Dewa Memasak – Bagian 47: Ketenaran tak terduga (4)
Suasana menjadi dingin. Mungkin mereka terkejut dengan umpatan Kaya atau mereka setuju dengan Kaya menjadi marah. Tidak ada seorang pun anggota tim yang membuka suara. Tim merah melihat Kaya dan saling berbisik di antara mereka.
Begitu pun dengan Alan. Sebagai juri yang bertanggung jawab di dapur, dia paham bagaimana perasaan Kaya dan kemarahan Kaya. Namun, masalahnya adalah setelah itu. Bagaimana dia memimpin rekan tim nya setelah kemarahannya meletus? Alan melihat apa yang mereka lakukan dengan serius.
Kaya mengambil nafas dengan kasar. Peter tidak membalas apapun dan hanya menatap papan talenan. Dia marah pada Kaya dan juga pada dirinya. Grand Chef juga merupakan kesempatan baginya. Sebuah kesempatan yang hanya hadir sekali dalam kurun waktu tertentu dan saat ini, kesempatan itu akan hilang dari hadapannya. Dia tidak bisa tidak marah.
Akan tetapi, dia tidak bisa membalas berteriak karena yang bertanggung jawab atas bencana ini adalah dirinya sendiri. Peter bukanlah orang yang bodoh yang tidak bisa memikirkan soal itu.
“…Aku minta maaf.”
kata Peter sedih. Kaya, yang sudah bersiap untuk berargumen seandainya Peter membantahnya, pada akhirnya dia menutup mulutnya dan melotot pada Peter. Baru setelah beberapa lama, dia membalikkan badan. Dia juga melihat sekilas pada Hugo dan bertanya,
“Hugo, kau tidak bisa menyajikan ossobuco lebih cepat, bukan?”
“Apa kau bercanda? Meskipun tidak bisa mengerjakannya dengan baik setelah ini, setidaknya aku masih butuh 20 menit lagi untuk membuat cita rasanya enak. Aku jelas tidak bisa menyajikannya sekarang.”
“…Pada akhirnya, aku harus memutuskan apakah aku akan membuang hidangan utama bagian tengah ataukah aku harus memperbaiki ini.”
Kaya melihat Peter. Peter tidak mengatakan apapun dan hanya menatap ke bawah. Dia menghela nafas dan berkata,
“Apa yang akan kau lakukan? Putuskan dengan cepat. Hampir tidak ada waktu. Kita hanya bisa terlambat maksimal 15 menit. Pikirkan hidangan yang bisa kau buat dalam rentang waktu itu.”
“Tunggu…Tunggu.”
“Woi, Minjoon. Kau juga pikirkanlah. Jika kau tidak ada ide, kita tidak ada pilihan lain selain menghilangkan bagian ini.”
“Aku sedang berpikir.”
Jo Minjoon memejamkan matanya dan tenggelam dalam pikirrannya, karena saat dia memejamkan matanya, layar sistem terlihat lebih jelas dengan latar belakang yang gelap. Itu segera menjadi kebiasaan saat dia mulai merancang sesuatu.
Dia bahkan tidak tahu bagaimana itu menjadi kebiasaan. Sebenarnya, bahkan seandainya daging ayam tandoori Peter dipanggang dengan baik, itu juga akan menjadi masalah karena saus masala buatannya sangat pedas dan cukup untuk membunuh semua cita rasa yang datang setelahnya. Itu berarti kelezatan ossobuco tidak akan terasa.
Peter berkata bahwa dia ingin menambahkan salad untuk menangkap rasa sedap dari irisan daging ayam. Namun Jo Minjoon tidak setuju karena skor yang ditunjukkan sistem hanya 6 poin. Itu bukan skor yang bagus dan Jo Minjoon yakin bahwa penyebab skornya rendah adalah daging ayam tandoori itu.
Dia telah melarangnya, tapi sikap keras kepala Peter sangat merepotkan. Sekarang, dia berpikir untuk mengubah keseluruhan menu.
Itu pikiran yang pendek karena akankah dia punya cukup waktu untuk memikirkan resep baru. Bahkan jika dia memikirkan banyak resep di kepalanya, tidak ada resep yang melampaui 6 poin. Hanya itu caranya. Hanya 15 menit. Mereka harus membuat hidangan yang tidak lebih lama dari itu. Memikirkan resep yang tidak akan mengganggu rasa hidangan yang datang berikutnya dan sekaligus enak bukanlah hal yang mudah dilakukan.
“Bagaimana dengan campuran mozarella dan alpukat segar yang ditambahkan pada stik ayam yang sederhana?”
“Itu terlalu berminyak. Lebih baik…”
Jo Minjoon diam beberapa saat. Resep yang dia pikirkan di kepalanya hanya 6 poin. Namun, jika dia ikut memasaknya, dia bisa menaikkan skor menjadi 7. Jo Minjoon berkata dengan gugup.
