Dewa Memasak – Bagian 42: Peran chef kepala (4)
Sesaat setelah dia menyelesaikan perkataannya, dia menyadari bahwa itu adalah sesuatu yang pria umur 30-an katakan tapi Kaya tidak terganggu dengan itu. Dia adalah gadis yang tumbuh besar di pasar. Dia sudah terbiasa dengan guraun seperti itu. Melihat wajah Jo Minjoon yang tidak bisa mengatasi rasa malu dan menjadi kikuk, Kaya melotot padanya.
“Meskipun tidak ada kamera di aula, tapi ada di bilik. Jangan lupakan itu.”
“Ehem. Ngomong-ngomong, apa yang ingin kau tanyakan?”
“Meskipun aku ingin bertanya sesuatu, aku bahkan tidak tahu dasarnya. Pikirkan saja seperti kau mengajari orang baru.”
Jo Minjoon mengeluh. Meskipun dia mengatakan bahwa dia akan mengajarinya, dia tidak berpengalaman dalam makanan mewah, makanan pada menu set lengkap. Hal yang dia tahu saat ini adalah sesuatu yang dia dapat sedikit melalui internet atau pengalamannya.
Dia mulai perlahan menjelaskan dengan suara yang agak rendah. Kaya memasang wajah melongo sesekali, selain itu dia hanya mengerutkan kening. Tidak termasuk kata-kata umum seperti ‘ya; aku paham’, satu-satunya saat dia membuka suara adalah saat dia dijelaskan tentang ‘gueridon service‘.
“Jadi, Aku bisa memahami itu sebagai servis keliling, bukan?”
“Iya. Kau bisa membayangkan itu seperti membawa hidangan yang hampir selesai dan menyelesaikannya di depan pelanggan.”
“Tapi bukankah kita akan kekurangan tenaga?”
“Kita perlu seseorang untuk melayani pelanggan. Kita harus membuat hidangan utama dari awal hingga selesai, tapi untuk hidangan penutup atau sup, kau bisa menyiapkan itu lebih dahulu.”
“…Hm.”
Percakapan masih berlangsung. Mereka tentu tidak bisa berlama-lama karena mereka tidak bisa mengatakan bahwa mereka pergi ke toilet dan berada di sana selamanya.Akan tetapi, mereka tidak segera mengakhiri percakapan mereka. Saat kira-kira 10 menit telah berlalu, Kaya dan Jo Minjoon kembali ke rekan mereka.
“Apa urusan kalian di toilet lancar?”
“Beruntungnya, aku selamat.”
Jo Minjoon menjawab pertanyaan Chloe sembari tertawa lemah. Beberapa rekan timnya melihat mereka berdua dan tertawa. Mereka dapat menebak bahwa Kaya menggunakan toilet sebagai alasan dan pergi untuk menerima penjelasan. Namun, ada yang yang tidak perlu ditunjukkan, yang menganggu Kaya, karena hanya melihat mereka berdua bersikap seperti ini sudah cukup menghibur.
Joanne menggulung rambut pirangnya di jarinya dan membuka suara.
“Saat kalian di toilet, kita membahas sedikit ide-ide kami. Hidangan utamanya yaitu ikan sea bass dan ayam kalkun dengan ossobuco.”
“Selain ossobuco, semua bahan-bahannya familiar.”
“Kita tidak bisa memasak dengan bahan yang tidak kami kenal. Selain itu, bukan seorang epicurean yang datang, tapi pelanggan dengan berbagai tingkat sosial, jadi aku tidak berpikir bahwa itu akan bagus, dengan menyajikan hidangan yang tidak familiar. Namun, keputusan final ada pada chef kepala.”
“Aku tidak keberatan karena kalian semua yang memutuskan ini bukan?”
Kaya berbicara seperti itu dan memutar bola matanya ke atas. Itu tampak seperti dia berpikir sesuatu, dan dia membuka suara setelah diam beberapa saat.
“Deridong… bukan, gueridon service. Menurutku, itu akan bagus dilakukan. Jika ada 40 orang, maka setidaknya ada 10 meja, ah tapi 40 orang pelanggan dari tim merah dan tim putih, bukan?”
