Dewa Memasak – Bagian 33: Hidangan yang dibuat oleh Chef (1)
Pada masa kanak-kanak Kaya, tidak ada semenitpun ketenangan.
Selain itu dia juga tidak punya ayah. Ibunya, Grace, berkata bahwa ayahnya pergi dari rumah saat dia masih kecil. Dan saat Kaya berusia 6 tahun, seorang pria muncul dalam kehidupan Grace. Dia tidak mengingat semua detailnya, hanya mata laki-laki itu sangat dalam dan berwarna biru. Grace mengatakan bahwa pria itu adalah ayahnya. Karena mata grace berwarna coklat, sedangkan Kaya biru, dia bahkan tidak ragu bahwa pria itu adalah benar ayahnya.
Tentu saja, rasa percayanya itu tidak memberi dia imbalan apapun. Suatu hari, ayah palsunya itu bertengkar dengan Grace di dalam rumah dan mematahkan semua furnitur, dan setelah itu, dia tidak pernah menunjukkan dirinya lagi. Dia pergi setelah meninggalkan seorang janin di dalam rahim Grace.
Dia tidak mengingat detailnya, tapi dia ingat bahwa saat itu Grace benar-benar sensitif dan menderita. Mungkin keberadaan Kaya yang mendorongnya tetap bekerja, demi Kaya. Tapi apakah Kaya tidak cukup. Kaya masih mengingat momen saat ibunya sedang menangis sendirian dengan membenamkan wajahnya ke bantal di ruangan yang gelap.
Dan kadang-kadang, hal yang menenangkan Grace bukanlah dengan menangis, tapi alkohol. Untungnya tidak sampai menggunakan narkotika. Sering kali dia minum bir murah hingga dia jatuh tertidur karena pengaruh alkohol.
Apakah itu karena pengaruh alkohol ataukah karena nasib buruk yang selalu mengikuti kemanapun dia pergi. Anak yang dilahirkan Grace setelah rasa sakit yang hebat, Adik Kaya, cacat, cerebral paralysis. Melihat anak itu yang tidak bisa menggerakkan badannya sesuai yang dia mau, dan bahkan tidak bisa berekspresi dengan tepat, seolah-olah dia merasa dunia di cat dengan tinta yang kotor.
Setelah pulang dari sekolah, dia harus pergi ke pasar alih-alih pulang ke rumah. Dia tidak membenci keadaan itu. Seperti seorang anak dari keluarga yang kurang beruntung, Kaya pun, menjadi dewasa lebih cepat. Dia miskin dan tidak punya keahlian apapun dan bahkan ibunya tidak menjual apapun, melainkan membersihkan pasar. Adiknya yang cacat jika ditinggal sendirian, tidak akan bisa bertahan hidup. Kenyataan terlalu kejam baginya untuk mengeluh.
Tapi bukan karena itu yang membuat dia menganggap hidupnya adalah kebahagiaan. Itu adalah kehidupan di mana dia harus berhenti hidup normal dan pasrah kemana takdir membawanya. Karakter Kaya kasar dan mulutnya pun busuk. Melihat wajah para pedagang yang kesal, dan melihat teman-teman seusianya berlarian dan bermain, jarum yang menusuk di hatinya semakin tajam. Dan jarum itu bahkan membuatnya dikeluarkan dari SMP.
“Satu-satunya hal yang dapat aku lakukan dengan baik adalah memasak.”
Di depan kamera, Kaya Lotus bercerita. Martin bertanya pelan.
“Bagaimana kamu mulai memasak?”
“Aku ingin makan sesuatu yang lezat. Seperti yang aku ceritakan, keluargaku miskin. Aku membawa pulang bahan-bahan yang tidak terjual dan memasaknya. Pada awalnya, rasa masakanku mengejutkan. Tapi beruntungnya, aku punya bakat. Karena setidaknya aku ingin membuat masakanku sedikit enak, aku kesana kemari, berusaha tahu bagaimana membuatnya terasa lebih enak. Ibuku dan adikku menyukainya.”
“Kau pasti senang.”
