Dewa Memasak – Bagian 44: Ketenaran tak terduga (1)
Saat tim Kaya berada di tengah situasi itu, Martin sedang menyambut seorang pelanggan tak terduga. Emily Potter. Pelanggan itu adalah dia.
Tentunya, akan aneh melihat mereka bersama karena pada dasarnya mereka adalah PD dan pemeran. Akan tetapi, Emily tidak mencari Martin sebagai pemerannya saat ini.
Emily tersenyum cerah.
“Sudah lama sejak kita bertemu di tempat tanpa kamera, Martin.”
“Iya, tapi apa yang terjadi? Apa kau akan setuju dengan penawaran yang aku buat?”
Martin menatap emily penuh harap tapi Emily menggelengkan kepala. Martin tidak kecewa dan bertanya.
“Lalu kenapa…?”
“Yaa, karena kau dan aku adalah orang yang sibuk, aku akan langsung ke intinya. Mengenai penawaranmu, aku telah memikirkannya, yaitu tentang program mengecap setelah Grand Chef.”
“Mengatakan bahwa kau memikirkannya, itu berati kau punya permintaan tertentu, bukan?”
“Kau benar. Kau sangat bijaksana. Aku ingin Jo Minjoon.”
Setelah mendengar kata-kata itu, wajah Martin menjadi aneh. Barulah saat itu Emily berpikir bahwa dengan mengatakan dia ingin Jo Minjoon, itu dapat diinterpretasikan macam-macam. Namun, dia tidak perlu mengoreksinya karena Martin bukanlah tipe orang yang tidak tahu maksud dibalik itu. Dia membuka suara,
“Apa itu karena bakatnya dalam mengecap?”
“Iya. Jika pemeran belum ditentukan, setidaknya kau bisa memasukkan aku dan Jo
Minjoon.”“Tapi apa yang akan Jo Minjoon pikirkan…?”
“Itu bukan masalah yang seharusnya aku khawatirkan. Bukankah PD yang bertanggung jawab dalam perekrutan?”
Kata-kata Emily benar. Martin tenggelam dalam pikirannya. Dengan mengesampingkan pendapat Jo Minjoon, dia hanya bisa memikirkan apakah kombinasi itu lebih ideal? Sebenarnya, program yang Martin rancang adalah tentang mengirimkan epicurean dengan reputasi yang baik ke perjalanan mengecap. Namun,
‘Akankah Jo Minjoon cocok di tempat seperti itu?’
Tentu saja benar bahwa indera pengecap Jo Minjoon akan berkembang dengan baik. Bukankah kesensitifan lidahnya tidak ada bandingannya dengan epicurean manapun? Namun, meski Jo Minjoon adalah seorang mutiara, dia masih belum dipoles. Dia masih merasa tidak nyaman membiarkan dirinya bersinar sebagai epicurean.
Emily melihat kegelisahan Martin.
“Tentu saja itu akan sedikit berbeda dengan apa yang kau rencanakan tapi aku berjanji padamu, meskipun arahnya berubah sedikit, tapi daya tariknya tetap.”
“Aku setuju dengan itu. Karena di samping bakat Jo Minjoon, dia sangat berpotensi menjadi bintang.”
“Jadi aku akan menunggu respon baikmu. Hubungi aku saat kau sudah memutuskan.”
“Whaw..Pekerjaan bertambah.”
“Bertambah? Apa kau punya pekerjaan lain?”
Pada pertanyaan Emily. Martin menghela nafas dengan muka masam. Dia menjawab dengan suara lelah.
“Ada sedikit masalah di tim Kaya. Lebih tepatnya, terbentuk perselisihan di antara mereka, akan lebih baik itu disebut seperti itu.”
“Yaa. Aku juga gelisah. Kaya adalah chef yang bagus, tapi dia bukan tipe orang yang bisa memimpin orang lain. Siapa yang berselisih dengannya?”
“Peter Gray. Dia yang berselisih dengan Kaya.”
“Oh…”
Emily mengangguk seolah-olah dia paham. Keahlian Peter cukup bagus tapi karakternya sangat berbanding terbalik. Keahliannya hanya bagus saat tahap awal ronde kualifikasi. Para peserta yang bertahan tidak mempunyai keahlian yang buruk, dibanding mereka, Peter punya banyak poin kekurangan, bahkan Peter akan merasakan hal itu sendiri.
Meski begitu, wajar jika mengatakan bahwa karakter sengit akan menjadi lebih ganas. Emily membuka suara,
“Bukankah itu tidak relevan? Dalam kasusmu, akan lebih baik jika masalah seperti itu muncul karena kau bisa menggunakannya untuk materi siaran. Seharusnya kau lebih bahagia, bukan?”
“Tentu saja, aku seharusnya merasa begitu, jika hanya sekali siaran. Tapi pada akhirnya, siaran ini mengalir karena para peserta. Jika kebetulan suasana buruk menyebar, sikap dan emosi mereka juga akan diteruskan melalui layar. Jika kau memperhitungkan jangka panjagnya, itu tidak bagus.”
“Jadi akhirnya kau harus menjaga kesehatan mental para peserta pada intinya.”
