Dewa Memasak – Bagian 27: Mendapat bantuan saat di tepi jurang diskualifikasi (2)
7 poin. Itu adalah skor terbaik yang Jo Minjoon dapatkan. Dia tidak tahu jika dia akan memasak bersama Kaya. Tapi pertama-tama, dia harus membagikan apa yang ada dalam pikirannya. Jo Minjoon berkata sambil melihat Kaya,
“Ayo memotongnya melingkar dan tebal seperti daging tenderloin dan memanggangnya. Metodenya menggunakan teknik arroser dengan menuangkan minyak goreng. Tidak perlu menggunakan minyak zaitun karena ada banyak minyak berlebih dalam foie gras.”
Jo Minjoon mengatakan semua itu dengan cepat. Kaya mengangguk-angguk dengan kepala kosong. Lalu bertanya,
“Bagaimana dengan sausnya?”
Jo Minjoon perlahan memerintahkan sesuatu dalam pikirannya. Dasar yang paling unggul, yaitu saus foie gras, yangdiperlukan untuk melengkapi rasanya yang penuh lemak. Dan untuk melengkapi itu, perlu cita rasa manis dan asam pada saat yang bersamaan.
Jo Minjoon berkata,
“Aku akan membuat saus anggur putih. Aku akan merebus cukup lama anggur dalam vermouth, dan juga memasukkan sedikit saus demi-glace. Dan pada poin ini ada dua pilihan, apakah akan lebih baik jika kita membuatnya sendiri?”
Itu merupakan bagian yang sensitif. Saus demi-glace terbuat dari saus brown dan kaldu daging yang direbus lama. Pembuatannya membutuhkan waktu 30 menit. Tapi seperti semua hidangan yang mengandung kaldu, semakin lama kamu merebusnya semakin sedap rasanya. Dasarnya, saus demi-glace yang berkualitas bagus di restoran top membutuhkan waktu 2 jam. Jadi itu tidak bisa dipertanyakan lagi bahwa waktu adalah hal yang esensial dan penting.
Apakah kau akan membuat saus demi-glace sendiri dalam waktu satu jam, tidak, 50 menit, ataukah menggunakan saus demi-glace yang dijual bebas di pasaran. Itu adalah masalah yang timbul di hadapan mereka karena mereka tidak tahu jika saus buatan sendiri akan lebih baik dari yang dijual di pasaran atau tidak.
Kaya menggigit bibirnya seolah-olah dia tenggelam dalam pikirannya. Namun, Jo Minjoon bisa tahu samar-samar apa yang Kaya akan ucapkan.
“Ayo membuatnya.”
Sebuah senyuman dapat terlihat di wajah Jo Minjoon. Benar. Ini adalah arti dari menjadi chef, yaitu membuat sekecil apapun itu dengan tangannya sendiri. Bersedia tangan mereka menjadi kondimen makanan adalah arti dari menjadi chef.
“Kau dapat perlahan menangani foie gras. Aku baru saja melihat bahwa foie gras sedikit meleleh. Pertama, mari kita lelehkan di dalam lemari pendingin. Karena kita tidak boleh mengolahnya bahkan menyentuhnya hingga kita sudah membuat saus dan sudah akan plating.”
“Oke. Aku paham. Bagaimana dengan garnish? Bagaimana dengan memotong anggur putih sisanya dan meletakkan itu di atasnya.”
“Itu bagus menurutku.”
Saat dia berdiskusi dengan Kaya, Jo Minjoon merasakan ada sedikit keajaiban, yaitu bisa berdiskusi dengan Kaya. Bertemu dengan seseorang yang populer di TV akan terasa seperti itu. Tapi mereka setara saat memasak. Bahkan bagi seorang chef yang terkenal dengan reputasinya, saat keahlian dan pemahaman mereka terhadap memasak meningkat, akan ada banyak perbedaan dengan chef lainnya, meski itu sesuatu yang biasa.
Namun Jo Minjoon dan Kaya tidak seperti itu. Tentunya, mereka sudah mulai memikirkan sesuatu. Bagaimana jika aku mulai bekerja di dapur yang sama dengannya.
Saat ini bukan waktunya untuk memikirkan soal ini.
