Dewa Memasak – Bagian 45: Ketenaran tak terduga (2)
Orang itu mengusap jendela yang meneruskan sinar bulan. Seorang pria duduk di atas sofa di dalam ruang istirahat yang gelap. Pria itu adalah Jo Minjoon. TV yang menyala di depannya sedang menyiarkan talkshow populer dari seorang komedian terkenal. Namun matanya tidak tertuju pada TV. Layar dari ponsel yang dia pegang telalu memikat perhatiannya dari pada TV.
Carl Casper : Kenapa tidak mengganti nama Grand Chef menjadi Dating Chef? Aku bingung karena program yang baru saja aku tonton.
ㄴ Anna Tompson : Aku setuju. Meski mereka adalah pasangan yang serasi satu sama lain, aku berharap program yang aku tonton saat ini menjadi program memasak lagi.
ㄴ Olivia Wesiz : @Anna Tompson Hanya karena mereka memasukkan sebuah adegan yang menggemaskan, bukan berarti program memasak akan berhenti. Bagiku, itu tampilan yang bagus.
Dawnbreaker : Aku ingin makan ikan lele. Mengapa aku terus berimajinasi cita rasa dari sesuatu yang belum pernah aku coba?
ㄴ Meridia : Aku setuju. Menurutku itu akan sempurna untuk sarapan.
Harry Miller : Menurut kalian siapa yang akan menang? Menurutku…
ㄴ Kuroki Yui : Mengapa kau tidak melanjutkan kata-katamu? Menurutku, Anderson. Dia tampak seperti punya keahlian dan penampilannya yang dingin juga keren. Dia adalah tipeku.
ㄴ Bootes : Chloe menurutku. Dia menggemaskan sekaligus cantik. Aku ingin dia menang. Aku tidak tahu kenapa aku terus menyemangatinya.
ㄴ Jessica Wood : @Kuroki Yui Dari pada Anderson, Hugo atau Carlos lebih tampan dan mereka lebih jantan. Oh benar, orang Asia itu juga oke, seseorang yang makan dengan Kaya di menit terakhir, siapa namanya?
ㄴ Kuroki Yui : @Jessica Wood Namanya Minjoon. Melihatnya, aku mulai berpikir bahwa dia adalah seorang chef yang auranya terpancar dari masakannya. Menurutku, alih-alih mewah, hidangannya lebih terlihat sedap.
ㄴ April : @Kuroki Yui Sedap? Dia? Bakso ikan lele terlihat menjijikan. Seseorang yang terlihat sedap adalah chef Alan.
Sansa Stark : Apa hanya aku yang berpikir bahwa Marco menggemaskan.
ㄴ N N : Dunia ini luas dan selera pribadi masing-masing orang berbeda.
Arianna Sommer : Minjoon dan Kaya benar-benar serasi. Aku merasa aku kembali ke masa-masa sekolah.
ㄴ Katy Jones : Katakan pada mereka untuk sadar tempat. Apa yang mereka lakukan, alih-alih memasak.
ㄴ Yujin Smith :@Katy Jones Tidak. Sebenarnya kita yang memandu mereka pada kesimpulan itu. Apa ada hal lain yang mereka lakukan selain makan? Jika kau ingin mengatakan sesuatu, katakan langsung pada PD.
“Kau mengatakan pada Kaya untuk tidak melihat komentar-komentar itu.”
Sebuah suara terdengar. Jo Minjoon melihat sekilas ke belakang. Chloe bersikap seperti kakak perempuan yang menceramahi adik laki-lakinya yang sedang muram. Jo Minjoon tidak benar-benar membalasnya lalu mematikan ponselnya. Matanya yang tidak tahu harus melihat ke mana, akhirnya melihat ke program talkshow yang dia bahkan tidak tertarik. Jo Minjoon berkata,
“Apa yang kau lakukan malam-malam begini?”
“Ada sesuatu yang harus aku katakan. Kenapa kau tidak tidur dan terjaga di sini seperti ini?”
“…Entahlah…”
Jo Minjoon mengatakan itu kemudian tenggelam dalam pikirannya. Tentang suara Chloe, suaranya cukup kasar dan rendah tidak seperti penampilannya yang cantik dan menggemaskan. Sedikit tidak cocok untuk memiliki suara serak. Itu lebih cocok sebagai suara Kaya. Jika suara Kaya seperti orang yang sedang batuk, sedangkan suara Chloe lebih seperti suara orang terkena flu.
‘…Apa yang sedang aku pikirkan?’