“Senang… Ya, tentu aku senang. Tapi mengesampingkan semua perasaan itu, memasak seperti nafas bagiku. Lebih tepatnya, aku bisa bernafas saat aku makan makanan yang enak. Merawat adikku yang cacat dan membantu ibuku, kelelehan itu membuat badanku seperti pria tua. Demi sesuap makanan enak, menurutku hanya itu, alasanku untuk hidup. Itulah masa laluku yang bisa aku ceritakan.”
Isi ceritanya suram tapi dia menceritakan itu dengan tenang, bahkan tidak bisa dibilang dia melebih-lebihkan. Jika kau hidup dengan situasi semacam itu sejak kecil, maka kau hanya bisa berpikir seperti itu.
“Aku tidak melanjutkan SMP saat separuh jalan. Karena biaya obat-obatan untuk adikku sangat mahal dan kami benar-benar tercekik karena itu. Intinya, aku tidak akan bisa melanjutkan kuliah meski aku terus pergi ke sekolah. Jadi aku memutuskan untuk bekerja.”
“…Itu pasti keputusan yang sulit.”
“Keputusan yang sulit? entahlah. Saat aku dikeluarkan, aku bahkan merasakan sensasi kebebasan. Meski begitu, tidak ada tempat yang menerimaku bekerja. Aku ingin merobek mulut orang-orang saat mereka dalam suasana hati yang buruk hanya karena pubertas ketika mereka bahkan tidak punya masalah apapun di rumahnya. Kau melihat batman kan? Mulut joker robek. Iya, seperti itu.”
Kaya menarik jarinya hingga ke ujung bibir dan tertawa sembari menjetikkannya. Martin tertawa dan memberi sinyal dengan tangannya di balik punggungnya. Dia harus memotong bagian itu. Kelakuan berlebihan ini tidak akan diterima dengan baik oleh penonton. Martin mengganti topik karena sudah banyak membahas tentang masa lalu. Dia merasa sudah cukup.
“Apakah ada seseorang yang dekat denganmu?”
“Tidak ada.”
Kaya menjawab tanpa memikirkannya bahkan semenit pun. Karena itu, Martin sangat bingung. Dia tidak berpikir bahwa Kaya akan menyebutkan seorang nama dengan patuh. Namun Martin tidak menyangka jika Kaya mengatakan bahwa dia tidak punya seorangpun dengan sangat lugas. Martin berkata,
“Bukankah ada beberapa orang yang dekat denganmu? Seperti Marco, Minjoon, dan Chloe. Bukankah kau akrab dengan mereka?”
“Iya … Tidak.”
Itu jawaban yang kurang tegas. Martin tertawa canggung dan terus berbicara,
“Tidak. Kenapa..? Akhir-akhir ini kalian semakin dekat. Kalian makan bersama, dan pergi bersama. Itu sudah akrab namanya.”
“Apakah kata akrab berarti semudah itu? Setidaknya kita tidak tahu hal pribadi masing-masing, kita hanya percaya satu sama lain dan menjadi dekat.”
“Lalu apa itu berarti kalian dalam proses menjadi akrab?”
“Itu…”
Kaya mengerutkan dahi seolah-olah dia terganggu. Bibirnya yang berwarna cerah tertutup, kemudian terbuka lagi. Namun kata-kata yang keluar dari bibirnya bukanlah kata-kata yang Martin iginkan.
“Ayo lanjut ke pertanyaan lain.”
“Apa ada alasan yang membuatmu sulit menjawabnya?”
Namun Martin sudah berpengalaman. Jika kau mempertahankan sesuatu, maka tidak mungkinkau melepasnya. Kaya memandang Martin semenit. Kaya sedikit melotot. Tapi PD siaran adalah seseorang yang telah melalui banyak hal hingga mencapai posisi itu. Kehidupan Martin juga tidak mudah, saat remaja dia dipandang dengan konyol oleh teman-temannya. Akhirnya, Kaya menghela nafas, dan menjawab dengan suara yang lembut.
“Baiklah. Aku akan cerita. Ini adalah hal yang memalukan.”
“Kau berada di usia yang menunjukkan ketertarikan pada orang lain…”
“Tidak, bukan begitu.”
Kaya menyela Martin. Melihat ekspresinya yang bingung, Kaya menggigit bibirnya dan berkata,
“Proses menjadi akrab. Aku punya banyak orang yang sedang dalam proses itu. 18 tahun hidupku hanya sebentar tapi tidak benar-benar begitu. Aku telah bertemu dengan orang-orang buruk dan orang-orang baik. Proses menjadi akrab, aku mengalaminya. Dan tidak ada waktu di mana aku menjadi akrab. Meski aku berpura-pura akrab, pada akhirnya, mereka semua pergi.”