“Sejujurnya, bukan hidangan spesial. Akan tetapi, hidangan yang aku pikirkan ini tidak akan menggangu keseluruhan menu. Pertama, panggang dada ayam dengan minyak zaitun. Lalu goreng beberapa bawang merah dengan minyak itu. Setelah itu, mari kita membuat saus krim keju menggunakan tarragon, sari lemon, herba, dan keju kambing. Herba dan sari jeruk akan menangkap minyak yang berlebih dan tidak akan memperburuk rasanya.”
”Bagus. Lalu garnishnya?”
“Itu, apa yaa? Sial! Aku tidak ingat. Baiklah. Salad disiapkan oleh Peter. Letakkan itu sebagai garnish. Bagaimana menurut kalian?”
“Bagus. Peter, kau paham kan?”
Pada pertanyaan Kaya yang tajam, Peter hanya mengangguk dan wajahnya mengeras. Sebenarnya dia sulit untuk mengeluh.
Kaya melihat sekilas ke sekelilingnya. Carlos membuat roti beberapa saat yang lalu kemudian melanjutkan penyajian pada pelanggan di aula. Chloe juga ada di aula dan kecuali Jo Minjoon dan Peter, semua orang mengerjakan hidagan mereka masing-masing. Secara realistis, yang dapat membuat hidangan ayam adalah mereka bertiga. Wajah Kaya mengeras.
“Ayo kita menggunakan tenderloin ayam alih-alih dada ayam. Kita akan memanggang keseluruhan tenderloin dan mengoleskan saus” kata Minjoon.
“Apa yang kau lakukan? Cepat panaskan wajan! Minjoon, tolong.”
“Aku akan menyiapkan saus. Kau dan Peter mengerjakan tenderloin ayam. Apa kalian bersedia?”
“Iya. baiklah.”
Setelah Peter menjawab, Jo Minjoon segera membawa bahan-bahan. Hal pertama yang dia lakukan adalah mencincang bawang merah. Sebenarnya, dia berencana untuk menumis bawang merah dalam minyak yang dia gunakan untuk memanggang dada ayam, bukan, sekarang tenderloin ayam, tapi dia tidak punya cukup waktu untuk melakukan itu.
Dia memasak bawang merah hingga layu, lalu meletakkan herba, keju kambing, sari lemon, dan tarragon ke dalam wajan. Meskipun kau akan merasakan aroma keju yang meleleh, ini enak tapi bergantung pada masing-masing orang, semakin lama kau mencium aromanya semakin membuatmu mual dan Jo Minjoon adalah tipe orang yang demikian.
Tetap saja, itu bagus bahwa aroma sari lemon dan tarragon akan menagkap aroma dari keju. Itu tentu tidak masalah bagi pelanggan karena itu terjadi sebelum mereka memasukkan makanan ke mulut mereka.
“Kaya. Apa tenderloin selesai?”
“Segera. Lalu sausnya?”
“Sudah selesai. Apa yang sebaiknya kita lakukan dengan sausnya? Apakah sebaiknya kita sebar di piring atau dituang di atas tenderloin ayam?”
“Tentu saja kau harus menuangkan di atasnya. Tunggu sebentar. Ini akan segera selesai.”
Kaya berkata seperti itu dan sedang menangani penggorengan di depannya. Dia tampak sangat sibuk. Itu dapat dipahami karena dia sedang menangani sendiri 4 wajan di depannya. Di sebelahnya, Peter berkeringat dan sedang membolak-balik sisi tenderloin ayam.
Jo Minjoon melangkahkan kakinya bukan menuju Kaya melainkan menuju Peter. Kaya tampak melakukannya dengan baik tapi Jo Minjoon was was dengan Peter. Dia selalu berpikir bahwa Peter akan gagal fokus dan membuat kesalahan besar.
Tapi beruntungnya, tidak terjadi hal seperti itu. Ayam tenderloin Peter dipanggang hampir sempurna. Jo Minjoon tidak bisa mengecek bumbu, tapi permukaan luar yang terpanggang terlihat cukup baik, tidak berlebihan juga tidak kurang. Jo Minjoon membuka matanya.
“Apa kau perlu piring?”
“…iya dan terima kasih.”
“Tunggu sebentar.”
Jo Minjoon membawa beberapa piring dan menempatkannya di atas meja memasak. Lalu bertanya-tanya sejenak, apakah sebaiknya menempatkan salad di bawahnya ataukah di samping tenderloin. Namun tidak lama kemudian, saus oriental sudah dituangkan di atas salad. Jika dia menempatkan itu di bawahnya dan seandainya bercampur dengan saus dari tenderloin, hasilnya tidak akan bisa dibayangkan.
