Dewa Memasak – Bagian 41: Peran chef kepala (3)
Anderson hanya bisa bertanya-tanya, haruskah dia menolak atau tidak. Namun, melihat mata Jacob, jelas terlihat, meski dia menolak dia akan diambil secara paksa. Jika itu terjadi, dia hanya akan melukai rekan timnya dari awal dan membuang-buang energi. Akhirnya, dia seperti tidak berhak untuk menolak. Anderson melangkah. Jacob tertawa dan menjabat tangan Anderson.
“Terima kasih telah bergabung.”
“…Siapa yang akan kau pilih selanjutnya?”
“Aku akan memikirkannya setelah melihat siapa yang Kaya pilih.”
Mereka berdua menatap langsung pada mata Kaya.
Kaya sedang melihat dengan wajah yang rumit pada orang-orang yang di depannya. Jika dia harus memilih seseorang yang akrab dengannya, maka hanya ada Chloe dan Marco. Kaya ragu sesaat dan membuka suara,
“Chloe, kumohon kemarilah.”
“Whaw. Terima kasih.”
Chloe menghela nafas dengan lega dan berjalan menuju Kaya. Satu yang tersisa adalah Marco. Dia memasang ekspresi gugup. Namun, Jo Minjoon tidak merasa cemas karena keahlian Marco belum terungkap hingga saat ini. Selain itu, peserta yang lain hanya tahu bahwa Marco memiliki sedikit keahlian dalam memanggang. Jadi, dia berpikir bahwa Jacob tidak mungkin memilih Marco.
“Marco. Aku akan bersyukur jika kau datang.”
Setelah Jacob mengatakan itu, Jo Minjoon sangat terkejut. Dia tidak pernah membayangkan bahwa Jacob akan benar-benar memilih Marco. Begitu juga bagi Marco, dia tidak bisa melakukan apapun dan hanya menatapnya.
Namun, keputusan Marco sudah bulat. Dia memaksa tersenyum dan berjalan menuju Jacob. Meski Jacob dapat mengambil Marco dengan paksa, itu bukan hal yang bagus jika menolak Jacob. Pada dasarnya, seandainya Jacob tidak berhak untuk mengambil Marco dengan paksa, Marco adalah orang yang tidak tahu bagaimana cara untuk menolak seseorang yang menginginkannya. ‘Jika seperti ini, maka mengambil paksa pun tidak ada gunanya.’
Jo Minjoon menghela nafas. Para juri juga tahu soal itu dan mereka memberi hak dengan tujuan, yaitu semua keahlian chef tidak bisa berkumpul di tim Kaya.
Saat 16 orang telah menemukan tim mereka, tidak ada yang menolak tawaran. Kaya memilih dari peserta lain yang memilihnya dan Jacob bisa mengambil paksa. Jadi, mereka enggan menolak.
Bagi mereka yang tidak berharap ada di tim Jacob, itu adalah sedikit ketidakberuntungan, tapi pada akhirnya, itu berjalan baik. Setidaknya, mereka tidak sakit hati dan bisa menyelaraskan kemampuan mereka.
Emily membuka mulutnya,
“Bagus. Tim sudah ditentukan dan aku akan mengumumkan tema misi. Misi kali ini…”
Emily berhenti. Namun, tidak ada seorang pun yang penasaran dengan apa yang akan Emily katakan selanjutnya karena itu sudah jelas. Saat mereka dibagi menjadi dua kelompok, mereka hanya bisa memikirkan 1 alasan untuk itu. Emily tertawa meski itu tidak lucu dan berkata,
“Yaaa. Semua orang seharusnya sudah menduganya. Itu adalah menu lengkap. Dalam bahasa perancis, haute cuisine. Meski begitu, tidak perlu membuat hanya hidangan perancis. Kalian bisa membuat menu lengkap yang mirip dengan haute cuisine.”
Tidak ada yang terkejut. Mereka hanya menghela nafas dan memandang Emily dengan wajah bersemangat seolah-olah mereka sudah tahu. Jo Minjoon adalah salah satu orang yang bersemangat itu. Menu lengkap, haute cuisine, semua itu adalah romantisme bagi chef.
Emily lanjut berbicara,
“Aku tentu tidak akan meminta kalian mendesain menu dan mempersiapkannya saat ini. Batas waktunya besok. Berdiskusilah dengan rekan tim kalian dan susunlah menu kalian. Satu hal yang harus kalian perhitungkan, yaitu kami tidak akan menjadi juri besok, tapi kalian harus mengatur hidangan kalian untuk 40 orang dari tingkat sosial yang berbeda. Tim yang kalah akan menjalani misi eliminasi dan 3 yang terburuk akan meninggalkan asrama Grand Chef.
