Dewa Memasak – Bagian 32: Hidangan yang dibuat dengan baik dan makanan yang enak (3)
Dia tidak bisa tidur. Jo Minjoon memejamkan mata mencoba untuk tidur tapi berakhir membuka matanya lagi. Dia melihat sekilas ke ponselnya yang menunjukkan waktu sudah tengah malam. Dia membenamkan wajahnya ke bantal, dan akhirnya berdiri dari tempat tidur. Menurutnya berbaring seperti ini akan membuang-buang waktu.
Alasan dia tidak bisa mengantuk cukup sederhana, yaitu karena kasus skor rendah sebelumnya. Lebih tepatnya, bukan tentang skor, melainkan soal batasan memasak. Sup kentang Chloe sempurna. Jika dia menanmbahkan sesuatu yang lebih, maka hidangan itu akan menjadi sesuatu yang lain. Tapi akankah sup kentang hanya akan mendapat skor 6 poin?
“…Layar Status”
[Jo Minjoon]
Level Memasak: 6
Level memanggang: 4
Level Mengecap: 7
Level Mendekorasi: 5
Jo Minjoon terus memandangi layar status itu. Selain level dekorasi yang naik satu setelah dia bekerja sama dengan Kaya, yang lain tetap sama.
“Level 7….. Kapan aku akan mendapatkannya?”
Saat dia bergumam sendiri, tiba-tiba wajahnya beku. Sejak kapan dia mulai memperhatikan levelnya sebanyak ini? Dia mulai memikirkan satu hal, hidangan yang dia buat bukan untuk berlatih memasak, tapi untuk menaikkan level memasaknya.
Dia menjadi seperti itu. Dia berbeda dengan Chloe ataupun Kaya. Dia tidak bisa mengabaikan skor yang muncul di depannya.
‘Meski begitu, soal sup kentang…’
Dia mulai mengingat-ingat rasanya. Kental dan sedap. Sup itu dimasak dengan baik sehingga tidak ada satu pun jejak aroma tidak sedap dari kentang. Dan juga aroma bunga buttercup. Meski tidak begitu menggiurkan, tapi enak. Itu menyenangkan.
Juga Kaya, yang meraih level 10 dalam mengecap, tidak menunjukkan kesalahan apapun soal hidangan itu. Apakah hanya sampai di situ yang terbaik yang bisa didapatkan sup kentang ataukah karena sup kentang sendiri adalah hidangan yang enak?
Skor memasak, sempurna bagi sistem. Seberapa banyak kreativitas yang yang dicurahkan dalam memasak hidangan itu, seberapa tinggi keahlian yang digunakan, seberapa harmoni diantara bahan-bahan yang dimasak, dll. Itu adalah skor yang didapat dari memperhitungkan semua hal tersebut.
Sebuah hidangan yang memiliki skor memasak tinggi berarti sebuah hidangan yang enak. Namun, apakah sebuah hidangan dengan skor memasak yang rendah apakah hidangan yang buruk? Jo Minjoon tidak bisa berhenti memikirka soal itu.
Jo Minjoon menghela nafas. Kepalanya sakit. Dan cara untuk meredakan stressnya cukup sederhana, yaitu makan.
Dia membuka pintu dan menyusuri lorong aula yang gelap. Jo Minjoon berjalan dengan bantuan sinar senter dari ponselnya. Tujuannya adalah pantry dan dapur.
Setelah dia sampai, disana ada orang yang tidak terduga, yaitu Anderson. Tampak seperti dia sedang membuat kaldu. Dia memasukkan bawang bombay, labu, dlll. ke dalam air yang mendidih dan melihat Jo Minjoon. Jo Minjoon melambaikan tangan dengan ekspresi datar.
“Hai.”
“Apa yang kau lakukan di sini?”
“Maksudmu apa? Aku datang untuk memasak.”
Jo Minjoon menjawab seolah-olah dia ditanyai sesuatu yang sudah jelas jawabannya. Anderson tidak secara khusus menyukai Jo Minjoon, begitu juga Jo Minjoon. Jo Minjoon masih mengingat apa yang Anderson katakan padanya setelah siaran episode pertama berakhir dan setelah apa yang Jo Minjoon katakan tentang Kaya adalah pemenang. Anderson berbelit-belit, itu berarti bahwa pertama, dia harus mempunyai keterampilan dalam berbicara.
Tentu saja, Jo Minjoon paham makna dibaliknya. Dia bukan orang yang menyukai seseorang yang tidak menyukai dirinya.
Obrolan berakhir begitu saja. Jo Minjoon pergi ke pantri dan melihat bahan makanan. Bukannya ingin berlatih memasak, namun dia membutuhkan makanan untuk mengisi perutnya. Dia ingin membuat kimchi jjigae dengan daging babi moksal, namu tidak ada kimchi di pantry.