Jo Minjoon menggelengkan kepala. Chloe bertanya.
“Kau baru saja terpikir sesuatu yang aneh.”
“Bagaimana kau tahu?”
“Karena saat orang tidak bisa berkata apa-apa, mereka biasanya memikirkan hal yang aneh-aneh.”
Chloe berbicara seperti itu lalu berdiri. Dia membuka mulut dengan hati-hati,
“Betapa mengagumkannya bagaimana orang-orang membuat ini. Hanya karena mereka berbagi makanan, apakah itu romantis? Sebenarnya, bukan seperti itu.”
“…Yaa, itulah siaran.”
Chloe tersenyum ceria saat mengatakan itu. Dia membuka suara,
“Kau mengatakan bahwa kau akan mengatakan pada orang tuamu saat kau lolos misi, Tapi sekarang dari yang aku lihat, itu tertunda hingga esok. Apa kau sedang sedih?”
“Aku tidak tahu. Aku bahkan tidak memikirkan tentang itu. Terima kasih telah mengkhawatirkan aku.”
“Alih-alih khawatir, aku hanya merasa itu sama dengan aku.”
“Kenapa? Ibumu tidak menentang kau memasak.”
Jo Minjoon tidak mengatakan kata-kata ‘orang tua’ dengan sembarangan. Meskipun anak-anak dari keluarga yang berpisah tidak sedih, mereka terluka dengan kata-kata yang sederhana. Chloe sepertinya menyadari pertimbangan Jo Minjoon dan tersenyum dengan lembut sekaligus sedih.
“Itu bukan soal menentang, bukan karena hubunganku dengan orang tuaku buruk, melainkan mereka tidak dapat mengekspresikan keinginan mereka sendiri dengan benar. Dan aku tahu betapa susahnya dan sakitnya itu.”
“… … …”
Jo Minjoon memegang jari-jemarinya tanpa berkata apapun. Susah dan sakit? Itu adalah situasi yang Jo Minjoon belum pernah memikirkannya, tapi mendengarkan Chloe yang menunjukkan itu, sepertinya memang begitu rasanya. Memiliki orang tua yang sebenarnya menentangnya namun merahasiakannya adalah hal yang berat dan sulit dilakukan.
“Chloe, lalu kenapa kau ke sini? Hanya ada komentar bagus tentangmu dan bukan komentar itu semestinya yang membuatmu ke sini.”
“Apa aku bukan manusia? Aku bingung gara-gara komentar itu dan tidak bisa tidur. Jadi aku ke sini setelah berlatih sedikit. Mungkin ada banyak orang yang seperti kita. Jika kau mengunjungi kamar mereka sekarang, tidak ada yang bisa tidur.”
“Mungkin itu benar. Lalu bagaimana dengan Kaya?”
“Yaa, dia akan melihat ke layar lagi. Menurutku Marco melihat sebentar lalu tertidur dan orang-orang seperti Hugo mungkin akan perang komentar.”
“Anderson mungkin akan tidak mengecek itu karena gengsinya.”
“Menurutku tipe-tipe orang itu akan mengeceknya dari awal hingga akhir.”
Setelah bercakap-cakap seperti ini sejenak, jantungnya yang berdetak kencang mulai rileks. Namun, setelah mengkhawatirkan satu hal, dia mulai mengkhawatirkan hal yang lain. Jo Minjoon menghembuskan nafas dan berkata,
“Bisakah Peter tenang?”
“Dia memodifikasi resep sebelumnya menjadi daging dada ayam tandoori bukan ayam kalkun. Yaa, kita akan tahu detailnya setelah mengecek padanya, tapi dia sudah membaik.”
“…dengan mengatakan hidangannya hanya 5 poin, menurutmu kau melakukan kesalahan?”
“Meski bagiku, itu tidak aneh jika hidangan tersebut mendapat skor 5. Jika itu orang lain, mereka akan dengan terpaksa mengevaluasi dengan cara yang baik. Tapi kita adalah chef. Bukan. Dengan mengatakan kita adalah chef, itu salah. Namun demikian, kita punya objektivitas untuk menjadi chef. Jadi menurutku, kau sudah benar, berkata jujur tentang masakannya. Kalau dia tidak bisa menerima pendapat jujur itu, maka…”
Chloe berhenti sejenak dan tersenyum simpul. Meski Jo Minjoon bisa tahu maksud dari senyum itu. Kata-kata yang Chloe tidak sanggup utarakan, diucapkan Jo Minjoon.