Sudah cukup angan-angan ngaco bahkan nanti saat misi berakhir. Jo Minjoon berkata,
“Jika mereka mengatakan bahwa misi dengan penandaan alarm itu sulit, maka benar. Siapa yang akan mulai duluan? yang kedua akan bertanggung jawab mengolah foie gras. Tidak hanya mengolahnya, tetapi juga plating. Pergantian dalam interval 5 menit, dan kita hanya diberi waktu 60 menit.”
Untuk memanggang foie gras dan meletakkannya di piring saji lebih baik jika itu dilakukan di saat-saat terakhir, karena harus memeras anggur putih yang akan dicampurkan dengan saus demi-glace kemudian memasaknya selama mungkin. Kaya berkata, dia tampak seperti ingin bertanggung jawab.
“Aku akan melakukannya. Baiklah. Karena pada akhirnya, memang itu masalahku.”
“…Kau bilang belum pernah membuat foie gras sebelumnya, apa kau keberatan?”
“Kau juga sama. Jadi aku harus menantang diriku. Dan ini adalah sesuatu yang harus aku lakukan. Seperti yang aku katakan sebelumnya, ini adalah masalahku. Ini adalah kesalahanku dan misiku.”
“Bukan, ini adalah misi tim.”
Jo Minjoon membalas dengan suara yang tegas. Kaya tampak sedikit terkejut melihat Jo Minjoon. Jo Minjoon tampak seperti seorang guru yang menasehati muridnya, dan sebenarnya, Jo Minjoon pun juga berpikir seperti itu. Jo Minjoon berharap bahwa Kaya dapat mengerti alasan Kaya masuk menjadi kandidat terdiskualifikasi. Jo Minjoon ingin menunjukkan pada Kaya apa arti dari misi tim, dan bagaimana bekerja dalam kondisi seperti ini.
Sebenarnya, Chloe yang seharusnya di posisinya. Dia dapat menenangkan hati Kaya hanya dengan senyumnya yang manis dan lembut. Dan dia juga bisa mengatakan arti dari sebuah tim tanpa mengatakan langsung padanya. Namun, Jo Minjoon tahu dengan baik bahwa Jo Minjoon tidak bisa seperti Chloe.
Apa yang Jo Minjoon bisa lakukan adalah membangunkan Kaya dengan kata-katanya alih-alih kehangatan Chloe. Dan beruntungnya, tampaknya Kaya mengerti apa yang ingin Jo Minjoon coba utarakan padanya. Kaya sedikit ragu-ragu dan akhirnya dia mengangguk.
“Oke. Aku akan mengingatnya.”
“Bagus.”
Jo Minjoon tersenyum dan melihat ke arah jam dinding. Karena dia memikirkan konsep menu, 13 menit telah berlalu dari 20 menit yang diberikan. 7 menit tersisa, terlalu singkat bagi mereka untuk melakukan sesuatu. Kecanggungan menguasai mereka berdua. Seseorang yang membuka suara pertama adalah Kaya. Dia bertanya pada Jo Minjoon hal yang kadang-kadang membuat Kaya bertanya-tanya .
“Kenapa kau memperlakukanku dengan baik?”
“Saya rasa tidak juga.”
“Tidak. Kenapa? Kau seperti itu. Saat misi ikan lele, ketika kau mengajakku bertukar hidangan, dan juga saat wawancara kau bilang bahwa aku akan menang. Benar. Itu bisa dibilang bahwa kau memperlakukanku dengan baik. Tapi aku yakin bahwa kau punya perasaan padaku. Kenapa? Mungkin…”
Kaya melirik sekilas pada kamera. Dia memegang mik yang dikaitkan di bajunya dengan tangan kiri, dan dengan tangan kanan dia meraih mik Jo Minjoon. Jo Minjoon bingung, jadi dia tidak dapat mengatakan apapun secara spontan. Kaya berkata, dengan suara yang agak serius.
“Apa kau menyukaiku?”
Alasan dia tidak bisa menjawab seketika bukanlah karena Kaya menyinggung poin sensitif. Itu karena Jo Minjoon tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa dia akan mendapatkan pertanyaan itu dari Kaya sendiri. Dia juga harus menyangkalnya seperti saat wawancara. Jo Minjoon menjawab dengan wajah kaku.
“Tidak sama sekali.”
“Hmm…Benarkah?”