Kaya mengerutkan dahi. Chloe menepukkan tangannya seolah-olah dia ingat sesuatu.
“Sekarang karena aku memikirkannya, aku ingat sudah menanyakan itu pada PD. Menurutnya, itu seperti mereka akan memakan kedua menu set lengkap.”
“…Sepertinya mereka akan memakan dan mempertimbangkan banyak sekali makanan.”
“Ah, bukan itu. PD akan membagi waktunya, pelanggan akan makan siang dengan menu dari satu tim dan saat malam hari mereka akan makan malam dari menu tim yang lain.”
“Kau seharusnya menjelaskan itu lebih awal.”
Kaya menggerutu. Tapi Jo Minjoon dapat memahami karena pada akhirnya, itu disiarkan. Mereka tidak bisa menjelaskan semua detail dalam kamera.
Pada saat itu, Hugo meminjamkan selembar kertas pada Kaya. Dia tersentak sesaat dan menerima selembar kertas itu dengan wajah gugup. Hugo berkata,
“Ini resep yang kita buat sendiri. Coba lihatlah.”
Jo Minjoon juga menjulurkan lehernya mendekati Kaya yang sedang memperhatikan resep. Itu tidak luar biasa karena didesain dalam waktu singkat, tapi itu sudah terstruktur. Saat Jo Minjoon membaca barisan resep, di depannya muncul skor memasak rata-rata bersama dengan skor komposisi seperti sebelumnya. Dan wajah Jo Minjoon menjadi agak gelap. Skor makanan 6 dan skor komposisi 5.
“Ini tidak bagus.”
Seseorang yang berkata itu bukanlah Jo Minjoon melainkan Kaya. Dia melanjutkan berbicara sambil mengerutkan dahi.
“Mengesampingkan posisi hidangan ini, resep dari semua hidangan ini tidak cukup baik. Sejujurnya, hanya melihat resep ini membuatku kehilangan selera makan. Apa kalian ingin hidangan kalian dikembalikan oleh pelanggan?”
Jika seperti biasanya, Jo Minjoon dapat menghentikan Kaya, tapi sekarang Jo Minjoon setuju dengan perkataannya. Meskipun itu disusun dengan buru-buru, itu adalah resep berkualitas rendah. Kaya membuka suara,
“Pertama, ini aneh sejak hidangan utama. Ayam kalkun dengan mustard buatan sendiri? Apa kalian pikir bahwa para pelanggan ingin datang ke sini untuk memakan sebuah hidangan mewah instan 3 menit? Ya Tuhan. Oh Tuhan. Siapa yang memikirkan ini?”
Menjawab pertanyaan Kaya, seorang pria dengan tubuh pendek mengangkat tangannya perlahan. Peter Gray, dia adalah India-Amerika. Kaya menatapnya dengan tajam.
“Apa yang kau ingin kita lakukan? Apa kau pikir, kau akan meraih sesuatu dengan hidangan yang sederhana ini? Jika kau bersi keras dengan resep ini maka mundurlah dari hidangan utama. Aku hanya…”
Suara Kaya semakin tinggi. Chloe yang berada di sebelahnya, sangat cemas dan hendak menghentikan Kaya. Suara rendah Peter menginterupsi Kaya.
“Bukankah ini lebih baik dibandingkan dengan apa yang kau makan biasanya?”
“Apa kau bilang?”
“Mereka bilang kau berasal dari Ghetto. Bukan. Jika kau berasal dari Ghetto, kau bahkan tidak bersekolah dengan benar dan dikeluarkan, tidakkah kau pikir itu lucu bertingkah seperti epicurean yang hebat atau seorang chef saat kau punya kehidupan seperti itu?”
Suasana menjadi dingin seketika. Kaya melihat Peter tanpa ekspresi. Tidak. Itu bukan tampak seperti tidak berekspresi, melainkan otot-otot di wajahnya mengejang seperti akan meletus kapanpun. Suara serak Kaya yang unik mengalir keluar dari mulutnya.
