatan.”
Seseorang yang membuka suara adalah Anderson. Emily mengerutkan dahi dan melihat Anderson. Anderson melanjutkan berbicara,
“Seseorang yang menghancurkan masakan adalah Kaya dan itu tindakannya sendiri. Mengapa kami juga terkena dampaknya?”
“Menurutmu ini tidak adil?”
Seseorang yang membalas itu bukan Emily, tapi Alan. Anderson menaikkan nada suaranya sembari berbicara, tapi dengan terpaksa menahannya dan menjawab,
“Iya! menurutku begitu. Kesalahanku adalah menginginkan peran memasak hidangan utama, dan tidak tahu kalau Kaya akan bertindak bodoh seperti itu. Apakah itu alasan untuk didiskualifikasi?”
“Iya.”
Alan menjawab singkat. Dia menatap dingin. Alan mendekat hingga hampir menempel hidung Anderson, dan berbicara dengan suara yang menyeramkan seolah-olah dia siap menggigit kapanpun.
“Karena kalian satu tim. Kau berbicara seperti itu berarti kau tidak pernah menganggap kau bagian dari tim.”
“…Tapi ini adalah kompetisi! Meski saat menjadi rekan tim, kita tidak bisa benar-benar bertindak sebagai satu tim, bukan?!”
“Tidak! Kau bisa. Jika kau tidak memikirkan tentang kompetisi alih-alih memasak, kau akan memikirkan yang lain sebagai rekan tim. Seorang chef bukanlah mesin. Itu tidak berakhir hanya dengan pembagian peran. Jangan berpikir bahwa itu berakhir hanya dengan kalian harus menyajikan 3 hidangan. Menu satu set. Itu berarti bahwa ketiga piring itu adalah 1 hidangan utuh.”
Setelah mengatakan semua itu, Alan mengambil nafas. Anderson seolah-olah baru ditekan oleh kecepatan luar biasa Alan dalam berbicara, hingga dia tidak bisa berbicara apapun untuk menjawabnya. Alan perlahan berkata, dengan suara yang lebih rendah hampir berbisik,
“Tentu saja, Aku akui kau tidak beruntung. Kau dan Kaya, kalian berdua luar biasa. Dan harga dirimu juga tinggi. Itu seperti ada dua peran utama dalam film. Tapi itu hanya berarti begitu. Jika kau tidak bisa mengatasi situasi di mana kau tidak beruntung itu berarti bahwa kemampuanmu hanya sebatas itu. Setelah mempresentasikan ketiga hidangan yang buruk itu, menurutmu hanya kau yang akan lolos?”
Anderson tidak bisa menjawab. Bahkan saat dia pertama kali mengajak Kaya untuk bergabung menjadi satu tim, kepercayaan dirinya sangat besar. Dia bertengkar untuk mengambil peran memasak hidangan utama, tapi dia tidak menyangka karena hal itu dia berada di dalam situasi ini.
Apa ini kesalahannya? Anderson tidak tahu jawabannya. Logikanya berteriak bahwa ini bukan kesalahannya. Dia ingin berpikir bahwa kata-kata Alan tidak berarti. Tapi satu-satunya hal yang Anderson bisa lakukan hanya diam. Itu bukan karena dia mengerti. Itu karena para juri tidak akan mengubah pikirannya meski dia membantah lagi.
Penjurian berlanjut. Dari 9 tim, tim yang bertahan hanya 6. Itu berarti bahwa 3 tim, total 9 orang akan didiskualifikasi. Jo Minjoon hanya melihat dari lantai 2. Pada orang-orang terdiskualifikasi yang berkumpul, Joseph berbicara,
“Kalian sekarang di depan pintu diskualifikasi. Aku tidak tahu berapa banyak yang akan bertahan. Tapi yang aku tahu pasti, bahwa kalian di sini karena mempresentasikan menu hidangan yang kacau. Kurang teknik, kurang bekerja sama, atau apapun itu, hasilnya sama.”
Mereka tidak menjawab. Beberapa di antaranya tampak akan menangis. Dan beberapa mengambil nafas kuat. Namun Joseph tidak ragu. Seorang chef yang memasukkan kekacauan ke dalam piring, adalah sesuatu yang tidak terbayangkan bagi seorang chef.
“Sebelum mengungkapkan tema misi, kalian harus melakukan sesuatu. Kalian harus memilih seorang rekan sekarang. Barulah aku akan mengungkapkan temanya.”
Setelah perkataan Joseph itu, para peserta bergerak dari sini ke sana dan sebaliknya, mencari partner dengan orang di sekitarnya. Beberapa bergabung dengan tim sebelumnya, dan masing-masing pasangan berpegangan tangan dengan canggung. Tapi peserta yang terdiskualifikasi berjumlah 9. Jadi, ada satu orang yang tersisa.
Itu adalah Kaya.
Tidak ada seorang pun yang meraih tangannya karena mereka sudah tahu bagaimana karakternya dalam memasak. Mereka tidak ingin bekerja sama dengan seseorang yang membuat masalah, meski pada dasarnya keahlian kaya tidak biasa-biasa saja. Jika bergabung bersamanya, hidangan mereka akan tampak kurang menarik.
Kaya melihat ke sekelilingnya dengan gugup. Dan berusaha terlihat percaya diri dan melihat Joseph sambil berkata,
“Aku tidak peduli meski aku sendirian.”
“… Maaf, tapi itu tidak mungkin. Kaya, kau harus memilih dari seseorang dari peserta yang lolos. Tentu saja, rekanmu tidak akan terkena dampak, apapun hasilnya nanti.”
Setelah itu, Kaya melihat ke lantai 2. Namun, semua peserta di lantai 2 menghindari kontak mata dengan Kaya. Meski jika mereka tidak akan terdiskualifikasi, mereka tidak ingin berada di situasi itu. Kaya, yang sedang melihat ke semua peserta di lantai 2, berhenti melihat pada satu orang. Kaya, setelah sekian saat terpaku melihat wajah orang itu, berkata dengan suara bergetar,
“…Tolong aku.”
Wajah Jo Minjoon mengeras.
< 3 hidangan dalam satu set menu (1) > Selesai