Chloe masuk saat Jo Minjoon hampir selesai menata salad. Chloe, yang sedang mendorong troli, bertanya dengan heran.
“Hah? Bukankah seharusnya hidangan berikutnya tandoori?”
“Itu hangus. Jadi kita buru-buru menggantinya.”
“…Itu pasti berat sekali. Apa kau baik-baik saja, Peter?”
Pada saat itu, Jo Minjoon sangat terkejut. Umumnya, kau akan sangat marah, tapi pada saat itu, alih-alih marah, Chloe justru mengkhawatirkan Peter, dan dia tampak benar-benar cantik.
‘Pria yang menikahi Chloe pastilah bahagia selamanya.’
Peter bahkan tidak akan merasakan cobaan meski sedang ditimpa cobaan karena saat ini, Peter juga membalas tersenyum pada Chloe. Sesaat kemudian, Kaya berkata,
“Chloe, apakah semua piring-piring yang ada di trolimu berasal dari hidanganmu?”
“Kenap tidak? Mereka bersyukur sekali saat memakan semuanya. Mereka bahkan menjilat habis sausnya.”
“Aku jadi gila. Itu berarti meja pelanggan sekarang kosong, bukan?”
Tangan Kaya yang sedang meletakkan tenderloin ayam ke atas piring bergerak semakin cepat. Chloe dengan tenang membantu Kaya. Jo Minjoon menuangkan saus keju yang ada di panci ke atas tenderloin ayam. Kaya menghela nafas seolah-olah merasa lega. Lalu berkata,
“Peter, kemarilah. Ini adalah hidanganmu. Jadi kau harus menjelaskan pada pelanggan.”
“…Aku paham.”
Mereka berdua keluar dengan troli untuk menyajikan hidangan. Jo Minjoon memperhatikan aksi mereka dengan berdiri di pintu masuk aula. Reaksi para pelanggan tidak seburuk yang dia bayangkan. Hanya saja reaksi Emily cukup dingin, dia hanya memakan sedikit lalu meletakkan garpunya. Sebuah senyuman dapat terlihat di wajahnya tapi dia tidak terlihat puas.
Tapi begitulah Emily. Bahkan dengan keahlian Kaya pun tidak akan bisa mengeluarkan semua cita rasa dari resep yang dibuat dengaan terburu-buru. Mereka pun membuat hidangan yang sulit ditangani seperti tenderloin ayam dalam waktu yang singkat.
Namun, ossobuco yang keluar setelahnya, menaikkan suasana yang redup. Pada saat itu, Jo Minjoon juga terkejut. Skor masakan ossobuco adalah 8.
–
Level memasak Hugo adalah 6 dan yang dipahami Jo Minjoon sampai saat ini adalah bahwa dengan mencurahkan segala kemampuanmu, jika level memasakmu adalah 6, maka hasilnya adalah hidangan 7 poin. Dia berpikir seperti itu karena dia mulai membuat hidangan 7 poin adalah saat dia mencapai level memasak 6.
Akan tetapi bukan itu yang terjadi. Hugo jelas memiliki level 6 tapi ossobuco buatannya 8 poin. Dia tidak punya waktu untuk memikirkan apa yang terjadi karena saat makan siang berakhir, mereka harus segera menyiapkan makan malam, lalu setelah memasak dan menyajikan, waktu penjurian dimulai.
Jo Minjoon melihat para juri. Seseorang yang membuka suara pertama adalah Emily. Dia melihat ke wajah para peserta tanpa senyum sama sekali.
“Kalian telah mengerjakan misi dengan baik dan menurutku itu adalah yang terbaik yang bisa kalian lakukan. Aku masih bisa melihat beberapa poin kelemahan, tapi meski begitu, beberapa hidangan benar-benar enak. Chloe, Hugo, Anderson, dan Marco, kalian membuatku bahagia hari ini.”
Jo Minjoon tidak frustasi meski namanya tidak disebut. Dia merasa menyesal tapi dia paham karena nama yang Emily panggil adalah yang membuat hidangan dengan level 8. Ikan Sea Bass buatan Chloe, Ossobuco buatan Hugo, Anderson menyajikan lobster kukus, dan Marco membuat kue tart dengan krim chiboust.
“Ada 2 orang dari tim merah dan dua orang dari tim biru. Jadi aku semakin bingung. Tapi aku telah menentukan. Aku…”
Emily melihat kartu chip yang berada di tangannya. Di depannya terdapat satu kotak berwarna merah dan satu kotak lagi berwarna biru yang berisi suara dari 40 pelanggan. Dan tangannya tertuju pada kotak warna biru.