Selalu seperti ini, tapi kata eliminasi tetap membuat mereka merinding. Emily tertawa sambil melihat mata para peserta yang gugup. Alan yang berada di sebelahnya membuka suara,
“Ini mungkin akan menjadi misi terberat yang kalian pernah lakukan. Aku akan memberi kalian sebuah tips. Pikirkan banyak hal dan diskusikan bersama. Jika kalian hanya menggambar lukisan berdasarkan pemikiranmu sendiri…, kalian hanya akan memberikan noda-noda pada kertas gambar.”
Pada kata-kata itu, Jo Minjoon tidak sadar melihat Kaya. ‘Akankah gadis keras kepala ini bisa menggambar dengan benar?’
–
Setelah pengumuman misi dan komposisi tim berakhir, rekan tim termasuk Jo Minjoon, berkumpul di lobi lantai 4, tentunya untuk membahas menu hidangan lengkap. Hugo, dari Mississippi, membuka mulutnya. Dia berambut keriting gelap dengan mata yang gelap. Karakteristik pria kulit putih spanyol tampak dalam wajahnya. Jo Minjoon mendengarkan perkataannya.
“Bagaimana kita akan membagi porsi peran?”
“…Pertama, katakan padaku apa yang kalian ingin buat.”
Kaya berkata dengan lugas. Namun semua orang hanya bertukar pandangan dan tidak membuka mulut mereka. Ada banyak hal yang harius kalian buat. Salad, soup, risotto, pasta, dll. Itu sedikit memalukan untuk menyebutkan sesuatu yang mudah dan akan menyusahkan jika menyebutkan hidangan utama.
Jo Minjoon berkata,
“Aku ingin mengerjakan hidangan pembuka….hidangan penutup…juga tidak buruk. Aku hanya tidak bisa membuat es krim atau pudding, dan memanggang bukan spesialisasiku.”
Jo Minjoon tidak berpikir untuk membuat hidangan utama, sulit baginya untuk menggunakan kemampuan komposisi resep dengan tepat, seperti misalnya stik yang menjadi hidangan utama. Namun demikian, dia bisa saja bertanggung jawab membuat stik dan memberikan resepnya pada orang lain. Akan tetapi, orang-orang yang berkumpul ini mempunyai keahlian memasak yang bagus. Kau tidak akan tahu jika tidak mengevaluasi hidangan mereka, tapi mereka tidak akan merelakan orang lain lolos dengan menggunakan resep mereka.
Oleh karena itu, dia ingin membuat hidangan pembuka, karena resep dari hidangan pembuka adalah yang terpenting. Kaya mengangguk dengan wajah lega.
“Baiklah. Bagaimana dengan yang lain. Melihat kalian tidak berbicara, aku hanya bisa menyimpulkan bahwa kalian berkenan dengan apapun bukan?”
“Aku ingin membuat hidangan utama. dengan tema ikan.”
Chloe ragu tapi akhirnya mengangkat tangannya. Meski jika dia ceria, dia juga sangat perhatian. Kata-kata ingin membuat hidangan utama tidak dengan mudahnya terlontar karena itu sama dengan ingin menjadi tokoh protagonis. Namun demikian, karena ini misi tim, tidak ada yang lebih baik dari menarik banyak perhatian, meskipun terasa berbeda. Kaya mengangguk dan berkata,
“Orang yang mengatakan pertama kali, dia yang mendapatkannya. Apa yang lain ingin membuat hidangan ikan?”
Kaya melihat ke semua rekan timnya tapi tidak ada yang membuka mulutnya. Memikirkan tentang bagaimana sulitnya menangani ikan, itu dapat dipahami. Dari menyisiknya hingga memasaknya, sebuah hidangan dengan kesulitan tinggi adalah ikan.
“Sepertinya tidak ada yang mau. Jadi, Chloe akan bertanggung jawab dengan hidangan utama ikan, oke?”
“Tapi berapa banyak hidangan utama yang harus kita buat? dua? tiga?”
“Hmm…”
Pada pertanyaan yang tidak terduga itu, Kaya panik dan tidak bisa menjawab. Sejujurnya, hanya itu yang bisa dia lakukan karena dia belum pernah memakan makanan menu lengkap. Ada kalanya dia membuat makanan lengkap di rumahnya ala kadarnya, tapi itu hanyalah tiruan. Dia tidak tahu bagaimana seharusnya komposisi makanan lengkap dan aturan-aturan apa yang harus diperhaatikan.
Kaya menggulung rambutnya dengan jarinya dan memutar bola matanya. Dia adalah tipe orang yang tidak menyembunyikan sesuatu yang dia tahu ataupun tidak. Jo Minjoon berkata di sebelahnya,
“Menurut pendapatku, kupikir membuat 3 akan cukup bagus. Kaya harus melakukan generalisasi dan kita harus membuat 8 hidangan lain. Sejujurnya, membuat salad atau buah tidak membutuhkan usaha yang terlalu banyak. Jadi, lebih baik fokus pada hidangan utama bukan?”
“…Jo Minjoon benar.”