“Kau benar.”
Martin mengangguk. Sesaat kemudian, Emily tenggelam dalam pikirannya sejenak lalu menepukkan kedua tangannya dan berkata,
“Sekarang jika aku memikirkannya, episode keempat disiarkan hari ini, bukan? Tentang apa itu?”
“Bergantung kontennya, suasana para peserta juga akan berbeda seperti langit dan bumi.”
Martin menjawab dengan senyum canggung.
–
Setelah menyelesaikan makan malam, Jo Minjoon dan semua rekan tim berkumpul di ruang istirahat. Peter, yang merasa sedih dan kembali ke kamarnya lebih dulu, keluar kamar karena dia penasaran dengan siaran. Itu juga menjadi alasan yang jelas bagi peserta lain untuk keluar kamar. Jo Minjoon menepuk badan Marco dan bertanya,
“Kau bertanggung jawab membuat apa?”
“Itu rahasia. Mereka mengatakan padaku untuk merahasiakannya.”
“Eh, kau bisa menceritakan itu setidaknya hanya padaku. Meski begitu, kau jelas membuat hidangan penutup, bukan?”
Marco tidak menjawab dan memutar bola matanya. Sesaat kemudian, Anderson meraih lengan Marco dan berdiri dari tempatnya. Anderson menatap Jo Minjoon dingin.
“Apa kau memata-matai kami?”
“Aku jadi mata-mata?”
“Tentu saja, apa lagi sebutannya jika kau ingin mencuri informasi?”
“Sejujurnya, itu tidak penting”
“Kau tidak tahu apa-apa. Jadi, kau bertanggung jawab membuat apa?”
“Aku…”
Jo Minjoon hendak menjawab lalu dia mengerutkan dahi.
“Kau tidak ingin menceritakannya padaku tapi kau ingin aku menceritakannya padamu?”
“Aku ingin mengatakan kata-kata itu kembali padamu.”
“Lupakan. Aku tidak penasaran.”
Jo Minjoon mendengus lalu menoleh. Anderson, yang melihat Jo Minjoon bersikap seperti itu, tertawa dingin lalu dia menyeret Marco dan berkata,
“Jangan bermain dengan anggota tim lain, khususnya orang ini. Dia adalah orang yang dalamnya hitam.”
“Oh, tidak… Maaf, Minjoon. Aku akan pergi.”
Jo Minjoon melihat Anderson dan Marco menjauh kemudian merasa heran. Anderson adalah Anderson, tapi melihat Marco, dia merasa sangat dikhianati. Perasaan ini bisa dijelaskan seperti saat-saat masih sekolah, saat temanmu, yang biasa kau percayai, yang merupakan teman baikmu, pergi dan bermain dengan anak lain karena kelas dikelompokan.
“Kau dicampakkan?”
Chloe duduk di sebelahnya dan bertanya meledeknya. Jo Minjoon menghela nafas dan menjawab,
“Apa yang sedang kau bicarakan?”
Jo Minjoon menatap balik Chloe. Chloe berbusana bagus. Dia sedang memakai bandana pita di kepalanya dan memakai terusan dengan motif bunga warna merah dan putih. Sebenarnya, itu gaya busana yang Jo Minjoon tidak tahu bagaimana mengevaluasinya. Itu tampak seperti seorang gadis Alpen dari tahun 80-an dan seorang gadis Korea yang sepantaran. Jo Minjoon berkata dengan canggung,
“Pakaian itu tampak cantik.”
“Benarkah? Sebenarnya, aku sangat menyukainya.”
Mungkin, jika dia mengatakan bahwa pakaiannya aneh, Chloe akan merasa sedih. Jo Minjoon menghela nafas dan mengubah topik.
“Bagaimana Peter?”
“Dia tampaknya sudah jauh lebih tenang. Dibanding sebelumnya, dia menjadi lebih lembut.”
“Syukurlah. Kau membuatnya tidak mendekati Kaya, bukan?”
“Pada intinya, meski jika aku mencoba untuk membuat mereka memahami satu sama lain, mereka tidak akan menjadi akrab.”
“Yaa, Peter juga tidak ingin dekat denganmu.”
Jo Minjoon mengangkat bahunya. Sejujurnya, itu tampak seperti Peter lebih kecewa dari pada Kaya karena Peter menerima perkataan buruk dari mereka dan evaluasi hidangannya yang bernilai 5. Dia merasa dia dibenci. Chloe menghela nafas.
“Kau mengatakan apa yang perlu dikatakan. Kau melakukan hal yang benar.”
“Aku tidak mengatakan bahwa aku menyesalinya.”
“Tapi kau tampak terganggu dengan itu.”
“Bagaimana tidak, jika aku mendapatkan poin 5.”
“Itu akan bagus jika kau tidak…”
Chloe berbicara seperti itu dan tersenyum simpul. Itu adalah senyuman yang cantik. Jo Minjoon menutup mulutnya dan menoleh. Siaran dimulai.