“Benar. Dia tidak punya kualifikasi sebagai chef.”
–
“Mungkin, ini akan menjadi yang pertama kali bagi kalian menyambut pelanggan.
Alan berkata, Suasana dappur berbeda dari biasanya. Biasanya meja-meja masak diatur dalam dua baris tapi sekarang meja-meja itu diatur membentuk persegi dan dibagi dua. Itu jelas diatur untuk misi tim dan para peserta dari kedua tim sudah berada di tempat masing-masing.
“Aku tidak akan berbicara panjang lebar. Aku ingin menstimulasi kalian dengan kata ‘pelanggan pertama’. Buatlah masakan yang enak dan sajikan hidangan yang bagus. Sekian. Sekarang, pergilah dan siapkan!”
8:45 AM. Mereka belum sarapan dengan benar dan misi sudah dimulai. Itu sangat mengejutkan karena pelanggan akan datang pukul 12 saat makan siang. Untuk mempersiapkan dengan benar, 2 jam tidak terasa lama.
“Apa kalian semua sudah siap?”
Semua mengangguk menjawab pertanyaan Kaya. Kaya memasang wajah prajurit wanita yang bengis seperti di film, lalu berkata,
“Aku akan merangkum resep untuk terakhir kalinya lalu pergi. Carlos akan membuat bagel dengan krim keju rasa pisang, lalu setelah itu Jo Minjoon akan membuat sup bisque kepiting. Hidangan utamanya, yaitu ikan sea bass panggang Chloe dan…”
Kaya berhenti setelahnya, mataya tertuju pada Peter tapi Peter tidak melihat Kaya. Dia hanya menatap lantai. Mata Kaya mengejang sesaat tapi dia tidak mengekspresikannya dan lanjut berbicara.
“Peter akan membuat daging dada ayam tandoori, dan Hugo membuat ossobuco. …Ossobuco kemarin itu lezat, Hugo. Buatlah seperti sebelumnya.”
“Siaap!”
Hugo tersenyum dan hormat. Jo Minjoon mengangguk tanpa disadari. Ossobuco buatan Hugo memang lezat. Ossobuco adalah hidangan Italia dengan merebus sumsum anak sapi dalam wine putih dan mengukusnya. Rasanya begitu sedap, persis seperti cita rasa asli Italia. Skor makanan itu 7 tapi rasanya jauh lebih dari itu.
“Joanne akan membuat salad caprese, Tony membuat choco mochi, dan Ivanna membuat serbat jeruk. Joanne, Ivanna, jangan lupa untuk membuatnya dengan cepat dan menyajikan itu setelah hidangan utama. Minjoon, kau tahu bahwa kau juga akan membantu dalam penyajian, bukan?”
“Iya.”
“Bagus. Kita selesai. Mari kita mulai!”
Setelah Kaya berteriak, semua anggota mulai membawa bahan-bahan mereka. Begitu juga dengan Jo Minjoon. Bahan-bahan yang digunakan tidak berubah dari saat dia menyajikan itu pada rekan timnya tadi malam.
Saat dia mengupas dan melepas cangkang kepiting, Kaya mendekat dan menonton apa yang dilakukan Jo Minjoon. Jo Minjoon bertanya dengan suara pelan seolah-olah dia berbisik.
“Bagaimana Peter? Apa menurutmu dia akan melakukannya dengan baik?”
“Entahlah. Menurutku, aku akan mengacaukan itu jika aku pergi ke sana.”
“Meski begitu, kau harus ke sana. Mungkin dia menunggu itikat perdamaian darimu.”
“…Baiklah.”
Kaya memasang wajah enggan lalu dia berjalan menuju Peter. Itu bukan suasana yang bagus, tapi meski begitu, ada baiknya bagi mereka untuk berkomunikasi. Jo Minjoon lanjut fokus pada hidangannya. Kali ini, ada pro dan kontra saat merebus sup bisque dalam jumlah yag banyak.
Keuntungannga adalah cita rasa yang lebih sedap. Seperti semua sup, semakin lama kau merebus sup bisque, semakin sedap rasa yang dihasilkan.
Kelemahannya adalah jumlah yang banyak membuat itu sulit ditangani. Seandainya sup hangus di bagian bawah panci, dengan jumlah sebanyak itu, sulit untuk mencium aroma hagus. Jadi, sulit untuk mengecek tingkat kematangan sup. Seorang chef yang mencium aroma bisque selama beberapa menit, tidak, selama berjam-jam akan kesulitan mendeteksi kapan mulai hangus karena hidungnya menjadi tumpul.