Kaya memaksa dirinya untuk memasang wajah tenang dan melihat ke rekan timnya. Beruntungnya, tidak ada yang ingin merundung ketua tim yang masih muda ini karena mereka juga melihat siaran, mereka samar-samar tahu bagaimana masa lalu Kaya. Tidak ada yang perlu ditunjukkan bahwa dia tidak tahu tentang memasak menu lengkap.
Joanne membuka suara, dia berambut pirang keriting sebahu dan dia tampak seperti seseorang yang muncul di majalah amerika tahun 1920-an. Dia adalah gadis kulit putih yang suka dengan gaya berbusana lama.
“Tapi apa yang akan dilakukan ketua tim? Jika kau menjadi chef kepala, haruskah kau membuat hidagan?”
“… … …”
Kaya tidak bisa segera menjawab dan memandang Jo Minjoon. Dia merasa itu sulit dijawab oleh dirinya sendiri karena dia belum tahu peran chef kepala. Matanya berteriak pada Jo Minjoon agar menolongnya. Jo Minjoon berkata,
“Sejujurnya, sulit bagi chef kepala untuk memasak juga. Hanya memperhatikan bagaimana masakan kalian akan membuat dia sibuk. Namun demikian, itu akan bagus jika Kaya juga memasak, tapi itu sungguh melelahkan.”
“Begitu yaa…”
Joanne mengagguk seolah-olah dia telah dibujuk. Kaya hanya melotot ke arah meja. Bukan, mungkin dia hanya sekedar melihatnya, tapi mata dan riasannya, membuatnya tampak seperti itu. Kaya membuka suara dengan pandangan tertuju pada meja.
“Aku mau ke toilet. Minjoon, ayo pergi bersama.”
“Baik… Apa?”
Jo Minjoon hanya menjawab santai, lalu memandang Kaya seolah-olah dia mendengar sesuatu yang salah begitu pula dengan peserta yang lain. Jo Minjoon memaksa tertawa dan berkata,
“Pergi? ke toilet? denganku?”
Betapa memalukannya Jo Minjoon mengatakan itu. Kaya mengangguk dengan wajah tenang.
“Iya. Toilet. Itu perintah chef kepala. Ikuti aku.”
Setelah Kaya menyelesaikan perkataannya, dia segera berjalan menuju toilet. Jo Minjoon melihat rekan timnya yang tercengang, dan berdiri sambil wajahnya memerah. Chloe menarik lengan baju Jo Minjoon dan berbisik dengan suara rendah.
“Jika Kaya melakukan sesuatu, berteriaklah. Paham?”
“…Lalu kau akan menyelamatkanku?”
“Tidak, hanya menonton.”
Chloe mengatakan seperti itu dan tertawa mengolok, seperti anak kecil. Melihat wajah tertawanya, Jo Minjoon bahkan tidak bisa marah. Saat Jo Minjoon akan melangkahkan kaki.
“Aku akan pergi sebentar.”
Dia bahkan tidak punya keberanian untuk melihat ekspresi yang ditampilkan oleh rekan timnya.
Namun saat dia pergi ke toilet umum, Kaya tidak ada. Sesaat kemudian, terdengar sebuah suara menghantam dinding. Kaya sedang berdiri di lorong yang cukup dekat dengan toilet. Dia menyandarkan punggungnya. Di sana adalah bilik wanita.
Bahkan sebelum Jo Minjoon bisa mengatakan sesuatu, Kaya masuk ke dalam. Jo Minjoon ragu-ragu sejenak dan mengikutinya. Itu adalah bilik wanita dan Jo Minjoon tidak familiar memasuki tempat itu.
“Apa ini toilet?”
“Jika kau sudah kebelet, silahkan. Ada satu di bilikku.”
“Aku tidak membicarakan itu. Mengapa kau mengatakan itu tiba-tiba? Mengatakan pada pria agar pergi bersama ke toilet. Suasananya menjadi kikuk.”
“Aku minta maaf.”
Melihat Kaya meminta maaf, membuat Jo Minjoon tidak mengerti. Dia bukan tipe orang yang terbiasa merendahkan dirinya sendiri. Jo Minjoon menghela nafas dan berkata dengan suara yang lembut. Dia bisa menebak mengapa Kaya memanggilnya seperti ini.
“Aku pikir samar-sama aku tahu mengapa kau memanggilku. Akan tetapi kenapa aku? Ada Chloe juga.”
“Hanya saja lebih nyaman bagiku untuk meminta pertolonganmu. Tapi jangan salah paham. Itu bukan berarti bahwa kau gampangan.”
Kaya berkata dengan suara serius dan menaikkan tangan kanannya seolah-olah dia sedang bersumpah.
“Kau harus membayarku sangat banyak karena memberimu pelajaran.”
“Dengan apa?…Aku akan membuat sarapan setiap pagi untukmu. Setidaknya, sampai aku terdiskualifikasi.”
Pada tawaran sederhana dan menarik itu, Jo Minjoon tertawa dan berkata,
“Dan jika kau menang, apa kau akan membuat itu untukku selamanya?”
< Peran chef kepala (3) > Selesai