“Tim biru. Sebenarnya, kepuasan dari keseluruhan menu hampir sama. Tapi hidangan yang paling cocok denganku dari keempat hidangan favorit tadi adalah ossobuco. Penyaji yang membuatku merasa paling yaman adalah Chloe. Chloe, menurutku senyumanmu sebagai orang biasa, bukan sebagai chef, sangat indah. Mungkin, jika kau membuka restoranmu sendiri, dan mempertahankan senyuman yang sama, aku pikir aku akan menjadi pelanggan tetap restoranmu.”
“Te, Terima kasih.”
Chloe tidak bisa menyembunyikan rasa malu dan kebahagiaannya dan dia tersenyum ceria. Emily tersenyum mencibir dan menunjuk Chloe.
“Tapi senyuman barusan itu sedikit kurang. Jadilah lebih percaya diri, Chloe. Kau chef yang luar biasa. Berkat hasil kompetisi ini, aku menjadi penggemarmu. Ingat itu. Restoran yang menerima cinta dari seorang epicurean biasanya hasilnya bagus.”
“Yey!”
Chloe mengepalkan tinjunya dan berteriak. Emily tersenyum ceria dan melangkah mundur. Joseph melangkah maju. Dia tidak ragu-ragu sedikitpun dan memasukkan kartu chip ke dalam kotak warna merah. Itu terjadi begitu cepat hingga para peserta bahkan kru casting tercengang. Joseph berkata dengan suara tenang,
“Aku tidak akan menunjukkan apa yang aku favoritkan melalui pilihanku. Meski begitu, pilihan dari kita para juri, menambahkan suara menjadi 43. Alasan aku memilih tim merah sederhana, yaitu masakan tim merah lebih lezat dari pada tim biru, khususnya Marco, kue tartmu sempurna. Aku yakin bahwa kau peserta yang membuat kue lebih baik dari siapapun di sini. Kata-kata yang diucapkan Emily pada Chloe, aku juga akan mengatakan hal yang sama padamu. Jadilah percaya diri. Memiliki kebanggaan diri itu menyenangkan karena faktor yang menentukan aku memilih tim merah adalah kue tartmu.”
Marco tidak menjawab. Dia tidak bisa. Matanya yang besar dipenuhi dengan air mata dan dia mendengus saat ini. Anderson, yang disebelahnya, memasang wajah ragu-ragu dan menepuk-nepuk punggungnya. Joseph mundur. Giliran Alan. Alan berkata dengan suara dingin dan kasar.
“Aku tidak tahu apa yang diletakkan ke dalam piring, tapi kalian menjadi tontonan hari ini. Kalian lebih bodoh dan berisik dari pada monyet dan ada tim yang bahkan mengubah resepnya di tengah-tengah misi. Apa yang aku evaluasi hari ini bukanlah hidangan, tapi cara kalian memegang pisau, talenan, dan wajan,”
Tidak ada yang membalas. Peter khususnya menundukkan kepalanya dan mukanya pucat. Dia hanya bisa melakukan itu. Alan mengangkat kartu chipnya.
“Tim merah seharusnya juga tahu bahwa tim biru benar-benar kacau. Kaya, jawablah sebagai chef kepala, apa maksudmu mengganti resep?”
“Itu artinya makanan berubah.”
“Itu mirip tapi berbeda. Itu berarti bahwa pesanan berubah meski hari ini bukanlah pesanan, melainkan menu yang sudah ditentukan sebelumnya. Namun, jika di situasi yang berbeda, kau tidak akan menerima uang dan bahkan mungkin kau mendapat umpatan dan kau tidak akan bisa menjawab sama sekali. Senyum Chloe? Pelayanan? Apa artinya itu? Kau membuat kesalahan pada hal dasar, yaitu memasak.”
Kaya tidak membalas dan menundukkan kepala. Dia tidak berpikir untuk melemparkan semua tanggung jawab pada Peter karena pada saat Peter membuat kesalahan, dia juga tidak memperhatikan rekan timnya, jadi itu juga kesalahannya. Tangan Alan yang sedang memegang kartu chip perlahan memasukkan itu ke dalam kotak merah. Alan melanjutkan dengan wajah dingin.
“Alasan aku memilih tim merah hari ini bukan karena mereka mengerjakan dengan baik melainkan karena tim biru bertindak sangat bodoh. Ingatlah. Makanan dibuat di dapur. Jika prosesnya asal-asalan, maka hasilnya pun begitu. Jadilah sempurna. Kalian adalah dokter dan bahan masakan adalah pasien. Kalian harus lebih sempurna dari siapapun karena pelanggan tidak berharap ada kesalahan.”
“Peter menggigit bibirnya. Sepertinya semua kata-kata itu tertuju padanya seperti hujan anak panah. Alan memperhatikan Peter sejenak, kemudian menutup mulutnya dan melangkah mundur. Joseph menghela nafas. Saat helaan nafas itu perlahan terdengar oleh semua orang, suaranya terdengar lagi.
“Kita akan mulai menghitung suara.”
< Ketenaran tak terduga (4)> Selesai