Tatapan Kaya semakin tajam. Dia menatap Jo Minjoon sebentar kemudian berkata sambil tersenyum.
“Kalau begitu tetaplah seperti itu.”
“Aku tahu aku tampak konyol di matamu dengan pertanyaan ini. Tapi kenapa aku begini, itu karena aku adalah gadis yang buruk. Kau tidak mengerti bagaimana orang kulit putih yang tumbuh di keluarga miskin. Dan tidak ada yang perlu kau ketahui jika kau tidak mengerti.”
“…maaf, tapi aku sudah menyukaimu.”
Mendengar itu, Kaya mengerutkan dahi. Jo Minjoon merasa dia mendaratkan pukulan pada Kaya, jadi dia berkata sambil tersenyum.
“Bukan menyukaimu sebagai wanita, melainkan sebagai chef.”
“Tapi kenapa? Apa ada yang spesial yang telah aku perlihatkan padamu?”
“Kau memperlihatkan potensimu dan juga bakatmu. Aku iri. Dan aku juga ingin mengejarmu sebanyak rasa iriku padamu. Seperti itu. Ketika kau menonton program pertandingan di TV dan mulai menyemangati salah satu peserta. Itu seperti aku menyemangatimu sebagai penonton Grand Chef.”
“…Tapi kau bukan bagian dari penonton Grand Chef. Kau adalah peserta juga.”
Pada perkataan Kaya, Jo Minjoon mengangkat bahunya.
“Kadang-kadang Messi menyemangati Ronaldo?”
Kaya tidak menjawab. Dia menatap Jo Minjoon dengan gemetar. Dia benar-benar tidak paham dengan pria yang bernama Jo Minjoon ini. Bagaimana mungkin? Mengapa pria ini lebih yakin dan percaya padanya melebihi dirinya sendiri?
Dia tidak bisa tahu. Itu hanya karena Jo Minjoon sudah tahu masa depan dimana Kaya akan menjadi pemenangnya. Dan imajinasi Kaya tidak sampai pada imajinasi tentang sesuatu yang mustahil. Jo Minjoon berkata,
“Kenapa kau tidak melepas tanganmu? Kamera masih merekam. Apa kau ingin diedit lagi?”
Jo Minjoon menghela nafas dan menunjuk kameramen. Kameramen tersenyum lebar sesaat seolah-olah dia telah menangkap adegan yang bagus. Kaya melepaskan tangannya dari mik Jo Minjoon. Lalu dia mengangkat kedua legannya seolah-olah dia menyerah akan sesuatu.
“Aku minta maaf, tapi kupikir itu tidak seharusnya direkam.”
“Itu benar…”
Jo Minjoon melihat kameramen dan mengerutkan dahi. Ada mikrofon yang jelas tersambung ke kamera. Jo Minjoon bertanya pada kameramen,
“Patutkah ini di rekam?”
Kameramen, alih-alih menjawab, dia malah tersenyum. Jo Minjoon menggerutu.
“Kita di usili.” Kaya melihat kameramen dengan keras. Tampaknya Kaya pikir bahwa jika dia menutup mik peserta, mereka akan terbebas dari kamera. Kaya bertanya pada Jo Minjoon.
“…Ini akan disiarkan, bukan?”
“Jika tidak, maka PD Grand chef adalah orang yang tidak kompeten.”
Dan Marti bukan pria yang tidak kompeten bagaimanapun kau melihatnya. Kaya berkata dengan wajah terganggu.
“Aku sudah katakan padamu, tapi kali ini…”
“Waktunya sudah habis untuk memikirkan menu kalian! Sekarang, para peserta sebaiknya mengambil bahan-bahan masakan.”
“Para juri bilang begitu. Aku akan mengambilnya.”
Jo Minjoon beranjak pergi dan meninggalkan Kaya. Kaya tampak seperti ingin mengatakan sesuatu tapi mengurungkan niatnya. Apapun itu hanya akan membuat Jo Minjoon semakin kesulitan. Alangkah baiknya tidak memikirkan apapun saat memasak. Jo Minjoon bergumam pada dirinya sendiri.
‘Tampaknya Kaya masih belum mengerti bagaimana menjadi sebuah tim.’
Mendapat bantuan saat di tepi jurang diskualifikasi (1) > Selesai