“… … …”
Martin tidak bisa membalas apapun. Dia tahu bahwa saat ini, dia harus bertanya sesuatu demi kesuksesan siarannya. Tapi mata Kaya tampak sedih sekali. Dia tampak seperti seorang anak kecil yang tiba-tiba menjadi dewasa. Menanyainya untuk mengungkan masa lalu lebih banyak adalah hal yang sangat kejam.
“Mungkin, karena menurut mereka, keadaanku yang miskin, atau hal lainnya. Meski begitu, kesimpulannya sama bahwa aku adalah orang yang tidak punya teman akrab. Tapi hanya karena aku bilang bahwa kita sedikit akrab sekarang, apakah itu masih proses atau bukan, nantinya akan kacau seperti sebelumnya.”
Martin dan penulis yang berada di sebelahnya tidak dapat berkata apa-apa. Kaya tersenyum. Senyumnya provokatif dan percaya diri, tapi Martin merasa senyuman itu kosong.
“Aku tadi bilang ini memalukan, kau paham kan sekarang?”
–
Setelah wawancara berakhir, Kaya perlahan berjalan menuju ruang tunggu. Dia menjadi cukup sensitif karena telah menunjukkan sedikit sisi hidupnya yang pahit. Saat dia seperti ini, kau tidak akan tahu jika dia akan mengutukmu dari kepala hingga kaki hanya dengan berbicara padanya. Di depan ruang tunggu, Kaya menghentikan langkahnya dan berkata,
“Tenanglah Kaya Lotus. Kau datang untuk keluar dari rawa itu. Kau bisa melakukannya. Kau kuat. Kau…”
Kaya berhenti bergumam. Pintu terbuka dan Jo Minjoon keluar. Apa dia mendengarnya? Tidak, pintunya tadi tertutup. Apakah pintu ini tidak bisa menahan suara dari luar? Kaya melotot pada Jo Minjoon. Jo Minjoon tersentak dan memandang Kaya.
“Ada apa?”
“…Tidak.”
Kaya menjawab tanpa daya dan pergi memasuki ruang tunggu. Jo Minjoon mengerutkan dahi sedikit dan memandang punggung Kaya. Jo Minjoon mencemaskan Kaya tapi dia tidak dapat meraih punggung Kaya. Sekarang waktunya wawancara.
Saat dia berjalan menuju ruang wawancara, kru casting benar-benar dalam suasanan hati yang tidak bagus. Wanita penulis itu mendengus sambil menyeka air matanya dan raut wajah kameramen lebih suram dari biasanya. Jo Minjoon duduk di tempatnya dan bertanya pada Martin.
“Ada apa dengan wawancara sebelumnya hingga suasananya menjadi begitu suram begini?”
“…Yaa, kami mendengar sedikit cerita kehidupan Kaya. Kau tahu tentang masa lalunya kan?”
“Yaa, hanya sebatas yang telah disiarkan.”
Jo Minjoon mengangkat bahunya dan menjawab demikian. Martin menghela nafas.
“Yaa, seperti yang kau lihat. Kami mendengar lebih banyak cerita tentangnya. Jika kau cukup sensitif, itu adalah cerita yang bisa membuatmu menitikkan air mata.”
“Melihatmu sekarang baik-baik saja, tampaknya kau bukan orang yang sensitif.”
“Bagaimana mungkin tidak? Hanya saja air mataku jauh lebih sedikit dibandingkan kesensitifanku.”
Jo Minjoon tersenyum kecut dan menutup mulutnya. Martin juga tersenyum dan berkata,
“Oke. Apa kau percaya diri pada misi selanjutnya?”
“Aku harus tahu apa misi selanjutnya agar aku bisa mengatakan sesuatu. Sejujurnya, mengatakan sesuatu membuatku takut. Kau tidak tahu jika aku akan mendapat masalah seperti sebelumnya karena telah mengatakan penjelasan singkat.”