Episode keempat mengenai ronde kualifikasi seperti yang telah diumumkan sebelumnya. Siaran dimulai dengan rekaman asrama Grand Chef bersamaan dengan wajah para peserta dan suara riuh sorakan. Diantara itu, ada wajah yang tidak familiar dan juga yang tidak ada ditempat ini.
Setelah rekaman para peserta, rekaman adegan para juri Grand Chef, kemudian muncul adegan misi ikan lele. Muncul wajah tercengang para peserta di depan ikan lele yang bergerak-gerak, tapi di antara itu, wajah tenang Jo Minjoon tampak sekilas di layar. Chloe berseru dan menepuk bahu Jo Minjoon.
“Apa kau lihat? Apa kau lihat? Kau baru saja muncul.”
“Iya.”
Jo Minjoon menjawab dengan tenang dan tetap menonton layar. Dia merasa betapa kompetitifnya misi itu. Ada banyak peserta yang dikeluarkan karena tidak bisa menangani ikan dengan baik. Itu adalah situasi saat para juri harus memangkas 100 peserta menjadi puluhan. Level evaluasinya cukup sengit, jadi dia merasa sedikit bangga telah lolos misi itu.
Saat dia memikirkan tentang itu, layar menampilkan Jo Minjoon. Bukan sekilas seperti sebelumnya, tapi adegan yang memperlihatkan dia memasak dengan benar. Cara dia menggoreng kulit ikan lele dan bagaimana dia membuat saus puré. Selain Jo Minjoon, peserta lain seperti Kaya, Chloe, atau Hugo juga ditampilkan. Jo Minjoon menghela nafas dan berkata,
“…Aku akan disebut-sebut dalam dunia maya, bukan”
“Kau tidak mau?”
“Tidak mau. Tapi aku menduga itu akan terjadi. Jika hanya kata-kata baik yang dikirimkan, kenapa aku tidak suka? Akan tetapi, komentar buruk yang dikirimkan biasanya cukup membuat sakit hati.”
“Jika kita pun seperti itu, maka betapa susahnya itu bagi Kaya? Whaw, aku akan merasa lebih nyaman jika internet tidak ada.”
Pada kata-kata Chloe, Jo Minjoon memandang Kaya. Dia terlihat melotot menatap TV dengan wajah dinginnya seperti biasa dari tempat duduknya yang terpisah.
“Apa dia gugup?” Jo Minjoon berbisik pada Chloe.
“Pergilah mendekati Kaya. Menurutku, jika aku mendekatinya sekarang, dia akan menggerutu.”
“Oke.”
Chloe berdiri dan duduk di sebelah Kaya. Beruntungnya, Kaya tidak terganggu dengan Chloe. Alih-alih tersenyum seketika, tampaknya dari dalam hatinya, Kaya ingin Chloe mendekatinya.
Siaran berakhir. Komentar bagus dan buruk dari para peserta terlontar, dan setelah logo Grand Chef muncul, layar menjadi hitam. Saat peserta mulai berdiri karena berpikir siaran sudah berakhir, layar terang kembali dan menampilkan gambar Jo Minjoon.
Pada saat itu, Jo Minjoon menghela nafas karena yang muncul di layar adalah Kaya dan dirinya. Sepertinya para kru hanya memasukkan suara mikrofon keduanya, dari TV hanya terdengar suara berisik dari meja masak dan percakapaan antara Kaya dan Jo Minjoon.
“Ini lezat.”
“Punyamu juga.”
Dengan menjadikan suara mereka terngiang-ngiang sebagai penutup, siaran berakhir. Jo Minjoon sangat bingung. Adegan macam apa itu, yang diedit dan ditampilkan seperti potongan adegan di akhir sebuah film?
Hugo yang duduk di depan mereka, menoleh. Dia meringis dan berkata,
“Ini lezat.”
“Punyamu juga.”
Setelah kata-kata Hugo, suara lain terdengar menimpali. Suara ini begitu dekat bahkan hingga dia merasa ada hawa panas dari mulut berhembus ke lehernya. Setelah dia menoleh ke belakang dengan terkejut, dia melihat Carlos menatapnya dengan licik. Jo Minjoon mengerutkan dahi dan berkata,
“Itu diedit.”
“Carlos, apa kau mendengar sesuatu?”
“Apa? Sebuah kebohongan?”
“Sebuah jeritan hati nurani.”
“…Kalian juga harus mengalaminya agar bisa menahan diri.”
Jo Minjoon menjawab dengan putus asa. Setelah Carlos dan Hugo meringis menggoda Jo Minjoon, Joanne datang dengan berlari seolah-olah dia terkejut akan sesuatu, bahkan dia sedang memakai sepatu berhak tinggi.
“Lihat, coba lihat ini. Kau menjadi top pencarian di mesin peramban!”
“…Siapa?”
Jo Minjoon bertanya kemungkinan yang lain. Joanne menunjukkan ponselnya seolah-olah Jo Minjoon menanyakan hal yang sudah jelas. Wajah Jo Minjoon membeku. Nama dan nomor yang tertulis di portal mesin peramban cukup familiar.
3 NEW — Jo Min Jun and Kaya Lotus
< Ketenaran tak terduga (1) > Selesai