‘Haruskah aku nanti memintanya?’
Dia berpikir begitu, tapi itu tidak ada gunanya. Meski itu menunjukkan makanan khas Korea, tapi tidak begitu di luar Korea. Lebih tepatnya, separuhnya yang demikian. Alasannya karena bau amis yang tertinggal. Kesimpulannya, itu bahan yang sulit didapatkan di kompetisi seperti ini. Bahkan jika dia meminta beberapa kimchi, pada akhirnya, dia akan menggunakan itu untuk membuat sesuatu untuk dia makan. Meminta sesuattu untuk dimakan dirinya sendiri adalah merepotkan.
Karena dia tidak bisa membuat kimchi jjigae, hal lain yang terpikirkan selanjutnya adalah doenjang jjigae. Di dalam pantry, ada semua bahan yang digunakan sebagai kondimen dari seluruh dunia. Tentu saja ada saus doenjang. Meski tentu saja bukan buatan tangan, tapi rasanya tidak buruk. Jadi, Jo Minjoon lebih memilih saus doenjang pasaran itu daripada membuat sendiri. Di bandingkan buatan rumahan, warna doenjang pasaran lebih terang, dan rasanya pun kurang mantap.
Saat memasak doenjang jjigae menggunakan saus doenjang pasaran, hanya ada satu kerugiannya. Semakin lama dimasak, rasanya semakin berkurang. Namun, itu kerugian yang tidak perlu dipikirkan saat kau akan memakan itu di situasi seperti ini.
Jo Minjoon menangani ikan teri kering. Menangani ikan teri adalah proses yang sederhana yaitu membuang kepala dan bagian isi perutnya bergantung pada apakah kau membuatnya atau tidak, rasanya kan berbeda jauh. Dan Jo Minjoon bukan tipe orang yang asal-asalan dalam mempersiapkan apa yang akan dia makan.
Langkah selanjutnya sederhana. memasukkan ikan teri asin dan rumput laut kelp ke dalam air kemudian mendidihkannya untuk membuat kaldu. Bergantung masing-masing orang, ada yang menumis daging untuk membuat kaldu, tapi Jo Minjoon tidak suka kombinasi doenjang jjigae dengan daging. Dia tidak suka rasa doenjang yang terkontaminasi oleh minyak yang keluar dari daging. Filosofi Jo Minjoon adalah doenjang jjigae seharusnya ringan dan jernih.
Jo Minjoon memotong lobak, bawang bombay, kentang, labu, jamur, dan tahu menjadi seukuran dadu. Anderson melihat Jo Minjoon sekilas lalu bertanya,
“Apa yang kau buat?”
“Doenjang jjigae. Kau tahu itu?”
“Tidak. Melihat bahan-bahannya, itu seperti sup miso ala Jepang. Apa ini enak?”
“Entahlah. Mnurutku tidak akan cocok di lidahmu.”
Jo Minjoon membalas tidak senang. Orang Korea tidak menyadari itu, tapi orang-orang di dunia merasa bahwa rasanya sangat kental. Sama halnya saat mereka mencoba doenjang jjigae ala Jepang yang manis dan ringan. Akankah mereka suka dengan doenjang ala Korea? Dia bertanya-tanya apakah Anderson akan menikmati doenjang jjigae.
Anderson tidak melanjutkan berbicara. Jo Minjoon mengeluarkan ikan teri dan rumput laut lalu memasukkan saus doenjang dan bubuk cabai. Ketika sup setengah matang, dia memasukkan sayuran yang telah dia potong. Dan setelah mendidih beberapa saat, dia memasukkan tofu dan potongan cabe hijau kecil.
Doenjang jjigae selesai. Skornya 6 poin. Namun dia tidak peduli. Intinya, itu bukan hidangan yang diharapkan mendapat skor yang bagus. Ditambah lagi, memasak doenjang jjigae dengan saus doenjang pasaran memang sulit mendapat skor yang tinggi. Bahkan mendapat 6 poin sudah cukup bagus.
Ada momen ketika dia memasukkan nasi instan ke dalam microwave. Anderson mendatanginya dan berkata,
“Mari berbagi.”
“…Apa?”
“Kau bahkan berbagi hidangan lele dengan Kaya. Kenapa kau tidak mau berbagi denganku?”
“Bukan aku tidak mau.. Kau tidak begitu menyukaiku.”
Jo Minjoon tidak berbelit-belit dan membalasnya secara langsung. Anderson mengangkat bahu.