Jo Minjoon tentunya dapat mengecek skor memasak setelah hidangan selesai melalui sistem. Namun jika dia mengecek setelah hidangan selesai, itu sudah terlambat. Dia tidak boleh membuat kesalahan sedikit pun dan oleh karena itu dia tidak membiarkan lengannya beristirahat dari mengaduk sup secara periodik.
Kualitas sup bisque yang dibuat dengan hati-hati tidak akan lebih rendah dari sup yang kemarin Jo Minjoon melihat sup dengan ekspresi puas.
Sekarang dia hanya harus mempertahankan temperatur hingga saat menyajikannya pada pelanggan. Tentunya, membuat sesuatu yang sangat banyak dalam waktu singkat bukanlah sesuatu yang bagus dilakukan, tapi itu tidak terhindarkan dalam restoran. Mereka tidak bisa meminta tambahan waktu untuk membuat berbagai macam sup dan menyajikannya pada pelanggan.
“Para pelanggan telah datang! Apa yang kau lakukan hingga tidak melayani mereka?”
Alan berteriak dengan suara yang melengking. Carlos memegang hidangan bagel dan krim keju rasa pisang yang dia buat dan melangkah. Setelah itu, giliran Jo Minjoon. Setelah dia menyiapkan hidangan yang mengandung daging kepiting dan ceret yang terisi sup bisque lalu dia pergi menuju ruang makan. Beberapa pelanggan yang sedang makan, melihat Jo Minjoon dan mengangguk-angguk seolah-olah mereka mengenal Jo Minjoon. Beberapa di antara mereka menunjuk-nunjuk Jo Minjoon.
Dia merasa sedikit malu. Di mulutnya, senyuman mulai terukir, yang dia tidak tahu alasannya. Dia ingin sebisa mungkin tidak berekspresi tapi dia tidak bisa menahannya. Pada akhirnya, Jo Minjoon tertawa canggung dan terus berjalan. Di meja pertama, tampak ada sepasang orang. Jo Minjoon meletakkan hidangan yang berisi daging kepiting mentah, lalu menuangkan sup bisque.
“Ini sup bisque kepiting. Aku merekomendasikan untuk menyantap sup terlebih dahulu baru kemudian daging kepitingnya.”
“Apa kau yang membuat ini?”
“Iya. Aku yang membuat hidangan ini.”
“Oh, perasaan ini sedikit aneh. Baru kemarin aku menelan ludah dan meneteskan air liur melihat rebusan bakso ikan lele buatanmu tapi ini tampak jauh lebih lezat. Benarkan, Clark?”
“Hmm..Ini pertama kalinya aku makan kepiting.”
Pria yang bernama Clark, melihat sup yang diletakkan di depannya dengan wajah kurang familiar. Jo Minjoon tertawa lembut dan membuka suara,
“Ini tidak akan terasa amis sama sekali.”
“…Pertama. aku akan mencoba supnya.”
Clark ragu-ragu sejenak lalu meraih sendoknya. Jo Minjoon melihat dengan gugup pada sendok itu. Sendok itu masuk ke dalam mulutnya. Clark memejamkan matanya seolah-olah sedang menikmati itu, kemudian segera membuka mata lebar-lebar dan menyendok sup lagi, lagi, dan lagi. Daging kepiting yang dia katakan tidak familiar berada di atas sendoknya. Pria yang mengunyah daging kepiting membelalakkan matanya dan berkata,
“Wow…ini, Ya Tuhan. Daging kepiting meleleh meski belum aku kunyah. Kenapa… Ini begitu lezat. Ini benar-benar lezat.”
“Aku juga berpikir sama dengan Clark. Ini lezat. Terima kasih untuk makanan yang enak ini.”
Jo Minjoon tidak merespon dan hanya tersenyum. Itu adalah senyuman yang tidak mengandung kepalsuan sama sekali, tapi itu senyum kebahagiaan. Dia merasa bingung. Kata-kata dari para juri sangat terasa berbeda dengan para pelanggan yang mengatakan bahwa hidangannya lezat.
Setelah berapa saat, seorang wanita menyeringai lalu bertanya,
“Apa kau menggoda Kaya seperti ini juga? dengan hidanganmu?”
Jo Minjoon tertawa tak berdaya dan membalas.
“Dia juga mengatakan ini lezat.”
< Ketenaran tak terduga (2) > Selesai