Dia mengungkapkan berbagai hal. Namun dia berbicara tentang akhir dari episode pertama, yang menyebutkan Kaya akan menjadi pemenang. Martin menampakkan wajah canggung dan menggaruk-garuk kepalanya. Jo Minjoon memandangnya dan berkata,
“Kau bilang ingin aku menang, jadi menurutku meski kau tidak bisa mengungkapkannya, kau seharusnya menyemangatiku dari dalam hati. Jadi apa begitu yang disebut setia?”
“Secara pribadi aku menyemangatimu. Namun aku seorang PD. Jika kau memberiku materi siaran yang bagus, itu akan menjadi sikap yang buruk jika tidak menerimanya.
Martin berkata sembari tersenyum. Dia sungguh pria yang bijak. Jo Minjoon menatapnya sesaat lalu tertawa.
“Itu adalah kata-kata yang bijak. Aku paham.”
“Ayo kita melakukan wawancara. Minjoon, episode pertama telah disiarkan dan salah satu reaksi dari penonton adalah sebagai berikut, ‘Apa di Korea tidak ada cara untuk menjadi sukses dalam memasak? Mengapa dia datang ke AS? Bagaimana menurutmu tentang ini?”
“Entahlah. Secara pribadi, menurutku pertanyaan pertama agak sensitif untuk dijawab. Dan untuk pertanyaan selanjutnya, itu karena keegoisanku dan kekagumanku. Melihat sesi Grand Chef sebelumnya, aku sangat kagum. Aku berpikir bahwa aku ingin berdiri di tempat ini karena ini kesempatan yang bagus dan panggung yang bagus.”
“Meski jika itu yang terjadi, tidak biasa bagi orang normal untuk datang sejauh ini dengan hanya alasan seperti itu. Dari yang aku lihat, kau satu-satunya orang yang aku tahu yang datang dengan alasan itu.
Karena dia berbicara seperti itu, Jo Minjoon terpikir bahwa dia memang kasus spesial. Normalnya, jika dia memilih jalan memasak, dia tidak akan sampai harus datang ke AS. Menurut Jo Minjoon alasan pribadinya adalah karena ketidaksabarannya dan keiginan terdalamnya. Dia juga tidak ingin menjadi juru bersih-bersih di dapur. Artinya tidak sedalam itu, tapi motivasinya tidak bisa diredam.
“Aku akan menghargai jika kau berpikir aku adalah seseorang dengan hasrat yang tinggi.”
“Baiklah, mari kita ke pertanyaan selanjutnya. Lalu, bagaimana dengan yang telah kau katakan sebelumnya? tentang Kaya akan menang.”
“Pak, kau tahu soal itu. Ada banyak kata-kata yang sudah aku utarakan. Jika orang yang telah mengedit itu menanyaiku soal itu lagi maka itu menyebalkan.”
“Oh, jadi ada lebih banyak kata-kata lagi?”
Martin bersikap seolah-olah terkejut dan memandang Jo Minjoon. Jo Minjoon menghela nafas.
“Aku akan menang. Aku memutuskan untuk melakukan seperti itu.”
“Oke. Aku paham. Akhir-akhir ini, kau telah akrab dengan Chloe, Kaya, dan Marco. Kalian pergi kemana-mana bersama, tapi apa kalian benar-benar akrab?”
“Sepertinya kami memang akrab. Setidaknya itu yang aku pikirkan.”
“Apa yang menjadi pemicu kalian menjadi dekat?”
“Entahlah. Kaya… Untuk Kaya, aku ingat bahwa kami berbagi hidangan kami setelah misi selesai dan menjadi akrab setelah itu. Untuk Marco, kami akrab karena kita berdua sama-sama dari New York. Dan untuk Chloe, kami berada pada tim yang sama. Tapi ini bukan materi siaran kan?”
Martin tersenyum riang mendengar pertanyaan itu.
“Itu benar. Lebih baik wawancara untuk hal yang lebih pribadi. Itu berarti, Minjoon, mari kita bicara tentang skandalmu.”
“Skandal?”
“Ini laporan dari mister A. Ada kabar bahwa setelah selesai memasak, anda menyerahkan piring padanya untuk dicuci. Apa itu benar?”
Jo Minjoon tertawa terbahak-bahak.
“Aku tidak akan berkomentar apapun tentang itu.”
< Hidangan yang dibuat oleh Chef (1) > Selesai