“Itu benar bahwa aku tidak menyukaimu. Tapi tidak ada alasan aku tidak menyukai hidanganmu. Aku baru pertama kali melihat doenjang jjigae. Dan aku harus memakan apa yang aku lihat pertama kali agar aku tidak penasaran.”
“…Jika kamu berkata begitu, maka bawa sini masaknmu.”
Lalu Anderson tertawa.
“Punyaku rasanya akan lebih baik. Akankah kau akan berkecil hati karena itu?”
“Kau harus mencobanya agar tahu.”
Jo Minjoon menjawab sembari mendengus. Sebenarnya, dia berhak bertindak seperti itu. Karena hidangan Anderson, sup tomat ayam, hanya mendapat 6 poin.
Jo Minjoon dan Anderson duduk berhadapan. Yang pertama dimakan Jo Minjoon adalah doenjang jjigae. Rasa doenjang jjigae yang tidak dia makan selama beberapa waktu memang enak. Bubuk cabai dan cabai hijau yang terasa cukup pedas serta rasa sedap unik dari kaldu teri mengalir melalui kerongkongan tanpa meninggalkan sisa ngendal di mulut.
Sensasi makan tahu, labu, dan sup bersama nasi terasa sempurna. Sejujurnya, tidak bisa dibandingkan dengan hidangan Chloe dan Kaya.
Dan sekarang, Jo Minjoon memakan sup tomat ayam. Aroma mentega tercium dari sup, dan rasa manis dari tomat juga terasa. Poin utama dari sup tomat ayam adalah menjaga rasa manis itu, dan sup ini terasa manis.
Namun, level sup ini tidak sama dengan donjang jjigae yang baru saja dia makan. Tentu saja, sama saja bagi Anderson. Anderson mengerutkan dahi setelah mencicipi doenjang jjigae.
“Ini tidak terasa segar.”
“Memang begitulah rasanya.”
“Ini akan menjadi hidangan yang sulit jika ada di misi.”
“…Soal itu.”
Jo Minjoon membuka suara. Anderson menegakkan badannya ketika dia melihat Jo Minjoon terlihat seperti ingin membicarakan hal yang serius.
“Jadi hidangan-hidangan di restoran top yang dibuat dengan teknik dan bahan-bahan yang terbaik dibandingkan dengan makanan buatan rumahan. Akankah kau bisa mengevaluasi kedua hidangan itu? Bukan. Aku akan mengatakan secara langsung. Apa yang lebih bernilai dan apa yang tidak?”
“Apa yang sedang kau bicarakan, dengan sangat tiba-tiba?”
“Aku hanya terpikirkan soal itu. Bahwa apa yang biasanya orang-orang makan tidak dibuat dengan keahlian yang profesional juga tidak mengandung bahan-bahan yang selaras. Tapi dengan alasan itu, apakah hidangan itu menjadi tidak bernilai? Aku penasaran.”
Anderson tidak bisa menjawab. Dia hanya memandang Jo Minjoon. Jo Minjoon mengambil lagi sesendok doenjang jjigae dan memandanginya lalu berbicara dengan suara lirih.
“Mendadak, pikiranku kacau. Jika hidangan yang dibuat dengan baik adalah hidangan yang enak… bukan, bukan begitu. Intinya, sebuah hidangan yang dibuat tanpa keahlian yang tinggi dapat menjadi hidangan yang enak. Ini membingungkan.”
Anderson tidak mengatakan apapun dan tenggelam dalam pikirannya. Tampaknya itu bukanlah pertanyaan yang mudah dijawab. Namun,saat dia membuka mulut, kata-kata yang keluar dari bibirnya sungguh dalam.
“Jika hidangan itu lezat menurut orang yang memakannya, bukankah berarti itu hidangan yang enak?”
“… hah?”
“Sama seperti jajanan hot dog di pinggir jalan. Jika orang yang memakan itu mengatakan bahwa makanan itu lezat, maka itu adalah makanan yang enak. Tentu saja, Aku tahu bahwa kau berusaha mengatakan sesuatu yang berbeda. Aku tahu bahwa kau bukan membicarakan tentang ide tapi kualitas. Tapi menurutku dasarnya adalah itu. Lihatlah ini.”
Anderson menunjuk makanan di depannya, sup tomat ayam dan doenjang jjigae. Itu adalah menu sederhana.
“Kita bisa membuatnya menjadi hidangan yang lebih mewah dan menggiurkan. Tapi kita sedang makan hidangan yang sederhana ini. Dan tidak berbeda bula bagi penikmat kuliner. Orang yang bekerja memeriksa ketepatan memanggang stik di restoran top, dapat memakan pizza beku dan menilai itu enak.”
“…Tapi kau tidak bisa menganggap pizza beku itu adalah sebuah hidangan.”