“Jadi, kau mengatakan padaku jangan menyentuh resepmu yang menyedihkan ini?”
“Resep menyedihkan? Entahlah. Aku tidak paham apa maksudnya menyedihkan. Namun sepertinya kau juga menyedihkan. Iya, kau menyedihkan, jadi…”
“Orang brengsek…!”
Kaya berdiri sambil mengumpat. Chloe, yang berada di sebelah Kaya tidak tahu apa yang harus dilakukan, terkejut dan memegang pinggang Kaya. Itu keputusan bagus karena jika dia terlambat sedikit, dia akan berlari dan memukulkan tinjunya pada wajah Peter. Melihat Kaya ditahan oleh Chloe, Peter masih berbicara.
“Meskipun kau menyedihkan, sepertinya kau tidak mau dibilang menyedihkan. Aku minta maaf. Aku akan meminta maaf.”
“Hey, kau berlebihan.”
“Minta maaflah dengan benar.”
Rekan tim yang tidak bisa tetap menonton hal itu, mencoba menghentikan Peter. Wajah Kaya seperti dirasuki oleh setan dan melontarkan segala jenis sumpah serapah yang kau bahkan tidak mengerti. Peter melihat Kaya dan memasang wajah santai. Setelah beberapa saat,
“Sialan.”
Suara rendah mengalir alami dari keributan itu. Awalnya, semua orang mengikuti asal suara itu tanpa berpikir lama, tapi segera, mereka ragu dengan apa yang mereka telah dengar dan menoleh. Itu adalah suara Jo Minjoon. Dia, yang biasanya tenang-tenag saja, mengumpat dengan mulutnya sendiri.
Bahkan Kaya, yang sebelumnya mengumpat pada Peter, berhenti dan melihat Jo Minjoon. Hanya sampai di situ, Jo Minjoon tidak panik menerima perhatian yang tiba-tiba itu sebaliknya malah melihat mereka berdua dengan mata mengejang.
“Apa yang coba kalian lakukan? Bukan. Apa tujuan kalian ke sini? Kalian datang untuk memasak. Tapi mengapa kalian berbicara hal yang tidak berguna dengan mulut kalian, yang kalian gunakan untuk mencicipi makanan?”
“Aku tidak berbicara hal yang tidak berguna, Peter mengatakan aku menyedihkan dan ..”
“Itu benar bahwa Peter berbicara buruk. Tapi kau juga berbicara buruk, bukan? Mengapa kau selalu berbicara seperti akan menyerang? Kau tahu dengan jelas bahwa kau akan bentrok. Bahkan setelah skandal yang kau buat saat kau bergabung satu tim dengan Anderson, kau masih belum bisa menahan diri?”
Kaya tidak tahu apa yang harus dia katakan dan memandang Jo Minjoon dengan mata bergetar. Bagi Kaya, kata-kata Jo Minjoon lebih membuatnya syok dari pada Peter. Sejak kapan itu menjadi seperti ini? Dia mengira Jo Minjoon akan jelas membelanya.
Peter, yang sekilas melihat situasi itu, membuka suara,
“Yeah. Kata-kataku kasar, sejujurnya jika dia tidak bertengkar denganku…”
“Kau juga. Jangan menunjukkan hal seperti itu. Kau bukan korban. Ada apa denganmu? Kau menyerang Kaya hanya karena kau mendapat kritikan? Berapa usiamu? 23? 24? Kau lebih tua dariku. Tapi apa yang kau lakukan pada seseorang yang bahkan belum menginjak usia 20? Menyedihkan? Apa itu perlu dikatakan?”
Kata-kata Jo Minjoon tidak bercampur umpatan secara khusus, tapi suaranya seperti mengandung segala jenis kutukan dan kata-kata yang buruk. Peter tampak seperti dia ingin membantah sesuatu tapi tidak ada yang bisa dia katakan karena kata-kata Jo Minjoon benar. Dia juga melihat ke arah pandangan rekan timnya yang lain.