“Tentu saja bukan.”
“Di suatu siang aku mencicipi sup kentang Chloe. Sup itu enak. Tapi menurutku itu bukan sebuah hidangan yang bisa disajikan di restoran kelas top karena kurang menggiurkan. Itu akan lebih baik dihidangkan untuk keluarga. Itu hidangan yang enak meski tidak bisa disajikan di restoran top. Tidakkah ini aneh? Itu enak, itu jelas makanan yang enak…”
“Tunggu.”
Anderson mengangkat tangannya dan menyela Jo Minjoon. Jo Minjoon memandang Anderson.. Anderson berbicara dengan suaranya yang tenang seperti biasa.
“Tidakkah kau salah paham akan sesuatu?”
“Soal apa?”
“Rasa adalah bukan segalanya dalam memasak. Itu hanya sebagian dari memasak. Bentuk, bahan-bahan, kadang-kadang biaya bahan-bahan, popularitas chef, dan desain, semua itu dibayar oleh pelanggan restoran. Tapi, sebuah hidangan sup kentang yang biasa kau makan, menurutmu apakah itu akan menyenangkan mereka?”
Jo Minjoon tidak bisa membalas dan Anderson melanjutkan berbicara,
“Itu seharusnya hidangan yang tidak bisa ditirukan di rumah. Dan semakin bagus kualitas bahan makan, semakin baik makanan itu. Alasan memasak hidangan itu tidak sama dengan memasak makanan rumahan adalah karena itu. Memasak makanan rumahan dapat dilakukan oleh siapapun yang mau sedikit berlatih.”
“Maka bagaimana rasanya menurutmu?”
“Bukankah itu pertanyaan yang bisa dijawab hanya dengan melihat menu ini?”
Setelah mendengar perkataan itu, Jo Minjoon memandang doenjang jjigae dan sup tomat ayam. Dia menatap kedua makanan itu selama beberapa saat, lalu Jo Minjoon tersenyum lebar.
“Iya. Itu benar. Hidangan yang dimasak dengan baik dan makanan yang enak adalah sesuatu yang berbeda!”
Dia mulai memikirkan banyak hal di kepalanya. Naengmyeon (냉면) yang dia makan setelah dia selesai final, atau tonkatsu (돈까스) yang dia makan saat menjalani wajib militer, dan jeli buatan Jessie….
Dia baru saja menyadari itu. Dia tahu selama ini namun tidak menyadarinya. Melihat skor sistem, dia lupa apa arti memasak, dan apa itu makanan.
Skor memasak, pada akhirnya adalah mengindikasikan teknik yang digunakan saat memasak. Jika teknik yang digunakan lebih baik, maka kualitas makanan dan level makanan tersebut pasti tinggi. Jadi sudah pasti kualitas makanan dan level makanan itu berbanding lurus. Baru saat itulah Jo Minjoon menyadarinya.
Situasinya berbeda. Ini adalah Grand Chef. Ini adalah tempat dimana dia menunjukkan keahliannya dan hidangan yang memiliki skor tinggi dapat menuai pujian.
Namun, cara berpikir Jo Minjoon berubah. Hanya karena skor memasaknya rendah, bukan berarti masakan itu buruk. Tentu saja, saat skor memasak yang didapat tinggi, maka rasanya akan semakin kompleks dan semakin halus. Karena teknis memasak ada karena itu.
Tapi hanya karena itu tidak kompleks, dan tidak halus bukan berarti maskan itu buruk. Sama seperti doenjang jjigae yang dia rindukan saat ini, kadang-kadang, kesederhanaannya justru terasa mendalam di mulut. Mungkin, hidangan 5 poin bisa jadi terasa lebih enak dari pada hidangan 10 poin.
Jo Minjoon berdiri. Dia berjalan menuju Anderson dan menjabat tangannya. Anderson memandang Jo Minjoon dengan wajah bingung. Jo Minjoon berkata dengan serius,
“Terima kasih, Anderson. Aku benar-benar berterima kasih padamu. Itu tadi adalah konsultasi yang bagus.”
“A..Apa? Mendadak…”
“Menurutku aku bisa tidur dengan nyenyak. Aku katakan sekali lagi, terima kasih. Aku tidak akan melupakan hari ini.”
Jo Minjoon berkata seperti itu dan meninggalkan tempat. Anderson melihat punggung Jo Minjoon dengan kebingungan. Sesaat kemudian, matanya melihat kembali ke menu di meja. Anderson menggerutu.
“Setidaknya cuci dulu piringmu, brengsek gila…”
< Sebuah hidangan yang dibuat dengan baik dan makanan yang baik (3) > Selesai