Kaya juga, tidak bisa berkata apapun. Dia hanya melakukan hal yang tidak dewasa dan keras kepala. Kaya paham mengapa Jo Minjoon marah. Kaya, yang berhutang banyak hal pada Jo Minjoon, tidak dalam situasi yang dia bisa membantahnya.
Namun demikian Kaya tidak bisa melakukan apapun untuk mengatasi perasaan sedihnya. Jika Chloe tidak memeluk pundak Kaya dengan erat, dia mungkin akan menangis. Karena tangan Kaya lebih besar dari tangan Chloe, itu tampak seperti tangan Chloe yang digenggam Kaya…
Jo Minjoon menghela nafas dalam dan berkata dengan nada yang rendah.
“Mari kita sama-sama perhatikan sikap kita, kawan. Kalian sudah dewasa. Kalian bukan anak kecil. Apakah aku, bukan, Apakah kita harus bersikap terang-terangan bahwa kita harus mengganti popok kalian?”
Itu adalah kata-kata yang kasar untuk didengar, tapi setidaknya bagi Kaya dan Peter, mereka tidak bisa mengatakan itu kasar karena mereka tidak berhak. Jo Minjoon melanjutkan berbicara,
“Dan bahkan menurut pendapatku, resep itu memang kurang. Apa kau membuat resep asal-asalan karena kau tidak bisa fokus dalam satu hal? Aku tidak berpikir bahwa kombinasi mustard dan kalkun panggang itu buruk. Namun ini lemah jika disajikan dalam makanan mewah. Mungkin kata-kata Kaya berlebihan, tapi dia menunjukkan kekurangan resep ini.”
Tidak ada balasan. Di bawah atmosfer yang canggung itu, Jo Minjoon menghirup nafas. Sejujurnya, dia tidak ingin bersikap demikian. Akan tetapi, dia berpikir bahwa jika dia membiarkan mereka berdua, maka timnya akan pecah. Satu-satunya orang yang bisa ikut campur adalah Jo Minjoon karena jika orang lain Kaya tidak akan menerimanya dengan patuh. Itu adalah aura Jo Minjoon yang bisa mengendalikan Kaya.
“Mari kita tidak membuat masalah emosional di antara kita. Kita datang ke sini untuk memasak. Besok, kita akan menyambut pelanggan. Ini adalah pertama kali bagiku sebagai chef melayani seorang pelanggan. Saya berharap banyak. Saya kebingungan karenanya. Menurutku perasaanku, kalian pun sama, benar bukan? Jadi setidaknya, kita sebaiknya menghindar dari menyajikan sebuah hidangan yang dipenuhi dengan masalah.”
Jo Minjoon berbicara langsung pada intinya dan mengambil nafas. Kaya dan Peter tampaknya sudah sedikit tenang, duduk di tempat mereka dengan muka masam.
Jo Minjoon melihat sekilas ke kamera yang dipasang di sudut ruangan. Dia berpikir bahwa Martin akan sangat menyukai adegan ini.
“Apapun yang terjadi, pria tua itu yang akan meraih untung paling banyak.’
Memikirkan Martin tertawa dan tersenyum lebar menyeringai membuat Jo Minjoon semakin jijik. Jo Minjoon menghela nafas dan bersandar pada sofa. Chloe melihat sekilas pada rekan timnya dan berbisik pada Jo Minjoon dengan suara yang rendah.
“Apa yang akan kau lakukan? Menurutku, aku akan mati dalam kecanggungan.”
“Aku, tidak, tahu.”
Jo Minjoon berbicara kata demi kata di telinga Chloe. Chloe bergidik seolah-olah itu menggelitiknya dan berdiri dari tempatnya lalu berteriak dengan suara yang keras.
“Pertama, ayo kita maka malam!”
“….Tapi ini masih 3:30”
“Tidak apa-apa. Kita bisa memasak sesuatu yang membutuhkan waktu lama untuk membuatnya, dan bisa makan malam lebh awal.”
Chloe tertawa dan melihat mereka.
“Apa seseorang akan mati karena makan malam lebih awal?”
<Peran chef kepala (4)> Selesai